Pembahasan Pengaruh tepung hati cumi dalam pakan berkadar protein rendah terhadap pertumbuhan ikan lele dumbo (Clarias sp )

Tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien respirasi perlakuan A, B, dan C relatif sama yaitu sebesar 1,0. Hal ini diduga karena sebagian besar karbohidrat dikatabolisme untuk menghasilkan energi. Sedangkan pada perlakuan D diduga bahwa sebagian besar lemak dikatabolisme untuk menghasilkan energi yang dibuktikan dengan nilai koefisien respirasi sebesar 0,7. Ekskresi amonia yang relatif lebih tinggi dihasilkan oleh perlakuan A, B, dan C, sedangkan yang terendah adalah perlakuan D. Hal ini berarti bahwa asam amino yang diserap dan dimanfaatkan untuk sintesis tubuh pada perlakuan pakan berkadar protein 32 lebih efektif dari pada perlakuan lainnya.

4.2 Pembahasan

Tingkat kelangsungan hidup ikan adalah hal yang sangat penting dalam usaha akuakultur. Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh faktor kesehatan ikan, sementara kesehatan ikan dipengaruhi oleh faktor agen penyakit, kondisi lingkungan budidaya dan genetik ikan itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan tingkat kelangsungan hidup yang secara umum baik pada semua perlakuan pakan, yaitu 99,1-100. Hal ini menunjukkan bahwa ikan dapat bertahan hidup dengan baik pada media pemeliharaan dan perlakuan dalam percobaan, termasuk pakan yang diberikan. Menurut Halver 2002, bahwa nutrisi yang sesuai harus diperhatikan sebagai faktor kritis dalam mendukung pertumbuhan dan kesehatan ikan. Pakan yang disiapkan tidak hanya mengandung nutrien esensial yang disyaratkan untuk fungsi fisiologi, namun juga disiapkan sebagai media yang mengandung komponen lain yang dapat berpengaruh pada kesehatan ikan. Berdasarkan data kecernaan pakan pada Tabel 5, penurunan kadar protein menjadi 28 menyebabkan nilai kecernaan pakan menurun. Kecernaan pakan menurun sejalan dengan adanya penurunan kadar tepung bungkil kedelai serta peningkatan jagung perlakuan B dan dedak perlakuan A di dalam pakan. Hal ini berarti bahwa nutrien yang diserap dari saluran pencernaan oleh ikan yang mengkonsumsi pakan berkadar protein 28 lebih rendah dari pada pakan berkadar protein 30 dan 32. Hertrampf 2000 mengungkapkan bahwa nilai kecernaan tepung bungkil kedelai untuk channel catfish Ictalurus punctatus adalah sebesar 81,8. Sementara Wilson dan Poe 1985 berpendapat bahwa nilai kecernaan jagung adalah sebesar 59 dan dedak sebesar 66 untuk channel catfish. Dengan demikian penurunan tepung kedelai yang kecernaannya tinggi dan peningkatan jagung dan dedak yang kecernaannya rendah menyebabkan kecernaan pakan menurun. Penurunan kadar protein pakan menjadi kurang dari 32 juga menurunkan retensi protein. Namun demikian, walaupun nilai kecernaan pada perlakuan A dan B serta konsumsi pakan pada perlakuan pakan A, B, dan C relatif sama, akan tetapi efisiensi dan laju pertumbuhan harian ikan lele dumbo pada perlakuan pakan A dan C sama baiknya dan lebih tinggi dibandingkan B. Padahal energi pada perlakuan A, B, dan C relatif sama. Hal ini dikarenakan kadar protein pakan C lebih tinggi 30, sedangkan pada pakan A mengandung tepung hati cumi. Pakan A mengandung protein lebih rendah dari pada pakan C seperti yang terlihat pada Tabel 2. Akan tetapi ikan lele dumbo yang diberi pakan A dapat tumbuh sama dengan yang diberi pakan C. Menurut Shigueno 1975 bahwa profil asam amino