11
hampir sama, yaitu : pohon tinggi, bentuk daun pinnate atau palmate seperti kipas, pelepah daun berserabut, tidak kasar dan bentuknya tidak tubular serta buah simetris.
Soedharma 1994 menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan pada rumpon adalah penggantian attraktor secara berkala, karena attraktor merupakan
komponen yang paling mudah rusak dibandingkan komponen rumpon lainnya. Umumnya penggantian rumpon di perairan Teluk Lampung dilakukan dua bulan
sekali. Attraktor yang digunakan adalah daun kelapa atau daun pinang. Daya tahan daun kelapa diperkirakan adalah 3-4 minggu. Attraktor yang terlalu lama
diletakkan pada rumpon akan menyebabkan semakin sedikit ikan-ikan yang berkumpul di sekitanya.
2.2 Karakteristik Iklim dan Kondisi Perairan Maluku Tenggara
Iklim merupakan gabungan berbagai kodisi sehari-hari dimana unsur penyusun iklim utama adalah temperatur dan curah hujan, sehingga untuk
mengetahui tipe iklim suatu wilayah perlu mengetahui kerakteristik temperatur dan curah hujan. Suhu rata-rata terendah Kabupaten Maluku Tenggara dalam
tahun 2002 – 2007 ditemukan pada bulan Agustus yaitu 23,6
o
C dan suhu tertinggi pada bulan Oktober - Nopember yakni 32,5 – 32,7°C. Suhu udara musim Barat
berkisar dari 24,1 – 31,5 °C, pada musim pancaroba 1 berkisar dari 31,3 – 31,4 °C, pada musim Timur 30,1 – 30,5 °C, dan musim Pancaroba 2 berkisar dari 24 –
32,7 °C, sedangkan suhu udara dekat permukaan laut berkisar dari 23 – 23,5 °C rata-rata 23,3 °C Rencana Tata Ruang Laut DKP Provinsi Maluku 2006
Iklim Kabupaten Maluku Tenggara adalah tipe A nilai Q = 0.10 dengan 10 bulan basah, 1 bulan kering dan 1 bulan lembab. Curah hujan di daerah ini
memiliki pola Monsun musiman dengan ciri distribusi curah hujan bulanan berbentuk “V”. Musim Barat berlangsung pada bulan Desember hingga Februari,
musim Timur pada Juni hingga Agustus, Pancaroba 1 pada bulan Maret hingga Mei dan Pancaroba 2 pada bulan September hingga November.
Pengurangan jumlah curah hujan terjadi saat pertengahan musim Timur Juni-Agustus hingga pertengahan musim Pancaroba 2 Oktober, tetapi
melimpah pada saat musim Barat hingga akhir Pancaroba 1. Nilai rata-rata curah hujan terendah dalam 5 tahun terakhir dicapai pada bulan Agustus yakni 50,8 mm.
Terindikasi bahwa jumlah curah hujan Agustus–September semakin menurun
12
sejak tahun 2007 sampai sekarang, dan dua bulan ini tergolong bulan sangat kering. Secara umum terlihat bahwa saat musim Barat dan Pancaroba 1, curah
hujan melimpah sepanjang tahun dengan rata-rata 300 mm dan hari hujan rata- rata 18 – 24 hari.
2.3 Alat Tangkap dan Metode Operasi Penangkapan Ikan di Sekitar Rumpon di Perairan Maluku Tenggara
Alat tangkap yang biasanya dioperasikan dalam penangkapan ikan di sekitar rumpon antara lain adalah pancing, gillnet, huhate dan pukat cincin Subani, 1986.
Berdasarkan SK Mentan No. 51KptsIK.250I97, pemanfaatan rumpon perairan dalam di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perikanan dalam
bentuk kerjasama dengan nelayan pola perikanan inti rakyat. Alat tangkap yang digunakan adalah purse seine dan lokasi yang diperbolehkan adalah Zona Ekonomi
Eklusif Indonesia dengan pemasangannya minimal 20 mil laut dari batas terluar laut
wilayah. Pemanfaatan rumpon perairan dalam oleh nelayan kecil hanya boleh dilakukan dengan menggunakan pancing ulur handline atau pancing tonda.
2.3.1 Metode operasi penangkapan ikan dengan purse seine
Pengoperasian pukat cincin pada umumnya masih berada sekitar perairan Maluku Tenggara di perairan Kei Besar, perairan Kei Kecil, perairan Kur yang
berada dalam kedalaman 200-700 m. Berdasarkan wawancara dengan nelayan di Maluku Tenggara mereka masih memperoleh hasil tangkapan yang relatif tinggi.
