Pengamatan terhadap pola suksesi yang terjadi pada modul mineral accretion sangat dibutuhkan untuk mengukur tingkat efisiensinya dalam upaya pemilihan
teknik pengelolaan terumbu karang. Demikian juga halnya dengan pola recruitment karang, tingkat keberhasilan hidup, laju pertumbuhan dan tingkat
resistance. Pengamatan dan analisis terhadap faktor-faktor biotik dan abiotik yang ada di lokasi penelitian akan dikaji secara mendalam.
1.3 Hipotesis
Penelitian ini melahirkan beberapa hipotesa, yaitu: 1
Kerangka modul biorock yang dialiri arus listrik dapat digunakan larva karang sebagai substrat untuk melakukan settlement, yang
disebut dengan intilah recruitment. 2
Biorock dapat meningkatkan tingkat recruitment larva karang dan juga tingkat keberhasilan hidup recruitment menjadi karang dewasa.
3 Tingkat keberhasilan recruitment karang pada modul biorock lebih
tinggi dari pada modul non-biorock.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1
Mengkaji pola recruitment karang dan organisme bentik pada modul biorock dan non-biorock.
2 Mengkaji kemampuan biorock sebagai tempat hidup karang, yang
dinilai melalui tingkat recruitment karang alami. 3
Mengkaji kelulusan hidup dan laju pertumbuhan karang yang secara alami menempel pada biorock dan non-biorock.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi ilmiah mengenai perbedaan recruitment karang dan komposisi biota pada modul biorock
dan non-biorock, yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengembangan metode rehabilitasi ekosistem terumbu karang.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Terumbu Karang
2.1.1 Biologi karang
Terumbu karang merupakan endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh hewan karang dengan tambahan
dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang dapat mensekresi kalsium karbonat Nybakken, 1988. Sedangkan menurut Odum 1971, terumbu karang
adalah sebagai bagian ekosistem yang dibangun oleh sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan yang secara terus-menerus mengikat ion kalsium dan karbonat
dari air laut yang menghasilkan kapur, kemudian secara keseluruhan tergabung membentuk suatu terumbu atau bangunan dasar kapur.
Menurut Veron 1986, karang dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu karang hermatipik karang yang dapat membentuk terumbu dan karang
ahermatipik karang yang tidak dapat membentuk terumbu. Karang hermatipik dalam prosesnya bersimbiosis dengan alga zooxanthellae dan membutuhkan
cahaya matahari untuk membentuk bangunan dari kapur yang kemudian dikenal sebagai reef building corals, sedangkan karang ahermatipik tidak dapat
membentuk bangunan kapur sehingga dikenal sebagai non-reef building corals, yang secara normal hidupnya tidak tergantung pada cahaya matahari.
Karang batu atau karang keras merupakan anggota Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa dengan ciri utama adalah siklus hidupnya hanya mempunyai stadium
polip berbentuk seperti bunga. Kelas Anthozoa terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia dan Octocorallia, keduanya dibedakan oleh sistem morfologi dan
fisiologi. Konstruksi terumbu karang pada umumnya dibentuk oleh hewan karang pembangun terumbu atau disebut juga dengan karang hermatipik yang mampu
membentuk membentuk kerangka kapur aragonite yang masif. Kelompok karang hermatipik pada umumnya adalah anggota Ordo Skleraktinia dari Subkelas
Hexacorallia yang merupakan karang batu yang sebenarnya. Dua spesies dari karang hermatipik adalah anggota Ordo Octocorallia Tubipora musica dan
Heliopora coerulea serta beberapa spesies dari kelas Hydrozoa. Kelompok
karang hermatipik mempunyai alga simbion berupa zooxanthellae yang berperan mempercepat proses terjadinya kalsifikasi yang kemudian memungkinkan bagi
karang untuk membentuk koloni-koloni karang yang masif Sorokin, 1993. Sorikin 1993 membagi terumbu karang ke dalam empat kelompok,
pengelompokan dilakukan berdasarkan fungsinya dalam membangun terumbu atau tidak hermatype-ahermatype serta ada atau tidaknya alga simbion di dalam
jaringannya symbiotic-asymbiotic. Keempat kelompok karang tersebut adalah sebagai berikut:
1 Hermatypes-symbionts. Kelompok ini merupakan hewan karang
pembangun terumbu karang dan mempunyai alga simbion, terdiri dari karang-karang yang sebagian besar anggota Skleraktinia, Octocorallia
dan Hydrocorallia. 2
Hermatypes-asymbionts. Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif
tanpa bantuan zooxanthella, mampu bertahan hidup di perairan yang tidak ada cahaya. Kelompok ini terdiri dari
Tubastrea dan Dendrophyllia serta Hydrocorallia spesies Stylaster rosacea.
