Mekanisme Korupsi APBD dalam Perburuan Rente Ekonomi : Pendekatan Studi Kasus Provinsi Banten

118 dan belanja yang digunakan, sedangkan untuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa mengacu pada Kepress No.80 tahun 2003 dan perubahannya tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, yang mengatur proses tender dan sebagainya. Kemudian dalam APBD terdapat Anggaran Belanja Tambahan ABT, ABT ini adalah penyesuaian pada tengah tahun berjalan 1 Semester oleh Pemda dan DPRD untuk memberikan kesempatan kepada program- program yang belum masuk dalam APBD agar dimasukan. Hal ini diatur dalam Perda Perubahan APBD. Pada tahap yang terakhir, kepala daerah menyusun Laporan Pertanggungjawaban APBD yang harus disampaikan kepada BPK, dan kemudian BPK menyerahkan kepada DPRD untuk disyahkan menjadi perda Pertanggungjawaban APBD. Khusus dalam hal dana hibah dan bansos pada tahun 2011 mengacu pada Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri No.59 tahun 2007 Perubahan Permendagri No.13 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri No.32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dalam APBD, yang secara garis besar terangkum pada tabel 10. Menurut Permendagri No. 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos, pada tahap perencanaan Anggaran, pemerintah, pemerintah daerah lain, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi masyarakat dapat mengusulkan permohonan dana hibah dan bansos secara tertulis kepada kepala daerah, kepala daerah kemudian menunjuk SKPD terkait untuk mengevaluasi usulan tersebut, hasil evaluasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD menjadi dasar penentuan alokasi anggaran hibah dalam KUA-PPAS yang kemudian dicantumkan dalam RKA-SKPD untuk hibah dan bansos berupa barang jasa, dan RKA PPKD Pejabat Pengelola Keuangan Daerah untuk hibah bansos berupa uang. Hibah bansos berupa uang dianggarkan dalam belanja tidak langsung, sedangkan hibah bansos berupa barang dan jasa dianggarkan dalam belanja langsung yang diformulasikan kedalam program dan kegiatan. 119 Tabel 10. Gambaran Umum Hibah dan Bantuan sosial. Keterangan Hibah Bantuan Sosial Definisi Pemberian uangbarang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Pemberian bantuan berupa uangbarang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok danatau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Tujuan Menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. Rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan, dan penanggulangan bencana. Mekanisme ƒ Belanja hibah diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, rasionalitas dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. ƒ Belanja hibah bersifat bantuan yang tidak mengikattidak secara terus menerus dan tidak wajib serta harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah. ƒ Naskah perjanjian hibah daerah sekurang-kurangnya memuat identitas penerima hibah, tujuan pemberian hibah, jumlah uang yang dihibahkan. Bantuan sosial diberikan secara selektif, tidak terus menerustidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Sumber: PP 582005, Permendagri 592007, Permendagri 322011 120 Pada tahap pelaksanaan dan penatausahaan, pelaksanaan berdasarkan DPA-PPKD dan DPA-SKPD, pemberian hibah dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah NPHD yang ditandatangani pemberi dan penerima hibah, setelah penandatanganan NPHD penyaluran dana hibah dan bansos dapat dilakukan berdasarkan daftar penerima hibah dan bansos yang tercantum dalam keputusan kepala daerah yang berdasarkan perda tentang APBD dan perda tentang penjabaran APBD. Pada tahap Pelaporan dan pertanggungjawaban penerima harus melaporkan penggunaan hibah bansos kepada kepala darah melalui PPKD dengan tebusan SKPD terkait, kemudian dicatat sebagai realisasi belanja hibah PPKD pada tahun anggaran terkait, penerima hibah harus melakukan pertanggungjawaban atas bukti-bukti pengeluaran yang sah atas hibah bansos uang atau bukti serah terima untuk hibah bansos barang jasa, sedangkan bagi pemberi hibah kepala daerah harus melakukan pertanggungjawaban atas bukti-bukti transfer uang langsung atau serah terima barang atau jasa, pertanggung jawaban diserahkan paling lambat tanggal 10 Januari tahun anggaran berikutnya, pertanggungjawaban disimpan sebagai objek pemeriksaan , kemudian realisasi hibah dicantumkan dalam LKPD sesuai dengan SAP. Dari hasil penelusuran data dan wawancara terhadap beberapa pihak terkait, prilaku perburuan rente yang dipicu oleh tingginya biaya politik telah dimulai dari proses penyusunan APBD. Pada tahap perencanaan APBD misalnya beberapa pihak mengutarakan bahwa RKPD hasil musrembang dan APBD yang diputuskan sering tidak sejalan, alur normatif yang dilakukan hanyalah formalitas untuk memenuhi setiap tahap dalam siklus pengelolaan keuangan daerah, kebutuhan masyarakat hasil musrembang selalu terputus ketika pembahasan sudah dilakukan pihak eksekutif bersama legislatif. Salah satu cara yang digunakan eksekutif dan legislatif untuk menghindari publikasi dalam pembahasan APBD yang krusialsensitif biasanya dilakukan di luar Banten 145 . Sehingga pada akhirnya keputusan yang diambil adalah kesepakatan untuk memenuhi kepentingan pihak eksekutif dan 145 Hasil wawancara akademisi Banten , ibid. 121 legislatif dan lingkaran kecil kelompok mereka, sedangkan dalam hal proyek APBD, proyek-proyek “mercusuar” yang akan menang. Namun adanya perubahan dalam RKPD hasil musrembang ini ketika masuk dalam pembahasan eksekutif dan legislatif menurut pihak Bapeda terjadi karena penggalian aspirasi bukan hanya melalui Musrembang yang dilakukan oleh pihak eksekutif, pihak legislatif pun telah melakukan tiga kali proses penjaringan aspirasi masyarakat melalui reses, yang dilakukan di daerah pilihannya, sehingga dikhawatirkan oleh legislatif hasil musrembang belum menampung aspirasi daerah pilihan mereka 146 . Walaupun memang demikian, reses itu sendiri memiliki masalah yang belum terselesaikan, pada prakteknya pada masa reses seorang anggota DPRD diberi anggaran dari APBD yang kemudian harus dipertanggungjawabkan, misalkan anggaran tersebut digunakan untuk membayar sewa tempat, konsumsi, dan transport anggota dewan. Penyimpangan yang biasa terjadi adalah membagikan uang pada konstituen, sumber dana berasal dari hasil manipulasi biaya. Contohnya yang dilaporkan hadir adalah 100 orang, namun yang hadir hanya 25 orang, sisanya dipalsukan. Contoh lainnya dilaporkan adanya biaya konsumsi per-orang sebesar 40.000 rupiah, namun sebenarnya tidak ada konsumsi yang dibagikan. Hasil uang dari penyimpangan tersebut kemudian dibagikan kepada masyarakat pendukungnya, secara normatif tidak diperbolehkan adanya aksi bagi-bagi uang kepada masyarakat dalam masa reses 147 . Dengan demikian patut dipertanyakan, apakah perubahan RKPD pada hasil akhir keputusan APBD karena eksekutif-legislatif mendiskusikan hasil penggalian aspirasi masyarakat lewat dua mekanisme yang berbeda itu, atau karena adanya tarik menarik kepentingan masing-masing pihak. Sebagian besar informan menjawab bahwa dugaan yang kedualah yang terjadi dalam perencanaan APBD di Provinsi Banten 148 . 146 Hasil wawancara pihak eksekutif, bagian Bidang Perencanaan Program dan Anggaran Bappeda, 6 Desember 2012. 147 Hasil wawancara pihak legislatif, Loc.cit. 148 Hasil wawancara dari pihak Legislatif, Eksekutif, Akademisi, BCW, dan ICW. 122 Kecenderungan peningkatan alokasi dana hibah dan bansos di beberapa daerah di Indonesia berkolerasi dengan peningkatan kasus korupsi hibah dan bansos yang bertepatan dengan waktu penyelenggaraan pilkada di suatu daerah. Audit BPK tahun 2011 menyebutkan aliran dana hibah bansos tahun 2007-2010 mencapai 300 triliun rupiah. BPK juga menyatakan bahwa dana tersebut banyak diselewengkan untuk kepentingan pilkada. Dana Bansos dan hibah digunakan sebagai dana taktis pilkada di daerah dan pusat, para elite menggunakan dana ini sebagai sumber pembiayaan aktivitas politik bukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana substansi Permendagri 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD 149 . Kecenderungan peningkatan alokasi dana hibah dan bansos juga terjadi di daerah Provinsi Banten pada tiga tahun terakhir menjelang pemilu Gubernur yang dilaksanakan bulan Oktober tahun 2011. Peningkatan terbesar bertepatan dengan waktu penyelenggaraan pemilu Gubernur yaitu pada tahun 2011. Besarnya nilai realisasi dana hibah Provinsi Banten ini terlihat tidak wajar, dalam tiga tahun terakhir peningkatannya amat drastis tabel 11 . Tabel 11. Tren Realisasi Anggaran Hibah dan Bansos Provinsi Banten Tahun Dana Hibah Dana Bansos 2009 57 693.81 48 116.09 2010 23 830.00 51 428.20 2011 666 671.00 78 228.75 Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan DJPK, 2012 diolah. Ket:dalam juta rupiah. Pada TA 2011 terjadi peningkatan anggaran hibah bansos lebih dari dua kali lipatnya realisasi pada TA 2010, nilai belanja hibah sebesar 666.671 milliar rupiah ini bahkan jauh lebih besar daripada belanja barang pada realisasi APBD Banten yang hanya senilai 450 156 miliar rupiah. Kemudian ternyata peningkatan anggaran ini disusul dengan dugaan kasus korupsi Bansos dan Hibah di Provinsi Banten yang diungkap oleh ICW, yang akan diuraikan dipembahasan selanjutnya. 149 Korupedia.org 1862012, diakses 1962012. 123 Hal ini sesuai dengan analisis ekonomi mengenai birokrasi yang dikemukakan Niskanen, menyatakan bahwa birokrasi sebagaimana juga dengan orang lain, adalah pihak yang memaksimumkan kepuasannya, dalam hal ini adalah penghasilan, jumlah karyawan, reputasi, dan status sosialnya. Karena fungsi utilitas birokrat berkaitan dengan besarnya anggaran, maka seorang birokrat yang berusaha mencapai kepuasan yang optimal dengan memaksimumkan anggaran pemerintah. Seorang birokrat bukanlah orang yang netral terhadap proses pembuatan anggaran, maka birokrat akan cenderung menghasilkan barang atau jasa yang lebih besar daripada yang seharusnya, sehingga terjadi inefisiensi dalam penggunaan sumber ekonomi oleh pemerintah 150 . Seorang informan dari jajaran eksekutif mengutarakan Korupsi APBD yang terjadi adalah karena adanya tekanan dari legislatif untuk selalu memberikan “koordinasi” dalam mensyahkan sebuah perda mendorong jajaran eksekutif untuk kreatif dalam segala bentuk kegiatan dan proyek 151 . Salah satu bentuk kreativitas tersebut adalah merencanakan dana bansos hibah menjadi objek pos anggaran yang fleksibel digunakan menjadi dana taktis. Pernyataan ini dibenarkan oleh seorang informan dari pihak legislatif Provinsi Banten. DPRD memiliki fungsi budgeting sehingga untuk menyetujui sebuah perda usulan eksekutif maka pihak DPRD meminta “jatah” barter politik kepada eksekutif, salah satunya adalah pos dana hibah dan bansos 152 . Selanjutnya cara DPRD memperoleh rente dari pos dana hibah dan bansos ini adalah dengan memotong nilai penyalurannya kepada masyarakat, misalnya ada hibah yang diterima oleh salah seorang anggota DPRD adalah 1 miliar rupiah, kemudian 900 juta rupiah dibagikan untuk kelompoknya yang jumlahnya 9 orang, dan sisanya 100 juta rupiah disalurkan kepada 10 000 orang masyarakat dengan pembagian yang kecil-kecil, masyarakat mengetahuinya namun terpaksa menandatangani jumlah yang tidak sesuai dengan yang mereka terima. 150 Mangkoesoebroto G, op.cit. hal 69. 151 Hasil wawancara pihak eksekutif, 3 juni 2012. 