Penangkapan dengan purse seine di daerah ini menggunakan alat bantu rumpon, sehingga dalam kegiatan pengoperasian nelayan sudah mengetahui daerah
penangkapan yang jelas. Nelayan pukat cincin yang melakukan kegiatan penangkapan masih didasarkan pada kegiatan penangkapan sebelumnya, jika
penangkapan sebelumnya memperoleh hasil tangkapan yang banyak maka penangkapan yang berikutnya tidak akan jauh dari daerah sebelumnya.
Berdasarkan pengamatan langsung dalam 14 trip operasi penangkapan dan wawancara dengan nelayan pukat cincin, umumnya nelayan berangkat pada pagi
hari sekitar pukul 03.00 WIT hingga menjelang siang yaitu sekitar pukul 7.00 WIT dan selesai atau kembali ke pantai sekitar pukul 9.00 WIT. Informasi dalam
metode operasi penangkapan pukat cincin dibagi kedalam beberapa tahap yaitu meliputi tahap persiapan, penurunan jaring dan penarikan jaring.
13
1 Tahap persiapan Tahap persiapan merupakan tahap yang harus dilakukan setiap sebelum
penangkapan ikan. Tahap persiapan ini meliputi kegiatan pemeriksaan mesin baik mesin utama maupun mesin johnson, pemeriksaan alat tangkap,
penyiapan bahan bakar, minyak tanah, bensin, oli, es, serta bahan komsumsi. Hal ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan penangkapan ikan.
2 Kapal pukat cincin berangkat menuju rumpon yang merupakan daerah penangkapan ikan fishing ground. Pada umumnya membutukan waktu
sekitar 15-30 menit untuk menuju daerah penangkapan. Penentuan daerah penangkapan ikan rumpon yang tepat yang akan menjadi tujuan daerah
penangkapan berdasarkan hasil pemantauan oleh nelayan pemantu yang telah dilakukan pada malam harinya sebelum kapal pukat cincin berangkat, dan jika
kegiatan penangkapan sebelumnya mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, maka kegiatan penangkapan berikutnya tidak akan jauh dari daerah
penangkapan rumpon. 3 Setting
Setelah tiba di daerah penangkapan ikan rumpon, kemudian dilakukan proses setting yang diawali dengan penurunan pukat cincin pada bagian
kantong dari kapal utama yang berada di bagian buritan sebelah kiri. Tali selembar pada bagian pukat cincin dilemparkan pada kapal johnson untuk
dilakukan proses setting. Kapal johnson menunggu proses setting hingga selesai untuk melakukan proses selanjutnya yaitu penarikan purse line. Proses
pelingkaran gerombolan ikan oleh kapal utama harus dilakukan dengan kekuatan penuh. Hal ini dilakukan agar gerombolan ikan yang menjadi target
tidak lolos baik dari arah horisontal maupun vertikal. Proses pelingkaran gerombolan ikan membutukan waktu sekitar 5-10 menit. Dalam satu trip
nelayan pukat cincin melakukan setting atau tawur rata-rata sebanyak 1-2 kali. Hal ini sangat ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh.
4 Hauling Setelah proses pelingkaran gerombolan ikan selesai oleh kapal utama
lambut, salah satu nelayan yang berada pada kapal utama melempar purse
14
line dengan kekuatan penuh yang arahnya menjauh kapal utama. Pada saat dilakukan penarikan purse line oleh kapal johnson, proses penarikan pukat
cincin juga dilakukan oleh nelayan pada kapal utama. Setelah proses penarikan purse line selesai, kapal johnson kembali dan mendekati pukat
cincin yang sudah membentuk sebuah mangkok, kemudian dilakukan pengangkatan pelampung yang berada di kantong. Penarikan pukat cincin
selesai hingga tersisa bagian kantong, maka dilakukan pengangkutan hasil tangkapan oleh nelayan yang berada pada kapal johnson untuk diletakan pada
kapal johnson. Proses penarikan pukat cincin hingga selesai membutuhkan waktu 45-60 menit.
5 Penanganan hasil tangkapan Penarikan pukat cincin hingga bagian kantong, ikan hasil tangkapan diambil
oleh nelayan yang berada pada kapal johnson dengan menggunakan serok untuk ditempatkan pada kapal johnson. Pukat cincin yang selesai digunakan
untuk kegiatan penangkapan ikan, disusun dan dirapikan kembali sebagai persiapan untuk kembali ke pantai.
