3 BAHAN DAN METODE
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Desa Senggigi Gambar 4 Kecamatan Batulayar, Kabupaten Lombok Barat Gambar 3. Berjarak 12 Km dari kota Mataram yang
merupakan ibu kota provinsi NTB Gambar 3 Pemda Lobar 2006. Luas desa Senggigi 6,87 Km
2
yang membujur di sepanjang pantai berbatasan sebelah Barat Selat Lombok, sebelah Timur perbukit Batulayar, sebelah Utara kecamatan
Pemenang dan sebelah Selatan desa Batulayar. Desa Senggigi secara administrasi terbagi atas tiga dusun yaitu dusun Senggigi, dusun Kerandangan
dan dusun Mangsit. Penggunaan luas tanah desa adalah 666,9 Ha berupa tanah kering dan 20,1 Ha berupa bangunan pekarangan Kec Batulayar. 2007.
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai pada bulan Maret sampai dengan Juli 2009. Jangka waktu tersebut mewakili bulan basah musim hujan dan bulan kering
musim kemarau di lokasi penelitian Pemprov NTB 2007. Frekuensi pengukuran kepadatan larva A. sundaicus, suhu, salinitas dan pH
dilakukan sebanyak 16 kali dengan rincian satu kali per minggu yang dimulai pada minggu terakhir bulan Maret sampai dengan minggu ke tiga bulan Juli
2009. Dengan asumsi dasar siklus hidup stadium larva A. sundaicus berlangsung selama tujuh sampai delapan hari Rao 1981. Pengambilan sampel dilakukan
pada setiap habitat positif larva A. sundaicus.
Gambar 3 Pulau Lombok NTB Gambar 4 Desa Senggigi
17
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi keberadaan dan penyebaran habitat larva A. sundaicus. Kegiatan yang dilakukan
berupa orientasi wilayah untuk pendugaan lokasi habitat positif larva A. sundaicus, sebaran lokasi habitat, pengukuran dimensi habitat serta penentuan
titik pengambilan sampel. Pemetaan sebaran lokasi habitat menggunakan metode penginderaan
jarak jauh remote sensing dengan alat bantu GPS Garmin 60i. Data spasial dianalisis secara sebaran menggunakan perangkat lunak Arc.ViewGIS 3.2.
3.3.2 Penelitian Inti 3.3.2.1 Pengukuran kepadatan larva A. sundaicus
Pengambilan sampel larva A. sundaicus menggunakan teknik cidukan dippers collecting technique dengan volume cidukan 300 ml, teknik cidukan
merupakan teknik koleksi larva dan pupa yang umum dipakai pada suatu permukaan perairan dengan berbagai variasi tipe luasan habitat larva nyamuk
Service 1976. Pengamatan kepadatan larva A. sundaicus lebih lanjut dilakukan dengan menentukan beberapa titik pengambilan sampel. Mula-mula ditetapkan
suatu titik sebagai awal dilakukan pencidukan, selanjutnya pada setiap jarak ± 0,5 m dilakukan pencidukan hingga didapatkan jarak ± 2,5 m dengan jumlah
cidukan sebanyak lima kali, rentang jarak tersebut selanjutnya disebut sebagai titik sampel kesatu. Untuk titik sampel kedua dan seterusnya dilakukan dengan
tata cara yang sama sambung menyambung dari titik sebelumnya mengelilingi tepian habitat.
Penyebaran larva A. sundaicus pada habitatnya tidak merata di luasan permukaan tetapi terkumpul pada tempat-tempat yang dapat dipergunakan untuk
menambatkan diri seperti tepian habitat, tanaman air yang mengapung gangganglumut dan sampah terapung.
Pada muara sungai Senggigi dan Mangsit, titik yang ditetapkan berjumlah 10 titik dengan rincian 5 titik pada sisi kiri dan 5 titik pada sisi kanan tepian
habitat. Pada laguna Kerandangan, titik yang ditetapkan berjumlah 20 titik dengan rincian 10 titik pada sisi kiri dan 10 titik pada sisi kanan tepian habitat.
