Hubungan Motivasi Perawat dan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam.

(1)

HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT DAN SUPERVISI

KEPALA RUANGAN TERHADAP KINERJA PERAWAT

DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA

LUBUK PAKAM

TESIS

Oleh

JUNI MARIATI SIMARMATA

127046033 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT DAN SUPERVISI

KEPALA RUANGAN TERHADAP KINERJA PERAWAT

DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA

LUBUK PAKAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan

pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUNI MARIATI SIMARMATA

127046033 / ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 12 September 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME Anggota : 1. Diah Arruum, S.Kep.,Ns.,M.Kep

2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D 3. Roxsana Devi Tumanggor, SKep, Ns, M.Nurs


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN MOTIVASI PERAWAT DAN SUPERVISI

KEPALA RUANGAN TERHADAP KINERJA PERAWAT

DI RUMAH SAKIT GRAND MEDISTRA

LUBUK PAKAM

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademis di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 12 September 2014


(6)

Judul Tesis : Hubungan Motivasi Perawat dan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Nama Mahasiswa : Juni Mariati Simarmata

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Motivasi yang maksimal dihubungkan dengan kinerja yang baik. Sebaliknya, motivasi yang kurang dihubungkan dengan kinerja yang buruk. Kinerja seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi yang dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja. Kinerja yang maksimal adalah fungsi dan interaksi antara kompetensi dan peluang sumber daya pendukung yaitu bagaimana supervisi dilakukan terhadap kinerja tersebut. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hubungan korelasi antara variabel yang bebas dan variabel yang terikat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap sebanyak 162 orang dengan melakukan teknik purposive sampling diperoleh sampel 115 orang. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan motivasi perawat pada kategori cukup, supervisi kepala ruangan pada kategori cukup dan untuk hasil dari kinerja perawat berada pada kategori baik dengan nilai p-value= 0,93 (> 0,05)dan r= 0,07 yang artinya tidak ada hubungan motivasi dengan kinerja


(7)

perawat dan p-value= 0,67 (> 0,05) r= 0.04 yang artinya tidak ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dengan tingkat kekuatan hubungan sangat rendah. Saran pada penelitian ini untuk meningkatkan motivasi perawat dan sistem kegiatan supervisi kepala ruangan berdasarkan pada aturan dari Rumah Sakit Grand Medistra yaitu dari sisi kegiatan supervisi, jadwal kegiatan supervisi, aspek yang disupervisi, juga teknik yang dilakukan oleh kepala ruangan yang tidak dipahami oleh perawat yang disupervisi, sedangkan kepala ruangan sebagai supervisor tidak dibebankan turut serta melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien sehingga mempunyai waktu untuk kegiatan supervisi yang sebenarnya. Untuk itu, maka dibutuhkan pengawasan yang baik dari pimpinan dalam bentuk supervisi yang akan menghasilkan kinerja perawat yang baik dan sesuai standar.


(8)

Thesis Title : Correlation of Nurses Motivation and Nursing Cheaf Supervision with Nurses’ Performance in Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam

Name : Juni Mariati Simarmata

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

Motivation as the main concept in management and leadership process is highly needed in nursing care in order to motivate nurses to work more efficiently, effectively, and productively by providing good supervision technique. The research used quantitative approach with correlation analysis test which was aimed to reveal the correlation between independent variables and dependent variable. The population was 162 nurses in the inpatient wards, and 115 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using Spearman correlation test. The result of the research showed that p-value = 0.93 (> 0.05) and r = 0.07 which indicated that there was the correlation between motivation and nurses’ performance and p-value = 0.67 (> 0.05) r = 0.04 which indicated that there was no correlation between nursing cheaf supervision and nurses’ performance in Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam, Deli Serdang District with the low level of the correlation strength. From the result of the research, it is


(9)

recommended that the system should be improved to motivate nurses from basic needs and to improve the implementation of nursing cheaf to be good, and to improve the weaknesses and the negative things in implementing nurses’ job so that their performance can be evaluated according to the planning, systematically, and sustainably and to obtain information about their optimal achievement so that reward and punishment and good performance can be achieved.

Keywords: nurses motivation, ward heads supervision, nurses performance


(10)

1. KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tesis ini dengan judul Hubungan Motivasi Perawat Dan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS, selaku Sekretaris Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku pembimbing I dalam penulisan laporan tesis ini.

5. Ibu Diah Arruum, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing II dalam penulisan laporan tesis ini.

6. Para dosen dan staff Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses penyelesaian laporan tesis.

7. Ibu Liberta Lumbantoruan.,M.Kep, Ibu Mazly Astuty.,M.Kep, dan Bapak Achmad Fathi.,MNS selaku expert dalam uji validitas kuesioner tesis ini.


(11)

8. dr.Arif Sujatmiko selaku pimpinan Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam sebagai lokasi penelitian tesis ini.

9. dr.Alprindo Sembiring selaku pimpinan Rumah Sakit Sembiring Deli Tua sebagai lokasi uji reliabilitas tesis ini.

10.Drs. Johannes Sembiring M.Pd dan Drs. David Ginting, M.Pd selaku pimpinan Yayasan MEDISTRA dan Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam yang telah banyak memberikan dukungan materi dalam penyelesaian laporan tesis.

11.Kepada Orang tua: Drs. Sarmula Simarmata dan Delima Sihombing,S.pd, Saudara/i: Dewi Kartika Simarmata, Am.Keb.,SKM, Daniati Simarmata,S.Kep, Sopian Mula Haposan Simarmata,AMK, Sandro Sumando Simarmata, Henry Christian Simarmata, yang telah banyak memberikan dorongan moril dalam penyelesaian laporan tesis.

12.Kepada Suami: Brigadir Edwin Tanda Raja Manurung dan putra: Pangeran EL Nino Manurung yang telah banyak memberikan dukungan materi dan dorongan moril dalam penyelesaian laporan tesis.

13.Rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini. Penulis menyadari laporan tesis ini masih banyak kekurangan sehingga penulis sangat berharap mendapat bimbingan dari berbagai pihak untuk memberikan masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan laporan tesis


(12)

ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan tesis ini dan harapan penulis semoga bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, 12 September 2014 Penulis


(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Juni Mariati Simarmata

Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 17 Juni 1988

Alamat : Kompleks Medistra, Jln. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

No. Telp./Hp : 082276597831

Email : juni_mariati31@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:

Jenjang pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus SD SDN Negeri No.096915 2000

Pematang Siantar 2003 SMP SMP Negeri 1 Pematang Siantar 2006 SMA SMA Swasta Methodist

Pematang Siantar 2009 Diploma III Akper Medistra Lubuk Pakam 2011 S-1 S-1 Keperawatan Non-Reguler

STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam 2011 Profesi Ners S-1 Keperawatan Non-Reguler 2012 STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam

Magister Fakultas Keperawatan 2014 Universitas Sumatera Utara


(14)

Riwayat Pekerjaan:


(15)

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ……… viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 . PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan... 9

1.3. Tujuan Penelitian... 10

1.4. Hipotesis... 10

1.5. Manfaat Penelitian...10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja... 12

2.2 Supervisi...20

2.3. Kinerja ... 42

2.4. Landasan Teori... 57

2.5. Kerangka Konsep Penelitian...62

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ...63

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 63

3.3. Populasi dan Sampel... 63

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 64

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 65

3.6. Metode Pengukuran ... 67

3.7. Metode Analisis Data... 71

3.8. Pertimbangan Etik... 73

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………..73


(16)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1.Motivasi Perawat………...……….….82

5.2.Supervisi Kepala Ruangan……..……….92

5.3.Kinerja Perawat……….…..99

5.4 .Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja ……… 102

5.5 Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja perawat ..105

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan……….…………..110

6.2. Saran……….……111

DAFTARPUSTAKA...112


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Definisi Operasional………..………….66 Tabel 3.2. Nilai Koefisien Korelasi r...73 Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat ……….………….76 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kategori Motivasi Perawat………….………..77 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Supervisi Kepala Ruangan…..……...77 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kategori Kinerja Perawat………... 78 Tabel 4.5. Hubungan Motivasi Perawat Dan Kinerja Perawat…………..…….. 78 Tabel 4.6. Hubungan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat….. 79 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden untuk Kuesioner

Motivasi Perawat, Supervisi Kepala Ruangan dan Kinerja


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1. Standarisasi Kegiatan pada Motivasi

Perawat... 7 Gambar 1.2. Standarisasi Kegiatan pada Supervisi Kepala Ruangan ... 8


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Instrumen Penelitian...119 Lampiran 2 Biodata Expert...130 Lampiran 3 Ijin Penelitian...143


(20)

Judul Tesis : Hubungan Motivasi Perawat dan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam. Nama Mahasiswa : Juni Mariati Simarmata

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2014

ABSTRAK

Motivasi yang maksimal dihubungkan dengan kinerja yang baik. Sebaliknya, motivasi yang kurang dihubungkan dengan kinerja yang buruk. Kinerja seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi yang dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja. Kinerja yang maksimal adalah fungsi dan interaksi antara kompetensi dan peluang sumber daya pendukung yaitu bagaimana supervisi dilakukan terhadap kinerja tersebut. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan hubungan korelasi antara variabel yang bebas dan variabel yang terikat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap sebanyak 162 orang dengan melakukan teknik purposive sampling diperoleh sampel 115 orang. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan motivasi perawat pada kategori cukup, supervisi kepala ruangan pada kategori cukup dan untuk hasil dari kinerja perawat berada pada kategori baik dengan nilai p-value= 0,93 (> 0,05)dan r= 0,07 yang artinya tidak ada hubungan motivasi dengan kinerja


(21)

perawat dan p-value= 0,67 (> 0,05) r= 0.04 yang artinya tidak ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dengan tingkat kekuatan hubungan sangat rendah. Saran pada penelitian ini untuk meningkatkan motivasi perawat dan sistem kegiatan supervisi kepala ruangan berdasarkan pada aturan dari Rumah Sakit Grand Medistra yaitu dari sisi kegiatan supervisi, jadwal kegiatan supervisi, aspek yang disupervisi, juga teknik yang dilakukan oleh kepala ruangan yang tidak dipahami oleh perawat yang disupervisi, sedangkan kepala ruangan sebagai supervisor tidak dibebankan turut serta melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien sehingga mempunyai waktu untuk kegiatan supervisi yang sebenarnya. Untuk itu, maka dibutuhkan pengawasan yang baik dari pimpinan dalam bentuk supervisi yang akan menghasilkan kinerja perawat yang baik dan sesuai standar.


(22)

Thesis Title : Correlation of Nurses Motivation and Nursing Cheaf Supervision with Nurses’ Performance in Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam

Name : Juni Mariati Simarmata

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2014

ABSTRACT

Motivation as the main concept in management and leadership process is highly needed in nursing care in order to motivate nurses to work more efficiently, effectively, and productively by providing good supervision technique. The research used quantitative approach with correlation analysis test which was aimed to reveal the correlation between independent variables and dependent variable. The population was 162 nurses in the inpatient wards, and 115 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using Spearman correlation test. The result of the research showed that p-value = 0.93 (> 0.05) and r = 0.07 which indicated that there was the correlation between motivation and nurses’ performance and p-value = 0.67 (> 0.05) r = 0.04 which indicated that there was no correlation between nursing cheaf supervision and nurses’ performance in Grand Medistra Hospital, Lubuk Pakam, Deli Serdang District with the low level of the correlation strength. From the result of the research, it is


(23)

recommended that the system should be improved to motivate nurses from basic needs and to improve the implementation of nursing cheaf to be good, and to improve the weaknesses and the negative things in implementing nurses’ job so that their performance can be evaluated according to the planning, systematically, and sustainably and to obtain information about their optimal achievement so that reward and punishment and good performance can be achieved.

Keywords: nurses motivation, ward heads supervision, nurses performance


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat dan rumah sakit merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Perawat memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan pada pelayanan di rumah sakit. Apabila perawat memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan baik, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi rumah sakit. Di sisi lain, roda tidak berjalan baik kalau perawat bekerja tidak produktif, artinya perawat tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah (Depkes RI, 2004).

Motivasi merupakan faktor penting yang merupakan proses membangkitkan semangat bekerja, prilaku mempertahankan, dan prilaku penyaluran dalam kegiatan yang positif. Seorang perawat harus termotivasi untuk memiliki kualitas perawatan pasien, untuk mengembangkan efisiensi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Motivasi terbentuk dari sikap seorang perawat dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi perawat merupakan kondisi yang menggerakkan diri perawat yang terarah untuk mencapai tujuan kerja (Ilyas, 2001).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Moody (2006) di salah satu rumah sakit di Indiana di Amerika Serikat menggambarkan model motivasi kerja perawat relevan dengan sikap kepedulian manusia kerja keperawatan profesional.


(25)

Model ini berasal dari teori-teori yang dipilih dari prilaku motivasi dan motivasi kerja. Teori berbasis bukti menangani motivasi kerja perawat.

Penelitian yang dilakukan oleh Sarminah (2006) di salah satu perusahaan manufaktur di Malaysia, menyatakan bahwa ada hubungan motivasi terhadap kinerja karyawan yang dinyatakan dengan kepuasan kerja karyawan di perusahaan tersebut.

Ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan menurut Herzberg (1966), dua faktor itu disebut faktor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah kebijakan personalia dan praktek–praktek manajemen perusahaan dimana suatu pekerjaan dilakukan, supervisi teknis yang diterima pada pekerjaan tersebut, hubungan antara individu dengan supervisor dengan kolega, dan kualitas kerja (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah pencapaian/penyelesaian pada suatu pekerjaan, pengenalan untuk menyelesaikan pekerjaan, sifat pekerjaan dan tugas itu sendiri, kelanjutan dan pertumbuhan dalam kemampuan pekerjaan (faktor intrinsik) (Hasibuan, 1999).

Penelitian yang dilakukan oleh Ocampo (2010) di salah satu rumah sakit di Ekuador, menganalisis hubungan motivasi dokter dan mengidentifikasi aspek administrasi pekerjaan yang bisa memiliki korelasi langsung dengan personal motivasi dokter dengan kinerja. Studi ini meneliti motivasi dokter Ekuador oleh


(26)

menerapkan teori motivator-hygiene Herzberg tentang kepuasan kerja. Hasil mengkonfirmasi bahwa faktor administrasi mempengaruhi motivasi dokter kinerja sektor publik Ekuador.

Motivasi yang maksimal dihubungkan dengan kinerja yang baik. Sebaliknya, motivasi yang kurang dihubungkan dengan kinerja yang buruk. Kinerja seseorang kadang-kadang tidak berhubungan dengan kompetensi yang dimiliki, karena terdapat faktor diri dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kinerja. Kinerja yang maksimal adalah fungsi dan interaksi antara kompetensi dan peluang sumber daya pendukung (Gibson, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Botez (2002) di salah satu rumah sakit di Roma yang menyatakan bahwa motivasi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja sumber daya manusia di rumah sakit (perawat) yang mempengaruhi dari faktor intrinsik dan ekstrinsik perawat saat bekerja.

Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2009) di medan, yang menyatakan bahwa, motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Soehartono (2004) yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perawat. Hasil tersebut dapat diartikan dengan motivasi tinggi maka kinerja perawat dalam mendukung penerapan program di rumah sakit akan semakin tinggi pula.

Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu


(27)

maupun kelompok kerja personal. Penampilan hasil karya tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional dan struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel dalam organisasi (Ilyas, 2002).

Kinerja perawat harus sesuai dengan standar kinerja, yaitu memberikan pelayanan perawatan pada pasien dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi lima tahap yaitu: pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang masing-masing berkesinambungan dan berkaitan satu sama lainnya yang sesuai dengan penilaian kinerja perawat di rumah sakit. Sesuai dengan standar penilaian kinerja perawat yaitu standar I: Pengkajian Keperawatan, standar II: Diagnosa Keperawatan, standar III: Perencanaan Keperawatan, standar IV: Pelaksanaan Tindakan (Implementasi), standar V: Evaluasi Keperawatan. Kinerja yang dilakukan sesuai standar akan membuat proses pelayanan di rumah sakit berjalan dengan lancar dan memudahkan tercapainya tujuan pelayanan perawatan pada pasien (Potter & Perry, 2005)

Oleh karena itu untuk meningkatkan motivasi dan kinerja, maka dibutuhkan pengawasan yang baik dari pimpinan dalam bentuk supervisi. Tujuan pokok dari supervisi adalah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanaakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif, efisiensi, sehingga tujuan dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli, 2002).

Supervisi adalah kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih manusiawi, bukan hanya mencari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki sehingga


(28)

kepuasan kerja perawat lebih banyak tercapai melalui sistem supervisi yang menciptakan hubungan yang baik antara supervisor (kepala ruangan) dan supervisee (perawat) (Sitorus & Panjaitan, 2011).

Proses supervisi yang baik akan meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja perawat pelaksana yang bertugas di ruangan dalam melakukan asuhan keper awatan terhadap pasien. Supervisi sangat berhubungan dengan kepuasan kerja perawat. Perawat yang merasa mendapat dukungan dari supervisor dan disupervisi dengan baik dalam melakukan pekerjaannya akan merasa lebih puas terhadap pekerjaannya (Gibson, 2000).

Pelaksanaan supervisi bukan hanya ditujukan untuk mengawasi seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan instruksi dan ketentuan dan memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Seluruh staf keperawatan dalam kegiatan supervisi bukan sebagai obyek tetapi juga sebagai subyek. Perawat diposisikan sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai dan diikutsertakan dalam melakukan asuhan keperawatan (Suyanto, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Samad (2005) di salah satu perusahaan di Malaysia tentang hubungan motivasi dan supervisi dengan kinerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja (hygiene factor dan faktor motivator) berperan dalam memoderasi hubungan supervisi dan kinerja karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian Agung (2004) pelaksanaan supervisi yang dilakukan kepala ruangan kepada perawat pelaksana di salah satu ruang rawat


(29)

inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo bahwa terdapat pengaruh supervisi terhadap kinerja perawat.

Penelitian Siswana (2009) Pekan Baru, Riau. Hubungan peran supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi, bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran kinerja kepala ruangan dalam melakukan supervisi dengan perawat di ruangan. Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan supervisi klinis sebagai bentuk model akademik supervisi klinis diterapkan di ruang rawat inap.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada Nopember 2013 dengan kepala seksi keperawatan diperoleh informasi bahwa belum pernah dilakukan penelitian mengenai motivasi perawat dan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat secara formal. Data yang diperoleh pada pelaksanaan misi pelayanan medis dan sistem kerja yang terstandar sudah berjalan optimal, hal ini terlihat pada data rekam medis menunjukkan angka produktifitas rumah sakit tahun 2012 (Lampiran 1) sudah mencapai angka ideal menurut Depkes (2008) yaitu BOR= 60-85%, a-LOS= 6-9 hari, TOI= 1-3 hari, BTO= 40-50 pasien per tahun, NDR= 25 per 1000 pasien keluar, GDR= 45 per 1000 pasien keluar (Rekam medis RS-GM, 2012).


(30)

Keterangan Gambar: : Titik Dasar

1 s.d 12 (motivasi): Standarisasi kegiatan pada motivasi perawat

Standarisasi kegiatan motivasi perawat yaitu; (1) Melakukan morning briefing secara rutin, (2) Melakukan spritual corner sebelum beraktifitas (menurut agama masing-masing), (3) Melakukan repetitive magic power (budaya kerja dan keyakinan dasar) dibacakan, (4) Punishment (insentif negatif), (5) Reward (insentif positif), (6) Share informasi dan kepada sesama perawat dengan materi terbaru mengenai tindakan keperawatan yang disiapkan, (7) Melakukan klarifikasi apa yang telah disampaikan kepada kepala ruangan atas tindakan yang tidak sesuai, (8) Saling memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengungkapkan permasalahan yang muncul di ruangan, (9) Bersama-sama sesama perawat dan kepala ruangan mendiskusikan pemecahan masalah yang dapat ditempuh, (10) Saling memberi motivasi kepada sesama perawat, (11) Komunikasi yang baik dan saling mendukung harus selalu dibangun antara kepala ruangan dan sesama

0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

motivasi

motivasi


(31)

perawat, dan (12) saling memberikan pujian atas setiap hasil kinerja yang baik oleh kepala ruangan.

Keterangan Gambar: : Titik Dasar

1 s.d 24 (supervisi): Standarisasi kegiatan pada supervisi kepala ruangan Standarisasi kegiatan pada supervisi kepala ruangan yaitu;

Sebelum pertukaran Shift, (1) Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu, (2) Mengecek jadwal kerja, Pada waktu mulai Shift, (3) Mengecek personil yang ada, (4) Menganalisa keseimbangan tenaga, (5) Mengatur pekerjaan, (6) Mengidentifikasikan kendala yang muncul, (7) Mencari alternatif penyelesaian masalah supaya dapat diselesaikan, Sepanjang hari, (8) Mengecek pekerjaan setiap perawat, mengarahkan, mengintruksi, mengoreksi atau memberi latihan sesuai kebutuhan, (9) Mengecek kemajuan pekerjaan, (10) Mengecek kemajuan rumah tangga, (11) Mengecek personil, kenyamanan kerja terutama personil baru, (12) Berjaga di tempat bila ada pertanyaan, permintaan bantuan lain-lain, (13) Mengatur jam istirahat perawat, (14) Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari

0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24


(32)

cara memecahkannya, (15) Mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional, (16) Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya, (17) Mengecek kecelakaan kerja, (18) Menyiapkan laporan mengenai pekerjaan secara rutin, (19) Mengobservasi satu personil atau aneka kerja secara kontiniu untuk 15 menit sekali, (20) Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi, seperti keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil barang dan kesulitan pekerjaan, (21) Membuat daftar masalah yang belum terpecahkan dan berusaha untuk memecahkan keesokan harinya, (22) Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek hasilnya, kecukupan material dan peralatannya, (23) Melengkapi laporan harian, dan (24) Membuat daftar pekerjaan untuk keesokan harinya.

Berdasarkan latar belakang tersebut dan fenomena-fenomena dari hasil penelitian sebelumnya yang terkait, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan motivasi perawat dan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam sehingga dapat dimanfaatkan untuk pelayanan yang lebih baik oleh perawat.

1.2. Pemasalahan

Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada latar belakang dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Maka permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi hubungan motivasi perawat dan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat.


(33)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui motivasi perawat di rumah sakit

2. Untuk mengetahui supervisi kepala ruangan terhadap perawat di rumah sakit

3. Untuk mengetahui kinerja perawat di rumah sakit

4. Untuk menganalisa hubungan motivasi perawat dan kinerja perawat di rumah sakit

5. Untuk menganalisa hubungan supervisi kepala ruangan dan kinerja perawat di rumah sakit

1.4. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan keterlibatan motivasi perawat dengan kinerja perawat di rumah sakit.

2. Ada hubungan keterlibatan supervisi kepala ruangan terhadap perawat dengan kinerja perawat di rumah sakit.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk pengembangan keilmuan baik secara teoritis dan praktik bagi dunia keperawatan diantaranya:

1. Pendidikan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan pengetahuan serta menjadi evidence base khususnya


(34)

dalam pengajaran diperkuliahan pada manajemen keperawatan yang berhubungan dengan kinerja perawat.

2. Manfaat praktis bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit untuk menanamkan bahwa motivasi perawat supervisi kepala ruangan sangat penting dengan kinerja perawat dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit. 3. Bagi penelitian keperawatan

Memberikan informasi tentang hubungan motivasi perawat supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat di rumah sakit sehingga berguna bagi para peneliti yang ingin meneliti faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kinerja perawat.


(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah proses psikologis yang timbul dan mengarahkan individu pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan proses yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang mengarah pada tujuan tertentu (Marquis & Houston, 2010).

Motivasi adalah prilaku yang ditunjukan oleh seseorang guna memuaskan kebutuhannya. Karena kebutuhan manusia bervariasi, motivasi juga memiliki rentangan yang sangat luas (Kozier, 2004).

Mills (2006) menyatakan bahwa, motivasi adalah dorongan dari dalam individu yang dapat mempengaruhi kekuatan atau perilaku. Jadi, motivasi merupakan proses psikologis yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang ditunjukan dalam bentuk perilaku guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai konsep utama dalam proses manajemen dan kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam layanan keperawatan guna memotivasi perawat agar bekerja lebih efisien, efektif, dan produktif (Huber, 2006).

Memimpin dan mengolah kelompok profesional, diperlukan kreatifitas, perhatian, dan cara-cara yang bersinambungan agar profesional tersebut merasakan kepuasan dan kenyamanan pada apa yang dikerjakannya. Mengingat motivasi datang dari dalam diri individu, seorang manajer harus memiliki


(36)

kemampuan untuk menumbuhkan motivasi melalui sistem pengarahan dengan menciptakan iklim motivasi (Huber, 2006).

Iklim motivasi dapat ditumbuhkan melalui kegiatan manajemen pengarahan yaitu: (1) Memberikan harapan yang jelas kepada staf dan menyampaikan harapan tersebut secara efektif, (2) Bersikap adil dan konsisten terhadap semua staf, (3) Membuat keputusan yang bijaksana, (4) Mengembangkan konsep kerja kelompok, (5) Mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan staf ke dalam kebutuhan dan tujuan organisasi, (6) Mengenal staf secara pribadi dan tunjukkan kepada mereka bahwa pemimpin mengetahui keunikan dirinya, (7) Menghilangkan blok tradisional antara staf dan pekerjaan yang telah dikerjakan, (8) Memberi tantangan kerja sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri, (9) Melibatkan staf dalam mengambil semua keputusan, (10) Memastikan bahwa staf mengetahui alasan di balik semua keputusan dan tindakan yang diambil, (11) Memberikan kesempatan kepada staf untuk membuat penilaian sesering mungkin, (12) Membangun hubungan saling percaya dan saling tolong bersama staf, (13) Memberi kesempatan staf untuk mengontrol lingkungan kerjanya, (14) Menjadi model peran bagi staf, dan (15) Memberikan reinforcement sering mungkin (Marquis & Houston, 2010).

2.1.2. Motivasi Internal dan Eksternal

Menurut Gibson (1996) motivasi dilihat atas dasar pembentukannya terbagi atas dua jenis, yaitu: (a) Motivasi bawaan dan (b) Motivasi yang dipelajari. Motivasi bawaan merupakan motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi ini juga disebut sebagai motivasi primer yang terjadi dengan sendirinya tanpa harus dipelajari. Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang terjadi karena adanya


(37)

komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia (Gibson,1996).

Jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi atas: (a) Motivasi intrinsik dan (b) Motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari luar individu (Hicks & Gullet, 2002).

a. Motivasi Internal

1. Motivasi Internal (Intrinsik)

Berbagai kebutuhan keinginan dan harapan yang terdapat di dalam pribadi seseorang menyusun motivasi internal orang tersebut. Kekuatan ini mempengaruhi pribadinya dengan menentukan berbagai pandangan, yang menurut giliran untuk memimpin tingkah laku dalam situasi yang khusus. Beberapa faktor yang berkaitan dengan motivasi internal menurut Hicks & Gullet (2002) yaitu:

a. Kepentingan yang khusus bagi seseorang, menghendaki, dan menginginkan adalah merupakan hal yang unik bagi.

b. Kepentingan, keinginan dan hasrat seseorang adalah juga unik karena semuanya ditentukan oleh faktor yang membentuk kepribadian, penampilan, biologis, psiologis dan psikologis.

b. Motivasi eksternal (ekstrinsik)

Teori motivasi eksternal meliputi kekuatan yang ada di luar diri individu seperti halnya faktor pengendalian oleh manager juga meliputi hal-hal


(38)

yang berkaitan dengan pekerjaan seperti komitmen pemimpin, gaji/upah, keadaan kerja, kebijaksanaan dan pekerjaan yang mengandung penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab (Hicks & Gullet, 2002). 2.1.3. Teori Motivasi

2.13.1. Teori Motivasi Herzberg

Teori motivasi telah dibahas oleh beberapa pakar berdasarkan kebutuhan manusia yang dikaitkan dengan berbagai cara pemuasannya. Teori motivasi dua faktor dikemukakan oleh Herzberg, seorang psikolog pada tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan.

Untuk memahami motivasi karyawan dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti adalah: 1) Teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya, dan 2) Teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu motivasi intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing–masing orang dan motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Menurut Hasibuan (2000), ada 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:


(39)

1. Hal–hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.

2. Hal–hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel–embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain–lain.

3. Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Berikut teori motivasi dua faktor menurut Herzberg yang dapat dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur motivasi adalah sebagai berikut:

Faktor Ekstrinsik; 1) Kebijaksanaan dan administrasi, 2) Supervisi, 3) Gaji/upah, dan 4) Hubungan antar pribadi dan 5) Kondisi kerja. Faktor Intrinsik; 1) Keberhasilan, 2) Pengakuan/penghargaan, 3) Pekerjaan itu sendiri, 4) Tanggung jawab, dan 5) Pengembangan.

Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Dengan demikian seseorang yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan kreatifitas dan inovasi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan Dalam hal ini tidak dikaitkan dengan perolehan hal–hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang terdorong oleh faktor–faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal–hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut Herzberg faktor


(40)

ekstrinsik tidak akan mendorong para karyawan untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor–faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa apabila pimpinan ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu ditekankan adalah faktor–faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik.

a. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik yaitu: 1. Keberhasilan

Agar seorang bawahan dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin melakukan pekerjaan yang penuh tantangan.

2. Pengakuan

Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan. Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi.


(41)

3. Pekerjaan itu sendiri

Pimpinan membuat usaha–usaha yang nyata dan meyakinkan sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya, harus menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan karyawan sesuai dengan bidangnya.

4. Tanggung Jawab

Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.

5. Pengembangan

Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda tetapi juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang akan mendapat promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.


(42)

b. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya ekstrinsik yaitu: 1. Kebijaksanaan dan Administrasi

Pimpinan didalam menjalankan proses kegiatan kepemimpinannya dalam organisasi menetapkan kebijaksanaan dalam membuat keputusan dan seluruh kegiatan administrasi pimpinan berhak mengetahuinya, menetapkan kebijakan sebagai pimpinan juga dilakukan supaya lebih terorganisir dalam bekerja agar dipatuhi/dilaksanakan karyawan terhadap kegiatan administrasi tersebut, kebijaksanaan tersebut juga wajib dimiliki pemimpin dalam mengorganisir karyawan.

2. Hubungan Antar Pribadi

Pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan, mengajak bawahan berkomunikasi dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Didalam kegiatan saat menyelesaikan suatu pekerjaan sesama karyawan harus saling menghargai dalam bekerja, jika ada karyawan baru, tim yang telah ada wajib membantu dalam beradaptasi agar kenyamanan dalam bekerja dapat tercapai. Apabila ada anggota karyawan mengalami kemalangan/musibah sesama karyawan harus saling menolong.

3. Kondisi Kerja

Kondisi lingkungan tempat kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan, baik dari sisi kenyamanan dan kebersihan di ruangan. Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan


(43)

juga sangat mempengaruhi harmonisasi dalam bekerja. Jika adanya hubungan yang harmonis antara sesama karyawan maka akan terjadi saling memberikan dukungan yang bersifat positif dalam bekerja. Peraturan, fasilitas dan karyawan yang ada di dalam suatu kegiatan organisasi dalam bekerja ini mendukung dalam terciptanya kegiatan yang positif bagi orang lain, juga didukung harus adanya prosedur/aturan dalam bekerja yang jelas dalam melaksanakan setiap pekerjaan oleh karyawan.

2.2 Supervisi

2.2.1 Pengertian Supervisi

Supervisi adalah intervensi yang diberikan oleh karyawan senior kepada karyawan junior yang memiliki kesamaan profesi. Hubungannya bersifat evaluatif, sepanjang waktu, mencapai tujuan yang berkelanjutan dalam meningkatkan kemampuan juniornya, pemantauan kualitas layanan profesional pada pasien (Bernard & Goodyear, 2004).

Supervisi bersifat normatif, yaitu mengendalikan mutu layanan dengan menyusun, menetapkan kebijakan prosedur, mengembangkan standar, melaksanakan audit, dan suportif, yaitu meningkatkan kemampuan pengendalian emosional dan formatif, yaitu menjaga, meningkatkan, menfasilitasi kompetensi, kemampuan, efektivitas suprvisee serta mengembangkan kemampuan dan praktik keperawatan berbasis bukti. Jadi, tujuan supervisi adalah untuk memberikan dukungan, memotivasi, meningkatkan kemampuan dan pengendalian emosional


(44)

dengan tidak membuat perawat pelaksana merasa dinilai dalam melakukan pekerjaan secara benar (Sloan & Watson, 2002).

2.2.2 Fungsi supervisi

Fungsi Supervisi mempunyai lima fungsi dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi.

Fungsi tersebut adalah:

1. Perencanaan, menunjuk perawat serta tugasnya masing-masing, mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya, mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat, dan merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.

2. Pengorganisasian, merumuskan metode penugasan yang digunakan, merumuskan tujuan metode penugasan, membuat rincian tugas perawat secara jelas, mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, membuat rencana kendali, membawahi perawat dan mengatur tenaga yang ada setiap hari.

3. Membimbing dan Mengarahkan, memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik, memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap perawat, membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, dan meningkatkan kolaborasi sesama tim kerja.

4. Pengawasan dan Evaluasi, mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama


(45)

melalui komunikasi, mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien, melakukan audit keperawatan, melalui supervisi pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi, pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilakukan (didokumentasikan), dan mendengar laporan dari perawat.

5. Pencatatan dan Pelaporan, mencatat evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuan perawat, mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut sesuai batas kemampuannya dan melaporkannya pada pimpinan di atasnya, berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan di rumah sakit dan mencatatnya untuk sebagai bahan pembelajaran bersama, mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh pimpinan di rumah sakit dan pelaporan dari ruangan yang di bawah kepemimpinan kepala ruangan, melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar sesuai standar asuhan keperawatan (Sitorus & Panjaitan ,2011).

Depkes RI (1999) dalam Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan & Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI (2007)

Menyatakan bahwa peran supervisi yang dilakukan kepala ruangan yaitu:

1. Perencanaan;a)Menunjuk perawat yang bertugas di kamar masing-masing, b) Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya, c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien, d) Mengidentifikasi


(46)

jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien, e) Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf, f) Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan, g) Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan kelolaan, dan h) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

2. Pengorganisasian dan ketenagaan; a) Merumuskan metode penugasan keperawatan, b) Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan, c) Merumuskan rincian tugas perawat secara jelas. d) Membuat rentang kendali di ruang rawat, e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, misalnya membuat roster dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien, f) Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan asuhan keparawatan dalam bentuk diskusi, bimbingan dan penyampaian informasi, g) Mengatur dan mengendalikan logistik dan fasilitas ruangan, h) Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek, i) Mendelegasikan tugas kepada perawat, j) Melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lain, dan k) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

3. Pengarahan; a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, b) Memberikan pengarahan kepada perawat tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dan fungsi-fungsi manajemen, c) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien, dan d) Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.


(47)

2.2.3 Karakteristik Supervisi

Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki karakteristik: a. Mencerminkan kegiatan asuhan keperawatan yang sesungguhnya

b. Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada c. Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala

d. Dilaksanakan oleh atasan langsung (kepala unit/kepala ruangan atau penanggung jawab yang ditunjuk).

e. Menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan.

2.2.4. Manfaat Supervisi

Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2010):

1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.

2. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.

Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar


(48)

dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan.

2.2.5 . Frekuensi Pelaksanaan Supervisi

Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/ lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan.

Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan (Suarli & Bachtiar, 2010).

2.2.6. Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi

Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber. Sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa prinsip pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2010):

1. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan


(49)

pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.

2. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan suportif, bukan otoriter.

3. Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya dilakukan sekali bukan supervisi yang baik.

4. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan. 5. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan

kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik.

6. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.

2.2.7. Pelaksana Supervisi

Menurut Suarli dan Bachtiar (2010), yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karasteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi (supervisor).


(50)

Karakteristik yang dimaksud adalah:

1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas.

2. Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi.

3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.

4. Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter.

5. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi.

2.2.8. Teknik Supervisi

Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian masalah. Bedanya pada supervisi teknik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan penyebab masalah menggunakan teknik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat. Dengan perbedaan seperti ini, bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang perlu diperhatikan menurut Bachtiar dan Suarli (2010) yaitu:


(51)

1. Pengamatan langsung

Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk dari supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan langsung saat ditemukan adanya penyimpangan.

Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah.

Cara memberikan pengarahan yang efektif adalah: a. Pengarahan harus lengkap.

b. Mudah dipahami.

c. Menggunakan kata-kata yang tepat. d. Berbicara dengan jelas dan lambat. e. Berikan arahan yang logis.

f. Hindari memberikan banyak arahan pada satu saat. g. Pastikan bahwa arahan dipahami.

h. Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut.

Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan.

a. Sasaran pengamatan, pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni


(52)

hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision).

b. Objektivitas pengamatan, pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya.

c. Pendekatan pengamatan, pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan menggangagu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas.

2. Pengamatan Tidak langsung

Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor tidak melihat langsung kejadian di lapangan, sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.

3. Kerja sama

Agar komunikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah, sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah, penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas


(53)

secara bersama-sama. Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan secara bersama-sama pula.

2.2.9. Supervisi Keperawatan

Bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008).

Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan, observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian tiap-tiap tahap proses keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel yang harus disupervisi (Wiyana, 2008).

1. Pelaksana Supervisi Keperawatan

Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertangguung jawab antara lain (Suyanto, 2008):

1. Kepala ruangan

Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya


(54)

tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang menerapkan metode tim, maka kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua tim masing-masing (Suarli & Bahtiar, 2010).

2. Pengawas perawatan (supervisor)

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungisional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. Bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pelayanan pada kepala ruangan yang ada di instalasinya.

1. Kepala seksi, beberapa instansi digabung di bawah satu pengawasan kepala seksi. Kepala seksi mengawasi pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.

2. Kepala bidang keperawatan, sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas keperawatan.

2. Sasaran Supervisi Keperawatan.


(55)

a. Pelaksanan tugas sesuai dengan pola b. Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana

c. Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara kontinue/sistematis d. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis

e. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang

f. Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational

g. Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan.

Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hirarki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli & Bachtiar, 2010).

Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008).

3. Kompetensi Supervisor Keperawatan

Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerjanya. Para supervisor


(56)

mengkoordinasikan pekerjaan karyawan dengan mengarahkan, melancarkan, membimbingan, memotivasi, dan mengendalikan (Dharma, 2003).

Seorang keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam (Suyanto, 2008):

a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.

b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan keperawatan.

c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksanan keperawatan.

d. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok).

e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan.

f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat. 4. Langkah-langkah Supervisi

1. Pra supervisi

Kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada pra supervisi adalah: a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi.

b. Supervisor menetapkan tujuan. 2. Supervisi

Kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada supervisi adalah:

a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen yang telah disiapkan.


(57)

c. Supervisor memanggil Perawat Primer dan Perawat Associste untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan.

d. Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada.

e. Supervisor melakukan tanya jawab dengan perawat primer dan perawat associate.

f. Supervisor memberikan masukan dan solusi pada perawat primer dan perawat associate.

g. Supervisor memberikan reinforcement pada perawat primer dan perawat associate.

5.Peran supervisor dan fungsi supervisi keperawatan dalam manajemen keperawatan

Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen sumber daya yang tersedia (Marquis & Huston, 2010).

1. Manajemen pelayanan keperawatan. Tanggung jawab supervisor adalah:

a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktek keperawatan. b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan.

c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.

2. Manajemen anggaran

Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu perencanaan, dan pengembangan. Supervisor berperan dalam:


(58)

a. Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana tahunan yang tersedia, mengembangkan tujuan unit yang dapat dicapai sesuai tujuan rumah sakit.

b. Membantu mendapatkan informasi statistik untuk perencanaan anggaran keperawatan.

c. Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola.

Supervisi yang berhasil dan berdaya guna tidak dapat terjadi begitu saja, tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan agar dapat dijalankan dengan tepat. Kegagalan supervisi dapat menimbulkan kesenjangan dalam pelayanan keperawatan.

1. Proses supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen kelompok, yaitu: a. Mengacu pada standar asuhan keperawatan.

b. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk menetapkan pencapaian.

c. Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kualitas asuhan.

2. Area Supervisi keperawatan yaitu:

a. Pengetahuan dan pengertian tentang klien.

b. Ketrampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standar.

c. Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran, empati dan gagasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.

6. Teknik Supervisi keperawatan

Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian


(59)

tujuan yang telah ditetapkan. Dengan supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif dan efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006).

Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak langsung. 1. Teknik Supervisi Secara Langsung.

Supervisi yang dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pada waktu supervisi diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah (Wiyana, 2008).

Cara memberikan supervisi efektif adalah: (1) Pengarahan harus lengkap dan mudah dipahami; (2) Menggunakan kata-kata yang tepat; (3) Berbicara dengan jelas dan lambat; (4) Berikan arahan yang logis; (5) Hindari banyak memberikan arahan pada satu waktu; (7) Pastikan arahan yang diberikan dapat dipahami; dan (8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn atau perlu tindak lanjut. Supervisi langsung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi (Wiyana, 2008).


(60)

Langkah-langkah yang digunakan dalam supervisi langsung (Wiyana, 2008):

a. Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa

pendokumentasiannya akan disupervisi.

b. Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan.

c. Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan keperawatan pakai yaitu menggunakan form A Depkes.

d. Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai form A dari Depkes.

e. Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi. 2. Secara Tidak Langsung

Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Wiyana, 2008).

Langkah-langkah Supervisi tidak langsung yaitu:

a. Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat.


(61)

c. Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari Depkes.

d. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang disupervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikan.

e. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar.

7. Prinsip Supervisi Keperawatan

Seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip tersebut harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Arwani, 2006).

Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan antara lain; (1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi, (2)


(62)

Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan, (3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui petunjuk, peraturan uraian tugas dan standard, (4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat pelaksana. (5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik, (6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas dan motivasi, dan (7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer.

8. Supervisi Kepala Ruangan 1. Kegiatan Rutin Supervisor

Mengkoordinasikan sistem kerja secara efektif, para supervisor harus melakukan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan tugas dan kegiatan supervisi. Kegiatan tugas adalah kegiatan yang melibatkan supervisor dalam pelaksanaan lansung suatu pekerjaan. Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang mengkoodinasikan pekerjaan yang dilkukan orang lain. Supervisor yang efektif menekankan kegiatan supervisi (Dharma, 2003).

Kegiatan dalam supervisi adalah sebagai berikut (Wiyana, 2008): a. Persiapan

Kegiatan kepala ruangan meliputi: (a) Menyusun jadwal supervisi, (b) Menyiapkan materi supervisi (format supervisi, pedoman pen dokumentasian), dan (c) Mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana.


(63)

9. Pelaksanaan supervisi

Kegiatan kepala ruangan pada tahap pelaksanaan supervisi meliputi : 1. Mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi.

2. Membuat kontrakwaktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan.

3. Bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk masing-masing tahap.

4. Mendiskusikan pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam pedokumentasian asuhan keperawatan.

5. Mendiskusikan pencapaian yang harus ditingkatkan pada masing-masing tahap.

6. Memberikan bimbingan / arahan pendokumentasian asuhan keperawatan. 7. Mencatat hasil supervisi.

2.2.10. Evaluasi

Kegiatan kepala ruangan pada tahap evaluasi meliputi: (1) Menilai respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja di arahkan, (2) Memberikan reinforcement pada perawat, dan (3) Menyampaikan rencana tindak lanjut supervisi.

1. Model-model Supervisi Keperawatan

Selain cara supervisi yang telah diuraikan, beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain (Depkes, 1999):

a. Model konvensional

Model supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam mengerjakan


(64)

tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.

b. Model ilmiah

Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki karakteristik sebagai berikut yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan dengan prosedur, instrumen dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan.

c. Model klinis

Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuahn keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.

d. Model artistic

Supervisi model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungna antara perawat dan supervisor akan terbuka dam mempermudah proses supervisi.


(65)

1.3. Kinerja

2.3.1. Pengertian kinerja

Defenisi kinerja yang dikemukakan para ahli terdapat beberapa defenisi, yaitu mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan presepsi peranan. Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu (Depkes, 2004).

Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Tenaga keperawatan Rumah Sakit merupakan sumber daya manusia berjumlah terbesar dan paling banyak berinteraksi dengan klien untuk memberikan asuhan ke perawatan yang komprehensif dan professional, sehingga kinerja perawat terus menjadi perhatian berbagai pihak (Depkes, 2004).

Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Kinerja adalah suatu proses dan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Kinerja perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, tidak


(66)

melanggar hukum, aturan serta sesuai dengan moral dan etika, dimana kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Potter & Perry, 2005).

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa kperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprassial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Potter & Perry, 2005).

Sedangkan menurut Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi.

Penekanannya akan lebih banyak kepada sasaran dalam bentuk target yang terukur daripada kompetensi. Kinerja mereka akan diukur berdasarkan apa yang telah dilakukan untuk mencapai hasil sehingga mereka melakukannya akan menjadi kurang penting. Kinerja manajer, ketua tim, dan staf profesional umumnya juga akan diukur dengan mengacu kepada defenisi akuntabilitas utamanya. Pencapaian target secara kuantitatif masih penting bagi aspek-aspek tertentu dari pekerjaan tersebut yang mungkin tidak dapat diukur dan dipergunakan. Pada pekerjaan administratif dan pendukung, ukuran kinerja akan


(67)

dihubungkan dengan defenisi dari tugas-tugas utama atau aktifitas kunci terhadap standar kinerja yang berkesinambungan akan disertakan untuk mengukur kinerja. Persyaratan atribut dan kompetensi yang sesuai dengan tingkat pekerjaan akan tetap penting. Pada beberapa pekerjaan, kinerja akan diukur dengan mengacu kepada standar output ataupun lama waktu yang dipakai (Ilyas, 2002).

Menurut Ilyas (2002) model teori kinerja adalah analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada prilaku dan kinerja individu. Variabel psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti ini adalah hal yang kompleks dan sulit diukur. Variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan (Ilyas, 2002).

Prilaku individu dilihat dari respon terhadap stimulus dibagi menjadi dua bagian yaitu prilaku tertutup dan perilaku terbuka dalam bentuk praktek atau tindakan yang diamati. Jadi kinerja dalam keperawatan merupakan hasil karya dari perawat dalam bentuk tindakan atau praktek yang diamati atau dinilai. Kinerja perawat mencerminkan kemampuan perawat untuk mengimplementasikan proses asuhan keperawatan. Praktek keperawatan merupakan tindakan mandiri


(68)

atau kolaborasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Gillies, 1999).

2.3.2. Jenis-jenis Kriteria Kinerja

Sedangkan menurut Robbins (2002) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.

Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Ketiga jenis kriteria di atas dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja. 2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas dan efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif menurut Robbins (2002).

1) Efektivitas dan Efisiensi

Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari, kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif


(69)

dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak penting maka kegiatan tersebut efisien.

2) Otoritas (wewenang)

Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam organisasi formal yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya. Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.

3) Disiplin

Disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia kerja.

4) Inisiatif

Berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah gaya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi.

2.3.4.Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Zhou (2004) di Calgary, Kanada mengenai hubungan motivasi dan kinerja yang dihubungkan dengan hygiene teory of Herzberg, bahwa motivasi karyawan dalam bekerja dipengaruhi oleh Hygiene factor, adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. Faktor-faktor yang termasuk adalah; (1) Working condition (kondisi kerja), (2) Interpersonal relation (hubungan antar pribadi), (3) Company policy and administration (kebijaksanaan


(70)

perusahaan dan pelaksanaannya), (4) Supervision technical (teknik pengawasan), (5) Job security (perasaan aman dalam bekerja). Jika dalam situasi kerja faktor--faktor hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan mendapat kepuasan. Namun adanya hygiene factor juga tidak memotivasi karyawan melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidakpuasan, dalam hal ini juga berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2009) di salah satu rumah sakit di Arab Saudi, menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi dan kinerja perawat yang bekerja yang ditambah dengan fasilitas-fasilitas yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Russell (2008) di salah satu rumah sakit di Amerika Utara, bahwa ada hubungan teori motivasi menurut Hezberg terhadap kinerja perawat transplantasi di rumah sakit di Amerika Utara dibuktikan dengan kenyamanan dan kepuasan kerja perawat dengan baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Juliani (2007), pengaruh motivasi instrinsik terhdap kinerja perawat pelaksana di instalasi ruang rawat inap di RSU dr. Pirngadi Medan, terdapat pengaruh signifikan antara motivasi intrinsik bersadasarkan tanggung jawab terhadap kinerja perawar pelaksana.

Penelitian yang dilakukan oleh Donna (1990) di salah satu rumah sakit di Colorado di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa adanya hubungan motivasi atasan terhadap kinerja perawat yang dihubungkan dengan teori Hezberg, dengan turn over perawat di rumah sakit tersebut akan meningkat jika tidak dipenuhi oleh pihak rumah sakit dari sisi motivasi intrinsik dan ekstrinsik.


(71)

Hasil yang sama juga ditemukan oleh Ba’diah (2008) penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Cerebon, yang menyatakan bahwa supervisi berhubungan dengan kinerja perawat. Hal ini menggambarkan bahwa, apabila kepala ruangan melakukan supervisi dengan baik maka perawat pelaksana juga akan menghasilkan kinerja yang baik, begitu pula sebaliknya dengan pengawasan yang terstandar.

Penelitian yang dilakukan oleh Qalbia (2013) di RS Universitas Hasanuddin di Sulawesi Selatan tentang hubungan motivasi dan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di rumah sakit menunjukkan bahwa adanya hubungan motivasi dan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di RS universitas Hasanuddin.

2.3.5. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melakasanakan Asuhan Keperawatan Kepada Klien (Potter & Perry, 2005)

1. Standar I: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Rasional pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien yang digunakan dalam merumuskan masalah klien dan rencana tindakan.


(72)

yang digunakan dapat menjamin, (2) Pengumpulan data yang sistematis dan lengkap, (3) Diperbaharui data dalam pencatatan yang ada, (4) Kemudahan memperolah data, (5) Terjaganya kerahasiaan, (6) Tatanan praktek mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang merupakan bagian integral dari suatu sistem pencatatan pengumpulan data klien, (7) Sistem pencatatan berdasarkan proses keperawatan, singkat, menyeluruh, akurat dan berkesinambungan, (8) Praktek mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang menjadi bagian dari sistem pencatatan kesehatan klien, (9) Ditatanan praktek tersedia sistem pengumpulan data yang dapat memungkinkan diperoleh kembali bila diperlukan, dan (10) Tersedianya sarana dan lingkungan yang mendukung.

Kriteria proses yaitu; (1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan mempelajari data penunjang, serta mempelajari data lain, (2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim kesehatan, rekam medis, serta catatan lain, (3) Klien berpartisipasi dalam proses pengumpulan data, dan (4) Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien saat ini, status kesehatan klien masa lalu, status biologis (fisiologis), status psikologis (pola koping), status spiritual, status sosial kultural, respon terhadap terapi, harapan tentang tingkat kesehatan optimal, resiko masalah potensial.

Kriteria hasil adalah data dicatat dan dianalisis sesuai standar dan format yang ada, data yang dihasilkan akurat, terkini, dan relevan sesuai kebutuhan klien.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)