2.3.2 Metode operasi penangkapan ikan dengan gillnet
Pengoperasian gillnet permukaan meliputi 3 tahap, yaitu setting,soaking, dan hauling. Setting merupakan kegiatan menurunkan jaring ke perairan.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada pagi hari pukul 7.00 – 10.00. Soaking atau perendaman merupakan tahap selanjutnya yaitu alat tangkap jaring dibiarkan
terendam atau terhanyut dalam air dengan posisi tegak lurus terhadap arus. Selanjutnya tahap terakhir hauling, yaitu proses penangkapan jaring yang
dilakukan tiap piece. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada siang hari pukul 12.00 dan sore hari pukul 16.00 – 17.00 WIT. Pengangkatan atau penarikanan jaring
dilakukan mulai dari pangkalan jaring yang ditempatkan pada kapal dan berakhir pada ujung jaring yang berbeda dekat dengan pelampung tanda. Penarikan jaring
pada alat tangkap jaring nilon dilakukan secara manual oleh nelayan ABK. Ikan yang terjerat dilepaskan bersamaan dengan pengangkatan bagian jaring yang
lainnya. Kemudiaan jaring yang sudah diangkat tersusun secara teratur pada badan kapal, disiapkan untuk setting selanjutnya.
15
Daerah operasi penangkapan gillnet permukaan meliputi perairan Kei Besar, Kei Kecil dan perairan Kur. Jarak dari fishing base ke finhing ground bisa
mencapai 1 – 2 mil laut. Waktu yang diperlukan untuk mencapai fishing ground antara 20 – 30 menit. Sementara itu kegiatan operasi penangkapan ikan dengan
alat tangkap gillnet pemukaan dalam satu kali trip penangkapan berkisar 1 hari dihitung mulai dari awal keberangkatan sampai kembali ke fishing base.
2.3.3 Metode operasi penangkapan ikan dengan pancing tonda
Pancing tonda di perairan Maluku Tenggara beroperasi pada bulan Juni sampai September. Kontruksi pancing tonda sangat sederhana dan mudah
dioperasikan. Saat pengoperasian pancing tonda berlangsung, apabila ikan terpancing pada salah satu mata pancing, maka pancing yang lain juga harus
digulung agar tidak tersangkut tali pancing yang umpannya tidak dimakan ikan. Oleh karena itu dalam satu perahu yang menggunakan tiga unit pancing tonda
tidak akan mendapatkan ikan secara bersamaan dalam satu kali towing. Secara umum ukuran mata pancing nomor 5 memberikan hasil tangkapan
lebih banyak dibandingkan dengan mata pancing nomor 6 dan nomor 4. Ukuran mata pancing nomor 5 dapat dikatakan lebih efektif untuk pancing tonda yang
dioperasikan di perairan Maluku Tenggara, ukuran ini lebih sesuai untuk gerombolan ikan yang ditemui. Ukuran hasil tangkapan dari mata pancing nomor
6 lebih kecil dibandingkan dua ukuran mata pancing yang lain, karena ukuran mata pancing ini lebih kecil. Ukuran mata pancing nomor 5 memberikan hasil
tangkapan tongkol yang lebih banyak dibandingkan ukuran mata pancing yang lain. Banyaknya tongkol yang tertangkap oleh mata pancing nomor 5 diduga
karena ukuran mata pancing tersebut lebih tepat dibandingkan ukuran ukuran mata pancing lain dan jumlah kegagalan lolos atau lepas yang sedikit.
Selama penelitian ini berlangsung kisaran waktu seting pertama antara pukul 06.00 – 10.00 sedangkan kisaran waktu setting kedua berkisar antara pukul
14 – 18.00. Hal ini disesuaikan dengan tingkah laku makan ikan tongkol, yang meningkat intensitas makannya pada pagi dan sore hari. Oleh karena itu, ikan
tongkol lebih banyak tertangkap pada pagi dan pertengahan antara siang dan sore hari.
16
Hal lain yang perlu disampaikan adalah apabila salah satu ikan terpancing dan meronta-ronta hingga mengeluarkan darah, maka ikan yang berada di
sekitarnya akan berenang menjauh dengan cepat. Hal ini menyebabkan sedikitnya jumlah hasil tangkapan pancing tonda dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.