essensial tubuh ikan dengan membandingkan pola asam amino bahan baku dan pola asam amino tubuh ikan dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan asam amino essensial. Sehingga untuk menentukan pola asam amino pakan ikan lele dapat ditentukan berdasarkan pola asam amino tubuh ikan lele. Pola asam amino pakan dihitung berdasarkan kandungan asam amino essensial pakan jagung, menir, tepung gaplek, tepung bungkil kedelai, MBM meat and bone meal, PBPM Poultry by product meal, tepung bulu, tepung ikan dan tepung hati cumi seperti pada Lampiran 19 sampai 30. Komposisi asam amino percobaan disajikan pada Tabel 6 dan pola asam amino disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 memperlihatkan bahwa semua pakan perlakuan mempunyai pola asam amino yang menyerupai pola asam amino tubuh ikan lele. Dengan demikian secara umum profil asam amino semua pakan perlakuan relatif sama. Akan tetapi adanya kesamaan efisiensi pakan dan laju pertumbuhan perlakuan A dengan perlakuan C diduga bahwa ada kandungan nutrien tertentu dari tepung hati cumi yang dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan ikan sehingga lebih baik dari pada perlakuan B. Tabel 6 Komposisi asam amino essensial pakan percobaan protein Asam amino essensial Tubuh ikan lele Perlakuan A B C D Arginin 6,67 4,39 4,30 4,55 4,62 Histidin 2,17 1,49 1,47 1,57 1,59 Leusin 7,4 4,47 4,44 4,55 4,50 Isoleusin 4,29 2,60 2,58 2,68 2,68 Lisin 8,51 4,39 4,33 4,53 4,56 Metionin 2,92 1,21 1,17 1,22 1,19 Fenilalanin 4,14 2,62 2,59 2,68 2,67 Treonin 4,41 2,48 2,49 2,66 2,72 Triptofan 3,28 1,39 1,39 1,41 1,37 Valin 5,15 3,03 3,02 3,19 3,22 Data dari Wilson dan Poe 1985. Gambar 3 Komposisi asam amino dalam empat jenis pakan perlakuan dan tubuh ikan lele. Tepung hati cumi mengandung 50,8 protein kasar dan 17,2 lemak kasar hertrampf, 2000, kolesterol 3,0 mgg, omega 3 DHA dan EPA sebanyak 30 dari lemak total Ye Cherng, 2009, juga mengandung vitamin B1, B2, B6, B12, Niacin, asam pantotenat, biotin dan kolin Jesse, 2009. Cumi pun mengandung mineral seperti kalsium dan fosfor Kreuzer, 1986. Kandungan nutrien ini diduga dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan dan efisiensi pakan, terutama peran dari elemen-elemen mikro vitamin dan mineral sebagai 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 Arg His Leu Ileu Lys Met Fen Thr Thy Val Tubuh Lele Pakan D Pakan C Pakan A Pakan B 6,67 4,62 4,55 4,39 4,30 3,02 3,03 3,19 3,22 5,15 pemercepat pertumbuhan growth accelerant. Guillame et al., 1990 berpendapat bahwa cumi mengandung beberapa faktor pertumbuhan yang tidak terindentifikasi, yang biasa disebut dengan squid factor. Menurut GEM 2001 tepung hati cumi berperan membantu menjaga keseimbangan nutrien-nutrien jika ditambahkan pada pakan dan berperan dalam penyimpanan protein sehingga menunjang pertumbuhan ikan. Ditambahkan pula oleh Mai et al. 2006 bahwa tepung jeroan cumi dapat berperan sebagai pemercepat pertumbuhan yang dibuktikan dengan penambahan 50 dan 100 gkg pada pakan dapat menghasilkan pertumbuhan terbaik pada Japanese seabass Lateolabrax japonicus. Demikian pula laju pertumbuhan spesifik lebih tinggi didapatkan pada perlakuan pakan yang mengandung 50 atau 100 gkg pada large yellow croaker Pseudosciaena crocea R Li et al., 2009. Sementara Penaeus japonicus mengalami peningkatan pertumbuhan dari 30 menjadi 50 ketika disuplementasikan tepung cumi pada