3 Ahermatypes-symbionts.
Kelompok ini
terdiri dari
genus Heteropsammia dan Diaseris Skleraktinia: Fungidae dan Leptoseries
Agaricidae yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok
ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea soft coral dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun koloni
kerangka kapur masif. 4
Ahermatypes-asymbionts. Salah satu anggota kelompok ini adalah anggota
Ordo Anthipatharia
dan Corallimorpha
Subkelas Hexacorallia dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.
Polip karang memiliki tiga lapisan tubuh yaitu ektodermis, mesoglea dan endodermis. Ektodermis merupakan bagian terluar dari polip karang, dibagian ini
terdapat mulut yang sama peranannya sebagai anus. Tentakel yang berada disekitar mulut memiliki sel mukus dan nematokis yang berperan dalam
menangkap mangsa. Makanan yang masuk akan dicerna dengan menggunakan filament mesentery, kemudian sisa metabolisme akan dikeluarkan melalui mulut
yang juga berfungsi sebagai anus. Mesoglea merupakan jaringan penghubung antara bagian luar ektodermis dan dalam endodermisgastrodermis pada polip
karang. Jaringan ini terdiri atas sel-sel, serta kolagen dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk
rangka luar karang kalsium karbonat. Pada bagian dalam polip karang, endodermis atau yang lebih dikenal dengan gastrodermis merupakan tempat
tinggalnya alga zooxanthellae. Polip karang disokong oleh kerangka kapur yang berperan sebagai
pendukung tegaknya seluruh jaringan. Kerangka kapur ini berupa lempengan- lempengan yang tersusun radial dan berdiri tegak pada lempengan dasar,
lempengan yang berdiri disebut septa yang tersusun dari bahan organik dan kapur hasil sekresi polip karang. Struktur polip karang disajikan pada Gambar 1. Pada
umumnya hewan karang hidup menetap, kecuali pada masa larva merupakan plankton.
Gambar 1. Struktur polip dan kerangka karang Veron, 1986
2.1.2 Reproduksi karang
Suharsono 1994 menyatakan bahwa karang merupakan kelompok organisme yang sudah mempunyai sistem saraf, jaringan otot dan reproduksi
sederhana, akan tetapi telah berkembang dan berfungsi secara baik. Organ-organ reproduksi karang berkembang diantara mesenteri filamen dan pada saat-saat
tertentu organ tersebut terlihat nyata, terutama untuk jenis-jenis karang di wilayah tropis. Hewan karang dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual, siklus
reproduksi karang disajikan pada Gambar 2. Reproduksi aseksual dapat berlangsung dengan cara fragmentasi,
pelepasan polip dari skeleton dan reproduksi aseksual larva. Kecuali reproduksi aseksual, larva produk dari yang lainnya menghasilkan pembatasan secara
geografis terhadap asal-usul terumbu karang dan sepanjang pembentukan dan pertumbuhan koloni dapat melangsungkan reproduksi seksual Rudi, 2006. Pada
reproduksi secara seksual, gemetogenesis akan berlangsung di dalam gonad yang tertanam dalam mesenterium. Peristiwa tersebut dapat berlangsung secara tahunan,
namun dapat juga musiman, bulanan atau tidak menentu. Reproduksi seksual pada karang meliputi proses gametogenesis yang membutuhkan waktu beberapa
minggu untuk pembentukan sperma dan beberapa bulan untuk membentuk sel telur Rudi, 2006.