Saat operasi penangkapan berlangsung benang pancing beberapa kali sempat terputus, dikarenakan tergigit oleh ikan besar yang tertangkap atau ukuran ikan
yang telah besar. Oleh karena itu disarankan untuk menyiasati putusannya benang tersebut, yaitu dengan menambahkan kawat barlen pada pancing sehingga agak
sulit tergigit ikan.
2.4 Ikan Pelagis
Menurut Weyl 1970, organisme pelagis adalah organisme yang hidup dikolom perairan yang jauh dari dasar perairan. Selanjutnya Nybakken 1982
menambahkan bahwa organisme pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka, lepas dari dasar perairan dan disebut sebagai kawasan pelagis. Zona yang
masih dapat ditembus cahaya 100-150 m, merupakan zona penting sebagi kawasan produktivitas primer yang disebut zona epipelagik. Zona dibawah epipelagik
sampai kedalaman 700 m disebut zona mesopelagik, pada zona ini penetrasi cahaya kurang keadaan gelap. Ikan-ikan yang terdapat pada kawasan pelagik terdiri
dari dua kelompok, yaitu ikan holoepipelagik dan mesopelagik. Holoepipelagik adalah ikan-ikan yang menghabiskan seluruh hidupnya di daerah pelagik, seperti ikan cucut,
ikan terbang, ikan tuna, ikan setuhuk dan ikan lemuru. Mesopelagik adalah ikan-ikan yang menghabiskan sebagian hidupnya dikawasan epipelagik seperti dolphin.
Kedalaman renang kelompok ikan pelagis tergantung pada struktur suhu secara vertikal. Apabila suhu permukaan air menjadi lebih tinggi, maka jenis-jenis ikan
pelagis akan berenang semakin dalam. Hampir semua ikan pelagis berada dalam satu kelompok dan akan naik ke lapisan permukaan pada sore hari. Selanjutnya setelah
matahari terbenam, kelompok ikan tersebut menyebar di lapisan pertengahan perairan dan saat matahari terbit akan turun menuju lapisan yang lebih dalam Gunarso
1985. Gunarso 1985 juga menambahkan bahwa kolom perairan tersebut diduga merupakan batas aman lapisan renang swimming layer dari pergerakan ikan pelagis
kecil. Ikan pelagis kecil memiliki densitas lebih tinggi di perairan dangkal jika dibandingkan dengan laut dalam. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut
17
adalah adanya pengaruh cahaya matahari terhadap ruaya vertikal harian dari kelompok ini. Ayodhyoa 1981, melaporkan hal yang sama dengan pengecualian
pada daerah upwelling yang merupakan daerah subur akibat pengangkatan zat hara ke permukaan.
Sumberdaya perikanan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Sumberdaya ini merupakan
sumberdaya neritik, yang mempunyai sifat hidup di sekitar permukaan, seperti di daerah perairan dekat pantai Imawati 2003. Secara umum, hampir semua jenis
ikan pelagis terdapat di seluruh perairan Indonesia kecuali ikan lemuru Sardinella lemuru yang hanya terdapat di Selat Bali dan sekitarnya.
Musim penangkapan ikan pelagis kecil yang baik di perairan Indonesia umumnya berlangsung pada peralihan musim timur ke musim barat yaitu sekitar
bulan Agustus sampai Desember Nurhakim et al. 1988. Sama halnya dengan nelayan di perairan utara Jawa, nelayan di perairan
Selat Sunda juga mengenal dan membagi musim penangkapan ikan menjadi tiga musim, masing-masing, musim barat, timur dan peralihan. Musim penangkapan
ikan di daerah ini berlangsung hampir sepanjang tahun, sebab jenis alat tangkap yang digunakan relatif beragam dan musim ikan jenis tertentu juga berbeda-beda.
Ikan-ikan yang berasosiasi di sekitar rumpon umumnya adalah ikan pelagis, seperti ikan layang bulat Decapterus macrosoma., layang panjang Decapterus russelli,
kembung lelaki Rastrelliger kanagurta., kembung perempuan Rastelliger macrosoma, selar hijau Atule mate, selar kuning Selaroides leptolepis, selar
bentong Selar crumenophthalmus, lemuru Sardinella lemuru, tembang Sardinella fimbriata, tongkol Auxis thazard dan lain-lain. Jenis-jenis ini
termasuk perenang cepat, beruaya cukup jauh dan sifatnya bergerombol mengelompok. Salah satu sifat ikan pelagis yaitu suka bergerombol merupakan
faktor penting bagi pemanfaatan usaha perikanan komersil. Adanya sifat mengelompok ini, menyebabkan ikan dapat ditangkap dalam jumlah besar
Gunarso 1985. Tingkah laku berkelompok pada ikan pelagis juga didasarkan atas jenis dan ukuran yang berbeda pula dimana hal ini akan mempengaruhi pola
tingkah laku mengelompok pada suatu gerombolan ikan Laevastu dan Hayes 1981.
