Latar Impact of Corruption to Regional Economic Growth in Indonesia (Study Case: Regional Budget Corruption Assumption Mechanism in Banten Province Government at 2011).
16 pribadi dan ditopang oleh uang sogok luar biasa besar dari perusahaan-perusahaan
dari negara industri tanpa mempertimbangkan sedikitpun kepentingan negara bersangkutan atau rakyatnya
24
. Di Negara-negara berkembang korupsi merupakan bagian dari
kebudayaan, yang berasal dari kebiasaan memberi hadiah, bahkan di beberapa lembaga negara korupsi menjadi sesuatu yang biasa terjadi. Namun apabila kita
lihat kebelakang korupsi merupakan sebuah kebudayaan yang dibawa oleh kekuatan asing, misalkan di negara-negara Afrika penjajahan ditandai oleh tidak
adanya transparansi. Pengadilan yang ada bukan untuk menegakan keadilan dan hukum, justru untuk mempertahankan penjajahan. Sesungguhnya dalam konsep
Afrika mengenai hormat-menghormati dan sopan santun, hadiah biasanya kecil saja, memberi hadiah bukanlah suatu keharusan, nilai yang dilihat adalah
semangatnya bukan dari berapa besar hadiahnya. Pemberian hadiah biasa dilakukan secara terbuka, bukan sembunyi-sembunyi, dan nilainya apabila
berlebihan akan membuat orang merasa malu. Klitgaard memodelkan secara sederhana faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya korupsi, yaitu Korupsi Corruption sama dengan kekuasaan monopoli Monopoly power ditambah wewenang pejabat Discretion by officials dikurangi
akuntabilitas Accountability atau dapat pula dirumuskan seperti di bawah ini
25
: C = M + D – A…………………………………………………………………2.0
Korupsi adalah kejahatan kalkulasi , orang cenderung melakukan korupsi apabila resikonya rendah, sanksi ringan dan hasilnya besar. Apabila kekuasaan
monopoli makin besar maka hasil yang diperoleh akan lebih besar. Berdasarkan model yang disusun Klitgaard menunjukan bahwa korupsi akan muncul jika
terjadi monopoli terhadap sumber-sumber ekonomi, terjadinya penyimpangan kebijakan publik, dan tidak adanya pertanggungjawaban terhadap publik setiap
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Maka salah satu pendekatan membasmi korupsi adalah dengan cara mengurangi monopoli, memperjelas dan membatasi
wewenang, juga meningkatkan akuntabilitas.
24
Pope J, op.cit, hal 17.
25
Klitgaard R, op.cit, hal 37.
17 Semua faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi di atas tidak dapat
dipisahkan, seluruhnya adalah satu kesatuan yang pada akhirnya menciptakan prilaku korupsi. Namun khusus bagi kasus Indonesia pada era desentralisasi
fiskal, ada faktor politik yang mendorong terjadinya korupsi di daerah, termasuk yang bersumber dari APBD, yaitu kekeliruan dalam penyelengaraan pemilu
kepala daerah PILKADA. Pilkada dijadikan ajang transaksional, biaya tinggi dalam pemilihan membuat calon kepala daerah mencari sumbangan dari sektor
swasta. Akibatnya , setelah calon terpilih kepala daerah sibuk mengembalikan uang yang dikeluarkan dalam pemilihan, sekaligus mengembalikan investasi yang
diberikan pihak swasta yang membantunya
26
. Sedangkan pada praktek pilkada di daerah Sulistio
27
mengungkap ada lima hal tindakan korupsi yang biasa dilakukan kontestan, terutama incumbent dalam
proses pelaksanaan pilkada, yaitu: 1Penyelewengan jabatan, 2Pemakaian fasilitas publik, 3Money politics, 4Manipulasi dana kampanye, dan
5Pemakaian anggaran publik. Secara lebih jelas, Jain
28
melakukan pemetaan area tempat korupsi terjadi di negara demokrasi, yang kemudian disesuaikan untuk kondisi di Indonesia oleh
Zachrie dan Wijayanto
29
, Gambar 5 di bawah ini membantu memberikan gambaran untuk tempat yang berpotensi korupsi.
Interaksi 1, melibatkan rakyat dan pemimpin negara dalam kasus daerah adalah rakyat dan pemimpin daerah yang dipilih berdasarkan proses demokrasi,
dalam interaksi ini menimbulkan peluang korupsi politik dalam berbagai bentuk, termasuk salah satunya money politics, dukungan pembiayaan mereka dapatkan
dari para investor politik. Interaksi 2 terdiri atas 3 bagian, yaitu 1 interaksi antara birokrat dan pemimpin pilihan rakyat, 2 Interaksi antara birokrat dan
26
Pernyataan Arif Nur Alam Direktur Eksekutif Indonesia Budget Centre dalam Soesatyo B, Op.cit
, hal 29.
27
Sulistio F, Perilaku Korupsi dalam Pemilukada, Dipublikasikan dalam Jurnal Konstitusi PPK FH UB.
http:faizinsulistio.lecture.ub.ac.id201105perilaku-korupsi-dalam-pemilukada , diakses
642012
28
Jain AK, Corruption: A Review, Jurnal of Economic Survey, Vol 15, No.1, Corcodia University, 2001, hal 74.
29
Zachrie R, Wijayanto, Korupsi Mengorupsi Indonesia : Sebab akibat dan Prospek Pemberantasan
, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010, hal 13-15.