152 Hasil wawancara pihak legislatif Provinsi Banten, 28 November 2012 124 Anggota Legislatif pun pintar memilah-milah apa yang dilakukan untuk menyalurkan dana hibah misalnya dana hibah untuk bidang pendidikan, apabila disalurkan untuk beasiswa dan pendidikan gratis maka tidak akan menghasilkan uang, maka mereka akan cenderung memilih dialokasikan untuk proyek “mercusuar” agar menghasilkan uang, contohnya seperti pengadaan buku atau membangun gedung sekolah, dan yang menangani proyeknya adalah dari kelompok mereka juga. Informan dari pihak legislatif 153 juga menyatakan bahwa dana bansos dan hibah juga digunakan oleh eksekutif salah satunya berfungsi sebagai dana taktis dalam pilkada yang digunakan incumbent untuk melakukan money politics. Menurut pendapat beliau,“Satu hal yang penting diingat dan menjadi kata kunci penyebab terjadinya korupsi oleh para pejabat pemerintah di daerah adalah selama masyarakat menganggap yang memberikan sesuatu itu baik, maka para pejabat akan selalu melakukan korupsi ”. Artinya mengubah pandangan masyarakat itu penting, melalui sosialisi atau proses pembelajaran formal maupun informal, karena pejabat pemerintah, partai politik, birokrasi, dan pemilih itu sendiri adalah bagian dari masyarakat. Menurut beberapa kalangan mengenai APBD dana bansos hibah yang berfungsi sebagai dana taktis pilkada, maka menarik untuk ditelusuri alur pengelolaan APBD dana hibah dan bansos Provinsi Banten pada tahun 2011 dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Berdasarkan hasil penelusuran data pada tahap perencanaan anggaran ditemukan beberapa hal berikut: a. Proses penganggaran terkait dana hibah dan bansos belum memiliki tolak ukur yang jelas. 1. Proses penganggaran terkait dana hibah dan bansos belum memiliki tolak ukur yang jelas karena proses perencanaanya tidak mengacu prinsip anggaran berbasis kinerja dan money follow function , sehingga tidak memiliki indikator kinerja dan tidak bisa dikaitkan dengan RJPP, RJPM, dan RKPD. Dengan demikian maka peran TAPD sangat berperan dalam menentukan penerima hibah bansos. 153 Ibid. 125 Seharusnya menurut Permendagri No.54 tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara, penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, peraturan tersebut memuat tahapan tahapan perencanaan yang partisipatif dengan memegang prinsip- prinsip anggaran kinerja dan money follow function, mempertimbangakan asumsi yang dapat diukur kinerjanya memiliki indikator yang jelas dan konsisten dengan RJPD, RJPM dan RKPD serta memperimbangkan urusan wajib dan pilihan. 2. Bappeda dalam menyusun anggaran hibah bansos bersifat indikatif dan akumulatif yang tidak bisa dijelaskan spesifikasinya serta tidak memiliki tools yang jelas , antara lain untuk menjabarkan pengertian tidak wajib, tidak mengikat, tidak terus menerus. Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan perubahannya, menyebutkan hibah barang jasa dan uang ini tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, hal ini berarti hibah dalam penganggaran sudah bersifat definitif. 3. Proses perencanaan TAPD dimulai dengan pembahasan dengan Badan anggaran Banggar DPRD dalam menyepakatai KUA dan PPAS dengan menggunakan nilai indikatif RKPD, tapi tidak membahas secara detail faktor dan asumsi-asumsi terkait dana hibah bansos serta peruntukannya. TAPD baru menerima proposal usulan dari SKPD pengusul setelah KUAPPAS disepakati, tapi TAPD tidak melakukan pembahasan dengan SKPD pengusul, kecuali untuk organisasi dan kegiatan yang bersifat urgent, untuk tahun 2011 , pembahasan intensif dilakukan dengan KPU, Panitia Pengawas Pemilu PANWASLU, dan KONI. Perubahan besaran nilai hibah dan bansos mengikuti dinamika pembahasan banggar DPRD dan TAPD dari kesepakatan KUAPPAS sampai dengan pembahasan Raperda APBD. Namun demikian dinamika tersebut berpegang pada kemampuan daerah, yang selama ini berpegang pada estimasi PAD dan besaran belanja langsung yang di upayakan diatas 50 persen dari total belanja daerah rumusan yang pasti belum ada. 126 b. Mekanisme verifikasi terkait penerima dana hibah dan bansos pada pemerintah Provinsi Banten belum di dukung kriteria yang jelas. 1. Mekanisme verifikasi terkait penerima dana hibah dan bansos pada pemerintah Provinsi Banten belum di dukung kriteria yang jelas. Belum ada aturankinerja yang lengkap dan jelas mengenai prosedur verifikasi terkait jenis kegiatan, organisasi penerima. Peraturan yang digunakan oleh tim kajian adalah Permendagri dan Peraturan Gubernur Pergub yang ketentuannya berupa aturan umum, belum mengatur secara rinci mengenai prosedur verifikasi. Tim kajian hanya memiliki pedoman apakah suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatn layak atau tidak layak menerima hibah dan bansos, proses pengkajian hanya sebatas uji formil kelengkapan dokumen administrasi proposal dan rencana anggaran biaya tanpa melakukan uji materiil terkait eksistensi lembagaorganisasi penerima hibah dan bantuan sosial. 2. Tidak ada aturan jelas mengenai besaran nilai yang dapat diberikan kepada organisasilembaga kemasyarakatan, hanya mengacu pada ketentuan mempertimbangkan kemampuan daerah. Besaran nilai hanya dilihat dari nilai pengajuan yang tercantum di proposal tanpa mengkaji kebenaran penggunaan dan rincian penggunaannya. Besaran nilai yang diusulkan tim verifikasi kajian tergantung pertimbangan tim verifikasi tanpa pedoman yang jelas, nilai yang diusulkan tidak bersifat final dan tergantung pertimbangan Kepala biro kesejahteraan rakyat Kesra dengan memperhatikan salah satunya adalah sisa anggaran yang belum terserap. 3. Dalam proses verifikasi dokumen hibah dan bansos , terdapat dokumen permohonan yang sebelumnya disampaikan melalui jalur pimpinan sehingga sifatnya prioritas. Mekanisme pencairan bansos dilakukan melalui mekanisme voucher dan non voucher . Mekanisme voucher adalah dokumen yang ditandatangani oleh Gubernur dan disampaikan ketika kunjungan gubernur. Voucher bisa sebagai alat mencairkan bansos dengan melampirkan proposal pengajuan. Melalui 127 sistem voucher akan lebih diutamakan pencairannya, tim kajian juga hanya melakukan verifikasi kelengkapam dokumen tanpa melakukan verifikasi uji materiil eksistensi lembagaorganisasi penerima hibah dan bantuan sosial. Jumlah voucher yang dicetak, disebar dan dicairkan, vocher belum di sebar, dan voucher yang disebar tapi belum dicairkan adalah sebagai berikut : Tabel 12. Jumlah Voucher dalam Proses Perencanaan TA Cetak Voucher yang disebar dan dicairkan Voucher belum disebar Voucher disebar tapi belum dicairkan a b c d e=b-c-d 2010 8 992.50 4 137.00 1 322.50 3 533.00 2011 28 722.50 11 695.00 8 632.50 8 395.00 Sumber : BPK RI, 2012. Ket: dalam juta rupiah 4. Proses verifikasi tidak mengkoreksi kembali hasil tim kajian dinas pengusul, diantaranya terkait pengajuan voucher tahun sebelumnya yang dicairkan tahun berikutnya, yang menyalahi prinsip tahun anggaran. Voucher tersebut masih diloloskantetap ada pencairan tim kajian dinas pengusul maupun DPKAD. 5. Adanya ketidakjelasan jalur permohonan proposal bansos. Secara sistem penerimaan surat, permohonan bansos seharusnya melalui Biro umum kemudian ke Biro Kesra, dan seharusnya dicatat dengan tertib pada biro umum dan biro kesra. Pada prakteknya permohonan tidak hanya melalu biro umum, tapi ada yang langsung ke biro kesra sehingga tidak dapat diketahui ada berapa jumlah proposal yang masuk. 6. Terdapat 64 organisasi yang menerima hibah berulang dalam dua tahun anggaran, 44 organisasi diantaranya mendapatkan hibah secara berulang tanpa ada ketetapan apapun yang mengikatnya, hanya berdasarkan penetapan TAPD. Hal-hal tersebut diatas bertentangan dengan ketentuan yang mengharuskan hibah bersifat tidak wajib dan tidak mengikat secara terus 128 menurus Permendagri Nomer 59 tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri Nomer 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 42 ayat 4 Huruf a. Serta ketentuan yang mengatur bahwa dalam menentukan organisasi lembaga penerima hibah harus dilakukan secara selektif, akuntabel, transparan dan berkeadilan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah Permendagri Nomer 25 Tahun 2009 Tentang Pedoman penyusunan APBD tahun 2010, Lampiran 7 huruf b. c. Penetapan pemberian hibah TA 2011 belum sepenuhnya berbasis proposal. 1. Hasil pemeriksaan BPK atas 174 organisasi yang menerima hibah TA 2010,terdapat hanya 18 proposal 16 proposal usulan dan 2 proposal pencairan, sedangkan untuk TA 2011 terdapat 237 organisasi penerima hibah namun hanya ada 134 proposal 74 proposal usulan dan 60 proposal pencairan, dan peranan proposal pencairan pun tidak wajar peranannya karena tidak menjelaskan keterkaitan dengan proposal usulan, keberadaan proposal pencairan tidak menjadi pegangan tim kajian SKPD untuk melakukan pengkajian, monitoring, dan evaluasi pertanggungjawabannya, hanya sebatas kelengkapan dokumen saja. Hal tersebut tidak sesuai dengan PerGub Nomer 32 Tahun 2009 dan Nomer 19 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan APBD TA 2010 dan 2011, Lampiran Kelompok Belanja Tidak Langsung Hibah, yaitu harus memenuhi persyaratan administrasi terkait dengan aspek penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban, harus dilakukan pengkajian oleh masing-masing SKPD terkait, serta dilarang untuk menggunakan uang hibah diluar peruntukannya. Sedangkan dalam tahap pelaksanaan anggaran ditemukan beberapa hal berikut ini: a. Realisasi bansos dari pemerintah Provinsi Banten selama tahun anggaran 2011 tidak seluruhnya dikonfirmasi oleh penerima Bansos. 129 1. Uji petik lapangan dengan wawancara langsung yang dilakukan BPK RI terhadap 24 organisasi penerima bansos 652 juta rupiah, mengungkapkan bahwa 10 organisasi 287.5 juta rupiah atau 44.09 persen menerima sesuai pencairan yang ada di DPKAD, 8 organisasi 193.5 juta rupiah atau 29.67 persen tidak pernah menerima sesuai pencairan yang ada di DPKAD, dan sebanyak 6 organisasi hanya menerima sebagian 45 juta rupiah dibanding yang ada di DPKAD 171 juta rupiah atau terdapat selisih senilai 126 juta rupiah tidak jelas realisasinya. 2. Selain itu BPK RI juga mengirimkan surat konfirmasi sebanyak 4562 surat permintaan konfirmasi kepada penerima bansos kepada penerima bansos TA 2010 senilai 35 670.75 juta rupiah, TA 2011 senilai 58 611.65 juta rupiah. Sampai dengan 10 maret 2012 BPK RI mendapat jawaban konfirmasi sebanyak 1414 surat atau 31 persen dari total jumlah konfirmasi dan 371 surat kembali karena beberapa alasan salah satunya adalah alamat tidak diketahui keberadaannya. Sedangkan surat yang diterima mengungkapkan 988 penerima bansos 19 483.88 juta rupiah atau 69 persen menyatakan menerima sesuai pencairan DPKAD, 340 penerima bansos 6 502 juta rupiah atau 23 persen tidak pernah menerima sesuai pencairan DPKAD, dan 86 penerima bansos hanya menerima sebagian yaitu 1 063.02 juta rupiah, dibandingkan jumlah pencairan di DPKAD adalah 2 074.75 juta rupiah sehingga selisihnya tidak jelas realisasinya. Hal tersebut tidak sesuai dengan PP Nomer 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 65, dalam pelaksanaan pembayaran kuasa Badan Usaha Daerah BUD meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran, menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam perintah pembayaran. Permendagri Nomer 25 tahun 1999 dan Nomer 19 Tahun 2010 beserta lampirannya tentang pedoman penyusunan APBD TA 2010 dan 2011, dimana pemberian bansos kepada organisasi 130 kemasyarakatan dalam bentuk uang dilakukan dengan cara transfer melalui rekening atas nama penerima bantuan. b. Dugaan penyaluran dana hibah bansos ke beberapa lembaga fiktif dan berlamat sama. Berdasarkan Uji petik terhadap 30 persen dari total lembaga penerima hibah: 1. ICW menemukan beberapa lembaga fiktif dan berlamat sama dalam penyaluran hibah di Provinsi Banten, lembaga-lembaga tersebut disajikan pada tabel 13 dan 14. Untuk lembaga fiktif misalnya Forum Pengembangan Usaha Mikro, alamat lembaga tersebut memang ada, namun ternyata berupa rumah tempat tinggal, pemilik rumah menegaskan tidak ada lembaga yang beralamat dirumahnya, dan pemilik rumah memang orang tua dari nama yang tercantum sebagai penerima hibah. Anak pemilik rumah ternyata bekerja sebagai tenaga honorer di kantor walikota Tanggerang Selatan, dan pernah menjadi tim sukses adik ipar Gubernur dalam pilkada Tanggerang Selatan. Hasil penelusuran ICW terdapat sepuluh lembaga fiktif dengan alokasi anggaran sebesar 4.5 miliar rupiah. Tabel 13. Lembaga Fiktif Penerima Dana Hibah. NO NAMA LEMBAGA ALAMAT JUMLAH Rupiah 1 Bantuan non muslim untuk umat Konghucu Jl. Sukahati 2 Kelurahan Sukasari Kota Tangerang 100 000 000.00 2 Forum Pengembangan Ekonomi Syari’ah dan SDA Jl. Blok Malang No. 91 Kel Poris Plawad Cipondoh Kota Tangerang 350 000 000.00 3 Lembaga Riset Banten Jl. Raya Binong Kec. Curug Kab. Tangerang 400 000 000.00 4 Lembaga Kajian Publik dan Otonomi Daerah Kp. Pasir Gadung Kec. Cikupa Kab. Tangerang 350 000 000.00 131 NO NAMA LEMBAGA ALAMAT JUMLAH Rupiah 5 Yayasan Haji Amintadiredja Jl. Empu Sendok Raya No.37 Cibodas Baru Kota Tangerang 1 500 000 000.00 6 Forum Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pendidikan Kp. Cibareng Ds. Mekarbaru Kec. Mekarbaru Kab. Tangerang 400 000 000.00 7 Forum Study Advokasi Buruh Jl. Raya Kresek Kp. Sondol Ds. Kemuning Kec. Kresek 350 000 000.00 8 Forum Lingkungan Hidup Jl. Raya Pekayon Ds.Jatiwaringin Kec. Mauk Kab. Tangerang 350 000 000.00 9 Forum Pengembangan Usaha Mikro Jl. Manunggal V Prigi Baru Pondok Aren Tangsel 350 000 000.00 10 Lembaga Pemuda dan Masyarakat Anti Narkoba Kp. Utan Pondok Aren Tangerang Selatan 350 000 000.00 TOTAL 4 500 000 000.00 Sumber: ICW, 2012. 2. Dalam daftar penerima hibah terdapat juga alamat yang tidak jelas, setidaknya ditemukan delapan penerima hibah yang memiliki alamat jalan Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang, dan empat lembaga yang memiliki alamat Jalan Syekh Nawawi Albantani Palima Serang. Keduabelas lembaga tersebut menerima alokasi hibah sebesar 28.9 miliyar rupiah. Tabel 14. Lembaga Penerima Hibah yang Memiliki Alamat Sama. No Nama Lembaga Alamat Alokasi Rupiah 1 PKK Provinsi Banten Jl.Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang 900 000 000.00 2 Dharma Wanita Provinsi Banten Jl.Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang 900 000 000.00 3 PHBI Jl.Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang 7 200 000 000.00 4 PHBNPHBD Jl.Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang 2 000 000 000.00 5 TPHDUmroh Jl.Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang 7 500 000 000.00 lanjutan 132 No Nama Lembaga Alamat Alokasi Rupiah 6 Safari Ramadhan Jl.Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang 3 600 000 000.00 7 Seba Baduy Jl.Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang 250 000 000.00 8 TP UKS Jl.Brigjend KH Syam’un No.5 Kota Serang 200 000 000.00 9 Panitia Harganas XVII DBBGRM Jl.Syekh Nawawi Albantani Palima Serang 300 000 000.00 10 Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Jl.Syekh Nawawi Albantani Palima Serang 100 000 000.00 11 Komisi Penanggulangan Aids Banten Jl.Syekh Nawawi Albantani Palima Serang 600 000 000.00 12 Lembaga Kerjasama Tripartit Jl.Syekh Nawawi Albantani Palima Serang 5 400 000 000.00 TOTAL 28 950 000 000.00 Sumber: ICW,2012. c. Dugaan Dana hibah dan bansos Provinsi Banten tahun 2011 banyak mengalir kepada lembaga yang dipimpin keluarga atau orang yang memiliki afiliasi politik dengan gubernur. Berdasarkan uji petik terhadap 30 persen dari total lembaga penerima hibah lembaga-lembaga yang dipimpin keluarga Gubernur dapat dilihat di tabel 15. Tabel 15. Daftar Aliran Dana ke Lembaga yang dipimpin Keluarga Gubernur. No Nama Organisasi Hubungan Organisasi dengan Gubernur Anggaran Rupiah 1 Komite Nasional Pemuda Indonesia KNPI prov. Banten Ketua : adik tiri-ipar Gubernur 1 850 000 000.00 2 Tagana Banten Ketua : anak Gubernur 1 750 000 000.00 3 Palang Merah Indonesia PMI Banten Ketua : adik perempuan Gubernur 900 000 000.00 lanjutan 133 No Nama Organisasi Hubungan Organisasi dengan Gubernur Anggaran Rupiah 4 PW GP Ansor Bendahara : anak Gubernur 550 000 000.00 5 Komite Olahraga Nasional Indonesia KONI Banten Ketua: politisi GolkarPartai Incumbent 15 000 000 000.00 6 Himpunan Pendidik dan Tenaga Kerja Kependidikan Usia Dini Himpaudi Banten Ketua : menantu Gubernur 3 500 000 000.00 7 Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak P2TP2A Ketua: menantu Gubernur 1 500 000 000.00 8 Gerakan Kewirausahaan Keluarga Sejahtera GWKS Ketua : adik perempuan Gubernur 700 000 000.00 9 Karang Taruna Ketua : anak Gubernur 1 500 000 000.00 10 Dewan kerajinan nasional daerah DEKRANAS Ketua : suami Gubernur 750 000 000.00 11 Dewan Koperasi Indonesia Wilayah Dekopinwil Ketua : adik perempuan Gubernur 200 000 000.00 12 Forum PBB Paguyuban Banten Bersatu Ketua : adik perempuan Gubernur 500 000 000.00 13 IMI Banten Ketua : adik Gubernur 200 000 000.00 14 Koalisi Politisi Perempuan Indonesia Ketua: adik perempuan Gubernur 200 000 000.00 15 Gerakan Pemuda Ansor Kota Tangsel Ketua : menantu Gubernur 400 000 000.00 TOTAL 29 500 000 000.00 Sumber : ICW,2012. lanjutan 134 d. Ada lembaga yang tidak menerima dana hibah sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Banten. Sebagai contoh, lembaga kajian sosial politik laksospol Kabupaten Pandeglang. Dalam daftar DPKAD lembaga tersebut menerima hibah 500 juta rupiah, namun dalam surat pernyataan Laksospol, mereka hanya menerima hibah dari provinsi 35 juta rupiah, begitu juga dengan Lembaga Kajian Ekonomi Banten alokasi dalam daftar DPKAD sebesar 500 juta rupiah, namun jumlah dana yang diterima hanya 35 juta rupiah. Kemudian pada tahap akhir, yaitu tahap pertanggungjawaban anggaran ditemukan beberapa hal berikut ini: a. Sistem monitoring terhadap dana hibah dan bansos belum memadai. 1. Pemberian hibah dan bansos Provinsi Banten TA 2010 dan 2011 belum diikuti peraturan Gubernur sesuai amanat Permendagri No.13 Tahun 2006 yang menyatakan Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban pemberian subsidi, hibah, bansos, dan bantuan keuangan ditetapkan mekanisme monitoring dalam peraturan kepala daerah, Untuk belanja Hibah tahun 2012 sudah ada peraturannya yaitu Pergub No.27 Tahun 2011 tentang pengelolaan pemberian dana hibah dan bansos, namun aturan terkait hibah bansos sangat longgar terutama terkait dengan mekanisme pertanggungjawaban, peraturan ini belum mengatur sanksi atas ketidakpatuhan dan penyimpangan penggunaan dana hibah tersebut. 3. Ketentuan mengenai laporan pertanggungjawaban yang ada di NPHD, dimana penerima hibah wajib melaporkan kepada pemberi hibah setiap tiga bulan, namun tidak ada mekanisme monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan dan pertanggungjawaban oleh pemprov Banten selaku pemberi hibah. 4. Pemberi hibah mempunyai hak memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan uang hibah, namun hal ini tidak dijalankan karena tidak diikuti pemberian kewenangan kepada SKPD untuk melakukan pemantauan dan pengawasan atas belanja hibah. 135 5. Pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pemberian hibah merasa tidak memiliki kewajiban melakukan monitoring terhadap pelaksanaan hibah dan evaluasi terhadap laporan hibah. 6. Tidak pernah ada aktivitas monitoring pertanggungjawaban atas pemberian bansos. b. Pemberian hibah kepada instansi vertikal belum sepenuhnya diikuti dengan pengesahan sebagai dasar pencatatan oleh penerima hibah dan dukungan pelaporan oleh pemerintah Provinsi Banten kepeda Kemendagri dan Kemenkeu. 1. Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan perubahannya menyatakan bahwa belanja hibah wajib dilaporkan pemerintah daerah kepada Menteri dalam Negri dan Mentri Keuangan setiap akhir tahun anggaran. 2. BPK RI melakukan konfirmasi dengan uji petik kepada Kantor Wilayah Direktorat jenderal Pembendaharaan Provinsi Banten mengenai kepatuhan instansi vertikal penerima hibah yang berada di wilayah kota Serang. Tabel 16. Kepatuhan Instansi Vertikal Kota Serang. No Instansi Vertikal Nilai hibah dari Pemprov Banten TA Penerimaa n Hibah No Surat Pelaporan Nomor Surat Pengesahan Provinsi 1 Kepolisian Negara RI Daerah Banten 13 925.00 201011 Ada Ada 2 Badan Pusat Statistik Provinsi Banten 1 100.00 201011 Ada Ada 3 KPU Provinsi Banten 132 072.71 201011 Tidak ada Tidak ada 4 Kanwil Hukum dan Ham 300.00 2011 Tidak ada Tidak ada 5 Korem 064MY 1 015.00 201011 Tidak ada Tidak ada 6 Danianal TNI AL Banten 35.00 2011 Tidak ada Tidak ada 7 Komisi Informasi 1 000.00 2011 Tidak ada Tidak ada Ket: dalam juta rupiah, Sumber : BPK RI 2012, 2012 diolah. 136 Hasilnya adalah dari tujuh instansi vertikal yang menerima hibah sejak tahun 2010 sampai dengan 2011, hanya dua yang melaporkan hibah yang diterimanya , sedangkan ada lima instansi yang tidak melaporkan dan meminta pengesahan atas hibah yang diterimanya sehingga instansi-instansi tersebut tidak mencatat atau melakukan rekonsiliasi penerimaan hibahnya dengan laporan keuangan kementrianlembaganya. Hal ini memperlihatkan tidak adanya akuntabilitas pemberian hibah dari pemda ke instansi vertikal, karena tidak tercatatnya penerimaan hibah tersebut pada laporan keuangan kementrian atau lembaga penerima hibah. c. Sebanyak 92 Organisasi penerima hibah uang tahun anggaran 2010 dan 2011 dari pemprov Banten belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah Provinsi Banten sebesar 68 298.59 juta rupiah. 1. Pengujian BPK RI atas kepatuhan penyampaian laporan pertanggungjawaban dan pendukungnya, masih terdapat organisasi penerima hibah yang belum menyampaikan pertanggungjawaban sesuai ketentuan. Pada TA 2010, pemprov Banten telah merealisasikan sebesar 92 374.99 juta rupiah belanja hibah kepada 174 lembaga organisasi. Dari jumlah tersebut sebanyak 121 Organisasi 69.54 persen dengan nilai realisasi penerimaan hibah sebesar 80 707.85 juta rupiah menyampaikan laporan pertanggungjawabannya. Sedangkan sisanya sebanyak 53 organisasi dengan nilai hibah 56 599.50 juta rupiah belum menyampaikan LPJ. Untuk TA 2011, terdapat 237 lembagaorganisasi penerima hibah dengan nilai realisasi sebesar 351 478.07 juta rupiah, dari total itu yang menyampaikan LPJ-nya adalah 198 Organisasi 83.54 persen dengan nilai realisasi 294 878.97 juta rupiah, sedangkan sisanya sebanyak 39 organisasi dengan nilai hibah 56 599.09 juta rupiah belum menyampaikan LPJ. 137 Pergub Provinsi Banten yang berkaitan dengan pertanggungjawaban menyatakan : Tabel 17. Normatif Pertanggungjawaban Hibah Bansos. No Penerima Hibah Pertanggungjawaban Keterangan 1. Instansi Vertikal dan Organisasi Semi Pemerintah. Laporan realisasi penggunaan dana, bukti-bukti lainnya yang sah sesuai NPHD dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pelaksanaan belanja hibah instansi vertikal wajib dilaporkan kepada Menteri dalam negeri u.p Direktur Jenderal Bina Administrasi keuangan daerah dan Menteri Keuangan setelah tahun anggaran berakhir. 2. Organisasi Non Pemerintah Ormas, LSM dan Masyarakat. Bukti tanda terima uang, laporan realisasi penggunaan, dan bukti-bukti lainnya, Penerima bertanggungjawab atas penggunaan dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Gubernur melalui SKPD terkait. Sumber: Pergub No.32 tahun 2009 dan Pergub No.19 tahun 2011, tentang Pedoman Pelaksanaan APBD Provinsi Banten TA 2010 dan 2011, 2012diolah. Selain itu, NPHD masing-masing penerima hibah intinya berisi kewajiban penerima hibah untuk menyampaikan laporan keuangan dan laporan pelaksanaan kegiatan setiap 3 bulan kepada pemberi hibah. Hal-hal diatas mengakibatkan APBD yang dikeluarkan pemprov Banten untuk belanja hibah sebesar 68 298.59 juta rupiah tidak dapat dipastikan subtansi penggunaannya, dan berisiko digunakan tidak sesuai dengan tujuan penerima hibah. Data-data yang diperoleh dari BPK RI dan ICW ini menurut hasil konfirmasi pada pihak eksekutif dan legislatif, menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan ketidaktahuan para penerima bansos dan hibah, karena munculnya peraturan baru yaitu Permendagri 39 tahun 2012 yang merevisi Permendagri 32 tahun 2011, yang mewajibkan adanya laporan pertanggung 138 jawaban dari para penerima hibah dan bansos yang tidak diatur pada Permendagri sebelumnya, akibat ketidaktahuan masyarakat pada peraturan yang baru maka persoalan administrasi ini belum terselesaikan 154 . Namun salah seorang informan mengungkapkan adanya temuan- temuan tersebut bukan hanya disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat, tapi juga karena adanya skenario besar di balik itu 155 . Walaupun demikian data-data yang diuraikan di atas setidaknya menjadi sinyalemen kuat adanya dugaan penyalahgunaan anggaran, seharusnya ada tindaklanjut baik oleh DPRD maupun oleh aparat penegak hukum kepolisian, kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Tabel 18. Rekapitulasi Hasil Temuan Pada Proses Pengelolaan Dana Bansos Hibah yang bersumber dari APBD Provinsi Banten Tahun 2011. Temuan Keterangan Tidak sesuai dengan Tahap Penganggaran Tolak ukur penganggaran tidak jelas. Tidak mengacu prinsip anggaran berbasis kinerja dan money follow function Bapeda dalam menyusun anggaran hibah bansos bersifat indikatif dan akumulatif yang tidak bisa dijelaskan spesifikasinya. Perubahan besaran nilai hibah dan bansos mengikuti dinamika pembahasan banggar DPRD dan TAPD dari kesepakatan KUAPPAS sampai dengan pembahasan Raperda APBD berpegang pada estimasi PAD dan besaran belanja langsung yang di upayakan diatas 50 persen dari total belanja daerah rumusan yang pasti belum ada. Permendagri Nomer 13 Tahun 2006 dan perubahannya tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 154 Konfirmasi kepada Bapak Aeng Khaerudin Ketua DPRD dan Bapak Gandung Itjen Pemda dalam acara “Setelah BPK datanglah KPK “ yang diadakan oleh Forum Diskusi Wartawan Harian FWDH Banten 190612. 155 Informan adalah salah satu anggota DPRD Provinsi Banten. 139 Temuan penganggaran Keterangan Tidak sesuai dengan Mekanisme verifikasi penerima hibah bansos tidak punya kriteria jelas. proses pengkajian hanya sebatas uji formil kelengkapan dokumen administrasi proposal dan rencana anggaran biaya tanpa melakukan uji materiil terkait eksistensi lembagaorganisasi penerima hibah dan bantuan sosial. Tidak ada aturan jelas mengenai besaran nilai yang dapat diberikan kepada organisasilembaga kemasyarakatan, hanya mengacu pada ketentuan mempertimbangkan kemampuan daerah. Terdapat dokumen permohonan yang sebelumnya disampaikan melalui jalur pimpinan sehingga sifatnya prioritas. Proses verifikasi tidak mengkoreksi kembali hasil tim kajian dinas pengusul. Adanya ketidakjelasan jalur permohonan proposal bansos. Terdapat 64 organisasi yang menerima hibah berulang dalam dua tahun anggaran, 44 organisasi diantaranya mendapatkan hibah secara berulang tanpa ada ketetapan apapun yang mengikatnya, hanya berdasarkan penetapan TAPD. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan perubahannya tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri Nomer 25 Tahun 2009 Tentang Pedoman penyusunan APBD tahun 2010, Lampiran 7 huruf b. Tidak sepenuhnya berbasis proposal. Dari 174 organisasi yang menerima hibah TA 2010, terdapat 18 proposal 16 proposal usulan dan 2 proposal pencairan, sedangkan untuk TA 2011 Dari 237 organisasi hanya terdapat 134 proposal 74 proposal usulan dan 60 proposal pencairan, Peranan proposal pencairan tidak menjelaskan keterkaitan dengan proposal usulan, keberadaan proposal pencairan tidak menjadi pegangan tim kajian SKPD. PerGub Nomer 32 Tahun 2009 dan Nomor 19 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan APBD TA 2010 dan 2011 lanjutan 140 Temuan Keterangan Tidak sesuai dengan Tahap Pelaksanaan Hasil konfirmasi oleh BPK RI tidak seluruhnya dijawab oleh penerima bansos. Dari surat konfirmasi yang dikirim BPK RI sebanyak 1562 surat permintaan konfirmasi, Surat balasan mengungkapkan 988 menyatakan menerima sesuai pencairan, 340 penerima bansos tidak pernah menerima sesuai pencairan, 86 penerima bansos hanya menerima sebagian. Dan 371 surat kembali dengan salah satu alasan tidak diketahui keberadaannya. PP No.58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Para pelaku dapat terjerat hukum Tindak Pidana Korupsi. Terdapat penyaluran dana hibah kepada beberapa lembaga fiktif dan berlamat sama. Hasil uji petik ICW dari 30 persen Penerima Hibah Bansos Hasil sepuluh lembaga fiktif dengan alokasi anggaran sebesar 4.5 miliar rupiah. Ada dua belas lembaga yang beralamat sama, menerima alokasi hibah sebesar 28.9 miliar rupiah. PP No.58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Para pelaku dapat terjerat hukum Tindak Pidana Korupsi. Terdapat dana hibah yang banyak mengalir kepada lembaga yang dipimpin keluarga atau orang yang memiliki afiliasi politik dengan Gubernur. Berdasarkan berdasarkan uji petik terhadap 30 persen penerima hibah oleh ICW, dana hibah yang masuk ke lembaga yang dipimpin oleh keluarga Gubernur sebesar 29.5 miliar rupiah. Adanya resiko dana hibah digunakan tidak sesuai peruntukannya. Terdapat lembaga yang tidak menerima dana hibah bansos sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan oleh pemerintah provinsi Banten. Salah satunya lembaga kajian sosial politik laksospol Kabupaten Pandeglang. Dalam daftar DPKAD lembaga tersebut menerima hibah 500 juta rupiah, namun dalam surat pernyataan Laksospol, mereka hanya menerima hibah dari provinsi 35 juta rupiah. PP No.58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Para pelaku dapat terjerat hukum Tindak Pidana Korupsi Tahap Pertanggungjawaban Sistem monitoring tidak memadai. Pemberian hibah dan bansos provinsi Banten TA 2010 dan 2011 belum diikuti peraturan Gubernur, untuk tahun 2012 sudah ada namun tidak ada sanksi atas ketidakpatuhan prtanggungjawaban. Tidak ada mekanisme monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan dan pertanggungjawaban oleh pemprov Banten selaku pemberi hibah dan Bansos. Permendagri No.13 Tahun 2006 yang menyatakan Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban pemberian subsidi, hibah, bansos, dan bantuan keuangan ditetapkan mekanisme monitoring dalam peraturan kepala daerah lanjutan 141 Temuan pertanggungjawaban Keterangan Tidak sesuai dengan Pemberian hibah kepada instansi vertikal belum sepenuhnya diikuti dengan pengesahan sebagai dasar pencatatan oleh penerima hibah, dan pendukung laporan pemerintah provinsi Banten kepada Kemendagri dan Kemenkeu. Hasil uji petik BPK RI di Kantor Wilayah Direktorat jenderal Pembendaharaan Provinsi Banten, dari 7 instansi vertikal hanya ada 2 yang melaporkan dan meminta pengesahan atas hibah yang diterima. Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan perubahannya menyatakan bahwa belanja hibah wajib dilaporkan pemerintah daerah kepada Menteri dalam Negri dan Mentri Keuangan setiap akhir tahun anggaran. Terdapat banyak penerima hibah yang belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah provinsi Banten. Total Organisasi penerima hibah yang belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah provinsi Banten pada TA 2010 dan 2011 adalah 92 organisasi senilai Rp 68 298.59 juta rupiah.. PerGub No.32 tahun 2009 PerGub No.19 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan APBD TA 2010 dan 2011 Sumber: BPK RI 2012, ICW 2011, 2012 diolah. Dari berbagai data yang diperoleh dan hasil wawancara mendalam dapat disusun alur mekanisme dugaan korupsi APBD dana hibah dan bansos Provinsi Banten pada gambar 20. Gambar ini menunjukan bahwa terjadi kelemahan-kelemahan dalam tahap perencanaan seperti tidak adanya tolak ukur yang jelas dalam penganggaran dan mekanisme verifikasi, bahkan ada penyaluran yang diberikan tanpa berbasis proposal. Kemudian pada tahap pelaksanaan, APBD dana hibah dan bansos disalurkan kepada lembagaorganisasi yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu kepada lembagaorganisasi yang dipimpin keluargakerabat Gubernur dan lembagaorganisasi masyarakat lainnya. Keluargakerabat Gubernur yang memimpin lembagaorganisasi yang diberi dana hibah bansos juga memiliki badan-badan usaha yang memberikan kontribusi dalam dana kampanye, sehingga menimbulkan dugaan bahwa sebagian kecil dari dana hibah bansos yang diterima bisa diputar kembali untuk dana sumbangan kampanye. Dugaan yang kedua adalah dana hibah dan bansos bisa langsung digunakan sebagai dana taktis untuk membiyai aktivitas politik dengan dalih lanjutan 142 diber sehin Sumb Gam masy P Tolak U mekan Jelas, tid rikan kepad ngga mudah ber : BPK R mbar 20. Me Hib Sedangk yarakat juga PERENCANA DANA HIB BANS Ukur Pengangga nisme verifikasi dak sepenuhnya proposal. Modus : Dug lembag keluarga menimbulkan tidak sesu Pa Ba sw kelu G B sw da lembaga h direkayasa RI, ICW, KP ekanisme D bah dan Ban kan penyalu a bisa dijad AAN APBD BAH DAN SOS aran dan i Tidak a berbasis Penyal Lembag keluar Gu gaan penyaluran ga yang dipimp akerabat Guber n resiko dana di uai peruntukann asangan calon adan usaha wasta milik uargakerabat Gubernur Badan usaha wasta lainny organisasi a secara adm PUD, dan h Dugaan Kor nsos . uran dana hi dikan dana t D PELA APB HIB B luran kepada gaOrganisas rgakerabat ubernur n kepada pin rnur igunakan nya . n t a a yang dikua ministratif. hasil wawan rupsi APBD ibah bansos taktis untuk AKSANAAN BD DANA BAH DAN BANSOS si P Le DANA T Dana untuk aktivitas Politik Mo pol asai lingkar ncara, 2012 D dalam P s kepada le k membiaya N PE H Ti p per Penyaluran k embagaOrg masyarak pen bera sama me kecil TAKTIS k oney litics ran kelompo diolah. Pengelolaan mbagaorga ai aktivitas p ERTANGGU JAWABAN HIBAH DAN BANSOS idak ada mekan dan evaluasi pe pertanggungjaw sanksi kete rtanggungjawab belum menya kepada anisasi at. Modus : Dugaa nyaluran kepada alamat tidak jel a. Dugaan Adan enerima nilai hib l dari nilai pagu Untuk Kep Pribadike oknya, n Dana anisasi politik UNG N N nisme monitorin elaksanaan dan waban, Tidak ad erlambatan ban, Banyak ya mpaikan LPJ. an Banyaknya a lembaga fiktif as, dan beralam nya lembaga ya bah bansos lebi u yang ditentuk pentingan elompok ng da ang f , mat ang ih kan. 143 maupun kepentingan pribadikelompok yang lain, caranya dengan merekayasa lembagaorganisasi yang diberi dana hibah dan bansos lembaga fiktif, alamat tidak jelas, alamat sama atau juga dengan cara disalurkan kepada masyarakat namun jumlahnya jauh lebih kecil dari nilai pagu anggaran yang ditentukan. Dana hibah bansos yang menjadi dana taktis ini kemudian digunakan dalam membiayai aktivitas politik salah satunya adalah untuk melakukan money poltics Sedangkan pada tahap pertanggungjawaban juga tidak ada peraturan tegas yang mengatur sanksi keterlambatan penyampaian LPJ, bahkan tidak dilakukan mekanisme monitoring pelaksanaan dan evaluasi pertanggungjawaban. Dari hasil temuan wawancara dan penelusuran data di atas dapat ditarik kesimpulan: 1. Sejak awal Pemerintah Provinsi Banten belum memberikan informasi mengenai syarat dan prosedur pengajuan hibah bansos melalui media informasi yang jangkauannya luas, hanya kelompok tertentu yang memiliki akses informasi yang mengetahuinya. Dana hibah bansos diduga digunakan sebagai dana taktis bagi incumbent, sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk melakukan money politics dalam pilkada. 2. Proses perencanaan anggaran dana bansos hibah bersifat tertutup dan tidak transparan. Peraturan dan mekanisme dalam pelaksanaan penganggaran dibuat tidak jelas, semua sangat bersifat fleksibel, dapat disesuaikan dengan kebutuhan para pemburu rente anggaran. Peraturan yang sengaja dibuat tidak tegas mengakibatkan proses penganggaran yang berantakan, proses verifikasi hanyalah formalitas dokumen administrasi proposal dan rencana anggaran biaya, tidak ada uji materiil terkait kegiatan-kegiatan organisasi atau lembaga calon penerima hibah, bahkan formalitas dokumen proposal yang merupakan pegangan bagi tim kajian SKPD pengusul dalam melakukan pengkajian, monitoring, dan evaluasi pertanggungjawaban pun banyak yang tidak lengkap bahkan tidak ada. Keputusan dalam penganggaran Bansos Hibah semata-mata berada dalam 144 kewenangan TAPD dan Gubernur dan sangat beresiko digunakan diluar peruntukannya. 3. Pada tahap pelaksanaan inilah menjadi ajang pengerukan anggaran, yang sejak awal dirancang pada tahap penganggaran, pada tahap ini masyarakat yang dikorbankan, karena terjadi pembelokan tujuan awal dana hibah dan bansos, yaitu untuk menyejahterakan masyarakat sebagaimana substansi Permendagri 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos, yang akhirnya dialokasikan untuk kepentingan para pemburu rente anggaran, salah satunyauntuk membiayai aktivitas politik mereka. 4. Pada tahap akhir, yaitu pertanggungjawaban dana hibah bansos yang harus dilaporkan penerima hibah, adalah hal yang sangat wajar apabila banyak LPJ yang belum diterima oleh pemerintah provinsi Banten, karena memang banyak penerima hibah bansos itu tidak menerima hibah bansos sesuai yang tercatat pada nilai Pagu Provinsi Banten, hal itu juga terjadi karena tidak adanya kegiatan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan dan pertanggungjawaban oleh pemprov Banten, disertai pula tidak adanya peraturan terkait pemberian sanksi atas ketidakpatuhan pertanggungjawaban. Diluar itu LPJ tidak mungkin akan diterima apabila lembaga yang menerima adalah fiktif, atau hanya rekayasa para pemburu rente anggaran

5.1.3 Mekanisme Perburuan Rente dalam Dugaan Korupsi pada Proyek- Proyek APBD Provinsi Banten.

Provinsi Banten tidak dapat dilepaskan dari isu dominasi kelompok tertentu pada hampir semua proyek APBD. Isu ini yang banyak terangkat kepermukaan seiring bermunculannya berbagai elemen kritis di Banten yang menyoroti sepak terjang sang penguasa Banten. Menurut salah seorang informan ada tiga orang Gubernur yang berkuasa di Banten, yaitu Gubernur Formal, Gubernur Malam, dan Gubernur Jendral. Sang Gubernur Jendral adalah Gubernur sesungguhnya yang berkuasa di Banten kini sudah wafat adalah dalang yang bermain di belakang layar, Gubernur Malam adalah Gubernur Informal yang menguasai hampir semua proyek APBD. 145 Gubernur Formal dan Gubernur Malam berkerjasama dengan lingkaran kelompoknya untuk mengeruk rente yang sebesar-besarnya bagi mereka, memanfaatkan sumber ekonomi APBD, menciptakan inefisiensi anggaran pemerintah demi kepentingan mereka. Tidak hanya itu untuk mempermudah memperoleh rente yang sebesar-besarnya mereka memperluas tangan-tangan kekuasaan mereka melalui kerabat dekat dan keluarga dalam penguasaan berbagai aspek bidang kehidupan di Provinsi Banten, sehingga mereka dikenal sebagai sebuah dinasti. Menurut Transparency International korupsi dapat juga dipandang sebagai prilaku tidak mematuhi prinsip “mempertahankan jarak”, artinya, dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, apakah ini dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau oleh pejabat publik, hubungan pribadi atau keluarga tidak memainkan peranan. Prinsip ini adalah landasan untuk organisasi apapun mencapai efisiensi, apabila sekali dilanggar, maka korupsi akan timbul. Untuk kasus Banten, Pejabat publik sudah berprilaku tidak mematuhi prinsip “mempertahankan jarak”, dalam mengambil keputusan di bidang ekonomi, hubungan pribadi atau keluarga sangat memainkan peranan. Seorang informan mengutarakan bahwa didalam sebuah pertemuan Gubernur pernah menyampaikan “Saya akan merasa lebih nyaman bekerja dengan adik saya, kakak saya, ipar saya ”. Dinasti keluarga kelompok pasar ini telah menguasai berbagai aspek bidang kehidupan di Banten, hal ini tidak terlepas dari hasil kontribusi sang gubernur jenderal. Selain berhasil memajukan salah seorang anaknya menjadi gubernur, ia juga berhasil merancang anggota keluarganya untuk aktif terlibat dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya Gambar 21. Menurut hasil wawancara kepada seorang anggota legislatif mengenai kebenaran informasi yang didapat dari wawancara-wawancara sebelumnya dan perkembangan opini publik mengenai adanya dinasti ini, informan ini membenarkan mengenai keberadaan dinasti kelompok pasar yang berkuasa. Pada awalnya kekuasaan diperoleh dari kekuatan fisik kejawaraan, namun ketika kekuasaan diraih maka kekuasaan cenderung pada kekuatan 146 uang. Jadi saat wafatnya Gubernur Jendral bukan ‘kekuatan fisik’ yang diwariskan kepada Gubernur Malam salah seorang anak dari Gubernur Jendral tapi ‘kekuatan uang’ yang sangat luar biasa. Agar kekuasaan ini tetap terjaga demi mendapatkan rente yang tinggi maka masalah kejawaraan beralih kepada kekuatan politik, kelompok ini memiliki kekuasaan uang yang terpusat, memiliki pengalaman, dan pada akhirnya harus menguasai kekuatan politik dengan cara mengembangkan kekuasaan politik di berbagai daerah di Provinsi Banten melalui jaringan keluarga, bila keluarga tidak memungkinkan maka bisa lewat relasi orang kepercayaan. Untuk mengembangkan kekuasaan cara yang dilakukan adalah melalui jalur partai politik, penguasa Banten melakukan survey sebelum pemilu legislatif 2009, untuk mengetahui perkiraan kursi yang akan diperoleh masing-masing partai, kemudian melalui hasil survey itu mereka masuk ke partai-partai politik itu dan membiayainya. Kelompok ini tidak hanya bertumpu pada satu partai politik, partai politik bisa berbeda-beda yang paling penting adalah partai politik tersebut bisa menjadi jembatan mereka dalam melebarkan sayap kekuasaan. Hebatnya hampir semua proyek APBD dikuasai oleh Gubernur Malam, menurut Maman Supriyatna Pembicara Fraksi Amanat Bintang KeadilanABK menyatakan “Ada monopoli terselubung, sehingga proyek- proyek dan usaha-usaha lain di Banten dikerjakan oleh kelompok itu-itu saja atau mereka sendiri yang mengerjakan tapi berbendera lain ” 156 Pernyataan ini didukung oleh pembenaran dari beberapa pihak terkait, menurut salah seorang pihak akademisi Banten 157 , di Banten prilaku rent seeking tercermin dari sepak terjang keluarga gubernur yang mendominasi jabatan strategis dan menguasai sumber-sumber ekonomi, gubernur terlahir dari keluarga pengusaha dan salah seorang saudaranya memiliki kekuatan yang dapat mengendalikan seluruh alokasi APBDAPBN, sang saudara yang diberi julukan gubernur malam ini adalah penguasa sesungguhnya dalam dinasti semenjak ayahnya wafat, “Dia memiliki tangan-tangan, menggunakan 156 Laporan Penelitian Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Banten 2006 : Regenerasi sebuah Hagemoni Banten Institute, Loc cit, hal 8. 157 Pihak akademisi mantan anggota staf ahli DPRD Banten, Loc.cit. 147 banyak bendera untuk proyeknya, semua proyek yang bersumber dari anggaran daerah ”. Menurutnya lagi di Provinsi Banten anggota dewan tidak punya hak budget , hak itu dimiliki oleh Gubernur Malam, yang kemudian Gubernur Sumber: Data sekunder dan primer, 2012 diolah. Gambar 21. Penguasaan Berbagai Aspek Strategis di Provinsi Banten dalam Lingkaran Keluarga. JABATAN EKSEKUTIF: -Gubernur Banten anak perempuan - Walikota Serang Anak laki-laki - Wakil bupati Pandeglang istri -Wakil bupati Serang anak -Walikota Tanggerang Selatan menantu JABATAN LEGISLATIF: - Anggota DPR RI Menantusuami Gubernur -Anggota DPD RI cucu -Anggota DPRD Provinsi Banten Menantu -Anggota DPRD Kota Serang IstriIbu Tiri Gubernur -Anggota DPRD Kota Serang cucu menantu ORGANISASI BELA DIRI: - Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya PPPSBB. Gubernur Jendralmantan ketua. -Wushu Indonesia BantenGubernur JendralMantan ketua -Satkar Ulama BantenGubernur jendralmantan Ketua ASOSIASI BISNIS : -Kamar Dagang dan Industri Kadin Gubernur Jendralmantan ketua -Gabunngan Pengusaha Konstruksi Nasional Indonesia Gapesindo Banten Gubernur Jendral mantanketua -Lembaga Pengembangan Jasa KonstruksiLPJKNasional Indonesia Banten Gubernur Jendralmantan ketua. -Ketua Masyarakat agribisnis dan agroindustri Banten Anak perempuan Gubernur Jendralmantan ketua -Ketua Gerakan Kewirausahaan Keluarga Sejahtera anak ORGANISASI PEMUDA: -Ketua DPD KNPI Banten Menantu -Wakil Keta GP Ansor cucu -Ketua Taruna Tanggap Bencana cucu -Bendahara Karang taruna Banten cucu ORGANISASI SOSIAL BUDAYA: -Ketua PMI Provinsi Banten Anak Perempuan -Ketua Persatuan Artis Film Indonesia Parfi Istri. -Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini HIMPAUDI Bantencucu menantu -Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan anak P2TP2A Banten cucu menantu -Ketua Dewan Koperasi Indonesia Wilayah menantu - Ketua Koalisis Politisi Perempuan Indonesia anak -Ketua Dewan Kerajinan Nasional daerah menantu -Ketua Paguyuban Banten Bersatu Anak PARTAI GOLKAR: - Ketua DPD II Partai Golkar Provinsi Banten Menantusuami Gubernur -Ketua Partai Golk ar DPD II Kota Serang Anak perempuan -Ketua DPDII Partai Golkar Kabupaten Pandeglang Anak perempuan. -Angkatan Muda Partai golkar Anak laki-laki ORGANISASI OLAH RAGA: -Ketua Koni Serang cucu menantu -Ketua Persatuan Basket Seluruh Indonesia PerbasiMenantu 148 Malam berbagi rente dengan eksekutif, lalu eksekutif berbagi rente juga dengan legislatif. Sebagai indikator adanya prilaku rent seeker yang kuat di suatu daerah adalah dengan melihat kondisi fiskal daerah yang tinggi, namun indikator pembangunannya rendah, dan itulah yang terjadi di Provinsi Banten Pernyataan atas ketiadaan hak budget DPRD, diperkuat dari hasil wawancara kepada salah seorang anggota DPRD, menurutnya secara normatif fungsi budgeting masih dimiliki oleh DPRD, namun mereka dikooperasi dengan proyek yang akan dibeli oleh Gubernur Malam. Karena akan percuma apabila DPRD menyusun anggaran tapi tidak berfungsi untuk ditransaksikan, sebagai contoh akan dibangun rumah sakit, tapi tidak ada kolega yang menangani maka pihak DPRD tidak akan mendapatkan rente. Salah seorang peneliti ICW 158 juga mengungkapkan dalam proses penyusunan APBD di Provinsi Banten telah dikoordinir oleh Gubernur Malam perusahaan-perusahaan yang menangani proyek-proyek APBD. Karakteristik daerah Banten adalah anggota DPRDnya bukan dari kalangan pengusaha, sehingga mereka mencari rente dengan koordinasi dengan pihak eksekutif dengan cara meloloskan proyek-proyek APBD yang diusulkan, apabila dibandingkan dengan DPR RI banyak yang anggotanya berlatar belakang pengusaha sehingga mereka aktif mencari rente itu sendiri dalam proyek. Walaupun proyek-proyek APBD menggunakan proses lelang, namun Gubernur Malam telah mengkondisikan sebelumnya, selain DPRD yang dikondisikan, ia pun mengkondisikan pengusaha. Menurut informan lain cara Gubernur Malam mengendalikan DPRD adalah dengan cara membeli proyek, contohnya eksekutif ingin meloloskan sebuah proyek pembangunan jalan dengan nilai 10 triliun, maka harus ada kerjasama dengan DPRD. Bentuk kerjasama itu ada dua cara, pertama DPRD minta bagian dalam proyek, kedua DPRD meminta bagian beberapa persen dari nilai proyek tersebut. Kemudian pemerintah daerah akan bekerjasama dengan pemborong Gubernur malam, pemborong akan memberikan beberapa persen kepada eksekutif, kemudian eksekutif membagikannya kepada DPRD. Besarnya koordinasi yang diterima DPRD tergantung pada 158 Hasil wawancara peneliti ICW, 13 November 2012. 149 keterlibatannya, bagi anggota DPRD yang terlibat langsung dalam proyek akan mendapatkan bagian yang lebih besar daripada yang tidak terlibat secara langsung 159 . Cara Gubernur Malam mengkondisikan pengusaha lain adalah dengan cara menguasai proyek-proyek APBDAPBN di Provinsi Banten, melalui kaki tangannya di sejumlah dinas ‘basah’ atau dinas ‘mata air’, kaki tangan- nya itu bertugas sebagai penjaga proyek-proyek. Bagi perusahaan yang bukan atas nama Gubernur Malam, tidak akan mendapatkan proyek bila tidak direstui olehnya. Restu yang dimaksud adalah pengusaha harus memberikan kompensasi kepada Gubernur Malam sebesar 20 persen sampai dengan 40 persen dari nilai proyek melalui orang terdekatnya yaitu oknum IS 160 . Sebagai contoh kasus bagaimana pemburu rente anggaran beroperasi, adalah pada dua temuan kasus lawas berikut : 1. Dugaan praktek perburuan rente pada bisnis pengadaan lahan Rumah Sakit Umum Daerah RSUD APBD TA 2008 161 . Gubernur Malam GM belajar dari kesuksesan sang ayah yang berhasil menjadi penyedia lahan 60 hektare untuk Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten KP3B. Modusnya hampir sama, yaitu membeli tanah dengan harga murah dan melepasnya untuk pemerintahan provinsi Banten dengan harga yang setinggi-tingginya. Bahkan cara GM melakukannya lebih hebat, melalui akses informasi dari dalam yang dengan mudah ia dapatkan mengenai kawasan yang diincar untuk dijadikan lokasi RSUD Banten. Rencana pengadaan lahan untuk RSUD Banten adalah di Kecamatan Cipocok Jaya, seluas kurang lebih 25 397 m . Pembebasan lahan itu dilakukan pada TA 2008 dari APBD Banten, oleh Pemprov Banten melalui dinas kesehatan. GM sebagai pemilik modal membeli sejumlah bidang tanah dikawasan itu, tentu saja pembelian dilakukan tidak atas namanya, namun melalui nama- 159 Hasil wawancara kepada pihak legislatif Provinsi Banten,28 November 2012. 160 Hasil wawancara dari berbagai pihak ICW, DPRD, dan Akademisi Banten. 161 Djaroti A, Sebuah Catatan Tangan-tangan Kekuasaan Keluarga Atut, hal 10-11, tidak dipublikasikan. Hanya dicetak sebanyak 5000 eksemplar dan dibagikan kepada seluruh elemen kritis di provinsi Banten. 150 nama orang kepercayaannya. Ada tiga nama yang digunakan untuk membeli lahan tersebut yaitu oknum DP, oknum DS, dan oknum ARD. Oknum DP dan DS adalah kaki tangannya pada dinas-dinas terkait, sedangkan ARD adalah orang terdekatnya. DP membeli sebidang tanah dengan luas 2.478 m dari seorang warga Kecamatan Cipocok Jaya senilai 17 juta rupiah atau 6 900 rupiah m pada tanggal 8 oktober 2007 Akta jual beli Nomor 8142007, ditandatangani Camat Cipocok Jaya selaku PPAT, Heru Utomo. Pada tanggal 28 Oktober 2008, hak kepemilikan dilepaskan kepada Pemprov Banten dengan harga yang mencengangkan Rp 1 030 848 000.00 atau Rp 416 000.00 m surat pelepasan hak tanah nomor 003SPHKEC.CPJIII2008 ditandatangani DP selaku pihak yang melepaskan dan Heru Utomo selaku Camat Cipocok. Masih dalam kasus yang sama dan modus yang sama, DS membeli tanah dengan luas 5.214 m dengan harga Rp 52 140 000.00 atau Rp 10 000.00 m , oleh Pemprov Banten dihargai Rp 2 169 024 000.00 atau Rp 416 000.00 m . Menurut Surat Petanggungjawaban Belanja Nomor 900keuSPTB7752008 dengan nama kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit. Nama DP mendapat 6 kali kucuran dana untuk biaya pembebasan 6 bidang lahan seluas 10 282 m atas namanya senilai Rp3 951 968 800.00. Sedangkan DS muncul 8 kali kucuran dana untuk 8 bidang lahan seluas 16 712 m atas namanya, senilai total Rp 5 978 063 104.00, nama ARD juga muncul penerima dana pembebasan lahan seluas 2 439 m senilai total Rp 1 014 624.00. Praktek serupa juga diduga telah dilakukan untuk pembebasan lahan gedung Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM, Sport Centre dan lahan Kawasan Pertanian Terpadu. 2. Dugaan rekaya tender pengadaan alat kesehatan APBD TA 2009. 162 Tender pengadaaan alat-alat kesehatan di Dinas Kesehatan Dinkes Provinsi Banten pada TA 2009 senilai 85 miliar rupiah diduga direkayasa. Hal ini diungkap oleh dua pihak yaitu oleh Ade Marwansyah Ketua Departemen Pengembangan SDM Siklus dan Edy Mulyanto Area Manager 162 http:koranmedan.com200908 , 1262012. 151 Trading Cabang Tangerang PT Indofarma Tbk. Menurut Ade, dugaan bahwa tender alat kesehatan itu direkayasa berdasarkan bocornya tiga dokumen transaksi pembayaran uang muka kegiatan sebesar 20 persen kepada tiga perusahaan rekanan. “Dalam dokumen berupa surat permintaan pembayaran SPP, surat perintah membayar SPM, dan berita acara pembayaran BAP yang terjadi antara PT Profesional Indonesia Lantera Raga, P.T. Dini Contractor, dan P.T. Kidemang Putra Prima dengan Dinas Kesehatan Pemprov Banten itu terjadi pada 20 Maret 2009. Padahal, kontrak kerjanya sendiri baru dikeluarkan sehari sebelumnya. Pencairan uang muka yang sangat cepat ,” Sedangkan Edy Mulyanto memaparkan tender alat kesehatan Dinkes Pemprov Banten tahun 2009 terpublikasi pada harian Media Indonesia pada bulan Februari. Namun, ketika Edy mendatangi alamat panitia tender yang tercantum dalam koran, yaitu gudang farmasi milik Dinkes Pemprov Banten di wilayah Ciracas, ternyata di tempat itu tidak ada kegiatan pendaftaran lelang, kemudian beliau mendatangi kantor Dinkes, dan disana pun tidak ada. Menurut informasi dari pegawai Dinkes, pendaftaran tender dilakukan di gudang, di Ciracas, dugaan Edy tender itu tidak pernah ada. Dugaan kuat adalah Dinkes Pemprov Banten sengaja mempublikasikan tender melalui media massa, namun pemenangnya sudah ditentukan, karena apabila tender itu dilakukan pemenangnya pasti adalah perusahaan farmasi seperti Kimia Farma, Indofarma, dan perusahaan lainnya yang bergerak dalam bidang farmasi. Dan juga perusahaan yang menjadi rekanan untuk pengadaan alat kesehatan seharusnya adalah perusahaan dengan kategori pengusaha besar farmasi PBF. Namun ketiga perusahaan pemenangnya adalah milik keluarga Gubernur yang perusahaannya selama ini bergerak dalam jasa konstruksi. Dari sedikit contoh kasus lawas diatas, membuktikan adanya praktek perburuan rente yang dilakukan oleh penguasa juga kelompoknya dalam pengerukan APBD provinsi Banten, kelompok ini berupaya mendapatkan 152 supernormal profit tanpa adanya upaya meningkatkan produktivitas, yang pada akhirnya akan mengakibatkan welfare loss bagi masyarakat. Selain itu, Biaya tinggi dalam pilkada membuat calon kepala daerah mencari sumbangan dari swasta. Akibatnya setelah calon terpilih, kepala daerah sibuk mengembalikan uang yang dikeluarkan dalam pemilihan, sekaligus mengembalikan investasi yang diberikan pihak swasta yang membantunya . Pernyataan Arif Nur Alam ini dicoba untuk dibuktikan dalam studi kasus pilkada Banten 2011 dengan menelusuri badan usaha penyumbang dana kampanye incumbent 1 pemenang pemilihan gubernur 2011 dengan perusahaan yang berhasil memenangkan proyek-proyek APBD tahun 2012. Hasilnya ternyata sebagian besar penyumbang dana kampanye pada pilkada provinsi 2011 berhasil memenangkan proyek APBD sepanjang tahun 2012, bagi penyumbang dana kampanye yang tidak memenangkan tender adalah perusahaan yang sejak awal memang terdeteksi oleh ICW memiliki beberapa kejanggalan lihat lagi Lampiran 2, namun banyak juga para pemenang tender adalah perusahaan yang juga memiliki kejanggalan, namun diduga adalah bendera lain kelompok yang sama dalam lingkaran keluargakerabat Gubernur lihat Tabel 19. Selain itu ada juga proyek-proyek APBD bernilai besar yang dimenangkan Badan Usaha milik lingkaran keluarga Gubernur lihat Tabel 20. Tabel 19. Badan Usaha Penyumbang Dana Kampanye PilGub Tahun 2011 yang Memenangkan Proyek APBD TA 2012 di Provinsi Banten. No Badan Usaha Penyumbang PilGub Tahun 2011 Jumlah Nilai Proyek APBD TA 2012 yang dimenangkan Badan Usaha Penyumbang Pada PilGub 2011 Kategori Proyek Keterangan 1 P.T. ADCA Mandiri 4 Proyek 4.9 sd 9.9 miliar Pengadaan barang Rumah sakit Puskesmas. 2 C.V. Waliman Jaya Nugraha 9 Proyek 300juta sd 6.5 miliar Konstruksi, Pengadaan alat kesehatan, alat berat, buku. Alamat sama dengan P.T. Bintang Raya Putra dan adalah rumah tempat tinggal JL nama penyumbang PT Bintang Raya putra dalam pilgub 2011. 3 C.V. Cristal Utama 1 Proyek 196 juta Konstruksi tidak menyertakan NPWP, alamat sama dengan 2 perusahaan lainnya,dan alamatnya berupa rumah kosong. 4 P.T. Mitra Karya Rattan 1 Proyek 9.5 miliar Konstruksi Alamat seorang dokter umum, sebelah rumah itu no 51 adalah kantor penghubung pemerintah Provinsi Banten 5 P.T. Buana Wardana Utama 2 Proyek 5.3 sd 12 miliar Pengadaan Obat, Pengadaan alat kedokteran. 6 P.T. Sumber Agung Putra 7 Proyek 760 juta sd 2.27 miliar Pengadaan alat berat, buku, pengolahan pertanian peternakan, alat laboraturium,alat olahraga, jasa lainnya 7 P.T. Surtini Jaya Kencana 5 Proyek 3 sd 7.5 miliar Pengadaan desain interior, Konstruksi 8 P.T. Karya Raksa Utama 3 Proyek 3.5 sd 7.4 miliar Konstruksi 9 P.T. Sukalimas Mekatama Raya 3 Proyek 3 sd 7.7 miliar Konstruksi 153 No Badan Usaha Penyumbang PilGub Tahun 2011 Jumlah Nilai Proyek APBD TA 2012 yang dimenangkan Badan Usaha Penyumbang Pada PilGub 2011 Kategori Proyek Keterangan 10 P.T. Agro Mandiri Perkasa 3 Proyek 400 sd 550 juta Pengadaan bukukepustakaan. 11 P.T. Mikkindo Adiguna Pratama 5 Proyek 3 sd 14.7 miliar Pengadaan buka, pengadaan alat kesehatan 12 P.T. Citra Putra - Mandiri Internusa - Alamat yang dimaksud ditempati oleh P.T. Bali Pasific Pragama, perusahaan itu milik adik laki-laki Gubernur. 13 P.T. Marbago Duta Persada 9 Proyek 2.9 sd 13.7 miliar Konstruksi, Pengadaan alat kesehatan, Pengadaan Alat Pembelajaran 14 P.T. Sambada Argha agung Putra 1 proyek 4.9 miliar Konstruksi 15 P.T. Putra Perdana Jaya 16 P.T. ADLI Urdha 3 Proyek 4.7 sd 5.5 miliar Konstruksi, Pengadaan hewan Qurban. 17 P.T. Priangan Jaya Persada alamat sama dengan 2 perusahaan lainnya, dan alamatnya berupa rumah kosong. 18 C.V. Graha Cipta Mandiri 1 Proyek 1.3 miliar Pengadaan barang alat laboratorium multimedia 19 C.V. Wika Tunggal Jaya - - lanjutan No Badan Usaha Penyumbang PilGub Tahun 2011 Jumlah Nilai Proyek APBD TA 2012 yang dimenangkan Badan Usaha Penyumbang Pada PilGub 2011 Kategori Proyek Keterangan 20 P.T. Kidemangan - Putra Prima - tidak menyertakan NPWP,alamat sama dengan 2 perusahaan lainnya,dan alamatnya berupa rumah kosong. dikenal sebagai perusahaan milik sahabat dekat adik Gubernur 21 P.T. Palugada Mandiri 2 Proyek 2.8 dan 3 miliar Pengadaan Alat kesehatan, Pengadaan Alat media pembelajaran. tidak menyertakan NPWP,alamat tidak jelas 22 P.T. Trias Jaya Perkasa - - tidak menyertakan NPWP. 23 P.T. Trina Lestari - - tidak menyertakan NPWP,alamat tidak jelas 24 C.V. Bangun Cipta Persada 1 Proyek 394 juta Konstruksi tidak menyertakan NPWP,alamat tidak jelas 25 C.V. Bina Sadaya 5 Proyek 9.4 sd 15 miliar Pengadaan alat kedokteran alat kesehatan. 26 P.T. Banten Kusuma - Jaya - 27 C.V.Shafaramania 10 Proyek 250juta sd 1.9 miliar Pengadaan Barang elektronik, Pengadaan Mobilambulance, Pengadaan Buku,Pengadaan alat laboratorium 28 C.V. Rian Putra Utama - - 29 C.V. Karindo Raya - - tidak menyertakan NPWP, alamat tidak jelas lanjutan 155 No Badan Usaha Penyumbang PilGub Tahun 2011 Jumlah Nilai Proyek APBD TA 2012 yang dimenangkan Badan Usaha Penyumbang Pada PilGub 2011 Kategori Proyek Keterangan 30 C.V. Jayalaksana 10 Proyek 171 juta sd 1.5 miliar Pengadaan bukukepustakaan, meubelair, alat laboratorium, alat kesehatan. 31 P.T. Ramaditya - - tidak menyertakan NPWP,alamat tidak jelas 32 P.T. Bintang Raya Putra 7 Proyek 324 juta sd 1.9 miliar Pengadaan barang Rumah sakit, pengadaan bukukepustakaan Alamat sama denga P.T. Waliman Jaya Nugraha dan alamat adalah rumah tempat tinggal Jajang Lesmana. 33 P.T. Baracipta Nusapala 5 Proyek 395 juta sd 2.2 miliar Konstruksi, Pengadaan barang laboratorium tidak menyertakan NPWP,alamat tidak jelas. Sumber : KPUD Provinsi Banten 2011, http:lpse.bantenprov.go.ideproclelangpemenang 251212, ICW 2012, 2012 diolah. Tabel 20. Proyek APBD TA 2012 yang dimenangkan Badan Usaha Milik Keluarga Gubernur No Nama Proyek APBD Nilai Pagu Proyek Nama Badan Usaha Pemenang 1 Pembangunan Jalan Saketi – Banjarsari. Rp 13 900 000 000.00 P.T.BALIPACIFIC PRAGAMA 2 Pembangunan Jl. Pahlawan Seribu Segmen Cilenggang - Bunderan Tekno. Rp 9 989 899 000.00 P.T.BALIPACIFIC PRAGAMA 3 Pembangunan Gedung Kantor SKPD Terpadu Multiyears. Rp 86 000 000 000.00 P.T. GUNAKARYA NUSANTARA Sumber : KPUD Provinsi Banten 2011, http:lpse.bantenprov.go.ideproclelangpemenang 251212 , 2012 diolah. lanjutan 157 Berdasarkan data diatas, dari 33 badan usaha penyumbang dana kampanye pada pilkada tahun 2011, terdapat 24 perusahaan yang memenangkan proyek APBD TA 2012. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa penentuan pemenang proyek APBD menyalahi prinsip Adil tidak diskriminatif , atau berarti tidak memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang dan Jasa dan mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tidak memerhatikan kepentingan nasional Penjelasan atas Peraturan Presiden RI No.54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pasal 5. Hal ini disebabkan oleh adanya upaya mengembalikan investasi pihak-pihak swasta pada PilGub tahun 2011. Dari 33 badan usaha penyumbang ditemukan beberapa badan usaha memiliki kejanggalan-kejanggalan, seperti tidak memiliki NPWP, tidak memiliki alamat jelas, memiliki alamat sama, maupun memiliki alamat yang bukan alamat perusahaanya, hal ini membuktikan bahwa diduga ada beberapa perusahaan fiktif yang sengaja dibuat dalam mendukung upaya menyempurnakan rancangan skenario besar pengerukan anggaran daerah. Beberapa badan usaha yang bermasalah tersebut justru memenangkan proses lelang dalam proyek APBD dengan nilai proyek APBD yang besar, hal ini menimbulkan dugaan bahwa badan usaha yang menang adalah bendera lain dari kelompok tertentu yang memiliki penguasaan terhadap proyek-proyek APBD. Dari 24 badan usaha pemenang proyek APBD TA 2012, banyak diantaranya menang dalam berbagai macam kategori proyek, salah satunya adalah CV Waliman Jaya Nugraha, yang menang dalam kategori proyek Konstruksi, Pengadaan alat kesehatan, alat berat, dan buku. Sehingga sulit ditebak badan usaha ini bergerak dalam dalam bidang apa, selain itu untuk nilai proyek yang besar yang dimenangkannya seharusnya dapat dilihat company profile pemenang secara online. Sebagian besar perusahaan pemenang proyek APBD TA 2012 di Provinsi Banten sulit untuk didapatkan informasi tentang perusahaannya secara online, kecuali pemberitaan adanya 158 masalah-masalah pada proyek-proyek APBD yang pernah dikerjakan sebelumnya. Perburuan rente oleh jajaran eksekutif, legislatif, dan pengusaha yang dalam kasus provinsi Banten adalah lingkaran keluargakerabat kepala daerah menimbulkan penunjukan langsung dalam proyek APBD bernilai diatas 200 juta rupiah, yang menyalahi Peraturan Presiden No.54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Diduga lelang proyek yang dilakukan adalah rekayasa suatu kelompok tertentu dan sudah ditentukan pemenangnya sebelum lelang tersebut dilakukan, dengan demikian rente yang tinggi dapat diperoleh oleh pihak pengusaha, eksekutif, maupun legislatif, tapi telah membelokan tujuan pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa yang berkualitas, sehingga tidak berdampak pada peningkatan pelayanan publik Dari berbagai ulasan di atas, maka dapat disusun mekanisme pengerukan APBD melalui proyek-proyek APBD pada Gambar 22. Gambar 22 menunjukan mekanisme pengerukan APBD melalui penguasaan proyek- proyek APBD di Provinsi Banten. Penguasaan proyek dikoordinasi oleh Gubernur informal atau yang disebut dengan Gubernur Malam, dia memiliki oknum-oknum kepercayaan disejumlah “dinas basah” yang menjaga proyek- proyek APBD, agar akses informasi dengan mudah dia dapatkan. Gubernur informal sebagai pemborong dalam proyek-proyek APBD berkoordinasi dengan Gubernur formal jajaran eksekutif dalam menentukan proyek APBD dan siapa saja yang akan menangani proyek. Gubernur formaljajaran eksekutif akan menerima beberapa persen dari nilai proyek. Bagi Gubernur Formal keputusan proyek-proyek APBD dan penentuan pemenangnya adalah salah satu cara mengembalikan modal kampanye bagi dirinya dan pihak-pihak yang telah mendukung pembiayaan pada masa kampanye. Gubernur Malam kemudian mengendalikan DPRD melalui eksekutif agar meloloskan usulan mereka, yaitu dengan cara membeli proyek. Membeli proyek dilakukan dengan memberikan bagian dari proyek atau beberapa persen dari nilai proyek kepada oknum DPRD. 159 Sumber: Berbagai sumber primer hasil wawancara dan sekunder, 2012 diolah. Gambar 22. Mekanisme Pengerukan APBD Melalui Penguasaan Proyek- Proyek APBD di Provinsi Banten. Dengan demikian pada saat perencanaan anggaran telah ditentukan siapa pemenang proyek, sehingga proses lelang proyek hanyalah sebuah formalitas, monopoli terselubung ini dapat dilihat dari data pemenang proyek- proyek APBD bernilai besar, yang sebagian besar adalah perusahaan yang termasuk dalam tiga kategori. Kategori yang pertama, Perusahaan milik Gubernur informal. Kedua, perusahaan yang diduga merupakan bendera lain milik Gubernur informal dan kelompoknya. Dan yang terakhir adalah badan usaha swasta lainnya. Diketahui juga bahwa ketiga kategori ini adalah pihak- Gubernur Informal Oknum DPRD Gubernur Formal dan oknum jajaran eksekutifnya Proyek-Proyek APBD Bernilai besar Oknum penjaga proyek-proyek APBD di berbagai jajaran eksekutif. Pemenang Proyek Badan usaha yang merupakan bendera lain milik Gubernur Informal kelompok yang sama. Badan Usaha milik Gubernur Informal Badan swasta lainnya Pemilihan Gubernur Supernormal profit Supernormal profit. Supernormal profit. Bagian proyek atau beberapa persen dari nilai proyek. Beberapa persen dari nilai proyek. Penyumbang dana kampanye informasi Setoran 20 persen sampai dengan 40 persen dari nilai proyek APBD 160 pihak yang memberikan dukungan pembiayaan pada masa kampanye Gubernur formal. Kemenangan mereka tentu saja diduga menghasilkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya laba berlebih supernormal profit dengan upaya yang sekecil-kecilnya, selain itu juga monopoli terselubung ini akan mencegah pesaing dalam memasuki pasar, yang pada akhirnya menimbulkan welfare loss bagi masyarakat. Namun bagi kategori pemenang yang ketiga, yaitu badan usaha swasta lainnya, sebelum mereka memenangkan suatu proyek maka harus memperoleh restu dari Gubernur informal, badan usaha swasta harus menyetorkan sebesar 20 persen sampai dengan 40 persen dari nilai proyek-proyek APBD 163 .