18
Gunarso 1985 menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan pelagis membentuk kelompok bergerombol, yaitu :
1 Sebagai perlindungan diri dari pemangsa predator
2 Mencari dan menangkap mangsa untuk tujuan pemijahan
3 Bertahan pada musim dingin
4 Untuk melakukan ruaya dan pergerakan serta karena adanya pengaruh dari
faktor-faktor yang ada di sekitarnya. Menurut Mathews el al. 1996, rumpon menarik tiga spesies komersial
penting yaitu : 1
Madidihang yellowfin Thunnus albacares umumnya juvenil, tertarik dalam jumlah yang banyak dan tertangkap oleh kapal hand line kecil;
2 Layang Decapterus spp. di Sulawesi Utara dikenal malalugis ditangkap di
sekitar rakit oleh mini purse seine yang dikenal dengan soma pajeko yang berukuran antara 12-17 meter dengan mesin luar motor tempel 4 0 - 1 2 0
HP dan panjang jaring yang tidak kurang dari 200 meter. 3
Cakalang Katsuwonus pelamis L. kecil yang tertangkap oleh soma pajeko sebagai suatu hal yang menarik, namun sangat tidak penting karena merupakan
tangkapan sampingan dari malalugis Decapterus spp.; cakalang dipasarkan secara terpisah.
Seperti halnya produksi ikan pelagis di laut jawa, di perairan Pasuruan, Selat Sunda juga umumnya didominasi oleh beberapa jenis yang tegolong dalam tiga famili yaitu:
Carangidae, Clupeidae dan Scombridae. Menurut Longhurst dan Pauly 1987, jenis-jenis karangid dan klupeid tersebut umumnya hidup di paparan benua continental shelf sedang
sebagian jenis-jenis skombroid bersifat neritik.
2.4.1 Ikan layang
Ikan layang merupakan salah satu sumber perikanan lepas pantai yang terdapat di Indonesia. Ada lima jenis ikan layang yang ditemukan di perairan
Indonesia yaitu: Decapterus russelli, Decapterus makrosoma, Decapterus kuroides, Decapterus maruadsi, Decapterus lajang. Dari kelima jenis tersebut diketahui bahwa
Decapterus russelli memiliki penyebaran yang paling luas yaitu mulai dari Kepulauan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo Nontji 1993.
19
Ikan layang memiliki bentuk badan seperti cerutu dan sisiknya sangat halus. Bentuk yang demikian memungkinkan ikan tersebut untuk berenang dengan
kecepatan tinggi di laut. Ikan layang, meskipun aktif berenang tetapi terkadang juga pasif yaitu pada saat membentuk gerombolan pada suatu daerah yang sempit atau di
sekitar benda-benda terapung. Ikan layang sering ditemukan suka bergerombol di sekitar rumpon dengan posisi membelakangi rumpon dan senantiasa menghadap dan
menentang arus Asikin 1985. Makanan utamanya adalah jenis avertebrata berukuran kecil.
Daerah penyebaran ikan layang ini biasanya mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, timur, selatan dan barat Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku serta Irian Jaya
Direktorat Jenderal Perikanan 1997. Klasifikasi ikan layang menurut Saanin 1984, adalah sebagai berikut;
Phyllum : Chordata; Sub Phyllum : Vertebrata;
Class : Pisces Sub Class : Teleostei;
Ordo : Percomorphi; Sub Ordo : Percoidea;
Divisi : Perciformes; Genus : Decapterus,
Species : Decapterus russelli, Rupped Nama Indonesia : Layang
Nama Kei : Momar Merah
Gambar 2 Layang Decapterus russelli Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992.
20
2.4.2 Ikan selar
Ikan selar termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil dari famili Carangidae. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan 1997 terdapat dua jenis ikan selar yang
umumnya tertangkap di perairan Indonesia yaitu selar kuning Selaroides leptolepis dan selar bentong Selar crumenophthalmus.
