Perumusan Masalah Impact of Corruption to Regional Economic Growth in Indonesia (Study Case: Regional Budget Corruption Assumption Mechanism in Banten Province Government at 2011).
22 dan mendarah daging dalam intelektual juga emosional. Maka norma lain
terbentuk, norma negatif yang bertentangan dengan norma lama. Menurut Alatas, walaupun kebijakan anti-korupsi banyak dibentuk, akhirnya korupsi diterima
sebagai praktek yang tak terhindarkan karena dirasakan terlalu berakar, sehingga sulit untuk diberantas. Secara tidak disadari penyakit-penyakit tersebut sudah
menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia
33
. Menurut sejarah, korupsi di Indonesia yang terjadi pada masa kini, tidak
terlepas dari watak para elite-nya. Sejarahwan dari Arsip Nasional Republik Indonesia ANRI Lohanda
34
memaparkan pada masa Majapahit sebelum Portugis datang ke Malaka. Suku Jawa adalah pedagang dan pelaut yang memasarkan
berbagai rempah di Malaka, Mereka bermitra dengan China, India, dan Arab. Kapiten Jawa sebagai ketua komunitas pedagang jawa merupakan bandar dunia
saat itu. Proses kolonialisasi di Indonesia terjadi pada masa kesultanan, dimana ketika para elite penguasa saat itu sangat suka menerima upeti-upeti tanpa
melakukan kerja keras, dan menerima berbagai bentuk hutang. Pada saat mereka tidak mampu membayar hutang, pembayaran dilakukan dengan melepas satu
persatu pelabuhan dan berbagai wilayah strategis di Indonesia kepada pihak asing. Rickleffs adalah sejarahwan Australia yang menegaskan bahwa raja
Mataram pernah mengeluarkan ketentuan bahwa orang Jawa tidak boleh berlayar kemanapun diluar Jawa, Madura dan Bali. Ketentuan tersebut lahir karena
banyaknya pelabuhan yang sudah dilepaskan ke tangan pihak asing. Suku bangsa Jawa pada akhirnya berorientasi kedaratan, namun ketika terjadi perang suksesi
dan sang raja terdesak lengser dari tahta, dia menjanjikan daerah-daerah strategis kepada VOC. Selain itu, Windu alumnus jurusan arkeologi Universitas Udayana
Bali, mengisahkan besarnya angka pajak dalam prasasti-prasasti kerajaan sudah dilakukan pemahalan mark up terlebih dahulu oleh para pemungut cukai
kerajaan pada saat itu
35
. Berbagai hal tersebut menunjukan korupsi sudah terjadi sejak masa kerajaan di Indonesia. Bahkan pada masa penjajahan Belanda, VOC
bangkrut pada awal abad ke-20 karena korupsi yang merajalela ditubuhnya.
33
Ibid.
34
Santosa I Maria Hartiningsih, opcit, hal 108-109.
35
ibid.