5.2 Dampak Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia 48 KotaKabupaten.

Dalam pembahasan sebelumnya yang mengambil sampel salah satu daerah di Indonesia pada level provinsi, yaitu Provinsi Banten. Dapat terlihat dugaan korupsi APBD yang terjadi disebabkan prilaku perburuan rente karena tingginya biaya politik, yang akhirnya meluas pada proses penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban APBD dalam dugaan kasus dana hibah bansos, dan juga meluas pada penguasaan proyek-proyek suatu kelompok tertentu di Banten yang tentu saja pada akhirnya semua itu berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat daerah, begitu luas dampak dari korupsi maka penelitian ini membatasi dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang diproksi dengan variabel peningkatan output riil. Dalam pembahasan teori-teori pertumbuhan ekonomi telah diuraikan sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berbagai faktor tersebut kemudian ditambahkan variabel independen persepsi korupsi setiap daerah indeks persepsi korupsi 163 Rentang nilai persentase adalah hasil wawancara dari berbagai pihak ICW, DPRD, dan Akademisi Banten 161 Indonesia untuk mencapai salah satu tujuan penelitian, yaitu mengetahui dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia. Penentuan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah dilakukan dengan uji estimasi model. Uji estimasi model terdiri dari tiga tahap uji, yaitu uji statistik, uji ekonometrik dan uji ekonomi. Yang termasuk Uji statistik adalah uji-F untuk uji terhadap hasil keseluruhan estimasi model, uji-T untuk uji terhadap masing-masing koefisien parameter, dan koefisien determinasi R . Uji ekonometrik yang dilakukan adalah uji terhadap autokolerasi dan heterokedastisitas. Dan yang terakhir adalah uji ekonomi dengan melihat tandaarah dari koefisien setiap variabel penjelas, kemudian diintrepretasikan dengan teori dan nalar.

5.2.1 Estimasi Model Pertumbuhan Ekonomi Regional

Hasil pengujian pada ketiga model data panel statis yaitu Pooled Least Square PLS, Fixed Effect Model FEM, dan Random Effect Model REM diperoleh hasil bahwa metode yang dipilih adalah Fixed Effect Model FEM. Metode fixed effect yang digunakan yaitu dengan pembobotan GLS Weight: Cross-section weight dan Cross-section weights PCSE untuk data cross section 48 kabupatenkota dengan time series 2008 dan 2010. Pendekatam fixed effect ditentukan dengan berbagai tahapan berikut : Pertama, Dalam penelitian ini dengan data yang ada, dicoba pendekatan PLS Lampiran 3 dan FEM Lampiran 4. Untuk memutuskan apakah akan menggunakan PLS atau FEM maka di lakukan chow test. Hipotesis yang digunakan dalam chow test adalah sebagai berikut: H : model pooled least square H : model fixed effect Tabel 21. Chow test antara Pooled Least Square dan Fixed Effect Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ02 Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 57.331983 46,43 0.0000 Cross-section Chi-square 388.452477 46 0.0000 162 Table 21 menunjukan hasil dari chow test, yang secara lengkap dapat di lihat pada lampiran 5. Hasil pengolahan menunjukan nilai probabilitas Chi square yaitu hasil estimasi p-value 0.000 taraf nyata = 0.05 yang berarti tolak H , sehingga keputusan model yang digunakan untuk sementara adalah model fixed effect. Selain itu tidak digunakannya pendekatan PLS adalah keputusan yang tepat, karena PLS diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square OLS yang berasumsi bahwa intersep dan slope di anggap konstan baik antarindividu maupun antarwaktu, sehingga pendekatan PLS memiliki kelemahan dimana dugaan parameter akan bias, parameter yang bias disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang sama pada waktu yang berbeda, maupun observasi yang berbeda pada waktu yang sama, sehingga kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel. Kedua, sebagai langkah selanjutnya dilakukan hausman test untuk menentukan apakah model fixed effect adalah yang terbaik apabila di bandingkan dengan model random effect Lampiran 6, hasil dari hausman test ditampilkan dalam tabel 22 yang secara lengkap dapat dilihat di Lampiran 7. Hipotesis yang digunakan dalam uji hausman adalah: H : model random effect H : model fixed effect Tabel 22. Hausman Test antara fixed effect dan random effect Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ02 Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 147.538221 4 0.0000 163 Keputusan menggunakan Fixed Effect dapat dilihat dari nilai probabilitas chi-square , berdasarkan hasil estimasi p-value adalah 0.0000 dari taraf nyata α = 5 yang berarti tolak H . Sehingga model terbaik yang akan digunakan adalah fixed effect. Ketiga, setelah memutuskan untuk menggunakan fixed effect, langkah selanjutnya adalah melakukan uji asumsi. Asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah bahwa estimasi parameter dalam model regresi bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimate maka var u i harus sama dengan σ 2 konstan, atau semua error mempunyai varian yang sama. Kondisi itu disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastisitas. Metode estimasi data panel dengan menggunakan fixed effects model secara umum dilakukan dengan Ordinary Least Squares OLS. Namun jika terjadi heteroskedastisitas dari data cross section maka dapat digunakan estimasi dengan General Least Square GLS. Kemudian untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan membandingkan sum square resid weighted GLS lebih rendah daripada unweighted OLS. Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan adanya heteroskedastisitas pada model. Oleh karena itu, estimasi dilakukan dengan Cross-section weights PCSE. Estimasi yang dilakukan dengan fixed effect GLS menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan fixed effect OLS. Model yang diestimasi dengan fixed effect GLS lebih banyak menghasilkan parameter yang signifikan. Pendeteksian adanya autokorelasi juga dilakukan pada model. Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Adanya autokorelasi dapat memengaruhi efisiensi dari estimatornya, walaupun estimatornya tetap tidak bias. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan Durbin Watson DW-statistiknya dengan DW-tabel. Berdasarkan pengamatan hasil estimasi dapat disimpulkan adanya autokorelasi. Untuk mengatasi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan 164 metode GLS dengan memberikan weights: Cross-section weights. Hasil estimasi yang diperoleh dengan metode ini menunjukkan perbaikan jika dibandingkan dengan metode fixed effect GLS. Walaupun nilai DW masih menunjukan terjadinya autokolerasi hal ini dapat diabaikan, karena dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan persamaan terbebas dari masalah autokolerasi. Sejauh ini pendekatan terbaik yang dapat digunakan adalah pendekatan fixed effect dengan GLS Weight: Cross-section weight dan Cross- section weights PCSE . Sehingga model estimasi terbaik yang didapat dari langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada tabel 23. Tabel 23. Hasil Regresi Data Panel No Variabel bebas Notasi Koefisien P-value 1 Peningkatan APBD belanja modal LnAPBD 0.066361 0.0000 2 Indeks Persepsi Korupsi CORR 0.022320 0.0000 3 Peningkatan Penduduk LnPOP -0.078770 0.0003 4 Angka Melek Huruf AMH 0.426274 0.0000 Keterangan :P-value 0.01 P-value 0.05; tn tidak nyata Sehingga, bentuk umum persamaan dari model estimasi menggunakan data panel adalah sebagai berikut: LnPDRB = 0.0663LnAPBD+ 0.0223CORR+ 0.0787LnPOP+ 0.4262AMH…………………………………..……...5.0

5.2.2 Evaluasi Model Pertumbuhan Ekonomi Regional

Model dalam persamaan 5.0 perlu dilakukan uji F, uji T , evaluasi koefisien determinasi R . Langkah Pertama dilakukan Uji serempak Uji F dengan hipotesa : H : = ….= = 0 tidak ada peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah terikat H : minimal ada satu peubah bebas 0, I =1,2,3 165 Penolakan H dilakukan karena melihat nilai probabilitas F-Statistik = 0.000 taraf nyata α = 5. Dengan demikian minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah terikat dan berlaku sebaliknya. Selanjutnya, melakukan uji parsial uji-t, Hipotesis uji T adalah: H : = 0 H : ≠ 0 Jika t-hitung t-tabel maka tolak H , yang artinya peubah bebas secara statistik berpengaruh nyata pada taraf nyata yang telah diterapkan dalam penelitian, dan berlaku hal sebaliknya. Jika P-value t-statistik taraf nyata α = 5 maka tolak tolak H yang artinya peubah bebas nyata secara statistik. Pada Hasil regresi data panel Tabel 23 dapat diketahui semua variabel bebas nyata secara statistik. Kemudian berdasarkan lampiran 9, nilai koefisien determinasi Goodness of Fit sebesar 0.9995 menunjukan 99.95 keragaman pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan oleh model tersebut, dan sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar model.

5.2.3 Pembahasan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia.

Dari hasil pengolahan ternyata yang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dari 48 ibukotakabupaten di Indonesia, berturut-turut adalah Angka Melek Huruf, Penduduk, APBD, dan Korupsi. Sedangkan intepretasi dari hasil pengolahan adalah sebagai berikut : Tabel 24. Interpretasi Hasil Estimasi No Notasi Variabel Deskripsi 1. LnAPBD Setiap kenaikan satu persen pada APBD, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi 48 ibukotakabupaten di Indonesia sebesar 0.0663 persen. 2 CORR Setiap kenaikan satu indeks pada CORR, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi 48 ibukotakabupaten di Indonesia sebesar 0.0223 persen. 3 LnPOP Setiap kenaikan satu persen pada POP akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi 48 ibukotakabupaten di Indonesia sebesar 0.0787 persen. 4 LnAMH Setiap kenaikan satu persen pada AMH, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi 48 ibukotakabupaten di Indonesia sebesar 0.4262 persen. 166 Variabel Angka Melek Huruf AMH adalah variabel paling berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi regional, variabel ini mewakili tingkat pendidikan untuk mengukur dimensi kualitas penduduk. Hasil dari estimasi model adalah apabila AMH naik 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0.4262 persen. Pendidikan, keterampilan dan pengalaman kerja menyebabkan produktivitas bertambah, sehingga akan meningkatkan produksi yang lebih cepat daripada penambahan tenaga kerja. Hasil tersebut sesuai dengan pandangan teori pertumbuhan baruendogen Mankiw,Romer,Weil MWR yang mengusulkan menggunakan variabel human capital dalam memodifikasi model solow, sebagai penyebab perkembangan teknologi. Romer menyatakan knowledge stock adalah sumber utama peningkatan produktivitas dalam perekonomian, dalam pertumbuhan endogen ada tiga elemen yang mendasari yaitu adanya perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi ilmu pengetahuan, adanya penciptaan ide-ide baru sebagai akibat dari mekanisme limpahan pengetahuan knowledge spillover, dan produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh tanpa batas. Variabel kedua yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah adalah variabel penduduk yang memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil estimasi model adalah setiap kenaikan populasi sebesar 1 persen akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.0787 persen, ceteris paribus. Menurut pandangan Adam Smith perkembangan penduduk akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena pertumbuhan penduduk memberikan kontribusi menambah calon-calon tenaga kerja untuk ketersediaan kuantitas human capital dan mendorong penambahan produksi, namun menurut Sukirno 164 bagi masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi namun memiliki masalah kelebihan penduduk, pertumbuhan penduduk dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Suatu negaradaerah yang memiliki jumlah penduduk tidak seimbang dengan 164 Sukirno S, op.cit, hal 431. 167 faktor-faktor produksi lain yang tersedia akan memiliki produktivitas marjinal penduduk rendah. Artinya penambahan penduduk tidak akan menimbulkan pertambahan produksi nasional, atau walaupun bertambah pertambahan terlalu lambat dan tidak dapat mengimbangi pertambahan penduduk, sehingga pendapatan per kapita akan turun. Jauh sebelum Sukirno, Thomas Malthus mengajukan suatu teori tentang hubungan pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi, yaitu teori jebakan populasi Malthus 165 . Teori ini merumuskan tentang konsep pertambahan hasil yang semakin berkurang diminishing returns. Malthus menggambarkan suatu kecenderungan universal bahwa jumlah populasi disuatu negara akan meningkat dengan cepat menurut deret ukur deret geometri dan pertumbuhan ekonomi mengikuti deret hitung aritmatik . Karena pertumbuhan ekonomi tidak dapat berpacu secara memadai mengimbangi kecepatan peertumbuhan penduduk, maka pendapatan perkapita cenderung terus mengalami penurunan sampai sedemikian rendahnya sehingga segenap populasi harus bertahan pada kondisi sedikit di atas tingkat subsisten semua penghasilan hanya cukup mengganjal perut, itu pun hanya untuk suatu kelompok populasi tertentu, sisanya bahkan mengalami kemiskinan absolute. Cara untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan membatasi jumlah kelahiran. Hasil dari penelitian ini, dimana pertumbuhan penduduk memiliki dampak negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ternyata sejalan dengan teori jebakan populasi Malthus. Selanjutnya, APBD belanja modalpembangunan adalah variabel yang mewakili investasi pemerintah daerah, merupakan salah satu input produksi yang digunakan untuk mendorong berbagai sumber ekonomi, kemudian sumber-sumber ekonomi tersebut diharapkan dapat mendorong tercapainya pemerataan dan peningkatan pendapatan daerah. Investasi di sektor yang produktif akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hasil pengolahan data pada penelitian ini memperlihatkan hubungan yang positif dan signifikan, pada taraf nyata 1 persen. Sehingga peningkatan 1 persen dari 165 Malthus dalam Todaro MP, Smith SC, op.cit, hal 329-334. 