1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan satu di antara penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2007 dilaporkan 80
KabupatenKota di Indonesia masih endemis malaria. Sekitar 45 penduduk berdomisili di daerah yang berisiko tertular malaria. Jumlah kasus yang dilaporkan
pada tahun 2008 sebanyak 1.624.930 orang. Jumlah tersebut kemungkinan lebih besar dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi endemis malaria adalah desa-
desa terpencil dengan sarana transportasi yang sulit dan akses pelayanan kesehatan masih rendah Depkes RI 2009.
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Di Indonesia
Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale telah diidentifikasi sebagai penyebab malaria. Plasmodiun tersebut ditularkan ke manusia oleh nyamuk
Anopheles betina. Di Propinsi Nusa Tenggara Barat angka klinis malaria tahun 2007 berjumlah
90.842 orang atau Annual Malaria Incidence AMI 21,3‰. Tahun 2008 angka klinis malaria berjumlah 103.154 orang atau AMI 23,7‰. Kasus klinis tertinggi berturut-
turut adalah Kabupaten Sumbawa, Bima, Kota Bima, Lombok Barat, Lombok Timur, Dompu, Dompu Tengah, Kota Mataram dan Sumbawa Barat.
Annual Malaria Incidence AMI kabupaten Lombok Barat pada tiga tahun terakhir adalah 21,50
o oo
pada tahun 2006, 22,50
o oo
pada tahun 2007 dan 19,89
o oo
pada tahun 2008. Desa Senggigi merupakan salah satu wilayah pelayanan kesehatan puskesmas Meninting kecamatan Batulayar. Khusus di wilayah
puskesmas Meninting kecamatan Batulayar, AMI pada tiga tahun terakhir berturut- turut adalah 6,84
o oo
pada tahun 2006, 18,42
o oo
pada tahun 2007 dan 9,47
o oo
pada tahun 2008 Dinkes Lobar 2008.
Anopheles spp yang dilaporkan ditemukan di Indonesia sebanyak 81 spesies, 16 jenis diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor. Sampai saat ini jenis yang
diketahui merupakan vektor utama di Indonesia adalah A. aconitus, A. punctulatus,
2 A. farauti, A. balabacencis, A. barbirostris, A. sundaicus dan A. maculatus Depkes
RI 2007a. Penularan dan penyebaran malaria dipengaruhi oleh faktor manusia dan
nyamuk host, Plasmodium agent dan lingkungan environment. Dengan memahami hubungan ke tiga faktor tersebut maka usaha pemutusan mata rantai
penularannya dapat direncanakan dan ditentukan dengan lebih terarah. Pengetahuan tentang bionomik nyamuk Anopheles diperlukan sebagai dasar
tindakan pengendalian vektor malaria. Habitat larva Anopheles memiliki karakteristik berbeda-beda, baik air tawar
maupun air payau yang secara langsung berhubungan dengan tanah mulai dari lingkungan pegunungan sampai pantai. Habitat larva A. sundaicus secara umum
berada di pesisir pantai dengan karakteristik berupa air payau pada rawa-rawa, laguna dan tambak ikan. Di Indonesia, larva A. sundaicus lebih menyukai air payau
dengan salinitas 1,2-1,8‰ serta ditumbuhi Enteromorpha Bonne-Wepster dan Swellengrebel 1953. Horsfall 1955 menyatakan bahwa larva A. sundaicus lebih
menyukai situasi habitat yang terbuka dan mendapat sinar matahari langsung. Ekologi desa Senggigi berupa pesisir pantai, garis pantainya terbentang
hampir sepanjang 10 km. Hamparan pasir pantai yang berwarna putih dan air laut yang membiru merupakan pemandangan yang elok. Kawasan pariwisata pantai
Senggigi telah diperkenalkan sejak tahun 1980 dan menjadi ikon pariwisata di provinsi Nusa Tenggara Barat NTB. Program Visit Lombok-Sumbawa 2012
menjadi momentum untuk mendorong provinsi NTB sebagai destinasi pariwisata kelas dunia tahun 2012. Wisatawan asing maupun domestik banyak berkunjung
untuk menikmati keindahan pantai Senggigi. Saat ini telah banyak dibangun hotel- hotel berbintang untuk melengkapi fasilitas bagi wisatawan di sepanjang pantai
tersebut. Ekologi pesisir pantai yang sesuai dengan habitat larva A. sundaicus mempunyai potensi penularan malaria di wilayah tersebut, bila malaria terjadi pada
wisatawan maka hal ini akan menurunkan pamor pantai Senggigi yang terkenal itu. Kebijakan pengendalian vektor di seluruh wilayah negara Indonesia yang telah
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah dengan melakukan kegiatan pokok penanggulangan yang meliputi: pengendalian vektor, satu diantaranya adalah
pengendalian habitat nyamuk, penatalaksanaan kasus, surveilans epidemiologi dan informasi serta penanggulangan kasus kejadian luar biasa KLB. Pemahaman baru
3 dalam pengendalian vektor terus berkembang sejak dua puluh tahun terakhir ini,
pendekatan konsep pengendalian terpadu yang berdasar pada informasi rinci tentang vektor dan lingkungannya terus dikaji. Berbagai aspek tentang vektor yang
masih memerlukan penelitian adalah habitat perkembangbiakan, bioekologi dan kemampuan spesies sebagai vektor.
1.2 Tujuan