23 Menurut Damanhuri
36
pemerintahan Orde Lama juga tidak luput dari praktek korupsi, sejarah pernah mencatat bahwa Iskak Tjokroadisuryo, mentri
ekonomi pada kabinet Alisostroamidjojo I, telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan abuse of power. Penyalahgunaan kekuasaan dilakukan pada lisensi
impor dari kebijakan politik Benteng yang bertujuan untuk memberdayakan para pengusaha pribumi yang kompeten, namun ternyata dijual kepada para pengusaha
Cina dan konco-konconya. Sejak itu KKN skala mega mulai berkembang, namun karena masih
diwarnai semangat kemerdekaan, berhasil dilakukan kebijakan tindakan pemberantasan korupsi yang efektif, yang dilakukan oleh Perdana Mentri
Burhanudin Harahap yang bekerjasama dengan TNI angkatan Darat. Namun kabinet ini berumur pendek karena terdapat konflik antarpartai sehingga
konstituate dibubarkan pada 5 Juli 1965, seiring dengan nasionalisasi perusahaan asing. Sejak itu BUMN banyak diwarnai oleh KKN karena di lakukan pihak
partai, dan akhirnya menjadi ciri khasnya hingga masa kini. Masa Orde Baru OrBa adalah masa yang penuh dengan praktek kolusi
yang terus menerus dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 30 tahun. Praktek kolusi begitu melembaga dan biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang
memiliki kekuasaan pemerintah dengan kalangan pengusaha swasta. Kolusi yang terjadi adalah untuk memperebutkan lisensi, perizinan dan bentuk
pemburuan rente lainnya. Sumber daya pemerintah yang ada kemudian hanya akan dinikmati oleh segelintir kelompok kepentingan yang bertujuan
memperkaya diri sendiri. Hal ini terjadi, karena di satu sisi pemerintah penguasa dan birokrat
membutuhkan pengusaha untuk pembangunan ekonomi, sedangkam kalangan pengusaha swasta membutuhkan penyediaan sumber-sumber ekonomi dan
perlindungan. Pada saat itu, pengusaha swasta tidak meningkatkan kemampuan kompetitifnya dan pemerintah tidak mau menciptakan kondisi persaingan yang
sehat. Karena, pemerintah tidak menginginkan menguatnya kalangan pengusaha swasta yang mengancam kedudukan mereka, melainkan lebih ingin menjadi
36
Damanhuri DS, Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori ,Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang
, Bogor: IPB Press, 2010, hal 127.
24 penyedia sumber daya ekonomi , proteksi dan monopoli, sehingga dapat menarik
“upeti” yang lebih besar lagi dari para kalangan pengusaha swasta
37
. Semua hal itu pada akhirnya menciptakan kesenjangan yang lebar antara pusat dan daerah,
yang akhirnya menciptakan ketidakstabilan kekuasaan Orde Baru. Damanhuri
38
mencatat potret korupsi yang terjadi pada masa Orde Baru, yaitu dimulai oleh korupsi pertamina yang berskala mega pada tahun 1975,
dengan kerugian negara sebesar 12,5 miliar dollar AS. Namun tidak adanya tindakan hukum kepada pelaku-pelaku yang terlibat, menunjukan kelumpuhan
penegakan hukum untuk kasus korupsi pada saat itu. Kemudian terdapat aliran utang luar negeri rata-rata sebesar 5 miliar dollar AS per tahun, sehingga pada saat
Pak Soeharto lengser, stok utang pemerintah sudah mencapai 70 miliar dollar AS. Pada masa itu terdapat banyak investasi langsung perusahaan asing, dan
eksploitasi terhadap sumber daya alam terutama migas dan hutan. Masa OrBa adalah masa pertumbuhan dan perkembangbiakan segala jenis dan bentuk korupsi,
sehingga adanya potensi pertumbuhan ekonomi yang harusnya dapat tumbuh 12 persen per tahun hanya tumbuh di sekitar 7 persen per tahun.
Keruntuhan Orde Baru ditandai dengan reformasi yang dilakukan sejak 1998, Namun ternyata adanya era baru yang memiliki tujuan positif untuk
kemajuan ekonomi maupun politik, justru membuka celah korupsi yang semakin menyebar ke daerah dan berbagai lembaga pemerintah, yudikatif maupun
legislatif pusat dan daerah. Rachbini
39
memaparkan demokrasi pada masa desentralisasi berada masa transisi yang belum matang. Wujud kelahirannya yang
tiba-tiba tidak memberikan kesempatan belajar yang cukup. Akhirnya , pelaku demokrasi kaget dan tidak memiliki keseimbangan untuk mendorong demokrasi
yang adil, transparan dan tertuju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bentuk demokrasi yang tidak sempurna muncul kembali, seperti bentuk
kolusi pada masa Orde Baru, bahkan lebih parah yaitu kolusi yang melibatkan tidak hanya pemerintah dan pengusaha swasta, tetapi antar parlemen
DPRDPRD dengan pemerintah maupun pemerintah daerah, dengan
37
Harman BK, Negeri Mafia Republik Koruptor:Menggugat Peran DPR Reformasi, Yogyakarta:Lamalera,2012, hal 102.
38
Damanhuri DS, op.cit, hal 128.
39
Rachbini DJ, Teori Bandit,Jakarta: RMBooks,2008, Hal 35.