pakan yang diberikan Hertrampf, 2000. Tepung hati cumi juga mengandung glisin dan betain yang dapat meningkatkan palatabilitas pakan Ye Cherng, 2009, seperti yang telah dibuktikan oleh Alberto et al. 2006 yang menambahkan 0,5 dan 1,0 tepung hati cumi pada pakan Litopenaues vannamei yang dapat berfungsi sebagai atraktan. Nobukazu et al., 2006 berpendapat bahwa pakan yang mengandung tepung hati cumi sampai 30 mampu meningkatkan jumlah konsumsi pakan. Namun pada penelitian ini fungsi ini tidak terlihat karena jumlah konsumsi pakan pada perlakuan B tidak lebih banyak dari pada yang lainnya. Jika dilihat dari sisi kandungan energi antara pakan A dan pakan C, energi yang ada pada kedua pakan tersebut hampir sama, namun dapat menghasilkan pertumbuhan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan tingkat protein dengan kandungan energi yang relatif sama dengan pakan berkadar protein tinggi, dapat menghasilkan pertumbuhan yang relatif sama baiknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kurnia 2002 bahwa pakan yang mengandung protein 37,4 dengan kandungan energi 3327,11 kkalkg dan pakan berprotein 29,1 dengan kandungan energi 3341,11 kkalkg menghasilkan efisien pakan dan laju pertumbuhan yang sama tingginya pada benih ikan baung Mystus nemurus C.V. Selanjutnya Sutajaya 2006 mengemukakan bahwa fingerlings ikan mas Cyprinus carpio dapat tumbuh dengan baik dengan pemberian pakan berkadar protein 31,15 dengan energi 2432,44 kkalkg yang sama baiknya dengan pakan berprotein 28,08 dengan energi 2560,9 kkalkg. Pemanfaatan protein untuk pembentukan jaringan yang cukup tinggi pada pakan D didukung oleh kecenderungan ikan lele dumbo menggunakan lemak sebagai protein sparring effect dalam metabolismenya untuk menghasilkan energi. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien respirasi 0,7. Lemak dan karbohidrat merupakan sumber energi non protein. Jika energi dari lemak dan karbohidrat sudah cukup, maka protein pakan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan NRC, 1983. Ini ditunjang pula dengan rendahnya nilai ekskresi amonia yang dihasilkan. V KESIMPULAN a. Pakan berkadar protein rendah 28 yang mengandung tepung hati cumi menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang dapat mengimbangi pakan berkadar protein 30. b. Pakan yang mengandung protein 32 menghasilkan pertumbuhan tertinggi karena ikan pada kelompok ini dapat menggunakan pakan lebih efisien yang ditunjang dengan ekskresi amonia yang lebih rendah. DAFTAR PUSTAKA Afrianto E, Liviawaty E. 2005. Pakan ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Alberto N, S.A. Marcelo VC, Felipe Andriola NF, Lemos Daniel. 2006. Behavioral response to selected feed attractants and stimulants in Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei. Aquaculture 260: 244-254. Ali A, Al-Ogaily SM, Al-Asgah NA, Goddard J, S Ahmed IS. 2007. Effect of feeding different protein to energy PE ratio on the growth performance and body composition of Oreochromis niloticus fingerlings. Journal of Applied Ichthyology 24: 31 – 37. http:www3.interscience. wiley.comjournal. [21 Agustus 2008]. Ali MZ, Jauncey K. 2004. Optimal dietary carbohydrate to lipid ratio in African catfish Clarias gariepinus Burshell 1822. Aquaculture international 12: 169-180. Ali MZ, Jauncey K. 2005. Approaches to optimizing dietary protein to energy ratio for African catfish Clarias gariepinus Burchell, 1822. Aquaculture Nutrition 11 : 95-101. http:www3.interscience. wiley.comjournal. [21 Agustus 2008]. Degani GA, A. Horowitz, D. Levanon. 