2. Brooding mengerami: spesies dengan telur yang dibuahi secara
internal, dengan perkembangan embrio sampai fase planula berlangsung dalam polip karang. Proses pelepasan planula yang telah
berkembang secara penuh dari polip dikenal dengan istilah planulasi. Planula yang dilepaskan dari karang brooding langsung memiliki
kemampuan untuk dapat melekat dan bermetamorfosis. Larva hasil pengeraman secara umum berukuran lebih besar daripada larva yang dihasilkan melalui
spawning, dan pada karang hermatipik larva dilengkapi dengan zooxanthellae yang berasal dari koloni induk. Hal ini menjelaskan bahwa zooxanthellae
memberi kontribusi metabolisme terhadap larva, yaitu sebagai sumber energi tambahan untuk penyebaran jarak jauh Richmond, 1987 in Rani, 2002.
2.1.3 Faktor-faktor pembatas terumbu karang
Pertumbuhan karang pembentuk terumbu sangat tergantung pada kondisi lingkungan yang ada disekitarnya. Cahaya matahari, suhu, salinitas, sirkulasi
massa air dan arus serta sedimentasi merupakan faktor fisika-kimia perairan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan karang.
Nybakken 1988 menyatakan bahwa cahaya merupakan salah satu faktor pembatas yang penting dalam penyebaran terumbu karang. Cahaya yang cukup
harus tersedia agar fotosintesis zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana. Proses fotosintesis tersebut menyebabkan bertambahnya
produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida. Kondisi ini menyebabkan distribusi vertikal terumbu karang dibatasi oleh kedalaman efektif
sinar yang masuk. Menurut Nybakken 1988, perkembangan terumbu karang yang paling
optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23-25
o
C. Terumbu karang memiliki kisaran toleransi terhadap suhu antara 36-40
o
C. Suhu paling baik bagi pertumbuhan karang berkisar antara 25-30
o
C Sukarno et al, 1983. Perubahan suhu yang drastis dapat mengakibatkan bleaching karena kehilangan
zooxanthellae dari jaringan karang yang dapat mematikan hewan karang tersebut.
Terumbu karang dapat bertahan sampai suhu minimum 15
o
C dan maksimum 36
o
C. Suhu juga dapat mempengaruhi tingkah laku makan pada karang. Karang hermatipik adalah organisme laut sejati dan tidak dapat bertahan
pada salinitas yang menyimpang dari salinitas air laut, yaitu 32-35‰ Nybakken, 1988. Menurut Birkeland 1997 terumbu karang berkembang dengan baik pada
salinitas air laut mendekati 35‰, namun kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pemasukan air tawar. Nybakken 1988 mengutarakan
perairan yang menerima pasokan air tawar dari sungai secara terus menerus maka daerah tersebut tidak akan terdapat terumbu karang. Hal yang sama juga
diutarakan oleh McCook 1999 bahwa curah hujan yang tinggi dan aliran air dari darat dapat membunuh terumbu karang melalui sedimentasi dan penurunan
salinitas air laut. Arus berperan penting dalam transportasi makanan, larva dan dapat
membersihkan karang dari endapan sedimen. Arus memiliki pengaruh yang besar terhadap taksonomi dan morfologi dari ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu,
pertumbuhan karang pada daerah berarus akan lebih baik dibanding perairan yang tenang. Arus diperlukan untuk ketersediaan aliran makanan dan oksigen serta
membersihkan polip karang dari partikel-partikel yang menempel Sukarno et al. 1983.
2.2 Kalsifikasi Karang