Ikan selar kuning Selaroides leptolepis memiliki bentuk badan yang lonjong, pipih. Bagian atas tubuhnya berwarna hijau kebiruan, bagian bawah berwarna putih
keperakan. Terdapat pita warna kuning keemasan membujur mulai dari mata sampai sirip ekor. Pada tutup insang bagian atas terdapat bintik warna gelap. Ikan selar bentong
Selaroides leptolepis memiliki bentuk badan dan warna yang sama dengan selar kuning tetapi memiliki mata yang lebih besar dan warna sirip keabu-abuan atau
pucat. Ikan selar hijau Atule mate juga tennasuk famili Carangidae yang
memiliki ciri hampir sama dengan ikan selar kuning. Perbedaanya pada ikan selar hijau terdapat pita warna hijau membujur mulai dari mata sampai sirip ekor.
Memiliki adipose eyelid, kecuali pada bagian pipih yang terdapat vertical sin.
Daerah penyebaran ikan selar hijau Atule mate selain di Indonesia ikan ini juga
terdapat di Samudera Hindia bagian barat dan timur FAO 2002. Ikan selar kuning Selaroides leptolepis dan selar bentong Selar crumenophthalmus menyebar di
wilayah perairan timur Sumatera, utara Jawa, Selat Malaka, barat Sumatera, timur Kalimantan, utara dan selatan Sulawesi, Maluku serta irian Jaya Direktorat Jenderal
Perikanan 1997.
Klasifikasi selar menurut Saanin 1984 adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata;
Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces;
Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi;
Sub Ordo : Percoidea; Ordo : Percomorphi;
Famili : Caranggidea;
21
Sub Famili : Caranginae; Genus : Caranx;
Sub Genus : Selar Species : Selar crumenophthlmus;
Selarouides leptolepsis Nama Indonesia : Selar
Nama Kei : Kawalinya
Gamabar 3 Selar Selarroides leptolepsis Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992.
2.4.3 Ikan kembung
Ada dua jenis ikan kembung yang terdapat di perairan Indonesia yaitu kembung lelakibanyar Rastrelliger kanagurta dan kembung perempuan
Rastrelliger brachyosoma. Ikan kembung lelaki memiliki bentuk badan yang langsing, mempunyai warna lebih cerah, punggung berwarna kehijau-hijauan dan
bagian bawahnya berwarna putih kekuningan, dihiasi bintik hitam pada bagian punggungnya dari depan ke belakang. Ikan kembung perempuan memiliki bentuk
badan yang lebih lebar dan pendek, berwarna biru kehijauan pada bagian punggung dan putih keperakan pada bagian perutnya. Secara umum Saanin
1984 menggambarkan ikan kembung berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari bagian lainnya.
Ikan kembung Rastelliger spp. hidup dengan memakan, plankton plankton feeder sebagai makanannya. Ikan kembung lelaki Rastrelliger kanagurta
memakan plankton berukuran besar tapis insang yang lebih kasar dibandingkan tapis insang yang terdapat pada ikan kembung betina Rastrelliger neglectus
22
yang memakan plankton berukuran kecil seperti diatom dan larva kopepoda Nontji 1993.
Daerah penyebaran utama ikan kembung di Indonesia adalah perairan barat, timur dan selat kalimantan, selat malaka, barat dan timur Sumatera, utara dan
selat jawa, nusa Tenggara utara dan selat Sulawesi Maluku serta Irian Jaya Direktorat Jenderal perikanan 1979.
Klasifikasi kembung menurut Saanin 1984 adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata;
Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces;
Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi;
Sub Ordo : Percoidae; Famili : Caranggidae;
Genus : Rastrelliger, Sub Genus : Selar
Species : Rastrelliger brachyssoma, Bleeker Rastrelliger neglatus, Van Kampen
Rastrelliger kanagurta, Cuver Nama Indonesia : Kembung
Nama Kei : Lema
Gambar 4 Ikan kembung lelaki Rastrellige kanagurta Balai Penelitian perikanan laut, 1992.
23
2.4.4 Ikan tongkol
Ikan tongkol termasuk dalam famili scombridae yang umumnya hidup bergerombol. Bentuk badannya secara umum seperti cerutu dan kulit yang licin,
berwarna biru keperakan. Ikan ini dikenal sebagai ikan berenang cepat dan terkuat anara ikan-ikan laut yang ada disamping ikan tenggiri Pakpahan 1999 dalam
Imawati 2003. Ikan tongkol Auxis thazard memakan nekton dan zoobentos sebagai makanan utamanya. Daerah penyebaran ikan tongkol di Indonesia meliputi
perairan Maluku, laut sawu, Samudara Indonesia, sebelah selatan Nusa tenggara dan barat Sumatera.