18 anggota legislatif dan 3 Interaksi antara birokrat dan rakyat. Interaksi ini
membuka peluang terjadinya korupsi birokrat. Birokrat pejabat publik yang dipilih oleh pemimpin negara adalah perpanjangan tangan untuk memeras
kekayaan negara, dan menyerahkan setoran rutin kepada para elit politik untuk melanggengkan posisi politik mereka melalui proses demokrasi yang koruptif.
Sumber : Zachrie, Wijayanto, 2010
.
Gambar 5. Interaksi yang Berpotensi Menimbulkan Korupsi di Negara Demokrasi Interaksi 3, Interaksi antara pemimpin negara dan anggota legislatif dalam
merumuskan dan menyetujui berbagai program pemerintah biasanya terjadi tarik menarik kepentingan dan sangat rentan menimbulkan perselingkuhan, karena
konstituen tidak dapat mengawasi apakah para wakil yang mereka pilih benar- benar mewakili kepentingan mereka, proses pembuatan program pemerintah
sangat miskin akuntabilitas. Mereka dapat merumuskan dan memutuskan Birokrat
Anggota Legislatif
Pemimpin Negara
Rakyat: Menerima manfaat tergantung dari kemampuan untuk
memengaruhi pengambilan keputusan
1 2
2
2 3
4
memilih memilih
Menyetujui berbagai program
pemerintah
Kebijakan Publik
Menegakan hukum dan
perundangan memilih
Memberikan Jasa
19 kebijakan yang tidak menomorsatukan kepentingan rakyat, misalnya dalam
kebijakan alokasi anggaran, elite politik dapat mengarahkan penggunaan anggaran pemerintah untuk sektor yang kurang bermanfaat bagi rakyat, tapi dapat
memperbesar bisnis para “investor politik” mereka mereka adalah pemimpin negara dan legislatif.
Interaksi 4 Korupsi Legislatif, interaksi yang melibatkan rakyat dan anggota legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum, seringkali dalam proses
pemilihan umum legislatif, legislatif menyuap rakyat agar mereka terpilih dalam pemilu vote buying sehingga mereka terpilih bukan berdasarkan kinerja tapi
berdasarkan kemampuan financial mereka. Tentu saja pada akhirnya para investor politik dimana uang tersebut bersumber mengharapkan “pengembalian investasi”
berupa kebijakan yang menguntungkan mereka. Menurut Kwik
30
korupsi kolusi nepotisme KKN adalah akar dari segala permasalahan negara the roots af all evils. KKN tidak terbatas pada mencuri
uang namun juga sudah merasuk kedalam mental, moral, tata nilai, dan cara berfikir. Sejak Jaman Yunani kuno sudah dikenal adanya pikiran yang teracuni
oleh korupsi Corrupted mind. Daya rusaknya sangat dahsyat, karena sudah menjadikan orang tersebut menjadi tidak normal lagi dalam sikap, prilaku, dan
nalar berpikirnya. Menurutnya konsep dasar pemberantasan korupsi itu sederhana, yaitu menerapkan Carrot and Stick.
Carrot adalah pendapatan bersih net take home pay untuk pegawai negeri,
sipil, maupun Tentara Negara Indonesia TNI Kepolisian Republik Indonesia POLRI yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan
pendidikan, pengetahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya. Pendapatan tersebut dibuat tinggi, sehingga tidak hanya cukup untuk
hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya “gagah” namun tidak berlebihan, sehingga sama dengan kualifikasi pendidikan dan kemampuan serta
kepemimpinan yang sama di sektor swasta. Stick
atau arti harfiahnya pentung adalah hukuman yang dikenakan apabila semua telah terpenuhi tetapi masih berani korupsi. Maka siapapun yang telah
30
Kwik KG, Pemberantasan Korupsi: Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan, 2003, hal 2,
www.bappenas.go.idget-file-servernode5419 , 28 november
2011.
20 melakukan korupsi harus siap menerima hukuman yang seberat-beratnya. Konsep
Carrot and Stick ini harus dijalankan beriringan, dalam era pemberantasan
korupsi di Indonesia sekarang konsep Carrot sudah mulai ditegakan namun Stick belum.
Selain itu, penerapan Good Governance dapat menjadi solusi dalam meminimalisir korupsi pada tubuh pemerintahan, menurut United Nation
Development Programme UNDP 1997 ada sembilan prinsip yang menandai
adanya Good Governance
31
, yaitu : 1.
Partisipasi masyarakat : Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung, maupun melalui lembaga-
lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh di bangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya supremasi hukum : Kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia. Penegakan hukum yang netral
memerlukan suatu sistem peradilan yang independen dan kesatuan polisi netral yang tidak korup.
3. Transparansi : Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi
yang tersedia harus memadai agar dapat dipantau dan mudah dipahami. 4.
Peduli pada pemangku kepentingan stakeholder Rensponsif : lembaga- lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua
pihak yang berkepentingan dengan jangka waktu yang wajar. 5.
Berorientasi pada konsensus : tata pemerintahan yang baik menjebatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu
konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi masyarakat, dan bila mungkin, consensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur.
31
http:www.undp.or.idprogrammegovernanceintro_glg.pdf , 12 november 2012.
21 6.
Kesetaraan : Semua masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki dan mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan efisiensi : Proses pemerintahan dan lembaga-lembaga
membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas : Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan
organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu sama lainnya, tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Visi dan Strategis : Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa yang dibutuhkan untuk
mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial
yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.