27
1977 berdasarkan atas pengamatan isi perut ikan di sekitar rumpon, yang diketahui ternyata makanan ikan berasal dan jenis-jenis plankton dan bukan daun-daun kelapa.
Berdasarkan hal ini diduga bahwa rumpon merupakan tempat ikan berlindung dari serangan predator. Pendapat ini ditegaskan pula oleh pendapat Subani 1972 yang
menyebutkan bahwa rumpon yang dipasang pada suatu perairan akan dimanfaatkan oleh kelompok ikan lemah tidak memiliki alat pertahanan diri alami seperti duri-duri
keras pada sirip, kepala, ekor atau bagian tubuh lainya, juga tidak memiliki gigi yang kuat pada mulutnya sebagai tempat berlindung dari serangan predator. Kelompok jenis
ini akan berenang dengan mengusahakan agar posisi tubuhnya selalu membelakangi bangunan rumpon.
Teori tentang berkumpulnya ikan di sekitar rumpon oleh faktor makanan juga diperkuat oleh Soemarto 1962 yang mengungkapkan dalam area rumpon terdapat
plankton yang merupakan makanan ikan yang lebih banyak dibandingkan di luar rumpon. Selanjutnya disebutkan juga bahwa perairan yang banyak planktonnya
akan menarik ikan pemakan plankton untuk mendekat dan memakannya. Menurut Subani 1986 ikan-ikan yang berkumpul di sekitar rumpon laut
dangkal umumnya jenis ikan pelagis kecil seperti : ikan layang Decapterus spp., kembung Rastrelliger spp., selar Selaroides leptrolepis, lemuru Sardinellta
spp., tongkol Auxis thazard dan bawal hitam Formio niger. Ikan-ikan tersebut merangsang ikan pelagis besar untuk mendatangi gerombolan ikan itu dan
memangsanya. Jenis ikan yang berkumpul pada rumpon laut dalam yaitu : cakalang Katsuwonus pelamis, madidihang Thunnus albacares, big eye Thunnus
obesus, tongkol Euthynnus affinis, setuhuk Makaira spp., tenggiri Scomberomorus spp., lemadang Corypaena hippurus.
2.6 Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna
Tujuan teknologi penangkapan ikan tepat guna adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap ikan yang mempunyai keragaman performance yang baik ditinjau
dari aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi, sehingga merupakan alat tangkap yang cocok untuk dikembangkan. Haluan dan Nurani 1988 mengemukakan bahwa untuk
28
menentukan unit usaha perikanan tangkap pilihan digunakan metode skoring mencakup analisis terhadap aspek-aspek sebagai berikut :
1 Aspek biologi mencakup : ukuran mesh size jaring yang digunakan untuk menganalisa selektivitas alat tangkap, jumlah ikan layak tangkap, jumlah
komposisi hasil tangkapan dan cara pengoperasian alat tanakap. 2 Aspek teknis mencakup : produksi per trip, produksi per tenaga kerja dan
produksi per tahun. 3 Aspek sosial meliputi : jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, tingkat
penguasahan teknologi dan kemungkinan kepemilikan unit penangkapan ikan oleh nelayan yang diperoleh dari pendapatan nelayan per tahun dibagi inventasi
dari unit penangkapan. 4 Aspek ekonomi mencakup : analisis aspek ekonomi dan finansial yaitu
penerimaan bersih per tahun dan penerimahan per tenaga kerja per tahun. Sedangkan analisis finansial meliputi penilaian dengan Net Present Value NPV,
Benefit Cost Ratio Net BC dan Internal Rate of Return IRR. Prinsip dasar untuk penentuan cara skoring terhadap unit perikanan tangkap
adalah untuk penilian pada kriteria yang mempunyai satuan berbeda dan penilaiannya dilakukan secara subyektif. Penilaian terhadap semua kriteria secara terpadu dan
dilakukan standarisasi nilai dari kriteria masing-masing unit penangkapan ikan. Kemudian skor tersebut dijumlahkan, makin besar jumlah skor berarti lebih baik atau
efesien dan sebaliknya Purbayanto 1991. Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani 1993, dapat dilakukan melalui
pengkajian-pengkajian aspek ”bio-tecnico-socio-economik-approach” oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh semua jenis teknologi penangkapan yang
akan dikembangkan, yaitu: 1 bila ditinjau dari segi biologi tidak merusak atau menggangu kelestarian sumberdaya, 2 secara teknis efektif digunakan, 3 dari segi
sosial dapat diterima masyarakat nelayan, dan 4 secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Suata aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu izin
dari pemerintah kebijakan dan peraturan pemerintah.
29
Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka menurut Monintja 1987, teknologi yang perlu
dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga kerja, dengan pendapatan pemelayan memadai. Selanjutnya menurut
Monintja 1987, dalam kaitan dengan peralihan protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktivitas unit serta
produktivitas nelayan pertahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggung jawabkan secara biologis dan ekonomis.
Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan umum perikanan, apabila hal ini
dapat disepakati, maka syarat-sayarat pengembangan teknologi penangkapan ikan Indonesia haruslah dapat :
1 Menyediakan kesempatan kerja yang banyak; 2 menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan;
3 menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk menyediakan protein; 4 mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang biasa diekspor;
5 tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan. Intesifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan, pada dasarnya
adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu lainnya yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing tempat. Namun tidak semua modernisasi dapat menghasilkan peningkatkan produksi dan peningkatkan pendapatan bersih net
income nelayan. Oleh karena itu, introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil
yang menyakinkan Wisudo et al., 1994.
2.7 Efektivitas