Klasifikasi tongkol menurut Saanin 1984 adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata;
Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces;
Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi;
Sub Ordo : Percoidae; Famili : Scombridae;
Genus : Auxis thazard, Sub Genus : Tongkol
Species : Auxis thazard Lacepede, 1802 Nama Indonesia : Tongkol
Nama Kei : Komu
Gambar 5 Tongkol Auxis thazard Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992.
24
2.4.5 Ikan tenggiri
Ikan tenggiri biasa juga disebut: Spaniard, Narrow-Barred Spanish Mackerel, Kingfish, King Makerel. Ikan tenggiri sangat digemari masyarakat baik nasional
maupun internasional dan di Indonesia ikan tenggiri merupakan komoditas ekspor. Ikan tenggiri termasuk dalam kelas: Atinopterygii, Ordo: Percifformes,
Famili: Scombridae, Genus: Scomberomorus, Spesies: Scomberomorus commerson. Distribusi ikan tenggiri di seluruh dunia tersebar pada daerah: Pasific Barat:
Laut Merah dan Afrika Selatan sampai Asia Tengggara, Utara sampai ke Cina dan Jepang dan dari Australia Utara sampai Tenggara, Fiji serta laut Maditerania Timur,
Tenggara Atlantik: Pulau St. Helena dengan lintang 40 U – 45 S Okiyama 1993, temperature 18 – 31 C 65 – 88 Farenheit. Adanya ikan tenggiri di Laut
Mediteranian bagian timur disebabkan migrasinya ikan-ikan yang berada di Laut Merah masuk ke perairan tersebut melalui Teruan Suez, yang dikenal dengan
lessepian migration. Ikan tenggiri adalah salah satu ikan Lessepian dari 54 species ikan yang diketahui, nama tersebut diambil dari nama orang Perancis yang
membangun terusan suez yaitu Ferdinand de Lesseps. Ikan tenggiri di daerah ini pertama kali dicatat sejak tahun 1935 dan sekarang umumnya didapatkan pada
penangkapan dengan jarring dan pukat cincin Golani 1988. Selanjutnya dikatakan bahwa tenggiri diderah mediteranian populasi semakin meningkat dan juga
merupakan competitor dari indigenenous species Argyrosomus regius yang merupakan ikan yang biasa ditangkap sebagai ikan komersil di Israel, yang sejak
tahun 1980 an sudah hampir punah. Kedua ikan ini merupakan picivora sehingga keduanya menggunakan niche yang sama.
Klasifikasi tenggiri menurut Saanin 1984 adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata;
Sub Phyllum : Vertebrata; Class : Pisces;
Sub Class : Teleostei; Ordo : Percomorphi;
Sub Ordo : Scombridea;
25
Famili : Scombridae; Genus : Scomberomorus commersoni,
Sub Genus : Tenggiri Species : Scomberomorus commersoni Lacepede, 1802
Nama Indonesia : Tenggiri
Gambar 6 Tenggiri Scomberomorus commersoni Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992.
2.5 Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon
Untuk mengembangkan usaha di bidang penangkapan ikan, maka sangat dibutuhkan pengetahuan yang cukup tentang tingkah laku ikan yang hendak
ditangkap. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan terutama faktor makanan, seperti apa saja yang menjadi makanan dan bagaimana ikan-ikan di sekitar rumpon
makan menjadi sangat penting untuk keberhasilan dalam penangkapan. Ada beberapa pendapat tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon seperti yang
dikemukakan oleh Asikin 1985 sebagai berikut: 1
Ikan-ikan itu senang bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon; 2
Rumpon itu sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu; 3
Rumpon sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu; 4
Rumpon itu sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.
