1571-2004 nilai kehilangan bobot kayu sengon dengan arah serat longitudinal 5,91, arah serat cross section 14.20 dan kayu karet dengan arah serat
longitudinal 9,21, arah serat cross section 10,95. Dilihat dari nilai rata-rata kehilangan bobot dengan menggunakan metode SNI, sebaiknya arah serat yang
digunakan dalam pengujian adalah arah serat longitudinal karena memiliki nilai rata-rata penurunan bobot yang tinggi, sedangkan untuk pengujian JIS arah serat
longitudinal sebaiknya tidak digunakan karena memiliki nilai rata-rata penurunan bobot yang sangat rendah.
Tabel 5 Hasil pengujian kayu karet dan sengon
Jenis Arah serat
Penurunan Bobot SNI
JIS
Karet Longitudinal
23,12 9,21
Cross section 20,77
10,95 Sengon
Longitudinal 22,25
5,91 Cross section
18,76 14,20
Nilai kehilangan bobot dengan metode SNI lebih tinggi dibandingkan dengan metode JIS. Hal ini diduga karena adanya hifa jamur yang masuk ke
dalam contoh uji. Hifa jamur yang masih tertinggal di dalam contoh uji akan mempengaruhi bobot akhir contoh uji setelah diumpankan. Selain itu, adanya
perbedaan ukuran contoh uji dan media yang digunakan SNI dan JIS juga diduga menyebabkan adanya perbedaan nilai kehilangan bobot yang cukup jauh.
4.3. Keawetan Kayu Karet dan Sengon terhadap Jamur Pelapuk P. ostreatus
Hasil Analisa Statistik dengan menggunakan sidik ragam pada dengan selang kepercayaan yang digunakan adalah 95, dapat diketahui bahwa terjadi
perbedaan yang nyata antara perlakuan jenis, metode x arah serat, dan jenis x metode x arah serat terhadap penurunan bobot kayu, Artinya kedua metode
memiliki tingkat penurunan bobot yang berbeda pada contoh uji kayu baik dengan menggunakan arah serat longitudinal maupun arah serat cross section. Hal ini
ditandai dengan nilai Pr F untuk setiap perlakuan adalah 0,05. Sedangkan
untuk perlakuan metode terjadi perbedaan yang sangat nyata terhadap tingkat penurunan bobot kayu karena memiliki nilai Pr F = ,0001.
Tabel 6. Hasil sidik ragam kehilangan bobot terhadap metode, arah serat dan jenis kayu.
Sumber Keragaman DB
JK KT
F PrF
Ulangan 9
162,83 18,09
0,89 0,540
Metode 1
1943,21 1943,21
95,54 3,03e-14
Arah Serat 1
7,43 7,43
0,37 0,548
Jenis 1
82,74 82,74
4,07 0,048
Metode x ArahSerat 1 249,64
249,64 12,27
0,001 Metode x Jenis
1 7,16
7,16 0,35
0,555 Arah Serat x Jenis
1 63,80
63,80 3,14
0,082 Metode x ArahSerat x Jenis 1
111,06 111,06
5,46 0,023
Galat 63 1281,42 20,34
Keterangan : berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0,05, berbeda nyata pada uji F taraf 0,05
Nilai rataan penurunan berat pada kayu karet lebih tinggi dibanding kayu sengon pada metode SNI dan JIS. Hal ini diduga karena jumlah selulosa dan
lignin yang terkandung pada kayu karet lebih tinggi dibanding kayu sengon. Menurut Pari 1996 kandungan selulosa pada kayu karet tergolong tinggi karena
nilainya di atas 45, sedangkan kandungan ligninnya berkisar antara sedang sampai tinggi yaitu 30,60 – 33,54 . Hal inilah yang diduga menyebabkan nilai
kehilangan berat kayu karet lebih tinggi dibandingkan dengan kayu sengon, karena jamur pelapuk mampu merusak selulosa dan lignin yang menyusun kayu
sehingga menyebabkan bobot kayu menurun dari babot awalnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Martawijaya 1972 penurunan bobot kayu karet 40,2 lebih
besar dibandingkan dengan kayu sengon 36,3 dengan menggunakan jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune.
