3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan EZ-Test. Penganalisaan data dilakukan dengan analisa kualitatif berdasarkan data-data yang telah diperoleh
melalui wawancara mendalam indepth interview terhadap informan dan kemudian dibandingkan dengan teori dan kepustakaan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Kelurahan Sidiangkat
Kelurahan Sidiangkat merupakan salah satu dari 11 desakelurahan yang ada di Kecamatan Sidikalang. Daerah Kelurahan Sidiangkat berada pada ketinggian 1.066
meter diatas permukaan laut. Jarak daerah kelurahan dengan ibu kota kecamatan sejauh 4 km dengan jarak tempuh selama 20 menit. Secara geografis Kelurahan
Sidiangkat berbatasan dengan : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Belang Malum Kecamatan Sidikalang -
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pak-pak Bharat
- Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan Batang beruh Kecamatan
Sidikalang -
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Gambir Kecamatan Sumbul Berampu kabupaten Dairi
Luas wilayah Kelurahan Sidiangkat adalah 16 km2 1600 Ha atau 22,64 dari total luas kecamatan. Adapun lahan tersebut sebagian besar dimanfaatkan
sebagai areal perladangan masyarakat. Untuk lebih jelasnya tentang rincian jenis penggunaan tanah di kelurahan Sidiangkat dapat kita lihat pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Luas Kelurahan Sidiangkat Menurut Jenis Penggunaan Tanah Tahun 2008
No Jenis Penggunaan
Luas Lahan Ha Persentase
1 Tanah Sawah
85 5.31
2 Tanah Kering
1.143 71.44
3 Bangunan Pekarangan
321 20.06
4 Lainnya
51 3.19
Jumlah 1600
100 Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008
4.1.2 Demografi
Jumlah penduduk Kelurahan Sidiangkat, berdasarkan data dari koordinator kecamatan Sidikalang tahun 2008 adalah 3492 jiwa dengan 733 Kepala Keluarga
KK , yang terdiri dari laki-laki 1766 jiwa dan perempuan 1726 jiwa. Penduduk kelurahan Sidiangkat berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin pada tahun 2008, dengan jelas tanpak pada tabel berikut : Tabel 4.2
Penduduk Kelurahan Sidiangkat Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008
No Golongan Umur
Tahun Jenis Kelamin
Jumlah Persentase
Laki-laki Perempuan
1 0 – 4
234 221
455 13.03
2 5 – 9
229 212
441 12.63
3 10 – 14
223 214
437 12.51
4 15 – 19
246 255
501 14.35
5 20 – 24
145 124
269 7.70
6 25 – 29
121 116
237 6.78
7 30 – 34
119 117
236 6.77
8 35 – 39
109 107
216 6.18
9 40 – 44
103 100
203 5.82
10 45 – 49
81 75
156 4.47
11 50 – 54
54 55
109 3.12
12 55 – 59
34 38
72 2.06
13 60 – 64
29 36
65 1.86
14 65+
39 56
95 2.72
Jumlah 1766
1726 3492
100.00 Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008 .
Universitas Sumatera Utara
Tabel di atas menggambarkan bahwa di kelurahan Sidiangkat, penduduk yang terbanyak adalah yang berusia 15-19 tahun dengan jumlah 501 orang 14.35,
sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah yang berusia 60-64 tahun 1.86.
Sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pendidikan tidak dapat dilepaskan dari rangkaian proses peningkatan kesejahteraan masyarakat yang pada
gilirannya merupakan modal investasi manusia bagi pembangunan nasional. Ukuran keberhasilan pembagunan pendidikan yang telah menempati urutan pertama dari
skala prioritas ini dapat kita lihat dari jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan. Dari jumlah penduduk yang ada, sebanyak 1413 orang telah memiliki
pekerjaan untuk menopang perekonomian dan mencukupi kebutuhan keluarga. Adapun rinciannya secara jelas dapat kita lihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Penduduk Kelurahan Sidiangkat Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2008
No Jenis Pekerjaan
Jumlah Persentase
1 Petani
1226 86.76
2 Industri Jasa
16 1.13
3 PNS dan ABRI
78 5.52
4 Lainnya
93 6.58
Jumlah 1413
100 Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008
Tabel di atas menggambarkan bahwa dari penduduk kelurahan Sidiangkat yang sudah bekerja, pekerjaan sebagai petani mendominasi, sebanyak 1226 orang
87.76 dan yang paling sedikit adalah pekerjaan yang bergerak di bidang industri jasa, hanya 16 orang 1.13 .
Universitas Sumatera Utara
Suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa dibina, dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan falsafah negara
Pancasila. Dalam menjalin kehidupan beragama Pemerintah Kabupaten Dairi, terutama untuk Kecamatan Sidikalang dan Kelurahan Sidiangkat berusaha
membangun suasana hidup yang rukun dan saling menghargai di antara umat beragama yang diarahkan kepada peningkatan amal untuk kepentingan bersama
dalam pembangunan masyarakat, sekaligus dapat mengatasi berbagai masalah sosial yang mungkin dapat menghambat kemajuan pembagunan itu sendiri.
Ada 6 agama yang diakui secara resmi di Indonesia, yaitu : Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Namun di wilayah ini,
hanya agama Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katolik yang berkembang. Adapun perkembangan pemeluk agama di Kelurahan Sidiangkat adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Penduduk Kelurahan Sidiangkat Berdasarkan Agama Tahun 2008
No Agama
Jumlah Persentase
1 Islam
1122 32.13
2 Kristen Protestan
2189 62.69
3 Kristen Katolik
181 5.18
Jumlah 3492
100 Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008
Tabel di atas menggambarkan bahwa dari penduduk kelurahan Sidiangkat, agama Kristen protestan mayoritas di anut oleh masyarakat setempat dengan jumlah
penganut 2189 orang 62.69, yang kemudian disusul oleh penganut agama Islam sebanyak 1122 orang 32.13. Agama yang paling sedikit dianut masyarakat
setempat adalah Kristen Katolik dengan jumlah penganut 181 orang 5.18.
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan kebutuhan tempat peribadatan pemeluk-pemeluk agama diatas, maka di daerah tersebut telah beridiri 3 mesjid dan 4 musholla untuk tempat
peribadatan agama Islam, dan 4 buah gereja sebagai tempat peribadatan agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.
Untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat, di Kelurahan Sidiangkat juga terdapat sarana kesehatan. Lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel
berikut : Tabel 4.5
Sarana Kesehatan di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2008 No
Sarana Kesehatan Jumlah
1 Pustu
1 2
Posyandu 4
3 Paramedis
6 4
Praktek Bidan 3
5 Dukun Bayi
1 Jumlah
15 Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008
Tabel diatas menunjukkan bahwa sarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Sidiangkat ada sebanyak lima jenis dengan jumlah unit 15, yang terdiri dari
paramedis, posyandu, praktek bidan, pustu dan dukun bayi. 4.2 Gambaran Informan