Akan tetapi pendapat tersebut masih perlu dikaji, karena kurang tepat terutama alasan pada butir 4, karena semua ikan pada prinsipnya memiliki sifat
fototaksis positif, sebab kalau tidak letak matanya harus berada di bagian bawah sisi
26
kepalanya. Kecuali jenis ikan yang hidup di muara-muara sungai dan membenamkan diri di lumpur atau ikan yang biasa hidup di sungai di bawah tanah
Subani 1986. Alasan pada butir 3, juga kurang tepat bagi sebagian besar ikan kecuali pengamatan berdasarkan penangkapan ikan torani yang menggunakan
pakaja sebagai rumpon, yang saat itu tertangkap pada waktu bertelur. Teori tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon juga dikemukakan oleh
Samples dan Sproul 1985 sebagai berikut: 1
Rumpon sebagai tempat beteduh shading place bagi beberapa jenis ikan tertentu;
2 Rumpon tempat mencari makan feeding ground bagi ikan-ikan tertentu;
3 Rumpon sebagai tempat berlindung dan predator bagi ikan-ikan tertentu;
4 Rumpon sebagai titik acuan navigasi reference point bagi ikan-ikan
tertentu yang beruaya. Selain itu, masih ada lagi pendapat lain yaitu rumpon sebagai tempat stasiun
pembersih cleaning place bagi ikan-ikan tertentu, contohnya dolphin dewasa umumnya akan mendekati bagian bawah floating objects dan menggesekkan
badannya Gooding dan Magnuson 1967. Dari beberapa jurnal sejak tahun 1967- 1999 juga ada teori yang menyatakan rumpon sebagai tempat berasosiasibermain
association place bagi jenis-jenis ikan tertentu. Menurut Subani 1972dan, Sondita 1986, ikan yang berukuran kecil pertama
kali tertarik di sekitar rumpon, kemudian disusul ikan berukuran besar. Rumpon merupakan arena makan bodig ground dan dimakan yang terjadi sesuai dengan rantai
makanan. Permulaan terjadinya arena ini dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga ketika rumpon pertama kali dipasang. Kemudian makluk-mahluk renik ini
bersama hewan-hewan kecil menarik perhatian ikan-ikan pelagis berukuran kecil. ikan- ikan pelagis ini menarik perhatian ikan-ikan yang berukuran besar untuk memakannya.
Subani 1986 dalam tulisannya mensinyalir adanya pendapat lain tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon yang berkenaan dengan faktor makanan yakni, ikan-
ikan memakan daun nyiur rumbai-rumbai attraktor dan organisme yang menempel pada rumpon. Akan tetapi dalam kaitan ini seperti yang sudah dilaporkan sebelumnya
oleh Subani 1972 menyatakan bahwa tidak benar ikan-ikan di sekitar rumpon memakan daun-daun rumpon kelapa. Pernyataan ini diperkuat oleh Djatikusumo
27
1977 berdasarkan atas pengamatan isi perut ikan di sekitar rumpon, yang diketahui ternyata makanan ikan berasal dan jenis-jenis plankton dan bukan daun-daun kelapa.
Berdasarkan hal ini diduga bahwa rumpon merupakan tempat ikan berlindung dari serangan predator. Pendapat ini ditegaskan pula oleh pendapat Subani 1972 yang
menyebutkan bahwa rumpon yang dipasang pada suatu perairan akan dimanfaatkan oleh kelompok ikan lemah tidak memiliki alat pertahanan diri alami seperti duri-duri
keras pada sirip, kepala, ekor atau bagian tubuh lainya, juga tidak memiliki gigi yang kuat pada mulutnya sebagai tempat berlindung dari serangan predator. Kelompok jenis
ini akan berenang dengan mengusahakan agar posisi tubuhnya selalu membelakangi bangunan rumpon.
Teori tentang berkumpulnya ikan di sekitar rumpon oleh faktor makanan juga diperkuat oleh Soemarto 1962 yang mengungkapkan dalam area rumpon terdapat
plankton yang merupakan makanan ikan yang lebih banyak dibandingkan di luar rumpon. Selanjutnya disebutkan juga bahwa perairan yang banyak planktonnya
akan menarik ikan pemakan plankton untuk mendekat dan memakannya. Menurut Subani 1986 ikan-ikan yang berkumpul di sekitar rumpon laut
dangkal umumnya jenis ikan pelagis kecil seperti : ikan layang Decapterus spp., kembung Rastrelliger spp., selar Selaroides leptrolepis, lemuru Sardinellta
spp., tongkol Auxis thazard dan bawal hitam Formio niger. Ikan-ikan tersebut merangsang ikan pelagis besar untuk mendatangi gerombolan ikan itu dan
memangsanya. Jenis ikan yang berkumpul pada rumpon laut dalam yaitu : cakalang Katsuwonus pelamis, madidihang Thunnus albacares, big eye Thunnus
obesus, tongkol Euthynnus affinis, setuhuk Makaira spp., tenggiri Scomberomorus spp., lemadang Corypaena hippurus.
2.6 Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna