54
a. Aturan yang pertama ditujukan kepada organ-organ PBB untuk
menghormati “domestic affairs” suatu negara. b.
Aturan yang kedua ditujukan kepada negara-negara anggota PBB, dimana setiap negara anggota sedapat mungkin tidak menyerahkan segala urusan
yang berada dibawah kedaulatan yurisdiksinya kepada PBB untuk penyelesaian sengketa secara damai. Karena itu, organ PBB hanya
berkompetensi untuk menangani sengketa yang berada dalam ranah hukum internasional
c. Aturan yang terakhir menyangkut mengenai pengecualian terhadap prinsip
non-intervensi oleh organ PBB di dalam urusan dalam negeri suatu negara, sebagaimana diatur dalam Bab VII Piagam PBB.
Yang menjadi permasalahan adalah pasal ini tidak memberikan suatu klasfikasi yang pasti mengenai hal-hal apa yang dianggap sebagai masalah
domestic atau dalam hal apa organ PBB dapat melakukan intervensi dalam masalah domestik negara.
i. Ruang Lingkup Yurisdiksi PBB
Pasal Pasal 2 ayat 7 menentang tindakan intervensi, namun tidak melarang semua tindakan dan keputusan PBB terkait masalah domestik suatu negara.
79
79
Belatchew Asrat, op.cit., hlm. 421
Hal ini menimbulkan multitafsir terhadap bagian pasal ini. Dalam praktiknya, PBB
dapat melakukan intervensi secara langsung maupun tidak langsung dalam masalah domestic suatu negara, namun intervensi ini tidak dilakukan dengan
55
tindakan-tindakan yang mengganggu teritori suatu negara. Intervensi yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan seperti membawa masalah domestic suatu
negara dalam suatu forum PBB dan memberikan rekomendasi. Dalam hal intervensi tidak langsung seperti ini, PBB secara konsisten telah
mempraktikannya, apabila negara yang bersangkutan tidak merasa keberatan, maka biasanya PBB secara otomatis akan melaksanakan intervensi ini.
Dalam memberikan Rekomendasi atau dalam mengadakan suatu resolusi dalam suatu masalah internal suatu negara, Badan PBB haruslah membuktikan
terlebih dahulu bahwa konflik tersebut telah berkembang menjadi suatu konflik yang mendapat “international concern”perhatian internasional karena konflik
tersebut berpotensi untuk mengganggu keamanan dan perdamaian dunia.
80
Elemen “international concern” sebagai dasar yurisdiksi PBB untuk mengintervensi masalah domestic suatu negara tercermin di berbagai Resolusi
Majelis Umum PBB, sebagai contoh, Resolusi Majelis Umum PBB terkait konflik di Afrika Selatan terkait masalah apartheid. Terkait masalah ini, PBB mengatakan
bahwa apartheid adalah “ancaman besar bagi perdamaian dunia”. Oleh
karena itu segala permasalahan domestic suatu negara yang berpotensi menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional menjadi “international
concern”, yang mana akan menghapuskan kewenangan yurisdiksi negara permasalahan tersebut.
81
80
Resolusi Dewan Keamanan PBB 29 April 1946
81
Resolusi Majelis Umum PBB No. 820 IX 14 Desember 1954
PBB dalam berbagai kesempatan menunjukan kecenderungan menghubung-hubungkan suatu
56
permasalahan domestic dengan perdamaian dan keamanan internasional sebagai dasar untuk membuktikan “international concern”.
Selain intervensi dalam bentuk memberikan rekomendasi dan membuat resolusi terkait masalah domestik suatu negara, PBB juga dapat melakukan
intervensi secara langsung. PBB dapat melakukan suatu aktivitas secara langsung di wilayah teritorial suatu negara atau terlibat dalam urusan militer,
ekonomi, dan politik negara tersebut. Pasal Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB mengatur mengenai operasi angkatan bersenjata negara asing di suatu wilayah
kedaulatan negara asing. Dalam hal ini, kita dapat membedakan operasi militer PBB yang ‘non-coercive’ dan ‘coercive’. Suatu intervensi yang dilakukan secara
coercive adalah intervensi yang melanggar ketentuan pasal ini, namun intervensi non-coercive adalah intervensi yang dapat dibenarkan. Tindakan PBB tidak
dikatakan sebagai intervensi yang coercive apabila intervensi tersebut tidak ditujukan secara adil kepada semua pihak yang bersengketa.
ii. Ruang Lingkup Yurisdiksi Domestik Suatu Negara
Satu hal lagi yang merupakan hal tersulit dalam memahami Pasal Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB adalah terkait ruang lingkup kewenangan yurisdiksi domestic
domestic jurisdiction. Piagam PBB sendiri tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan yurisdiksi domestik suatu negara. Di dalam
Konferensi Fransisco 1945, masalah mengenai definisi domestic jurisdiction tidak diperbincangkan.
82
82
Seha L. Meray, op.cit., hlm. 40-42
Namun dikatakan, “Article Pasal 2 ayat 7 was deliberately
57
made ambiguous in recognition of the fact that it dealt with an issue so difficult of solution as to be better left unsolved.”
83
“The question whether a certain matter is or is not solely within the jurisdiction of a state is an essentially relative question; it depends upon the
development of international relations” Selama 26 tahun eksistensi Liga Bangsa-Bangsa LBB, hanya ada satu kasus
yang merefleksikan batasan definisi dari terminologi ini. Di dalam advisory opinion LBB dalam sengketa terkait Nationally Decrees di Tunis dan Marocco,
Mahkamah Internasional menyatakan;
84
“the right of a state to use its discretion is nevertheless restricted by obligations which it may have undertaken towards other states. In such a case,
jurisdiction, in principle, belongs solely to the state, is limited by rules of international law.”
“Apakah suatu permasalahan mutlak berada dalam yurisdiksi domestic suatu negara adalah relatif; tergantung kepada perkembangan hubungan internasional”
Mahkamah Internasional juga menegaskan bahwa dalam suatu sengketa yang secara prinsip tidak diatur dalam hukum internasional;
85
Terdapat dua hal penting yang dapat disimpulkan dari pernyataan di atas. Pertama, terkait yurisdiksi domestik tidaklah meliputi suatu persengketaan yang
secara kaku dan pasti merupakan milik suatu negara, namun ditentukan oleh fakta-fakta dari kasus yang ada. Kedua, yurisdiksi domestik suatu negara dibatasi
83
Francis O. Wicox and Carl M. marcy, Proposals For Changes in the United Nations, Washington DC 1955, hlm. 465 dikutip oleh M. S. Rajan, United Nations and World Politics,
New Delhi, Har-Anand Publications 1995, hlm. 164
84
PCIJ Reports, Ser. B. No. 4 1923
85
Ibid, hlm. 138-140
58
oleh komitmen dan kewajiban yang mungkin telah didiskusikan dengan negara- negara lain melalui perjanjian atau traktat tertentu.
86
Pasal Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB tidak mendesain hukum internasional sebagai parameter untuk mendefinisikan yurisdiksi domestik. Pada Konferensi
San Fransisco, perwakilan Amerika Serikat, John Foster Dulles menjelaskan alasan mengapa tidak dirumuskan suatu definisi yang pasti terkait masalah
yurisdiksi domestik. Hal ini karena hukum internasional selalu berkembang.
87
Pendapat lain mengatakan bahwa Psal Pasal 2 ayat 7 dibuat agar hukum internasional tetap konsisten digunakan pada masa sekarang. Namun demikian,
banyak sarjana yang berpendapat bahwa pengertian dari hukum internasional ridak perlu dilebih-lebihkan. Pertama, karena hukum internasional memang tidak
memberikan suatu definisi yang pasti mengenai yurisdiksi domestic; kedua, karena tidak ada pengaturan khusus di dalam hukum internasional terkait masalah
yurisdiksi.
88
iii. Kewenangan Menentukan Kompetensi Yurisdiksi
Hingga saat ini, dalam melakukan intervensi, PBB sendiri tidak menunjukkan suatu interpretasi yang jelas terkait isu ini karena infiltrasi berbagai
masalah politik.
Pertanyaan selanjutnya dalam memahami isi pasal Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB adalah, siapakah yang berhak menentukan apakah suatu sengketa itu berada
dalam yurisdiksi negara atau PBB. Pasal ini tidak memberikan ketentuan yang
86
Ibid, hlm. 147-148
87
D, J. Harris, Cases and Materials on International Law, London, Sweet Maxwell 1998, hlm. 973.
88
Ibid
59
memeberi kewenangan kepada badan PBB untuk memutuskannya. Terkait ini ada dua pandangan yang muncul dari para ahli hukum internasional mengenai
kompetensi ; pertama, setiap anggota PBB memberikan pendapat mengenai yurisdiksi mana yang berlaku terhadap sengketa tersebut;
89
kedua, Organ PBB adalah pihak yang paling berkompetensi untuk menentukan.
90
Sebagai contoh, pada tahun 1954, atas permintaan Yunani, Cases concerning the island of Cyprus,
suatu persengketaan terkait mengenai equality rights and self determination, dibawa di dalam agenda rapat umum Majelis Umum PBB.
91
Negara Inggris berpendapat bahwa sengketa tersebut adalah mutlak berada dibawah yurisdiksi
Inggris, karena Cyprus adalah bagian teritorial Inggris. Delegasi Turki juga mendukung pendapat Inggris, mereka mengatakan bahwa Majelis Umum PBB
tidak memiliki kompetensi terhadap sengketa tersebut sesuai pasal Pasal 2 ayat 7 Piagam PBB.
92
Melalui Resolusi 814 IX Majelis Umum PBB menolak pendapat tersebut.
93
Namun pada tahun berikutnya, Majelis Umum menolak permintaan serupa dari Yunani.
94
3. Prinsip Non-Intervensi Menurut Konvensi Internasional