1985. Effect of protein level in purified diet and density, ammonia and O 2 level on growth of juvenile European eels Anguilla anguilla L.. Aquaculture 46: 193-200. Dosdat A, F. Servais R, Metailler C, Huelvan, E. Desbruyeres. 1996. Comparisons of nitrogenous losses in five teleost fish species. Aquaculture 141: 107-127. Eckert R, David R, and George A. 1980. Animal physiology. Mechanisme and adaptation. Third edition. Prentice and Hall, New York. Fagbenro OA. 1996. Apparent digestibility of crude protein and gross energy in some plant and animal-based feedstuff by Clarias inherences Siluriformes: Clariidae Syndenham 1980. Journal of Applied Ichtyology 12: 67-68. Furuichi, M. 1988. Fish Nutrition. P. 1-78. In Fish Nutrition and Mariculture. JICA Text book. The General Aquaculture Course. T. Watanabe Ed. Departement of Aquatic Bioscience, Tokyo University of Fisheries. GEM. 2001. Squid liver powder. http:www.gemcorp.co.krslpo.html. [15 Agustus 2009] Guillame J, Cruz-Ricque E, Cuzon G, Warmhoudt A, Revol A. 1990. Growth factors in penaeid shrimp feeding. Aquacop Ifremer Actes de Colloque 9: 327-338. Halver JE. 1989. Fish nutrition. University of Washington, Seatle. 789 pp. Halver JE, Ronald WH. 2002. Fish nutrition. United States of America. Academic Press An Imprinr of Elsevier Science. Helper B. 1990. Nutrition of pond fishes. Cambridge University Press. Cambridge, New York. 388 p. Hertrampt JW, P.F Pascual. 2000. Handbook on ingredients for aquaculture feeds. Kluwer Academic Publishers. Belanda. Huisman B. 1990. Nutrition of pond fishes. Cambridge University Press, 388 pp Jantrarotai W, Sitasit P, Jantrarotai P, Viputhanumas T, Srabua P. 2007. Protein and energy levels for maximum growth, diet utilization, yield of edible flesh and protein sparing of hybrid Clarias catfish Clarias macrocephalus×Clarias gariepinus. Journal of the World Aquaculture Society 29: 281- 289. http:www3. interscience. wiley. comjournal. [21 Agustus 2008]. Jesse. 2009. Squid liver meal Squid liver powder. http:www.riverocean.com.twuploadSLM.pdf. [23 Juni 2009] Jobling M. 1994. Fish bioenergetic. The Norgewian College of Fishery Science University of Tromso, Norway, Chapman and Hall. 308 pp. Kashio S, S.I. Teshima, Kanazawa, Watase. 1993. The effect of dietary protein content on growth, digestion efficiency and nitrogen excretion of juvenile kuruma prawn, Penaeus japonicus. Aquaculture 113: 101-114. Kurnia A. 2002. Pengaruh pakan dengan kadar protein dan rasio energi protein yang berbeda terhadap efesiensi pakan dan pertumbuhan benih ikan baung Mystus nemurus C.V [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kreuzer R. 1986. Squid-seafood extraordinaire. Infofish 6: 29-32. Li MH, Robinson EH, Hardy R. 2000. Protein source for feeds. In: Styckney RR .editor. Encyclopedia of Aquaculture. John Wilwy and Sons, New York, p: 688-695 Li H, Mai K, Ai Q, Zhang C, Zhang C, Zhang L. 2009. Effect of dietary squid viscera meal on growth and cadmium accumulation in tissue of large yellow croaker, Pseudosciaena croacea R. Front Agriculture China: 31: 78-83. Lim C, Klesius PH. 2004. Use of aternatif protein source in diet of warm water fishes. Abstrak 11 th International Symposium on Nutrition and Feeding in Fish. Phuket Island, 2-7 Mei 2004. hlm 30. Lovell T. 1988. Nutrition and feeding of fish. An a VI book. Published by Van Nonstrand Reinhold. New York. hlm 427. ---------- 1989. Nutrition and feeding of fish. Auburn University.Van Nostran Reinhold, New York. 260 pp. Mai K, Li H, Ai Q, Duan Q, Xu W, Zhang C, Zhang L, Tan B, Liufu Z. 2006. Effect of dietary squid viscera meal on growth and cadmium accumulation in tissue of Japanese sea bass, Lateolabrax japonicus Cuvier 1828. Aquaculture Research 37: 1063-1069. Mokoginta I. 1986. Kebutuhan Ikan Lele Clarias batrachus Linn akan asam- asam Lemak Linoleat dan Linolenat [tesis]. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Ming FW. 1985. Ammonia excretion rate as an index for comparing efficiency of dietary protein utilization among rainbow trout Salmo gaidneri different strains. Aquaculture 46:27-35. Nobukazu S, Takashi F, Shigeharu N. 2006. Availability of squid liver meal as diet of fingerlings rockfish. Nippon Suisan Gakkaishi 72: 401-407. NRC National Research Council. 1983. Nutrient requirement of warmwater fishes and shellfishes. Revised edition. National Academy of sciencec Washington D.C. 215 pp Pandian TJ. 1989. Protein Requirment of Fish and Prawns Cultured In Aia. P 11- 12. In S.S. Silva ed Fish Nutrition Reseach in Asia. Proceedings of The Third Asia Fish Nutrition Network Meeting. Asian Fish. Soe. Spec. Publ 1989 . 4. manila, Philipines. Pearson WE and Biol MI. 1988. The Nutrition of fish. F. Hoffman – La Rotche and Co, Ltd. Basle. Switzerland. Rabegnatar INS, dan W. Hidayat. 1992. Estimasi perbandingan optimal energi protein dalam pakan buatan untuk pembesaran benih ikan lele Clarias batrachus dalam keramba jarring apung. Pros. Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor. hlm 19-28. Robinson EH, Li MH. 2002. Technical Bulletin 1041. Miss. Agr. Forest. Exp. Sta., Mississipi State University. Mississippi State. Sa R, P.P Ferreira A, O Teles. 2006. Effect of dietary protein and lipid levels on growth and feed utilization of white sea bream Diplodus sargus juveniles. Aquaculture Nutrition 12: 310-321. http:www3. interscience. wiley.comjournal. [21 Agustus 2008]. Shigueno K. 1975. Shrimp culture in Japan. Association for International Technical Promotion. Tokyo. Subamia IW, N. Suhenda, E. Tahapri. 2003. Pengaruh pemberian pakan buatan dengan kadar lemak yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan jambal Siam Pangasius hypopthalmus. Jornal Pen. Perik. Indonesia 91: 37-42. Suhenda N. 1988. Pertumbuhan benih ikan lele Clarias batrachus yang mendapatkan ransum dengan kadar protein dan energi yang berbeda [tesis]. Bogor : Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suhenda N. 1997. Penentuan kebutuhan kadar protein pakan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan jambal siam Pangasius hypophthalmus. Prosiding Seminar Nasional Keanekaragaman Hayati Ikan 117 3: 285-289. http:www3. interscience. wiley.comjournal. [21 Agustus 2008]. Suhenda N, S. Yanta. 2003. Penentuan kebutuhan nutrien protein dan lemak benih ikan patin jambal Pangasius hypophthalmus, p. 1-15. Pros. Seminar Hasil Reset Perikanan Budidaya Air Tawar. Balai Reset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor. Suhenda N, L. Setijaningsih, Y. Suryanti. 