Dari beberapa hasil penelitian, Martawijaya 1972 penurunan bobot kayu karet 40,2, kayu sengon 36,3, Fitriyani 2010 penurunn bobot kayu karet
30,01, dengan menggunakan jamur uji Schizophyllum commune diketahui bahwa P. ostreatus memiliki tingkat penurunan bobot di bawah S. commune,
artinya S. commune masih lebih ganas menyerang kayu dibandingkan oleh P. ostreatus. Oleh karena itu P. ostreatus masih belum dapat digunakan dalam
pengujian ketahanan kayu pada SNI 01.7207-2006, karena penurunan bobot kayu yang dihasilkan masih dibawah jenis jamur S. commune yang telah distandarkan
oleh SNI 01.7207-2006. Dilihat dari ketahanannya terhadap serangan jamur, kayu karet tergolong
ke dalam kelas awet IV-V yang berarti kayu ini tidak tahan terhadap serangan jamur. Tetapi jika dilihat dari segi kekuatan, kayu karet termasuk ke dalam kelas
kuat II, sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan baku industri perkayuan seperti mebel, fibre board, furniture, pulp dan kertas. Menurut Boerhendhy, dkk.,
2003 di tingkat daerah kayu karet belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena sebagian besar lokasi kebun karet rakyat tradisional terletak di wilayah
yang tidak mempunyai akses jalan. Untuk mengeluarkan kayu dari kebun ke pabrik diperlukan biaya yang cukup besar, sehingga penjualan kayu karet menjadi
tidak ekonomis. Kayu karet mempunyai nilai yang ekonomis apabila lokasi kebun mempunyai akses jalan yang biasa di lewati oleh truk dan tidak terlalu jauh dari
pabrik, sehingga biaya transportasi masih cukup memadai. Selain itu, rendemen yang rendah juga merupakan masalah pemanfaatan kayu karet, hal ini disebabkan
diameter kayu karet yang kecil karena bahan tanam yang digunakan masih berasal dari seedling dan rusaknya bagian sadap akibat penyadapan sampai ke bagian
kayu sehingga menimbulkan bercak atau ring. Ketahanan kayu sengon terhadap serangan jamur tergolong ke dalam kelas
awet IV-V yang berarti bahwa kayu sengon tidak tahan terhadap serangan jamur dan tergolong ke dalam kelas kuat IV-V, sehingga cocok digunakan sebagai bahan
baku industri kertas, papan partikel, papan serat, papan wool semen dan indusri turunan lainnya.
Kandungan zat ekstraktif yang bervariasi dalam satu spesies, lokasi di dalam pohon, umur dan laju pertumbuhan mempengaruhi penurunan bobot atau
pelapukan kayu. Kandungan zat ekstraktif pada kayu sengon lebih tinggi dibandingkan kayu karet. Hal inilah yang diduga menyebabkan mengapa nilai
kehilangan berat kayu karet lebih tinggi dari pada kayu sengon. Dilihat dari kandungan zat ekstraktifnya, berdasarkan literatur yang diperoleh diketahui bahwa
zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu karet antara lain, amirin triterpena dalam getah lateks, asam sumaresinolat dalam benzoin sumatra dan asam elemolat dalam
resin elemi Sandermann 1960 dalam Fengel dan Wagener 1984, resin, lemak, lilin, tanin, lignin, pentosan, dan heksosan Safitri 2003. Sedangkan zat ekstraktif
yang terdapat pada kayu sengon antara lain selulosa, lignin, pentosan, abu dan silika Atlas kayu jilid 2. Karena zat ekstraktif berperan dalam melawan serangan
jamur pelapuk. Jadi semakin tinggi kandungan ekstraktif yang terdapat dalam kayu maka kehilangan berat kayu tersebut akan semakin rendah.
Perbedaan ukuran contoh uji ini diduga juga menyebabkan nilai kehilangan berat kayu karet lebih besar dibandingkan kayu sengon. Arah serat
kayu karet dan sengon yang digunakan adalah longitudinal dan cross section. Hasil analisis sidik ragam Tabel 6 menyatakan bahwa perbedaan arah serat tidak
berpengaruh nyata terhadap besarnya kehila ngan berat contoh uji pada α= 0,05,
akan tetapi jika arah serat di interaksikan dengan metode yang digunakan maka akan berpengaruh sangat nyata terhadap kehilangan bobot contoh uji.
Tahapan persiapan contoh uji yang tertulis pada metode SNI 01.7207-2006 masih kurang lengkap, karena pada tahapan ini tidak ada perintah untuk
mengoven dan menimbang contoh uji kayu sebelum diumpankan terhadap jamur. Perhitungan rumus penurunan bobot contoh uji di butuhkan data timbangan berat
awal sebelum dan sesudah contoh uji diumpan terhadap jamur.
V. KESIMPULAN DAN SARAN