Gambar 2. Siklus reproduksi karang http:www.marineodyssey.co.uk
Cara dan pola reproduksi, perkembangan gonad gametogenesis, serta waktu dan puncak reproduksi sangat ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan
Rani, 2002. Faktor lingkungan yang mengendalikan reproduksi karang adalah suhu perairan, pencahayaan, fase bulan dan pasang surut Harrison dan Wallace,
1990. Menurut Bachtiar 2001 dua jenis karang Acropora melakukan pemijahan pada Bulan Februari setelah bulan purnama.
Fertilisasi secara genetik sangat unik, menghasilkan larva planula sebagai plankton dan kemudian akan melekat pada substrat dan memulai kehidupan
sebagai organisme bentik dengan bermetamorfosis dan berkembang menjadi polip-polip utama. Sementara itu, reproduksi aseksual juga umum ditemukan pada
karang Skleraktinia yang dapat terjadi melalui fragmentasi, pembelahan polip atau menghasilkan planula secara aseksual Rudi, 2006. Menurut Richmond dan
Hunter 1990 proses reproduksi aseksual melalui fragmentasi memiliki beberapa keuntungan, yaitu memiliki larva dengan ukuran besar dan memiliki genotipe
yang telah teradaptasi dengan baik. Tipe seksualitas karang dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
gonokhorik hanya memproduksi satu jenis gamet, jantan atau betina dan hermaprodit mampu menghasilkan gamet jantan dan gamet betina. Menurut
Harrison dan Wallace 1990; Richmond 1997 tipe hermaprodit dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu 1 hermaprodit simultan, satu individu
menghasilkan sel telur dan sel sperma dalam waktu yang bersmaan; 2 hermaprodit sekuensial. Dibedakan menjadi dua jenis, yaitu protandri pada
awalnya berperan sebagai jantan, kemudian berubah menjadi betina dan protogini pada awalnya berperan sebagai betina, kemudian berubah menjadi jantan.
Cara reproduksi karang menurut Veron 1986, Harrison Wallace 1990, Richmond Hunter 1990, Richmond 1997, dan McGuine 1998 in Rani
2002, dapat dibedakan menjadi: 1.
Broadcast spawning memijah: spesies yang melepaskan gametnya telur dan sperma ke dalam kolom air, dan selanjutnya terjadi
fertilisasi eksternal dan kemudian terjadi perkembangan embrio.
2. Brooding mengerami: spesies dengan telur yang dibuahi secara
internal, dengan perkembangan embrio sampai fase planula berlangsung dalam polip karang. Proses pelepasan planula yang telah
berkembang secara penuh dari polip dikenal dengan istilah planulasi. Planula yang dilepaskan dari karang brooding langsung memiliki
kemampuan untuk dapat melekat dan bermetamorfosis. Larva hasil pengeraman secara umum berukuran lebih besar daripada larva yang dihasilkan melalui
spawning, dan pada karang hermatipik larva dilengkapi dengan zooxanthellae yang berasal dari koloni induk. Hal ini menjelaskan bahwa zooxanthellae
memberi kontribusi metabolisme terhadap larva, yaitu sebagai sumber energi tambahan untuk penyebaran jarak jauh Richmond, 1987 in Rani, 2002.
2.1.3 Faktor-faktor pembatas terumbu karang
Pertumbuhan karang pembentuk terumbu sangat tergantung pada kondisi lingkungan yang ada disekitarnya. Cahaya matahari, suhu, salinitas, sirkulasi
massa air dan arus serta sedimentasi merupakan faktor fisika-kimia perairan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan karang.