Kepadatan larva dihitung dengan rumus jumlah larva A. sundaicus tertangkap dibagi banyaknya cidukan Depkes RI 2003. Larva Anopheles
18 tertangkap selanjutnya dipelihara sampai menjadi dewasa guna memudahkan
identifikasi. Penetapan spesies larva Anopheles diidentifikasi menggunakan Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia O’Connor dan
Supanto. 1979.
3.3.2.2 Identifikasi Karakteristik Habitat
Parameter yang ditetapkan untuk menggambarkan kondisi habitat secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi parameter fisika, kimia dan biologi.
Pengukuran parameter dilakukan dengan cara observasi langsung di lokasi penelitian guna melihat suhu, salinitas, pH, keberadaan naungan, keberadaan
sampah, terbuka tertutupnya pintu muara, dasar habitat, keberadaan plankton dan ganggang.
Pengukuran suhu
Suhu air diukur dengan menggunakan termometer air raksa. Prosedur pengukuran dengan cara mencelupkan termometer ke dalam sampel air selama
lebih kurang 5 menit. Pembacaan hasil pengukuran dengan melihat batas kenaikan air raksa pada skala pengukuran yang tertera pada termometer.
Pengukuran salinitas
Salinitas air diukur langsung dengan menggunakan hand refractometer. Kisaran salinitas yang dapat terukur adalah 0-25g100gr sodium chloride. Teknik
pengukuran dengan cara mengoleskan sampel air pada kaca bidik dan pembacaan hasil pengukuran dengan melihat level beda warna yang terbentuk
pada skala ukur.
Pengukuran pH
pH air diukur dengan menggunakan kertas lakmus Universal Indicator produksi Merck Darmstadt Jerman. Prosedur pengukuran dengan cara
mencelupkan sebuah kertas lakmus ke dalam sampel air. Pembacaan hasil pengukuran dengan membandingkan kertas lakmus yang telah dicelupkan pada
sampel air dengan standar warna yang tertera pada kotak pembungkusnya.
Keberadaan plankton
Pengambilan sampel guna mengetahui keberadaan dan jenis plankton dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Sampel air yang diambil sebanyak 100 liter
setiap kali ulangan pada setiap habitat yang disaring menggunakan plankton net berbahan nilon dengan ukuran mesh 80 µm Eaton dan Mery 1986. Identifikasi
jenis plankton dilakukan di laboratorium Biologi FMIPA Universitas Mataram.
19
3.4 Analisis Data
Data primer hasil pengukuran parameter karakteristik habitat dipadu dengan data sekunder indeks curah hujan, kasus malaria dan jumlah kunjungan
wisatawan dianalisis secara deskriptif serta inferensia yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis Larva Nyamuk yang Ditemukan pada Penelitian Pendahuluan
Larva nyamuk yang tertangkap saat penelitian pendahuluan diidentifikasi berjenis A. sundaicus, A. subpictus dan Culex spp. Total larva nyamuk yang
didapatkan dari tiga ulangan pencidukan pada satu titik pengambilan sampel dapat diperinci sebanyak 3 ekor pada muara sungai Senggigi, 5 ekor pada laguna
Kerandangan dan 8 ekor pada muara sungai Mangsit. Hanya ditemukan dua jenis larva Anopheles yang secara teori telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria di
Indonesia. Larva A. sundaicus ditemukan pada ketiga habitat di desa Senggigi, sedangkan A. subpictus hanya ditemukan di laguna Kerandangan Tabel 2.
Selanjutnya ketiga lokasi tersebut ditetapkan sebagai habitat potensial larva A. sundaicus dan dilakukan pengamatan lebih mendalam tentang karakteristiknya.
4.2 Keberadaan dan Sebaran Habitat Larva A. sundaicus