Keawetan Alami Kayu TINJAUAN PUSTAKA

lunak dan ringan. Pori bentuknya bulat sampai oval, tersebar, soliter dan gabungan pori yang terdiri dari 2-3 pori jumlahnya sedikit 4-7 per mm 2 diameter tangensialnya sekitar 160-340 mikron dan bidang perforasi sederhana. Parenkim umumnya menyinggung pori sepihak scanty sampai selubung vasicenteric, kebanyakan parenkim apotrakeal sebar yang terdiri 1-3 sel membentuk garis-garis tangensial diantara jari-jari. Jari-jari umumnya sempit terdiri dari 1-2 seri jumlahnya terdiri dari 6-12 per mm arah dan komposisi seragam yang terdiri hanya dari sel baring Pandit dan Ramdan 2002. Berat jenis rata-rata 0,33 0,24 − 0,49, kelas awet IV-V dan kelas kuat IV- V. Daya tahannya terhadap rayap kayu kering termasuk kelas III, sedangkan terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II-IV. Berdasarkan percobaan dengan cara dikubur jenis kayu sengon termasuk kelas awet IV-V Abdurahim et al 1989. Kayu sengon dapat digunakan sebagai bahan bangunan perumahan terutama di pedesaan, peti, papan partikel, papan serat, papan wool semen, kelom, dan barang kerajinan lainnya Pandit dan Ramdan 2002. Tabel 3 Komposisi kimia kayu sengon Jenis Analisa Kadar Selulosa total 49,4 Pentosan 15,6 Lignin 26,8 Abu Silika 0,6 0.2 Sumber: Atlas Kayu Jilid 2

2.12. Keawetan Alami Kayu

Keawetan kayu diartikan sebagai daya tahan kayu terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Keawetan alami ditentukan oleh zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap faktor perusak kayu, sehingga dengan sendirinya keawetan alami bervariasi sesuai dengan variasi jumlah zat ekstraktifnya. Hal ini menyebabkan keawetan alami berbeda-beda menurut jenis kayu, dalam jenis kayu yang sama maupun dalam pohon yang sama Tobing 1977. Brown dan Panshin 1949 dalam Partini 2003 ketahanan alami kayu terhadap serangan organisme disebabkan oleh: 1. Dinding sel kayu terdiri dari polimer dengan berat mol tinggi yang tidak larut. Organisme memiliki enzim depolimerasasi saja yang mampu mengubah menjadi produk yang lebih sederhana sebagai sumber energi. 2. Lignifikasi kayu menghasilkan halangan fisik bagi serangan enzim pada polisakarida karenanya, hanya organisme yang mempunyai enzim lignolitik saja yang mampu menghancurkannya. Selulosa kayu lebih bersifat kristalin sehingga kayu mempunyai ketahanan lebih besar terhadap kerusakan organisme perusak kayu. 3. Kayu mempunyai kandungan nitrogen rendah menyebabkan kayu tidak mudah terpengaruh pelapukan. 4. Kadar air yang tinggi diperlukan untuk deteriorasi kayu. Tim ELSSPAT 1997 menyatakan bahwa, umur pohon memiliki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Jika pohon ditebang dalam umur yang tua, pada umumnya lebih awet daripada jika ditebang ketika muda karena semakin lama pohon tersebut hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang dibentuk. Berdasarkan penurunan berat kayu oleh jamur pelapuk, kayu dibagi ke dalam beberapa kelas awet. Tabel 4 Kelas ketahanan kayu terhadap jamur Kelas Ketahanan Penurunan Berat I Sangat tahan 1 II Tahan 1-5 III Agak tahan 5-10 IV Tidak tahan 10-30 V Sangat tidak tahan 30 Sumber: SNI 01-7207-2006 Terdapat lima kelas awet kayu, mulai dari kelas awet I yang paling awet sampai kelas awet V yang paling tidak awet. Kelas awet kayu didasarkan atas keawetan kayu teras karena bagaimanapun awetnya suatu jenis kayu, bagian gubalnya selalu mempunyai keawetan yang terendah kelas awet V. Hal ini disebabkan karena pada bagian kayu gubal tidak terbentuk zat-zat ekstraktif seperti phenol, tannin, alkaloide, saponine, chinon dan dammar. Zat-zat tersebut memiliki daya racun terhadap organisme perusak kayu Findlay dan Martawijaya 1962 dalam Padlinurjaji 1977.

III. METODE PENELITIAN