Nybakken 1988 menyatakan bahwa cahaya merupakan salah satu faktor pembatas yang penting dalam penyebaran terumbu karang. Cahaya yang cukup
harus tersedia agar fotosintesis zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana. Proses fotosintesis tersebut menyebabkan bertambahnya
produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida. Kondisi ini menyebabkan distribusi vertikal terumbu karang dibatasi oleh kedalaman efektif
sinar yang masuk. Menurut Nybakken 1988, perkembangan terumbu karang yang paling
optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23-25
o
C. Terumbu karang memiliki kisaran toleransi terhadap suhu antara 36-40
o
C. Suhu paling baik bagi pertumbuhan karang berkisar antara 25-30
o
C Sukarno et al, 1983. Perubahan suhu yang drastis dapat mengakibatkan bleaching karena kehilangan
zooxanthellae dari jaringan karang yang dapat mematikan hewan karang tersebut.
Terumbu karang dapat bertahan sampai suhu minimum 15
o
C dan maksimum 36
o
C. Suhu juga dapat mempengaruhi tingkah laku makan pada karang. Karang hermatipik adalah organisme laut sejati dan tidak dapat bertahan
pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut, yaitu 32-35‰ Nybakken, 1988. Menurut Birkeland 1997 terumbu karang berkembang dengan baik pada
salinitas air laut mendekati 35‰, namun kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pemasukan air tawar. Nybakken 1988 mengutarakan
perairan yang menerima pasokan air tawar dari sungai secara terus menerus maka daerah tersebut tidak akan terdapat terumbu karang. Hal yang sama juga
diutarakan oleh McCook 1999 bahwa curah hujan yang tinggi dan aliran air dari darat dapat membunuh terumbu karang melalui sedimentasi dan penurunan
salinitas air laut. Arus berperan penting dalam transportasi makanan, larva dan dapat
membersihkan karang dari endapan sedimen. Arus memiliki pengaruh yang besar terhadap taksonomi dan morfologi dari ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu,
pertumbuhan karang pada daerah berarus akan lebih baik dibanding perairan yang tenang. Arus diperlukan untuk ketersediaan aliran makanan dan oksigen serta
membersihkan polip karang dari partikel-partikel yang menempel Sukarno et al. 1983.
2.2 Kalsifikasi Karang
Kalsifikasi adalah proses yang menghasilkan kapur dan pembentukan rangka kapur. Syarat terjadinya reaksi pembentukan kapur adalah tersedianya ion
kalsium dan ion karbonat. Ion kalsium yang tersedia di perairan berasal dari daratan melalui proses pengikisan batuan, sedangkan ion karbonat berasal dari
pemecahan asam karbonat Timotius, 2003 in Zamani, 2007. Menurut Suharsono 1984, bahan utama yang digunakan untuk kalsifikasi
adalah hasil metabolisme yang disekresikan oleh zooxanthellae, yang
memungkinkan karang untuk mengikat kalsium Ca
2+
dari air laut. Pembentukan kalsium karbonat tergantung kepada kecepatan pemindahan asam karbonat pada
proses kalsifikasi. Pemindahan asam karbonat dilakukan melalui proses fiksasi
karbon dioksida oleh zooxanthellae pada saat proses fotosintesis. Asam karbonat H
2
CO
3
berubah menjadi ion hidrogen H
+
dan karbonat HCO
3 -
yang dapat berubah menjadi H
2
O dan CO
2
. Molekul 2HCO
3 -
dalam kolom perairan tidak stabil, sehingga akan melakukan reaksi dengan mengikat kalsium dan membentuk
CaHCO
3 2
yang berada dalam keadaan stabil. Apabila reaksi ini berlangsung cepat, maka keseimbangan reaksi akan bergeser ke kanan dan menghasilkan
CaCO
3
+ H
2
CO
3
. Berikut ini adalah reaksi kimia proses kalsifikasi atau pembentukan kalsium karbonat.
Kalsium karbonat atau CaCO
3
yang terbentuk akan membentuk endapan menjadi rangka bagi hewan karang, CO
2
akan digunakan zooxanthellae untuk proses fotosintesis. Peranan zooxanthellae sangat besar dalam proses kalsifikasi,
sehingga kecepatan kalsifikasi bervariasi berdasarkan tingkat kedalaman.
2.3 Artificial Reef