9
selama tujuh hari dan pada suhu 20
o
C membutuhkan waktu selama 20 hari Oaks et al. 1991. Telur A. quadrimaculatus akan menetas secara optimal pada suhu 33,3
o
C, pertumbuhan instar pertama akan optimal pada suhu 32,5
o
C, sedangkan pertumbuhan instar keempat akan optimal pada suhu 30
o
C dan menyelesaikan stadium pupa secara optimal pada suhu 30,5
o
C. Pertumbuhan optimal stadium larva sampai dengan pupa secara umum pada suhu 31
o
C Huffaker 1944 dalam Clements 1963.
Larva Anopheles tidak dapat hidup dengan baik pada suhu ekstrim tinggi yang disebut “thermal death point”, karena suhu tinggi mempercepat pertumbuhan larva
bahkan menyebabkan kematian. Beberapa Anopheles mempunyai thermal death point yang berbeda, A. insulaeflorum pada suhu 40
o
C, A. minimus pada suhu 41
o
C, A. hyrcanus pada suhu 43,0-43,5
o
C, A. barbirostris pada suhu 43,5
o
C, A. culicifacies pada suhu 44
o
C, A. vagus pada suhu 44,5-45,0
o
C Thomson 1940 dalam Bates 1970.
Supriyadi 1991 menyatakan bahwa pada suhu 18 C telur A. aconitus
menetas dalam waktu 57,15 jam sedangkan pada suhu 33 C menetas dalam waktu
19,61 jam.
2.3.2 Salinitas air
Salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh keseimbangan relatif air limpahan run off dari darat, curah hujan, dan evaporasi. Berdasarkan kadar garam yang ada
di perairan salinitas dapat dibagi menjadi beberapa daerah perairan. Perkins 1974 membagi menjadi beberapa tingkatan Tabel1.
Salinitas dari habitat payau dan asin di pengaruhi oleh berubah-ubahnya luas suatu perairan, salinitas akan turun bila terjadi hujan atau aliran air tawar dan
meningkat karena evaporasi. Salinitas optimum untuk perkembangan larva A. sundaicus di Indonesia
adalah 12-18‰ Bonne-Wepster dan Swellengrebel 1953. Akan tetapi salinitas optimum tersebut tidak selalu sama diberbagai tempat untuk perkembangan larva A.
sundaicus. Tjokroprawiro 1983 mendapatkan larva A. sundaicus mampu hidup pada air dengan
kisaran salinitas 1,32-33
o oo
, Budasih 1993 mendapatkan kisaran salinitas 1-9
o oo
, Mardiana, et al. 2002 mendapatkan kisaran salinitas 9
o oo
,
10
Tabel 1. Pembagian tingkat salinitas perairan menurut Perkins 1974
Daerah Perairan Salinitas 000
Hipehalin Euhalin
Miksohalin Mikso-euhalin
Mikso – polihalin Mikso – mesohalin
alpha – mesohalin beta – mesohalin
Mikso – oligohalin alpha – oligohalin
beta – oligohalin Air tawar
40 keatas 40-30
4030 – 0.5 30, tetapi lebih rendah dari laut yang
berdekatan yang bersifat euhalin
30-18 18-5
18-10 10-5
5-0.5 5-3
3-0.5 0.5
Shinta, et al. 2003 mendapatkan kisaran salinitas 1-15
o oo
, Sukowati 2004 mendapatkan kisaran salinitas 3-3,4
o oo
dan Safitri mendapatkan kisaran salinitas 0- 16‰.
Salinitas berpengaruh terhadap mekanisme pengaturan tekanan osmosis dan ionik pada hemolim dan jaringan kulit Clements 1963. Pertukaran garam pada
tubuh larva nyamuk dengan lingkungan habitat terjadi melalui saluran pencernaan dan permukaan tubuh yang dapat ditembus garam serta air. Tubulus malpighi
berperan sebagai pengontrol mekanisme ekskresi garam dalam tubuh larva nyamuk Bates 1970.
2.3.3 pH air
pH mempunyai peranan penting dalam pengaturan respirasi dan fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman maka pH cenderung menurun, hal ini diduga
berhubungan dengan kandungan CO
2
. Boyd 1990 membuat klasifikasi pH air yaitu: 1 pH 6,5–9: tingkat yang
dibutuhkan oleh hewan air untuk bereproduksi, 2 pH 4 – 6,5: perkembangan hewan air lambat, 3 pH 4-5: hewan air tidak bereproduksi, 4 pH 4: merupakan titik
kematian asam, dan 6 pH 11: merupakan titik kematian basa. Russel et al. 1963 menyatahan bahwa pH merupakan faktor yang berpengaruh penyebaran populasi
larva nyamuk. Penelitian yang dilakukan oleh Hoedojo 1992 mengenai bionomik A.
Subpictus di Jengkalang, Flores bahwa spesies ini hidup di air dengan nilai pH 4,5–7
11
dan larva tersebut hidup bersama-sama dengan Anopheles aconictus, Culex bitaeniorhynchus dan Culex vishnui di danau, pantai dan tempat perindukannya
ditumbuhi juga oleh tanaman air. Bila pH air terlalu tinggi atau terlalu rendah maka metabolisme larva nyamuk
akan terganggu. Tubulus malphigi larva nyamuk memiliki kisaran pH 6,8-7,2 dan usus bagian belakang memiliki kisaran pH 6,6-7,2. Kondisi pH tersebut harus
dipertahankan oleh tubuh larva nyamuk agar enzim pencernaan dapat bekerja secara optimal Clements 1963.
2.3.4 Pengaruh cahaya dan bayangan terhadap larva