168 pengeluaran pemerintah untuk belanja modalpembangunan akan meningkatan pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 0.0663 persen. Hubungan positif tersebut bisa dijelaskan oleh gambar dampak perubahan penambahan pengeluaran pemerintah terhadap output keseimbangan gambar 23. Sumber: Case Fair, 2001. Gambar 23. Dampak Perubahan Penambahan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Keseimbangan Output. Pemerintah dapat memengaruhi tingkat ouput keseimbangan dengan menambah atau mengurangi pengeluarannya. Penambahan pengeluaran pemerintah yang direncanakan sebesar ∆G dari G ke G membuat output perekonomian meningkat dari Y menjadiY . Pengeluaran pemerintah akan berdampak pada meningkatnya pendapatanoutput melalui efek pengganda Multiplier effect sebesar ∆Y = ∆G , dimana b adalah Marginal Prospensity to Consume MPC. Peningkatan APBD belanja modal pemerintah daerah menyebabkan peningkatkan pengeluaran pemerintah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan output perekonomian. Peningkatan pengeluaran pemerintah adalah salah satu instrumen dalam kebijakan fiskal ekspansif selain pengurangan pajak, melalui analisis Actual Expenditure Y Planned Expenditure E= C+I+ G E= C+I+ G ∆G ∆Y Y Y Y Expenditure, E Output Income,Y 169 IS-LM dengan asumsi slope LM mendatar interval Keynesian. Pengeluaran pemerintah ekspansif ∆G0, sementara ∆T=0 menyebabkan kurva IS bergeser ke kanan, pada tingkat suku bunga yang sama yaitu r , pergeseran kurva IS melalui peningkatan permintaan agregat menyebabkan output keseimbangan meningkat dari Y ke Y . Sementara itu apabila slope LM0 interval antara Keynesian dan Klasik pengeluaran pemerintah tetap meningkatkan output keseimbangan walaupun tidak sebesar yang diharapkan karena terjadinya inflasi adanya kenaikan suku bunga, hal ini dapat disebut Crowding Out Effect menurunnya investasi swasta yang menyebabkan tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi dari kebijakan fiskal ekspansif yang dapat diatasi dengan meningkatkan jumlah uang beredar atau kebijakan moneter ekspansif. Combination policy efektif untuk membuat pengeluaran pemerintah ekspansif tetap meningkatkan output perekonomian sebesar yang diharapkan. Namun walaupun variabel APBD memiliki pengaruh yang positif dan signifikan, ternyata memiliki koefisien yang kecil, peningkatan 1 persen dari pengeluaran pemerintah untuk belanja modalpembangunan hanya akan meningkatan pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 0.0663 persen yang artinya kurang dari 1 persen, kecilnya angka koefisien ini bisa dikarenakan oleh adanya beberapa faktor. Yaitu yang pertama, terjadi Crowding Out Effect seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian yang kedua dikarenakan belanja modal misalnya untuk infrastruktur tidak dapat langsung dirasakan dampaknya pada jangka pendek, dan baru bisa dirasakan pada jangka panjang. Terakhir adalah adanya kemungkinan pengeluaran pemerintah pada belanja modal yang terdistori, sehingga terjadi misalokasi sumberdaya contohnya seperti korupsi pada proyek-proyek APBD infrastruktur yang biasa terjadi di berbagai daerah di Indonesia, sehingga multiplier effect yang dirasakan terhadap pertumbuhan ekonomi sangat kecil. 170 Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Simamora dan Sirojuzilam 166 y ang melakukan penelitian pada priode 1997- 2006 di provinsi wilayah pantai timur Sumatra Utara. Hasil temuan Simamora dan Sirojuzilam adalah pengeluaran pemerintah untuk belanja rutin dan belanja pembangunan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Temuan lainnya adalah penelitian Prahara yang melakukan penelitian pada periode 2001-2008 di provinsi Kalimantan Barat kabupatenkota. Hasil temuan Prahara bahwa pengeluaran pemerintah untuk belanja modalpembangunan memiliki efek positif signifikan sebesar 0.0181 persen, yang artinya pengeluaran pemerintah untuk belanja modal berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Kemudian terakhir adalah pembahasan variabel utama dalam model ini, yaitu korupsi. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa setiap kenaikan satu indeks pada CORR indeks persepsi korupsi, akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi 48 ibukotakabupaten di Indonesia sebesar 0.0223 persen, ceteris paribus. Dengan demikian Korupsi memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia, karena variabel indeks persepsi korupsi TII merupakan indeks antara 0 sampai dengan 10, dimana angka 0 untuk terjadi korupsi yang parah, dan 10 untuk kondisi suatu daerah tidak ada korupsi, sehingga semakin tinggi indeks adalah semakin baik. Dengan demikian terbukti bahwa teori speed money yang menyatakan bahwa korupsi dapat memfasilitasi pertumbuhan kembali terpatahkan. Pengaruh negatif korupsi menunjukan korupsi menimbulkan inefisiensi dan pemborosan dari sumber ekonomi periode sebelumnya, karena hasil dari pengelolaan sumber daya ekonomi tidak seluruhnya dikembalikan sebagai modal perputaran ekonomi secara multiplier, efek multiplier yang ada menjadi lebih kecil yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara tingkat pertumbuhan yang telah dicapai dengan potensi pertumbuhan yang seharusnya bisa tercapai. 166 Simamora M, Sirojuzilam, Determinan Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat studi Kasus: Wilayah Pantai Timur, Jurnal Perencanaan dan Pembangunan Wilayah, Vol 4, No. 2, Desember 2008. 171 Koefisien yang kecil menunjukan bahwa korupsi sebenarnya dapat tumbuh beriringan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, terbukti dengan adanya berbagai daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi namun korupsi tetap terjadi dimana-mana. Walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi tidak berkualitas, artinya tidak mampu mengurangi kemiskinan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menyerap tenaga kerja dan mengurangi ketimpangan, jadi pertumbuhan ekonomi yang beriringan dengan korupsi hanya akan dinikmati segelintir kelompok tertentu, bukan oleh masyarakat disuatu daerah. Namun walaupun memiliki nilai koefisien kecil, korupsi tetap berimplikasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Korupsi berpengaruh langsung terhadap tingkat investasi, rendahnya tingkat investasi swasta karena besarnya biaya suap dalam perizinan usaha, dan terdistorsinya investasi pemerintah oleh kelompok kepentingan akan menekan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah di Indonesia menjadi lebih rendah dari potensi yang seharusnya dapat dicapai. Pertumbuhan ekonomi daerah adalah indikator utama pembangunan ekonomi daerah, sehingga pada gilirannya nanti pemerintah daerah menjadi tidak efektif menanggulangi kemiskinan dan memenuhi kebutuhan dasar, atau dengan kata lain masyarakat daerah menjadi tidak sejahtera. Hasil penelitian ini mendukung penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahman, Kisunko, Kapoor 167 terhadap 63 negara di dunia, pada periode 1990-1997, korupsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian lain yang menunjukan hubungan negatif korupsi dan pertumbuhan ekonomi adalah Dewi 168 terhadap 11 negara di Asia pada periode 1995-2000, dimana korupsi dan pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dan signifikan sebesar 1.316 pada taraf nyata 1. Dari Tabel 24, dapat dilihat pengaruh negatif korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, kemudian dapat pula dilakukan perbandingan antar daerah untuk mengukur potensi pertumbuhan ekonomi yang seharusnya 167 Rahman A, Kisunko G, Kapoor K, Loc.cit. 168 Dewi, Loc.cit. 172 dapat dicapai. Dari tingkat rata-rata korupsi 48 ibukotakabupaten di Indonesia lihat Lampiran 9 dapat diurutkan Tiga besar rata-rata paling buruk adalah Pekanbaru 3.58, Cirebon 3.71 dan Kupang 3.98. Tiga besar tingkat rata-rata paling baik adalah kota Jogjakarta 6.12, Surakarta 5.675 dan Palangkaraya 5.56. Kota Pekanbaru apabila dapat menurunkan tingkat korupsi yang artinya meningkatkan nilai indeks persepsi korupsinya, maka dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. Misalnya kita ambil perbandingannya dengan kota Jogjakarta, tingkat rata-rata korupsi Jogjakarta adalah 6.12 apabila dilakukan perbandingannya dengan Pekanbaru maka besar perbedaannya adalah 0.056 169 . Artinya, jika Pekanbaru mampu meningkatkan indeks rata-rata korupsinya pada periode tersebut sampai dengan yang dapat dicapai oleh Jogjakarta maka pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 0.056 persen lebih tinggi dari yang dicapai sekarang. Perbandingan juga dapat dilakukan terhadap daerah-daerah lainnya dengan cara yang sama untuk mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi daerah yang sesungguhnya bisa dicapai. Misalkan untuk kota Serang Banten dengan indeks persepsi korupsi IPK rata-rata 4.72 apabila dapat meningkatkan IPKnya menjadi 6.12 seperti daerah Jogjakarta maka dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya sebesar 0.031 persen 170 lebih tinggi dari sebelumnya.

5.2.4 Potensi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Analisis ICOR.

Pada studi kasus di sub-bab 5.1, telah mengungkapkan bahwa korupsi APBD dalam perburuan rente ekonomi menyebabkan terjadinya high cost economy di Provinsi Banten, Pada sub-bab 5.2 melihat dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi regional dengan sampel 48 kotakabupaten di Indonesia dengan salah satu sampel kota adalah ibukota Provinsi Banten. Sedangkan kali ini peneliti mencoba menfokuskan dampak high cost 169 0.0226.12-3.58 170 0.0226.12-4.72 173 economy yang salah satu penyebabnya adalah korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten. Hal ini dapat terlihat pada nilai Incremental Capital Output ratio ICOR Provinsi Banten. Soemitro pernah mengutarakan pada masa Orde Baru terdapat kebocoran anggaran pembangunan sebesar 30 persen di Indonesia, pemborosan itu terjadi dikarenakan beberapa faktor, yaitu: 1 Investasi dalam infrastruktur yang bersifat memakan waktu lama, sebelum investasi tersebut membuahkan hasil, 2 Adanya kesalahankelemahan teknis dalam Perencanaan, penyelenggaraan dan perawatan proyek-proyek investasi, 3 Segi negatif dalam iklim institutional penyelewengan dan penyimpangan karena tidak dipatuhinya kaidah moral secara normatif salah satunya korupsi 171 . Dengan adanya pemborosan anggaran negara untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, maka proses pembangunan menjadi terganggu, Infrastruktur terganggu, sehingga negararakyat dirugikan akibat adanya high cost economy. Perhitungan Soemitro itu berdasarkan data ICOR Indonesia yang saat itu adalah 4.9 atau 5 yang dibandingkan dengan rata-rata negara-negara ASEAN yang memiliki ICOR sebesar 3.5, sehingga terditeksi adanya pemborosan anggaran pembangunan sebesar 30 persen 172 pada masa Orde Baru ICOR Indonesia dan ASEAN tahun 1993. Besarnya pemborosan anggaran pembangunan di provinsi Banten juga dapat dihitung dengan cara yang sama, yaitu dengan menghitung nilai ICOR Provinsi Banten dan membandingkan dengan nilai ICOR daerah yang efisien di pulau Jawa dan Bali. Tabel 25 berikut menunjukan hasil perhitungan ICOR dengan lag 0 pada suatu periode waktu tertentu 173 . 171 Soemitro dalam Mahmud MF, Incremental Capital Output Ratio ICOR : Barometer Efisiensi Perekonomian Nasional, Jurnal Ekonomi Bisnis, No.1 Vol.13, april 2008, hal 28- 29. 172 1.55 x 100 173 Teori ICOR Harrod-Domar dapat merefleksikan produktivitas kapital yang pada akhirnya menyangkut pertumbuhan ekonomi yang dicapai, dengan rumus ICOR=I ∆Y, dimana I= ∆K Perubahan kapital dan ∆Y adalah perubahan output, I investasi yang dimaksud adalah investasi yang ditanam oleh swasta maupun pemerintah, besarnya investasi fisik yang direalisasikan pada suatu tahun tertentu dicerminkan dengan besarnya Pembetukan Modal Domestik Bruto PMTB, sehingga rumus yang digunakan dalam penelitian ini menjadi ICOR= PMTB PDRB -PDRB . 174 Perhitungan ICOR di atas memiliki asumsi perubahan output semata- mata hanya disebabkan perubahan kapital adanya investasi, sedangkan faktor-faktor lain dianggap ceteris paribus dan semua perubahan kapital investasi yang di tanamkan pada tahun tersebut langsung digunakan dan menghasilkan output pada tahun yang sama, atau memiliki lag 0. Tabel 25. ICOR tahun 2008 di Pulau Jawa dan Bali. Nama Provinsi ∆K ∆Y Koefisien ICOR DKI Jakarta 120 867 773.81 20 752 135.70 5.8 Jawa Barat 50 071 918.83 17 025 528.87 5.5 Jawa tengah 30 169 301.77 8 924 229.52 3.4 DI Yogyakarta 5 210 713.85 920 969.32 5.7 Jawa timur 54 702 838.69 17 134 374.34 3.2 Banten 11 537 469.70 3 756 134.53 4.6 Bali 5 616 494.83 1 403 524.28 4.0 Sumber : BPS Provinsi Banten, BPS Provinsi Jawa Barat, BPS, diolah 2013. Ket. Dalam juta rupiah. Koefisien telah di sesuaikan dengan hasil perhitungan BPS dan Bappeda di Provinsi terkait. Pada Tabel 25 menyajikan nilai ICOR Provinsi-provinsi di Jawa dan Bali, diketahui bahwa nilai ICOR paling baik adalah Jawa Timur sebesar 3.2 artinya untuk menghasilkan 1 rupiah hanya berinvestasi sebesar 3.2 rupiah. Dengan demikian, nilai ICOR Banten sebesar 4.6, dapat mencerminkan adanya pemborosan dana pembangunan di Provinsi Banten, sehingga diperkirakan adanya kebocoran sebesar 30 persen 174 dari anggaran pembangunan. Besarnya kebocoran hingga mencapai 30 persen tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi Banten pada tahun 2008 seharusnya dapat tumbuh diatas 5.8 persen, atau diperkirakan dapat mencapai 8.3 persen 175 . Dengan demikian apabila korupsi dapat diberantas, atau setidaknya dikurangi pada level daerah maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah lebih tinggi dari pencapaian yang sekarang. Kemudian pertumbuhan 174 4.6-3.2= 1.4, 1.44.6 100= 30 175 70 anggaran pembangunan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi 5.8 , artinya memiliki perbandingan 1: 0.0828. Dengan perbandingan tersebut, kebocoran anggaran sebesar 30 dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi 2.5, sehingga potensi pertumbuhan yang bisa dicapai 5.8+2.5=8.3. 175 ekonomi yang menjadi salah satu indikator pembangunan ekonomi, pada akhirnya diharapkan dapat memberikan pengaruh dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.