2003. Penentuan rasio antara kandungan karbohidrat, dan lemak pada benih ikan patin jambal Pangasius sutchi. Jurnal Perikanan Indonesia 91: 31-36. Suryaningsih D. 1997. Koefisien respirasi dan ekskresi NH 3 , benih ikan gurame Osphronemus gouramy yang diberi pakan dengan rasio energi protein 6, 8 dan 10 kkal DEg protein [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suryanti YA. 2003. Pengaruh protein pakan isaokalori terhadap pertumbuhan benih ikan jelawat Leptobabus hoaveni Blkr. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sutajaya R. 2006. Pengaruh perbedaan kadar protein dan rasio energi protein pakan terhadap kinerja pertumbuhan fingerlings ikan mas Cyprinus carpio [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Syamsunarto, Mas Bayu. 2008. Pengaruh rasio energi-protein yang berbeda pada kadar protein pakan 30 terhadap kinerja benih pertumbuhan ikan patin Pangasius hypotalmus [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Takeuchi T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrients, p 179-233 In: Watanabe Ed. fish nutrition and mariculture. Kanagawa International Fisheries Training Centre. Japan International cooperation agency JICA, Japan. Tobuku R. 2008. Lemak daging dan kinerja pertumbuhan ikan patin Pangasius hypophthalmus yang diberi pakan dengan rasio karbohidrat dan lemak berbeda [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Okorie OE, Kim YC, Lee S, Bae JY, Yoo JH, Han K, Bai SC, Park GJ, Choi SM. 2007. Reevaluation of the dietary protein requirements and optimum dietary protein to energy ratios in Japanese eel, Anguilla japonica. Journal of the World Aquaculture Society 38: 418-426. http:www3. interscience. wiley.comjournal. [21 Agustus 2008]. Watanabe T. 1988. Fish nutrition and mariculture, JICA Text Book. The General Aquaculture Course. Departement of Aquatic Bioscience. Tokyo University of fisheries. Tokyo. Wilson RP. 2002. Amino acid and protein. Di dalam: Halver JE editor. Fish nutrition. University of Washington, Seatle, 824 pp. Wilson RP, Poe WE. 1985. Apparent inability of channel catfish to utilize dietary mono and disaccharides as energy sources. J. Nutrition 117:280 – 285. Ye Cherng Industrial Product Co. LTD. 2009. Squid liver powder. http: wwwyecherng.com [26 Juni 2009] LAMPIRAN Lampiran 1 Denah ruang pemeliharaan ikan uji 1 11 2 4 3 6 5 7 8 9 10 12 13 14 15 Pintu Meja pakan Aquarium Aquarium cadangan Tandon air Aquarium bertingkat Ukuran Ruangan = 6 m x 4 m Lampiran 2 Komposisi proksimat tubuh awal ikan lele dumbo Ulangan K.air K.abu Protein Lemak 1 78,3 3,87 13,51 3,32 2 78,44 4 14,91 2,95 Rata-rata 78,37 3,935 14,21 3,135 Lampiran 3 Komposisi proksimat tubuh akhir ikan Lele dumbo Perlakuan K.air K.abu Protein Lemak A1 74,79 3,70 15,26 6,01 A2 73,89 4,02 15,47 5,82 A3 74,22 3,45 15,07 6,84 Rata-rata 74,30 3,72 15,27 6,22 B1 73,16 3,44 16,24 6,45 B2 73,05 3,09 16,56 7,18 B3 73,31 3,58 15,35 7,51 Rata-rata 73,17 3,37 16,05 7,05 C1 72,92 4,69 15,07 6,96 C2 73,86 3,90 15,78 6,21 C3 73,75 3,12 15,26 7,05 Rata-rata 73,51 3,90 15,37 6,74 D1 73,51 3,25 17,35 5,28 D2 74,74 3,40 16,12 4,27 D3 74,39 3,77 16,27 4,38 Rata-rata 74,21 3,47 16,58 4,64 Lampiran 4 Parameter-parameter yang diuji pada penelitian a. Tingkat konsumsi pakan Tingkat konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama pemeliharaan. Tingkat konsumsi ikan dapat dihitung dengan cara menimbang jumlah pakan ikan yang dikonsumsi ikan setiap harinya selama masa pemeliharaan.

b. Laju pertumbuhan harian