4.2.1 Karakteristik Informan Karakteristik informan meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan,
dan agama. Untuk lebih jelas dapat melihat dan membandingkan karakteristik masing-masing informan dapat kita lihat pada matrix berikut :
Universitas Sumatera Utara
Matrix 4.1 Karakteristik Informan
N o
Nama Umur
Tahun Jenis
Kelamin Pendidikan
Penghasilan Bln Rp
Jumlah Tanggunga
n orang Agama
1 Informan 1
56 Laki-laki
SLTA 1.500.000,-
2 Islam
2 Informan 2
55 Perempuan
Diploma 5.000.000.-
5 Islam
3 Informan 3
50 Perempuan
SLTA 1.200.000.-
5 Kristen
Protestan 4
Informan 4 46
Perempuan SLTP
1.500.000,- 4
Islam 5
Informan 5 31
Laki-laki Diploma
1.500.000,- 4
Islam 6
Informan 6 27
Laki-laki SD
3.000.000,- 5
Kristen Protestan
7 Informan 7
57 Laki-laki
SLTP 4.500.000,-
6 Kristen
Protestan Berdasarkan matrix karakteristik informan diatas memperlihatkan bahwa
umur informan bervariasi antara 27-57 tahun, dengan jenis kelamin 4 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Latar belakang pendidikan informan berbeda-beda mulai dari
tingkat Sekolah Dasar SD sampai dengan pendidikan Diploma dengan penghasilan yang bervariasi antara Rp1.200.000,- sampai dengan Rp5.000.000,- sedangkan agama
Islam berimbang jika dibandingkan dengan agama yang lain, yaitu agama Islam sebanyak 4 orang dan Kristen Protestan 3 orang. Adapun alasan tidak adanya
informan yang beragama Kristen Katolik di karenakan, tidak ada masyarakat setempat yang beragama Kristen Katolik yang sesuai dengan kriteria yang
diharapkan, yakni harus bersuku Pak-pak suami istri harus berasal dari suku Pak- pak .
Adapun hasil wawancara yang diperoleh untuk mengetahui pola pencarian pengobatan masyarakat suku Pak-pak Kelurahan Sidiangkat dapat dilihat pada
matriks hasil wawancara berikut.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Matriks Pola Pencarian Pengobatan Informan 1.
Reaksi Informan jika Ada Anggota Keluarga Sakit Adapun jawaban informan, ketika ditanyakan reaksi yang dilakukan ketika
informan maupun anggota keluarga ada yang terkena penyakit adalah sebagaimana yang digambarkan pada matrix berikut :
Matrix 4.2 Pola Pencarian Pengobatan Informan jika Ada Anggota Keluarga yang Sakit
Informan Pernyataan
1 Ya…. itu tergantung sakitnya. Kalau sakitnya yang biasa-biasa aja gak
perlu diobati. Saya berpandangan seperti ini karena berdasarkan pengalaman dan cerita dari orang-orang tua. Itu saya lakukan karena
memang ada penyakit itu yang tidakpun diobati akan sembuh sendiri.
2 Kalau kena penyakit ya… pasti harus berobat.Terserah itu pengobatan
tradisional ataupun ke Rumah Sakit. Setiap akal sehat pasti bependapat seperti itu. Iya kan?
3 Kalau sakit haruslah diobati. Gak ada penyakit yang sembuh sendiri.
Saya berpendapat demikian, karena itu yang saya pelajari waktu sekolah dulu.
4 Kalau sakit yang pertama kali itu kepuskesmaslah, kemedis dulu.
Kemudian kalau tidak sembuh baru kedukun. Misal, kalau ada masuk angin anak-anak seperti ini maksudnya cucunya yang pertama kali itu
dibawa kemantri, tapi kalau tidak sembuh barulah di tujuh salah satu teknik pengobatan tradisional sama orang pintar. Berdasarkan
pengalaman, kek gitu lah.
5 Yang pertama itu adalah memberikan pertolongan sementara pada
penyakitnya. Contohnya dibawa kerumah sakit ataupun puskesmas, ataupun grama baca: ramuan tradisional yang kita buat sendiri.
Begitulah, karena memang pelajaran waktu sekolah dulu, ya...seperti itu kan?
6 Yang pasti berobatlah kalau sakitnya sudah nggak tertahan lagi.
Apapun proses pengobatannya. Mau medis, mau tradisional, yang pasti berobat. Itu lah yang diajarkan orang tua saya dulu.
7 Tergantung penyakitnya apa dulu...kalau sakit ringan-ringan aja seperti
panas, atau demam biasa, kita tunggu aja dulu. Kalau beberapa hari belum sembuh-sembuh baru dibawa berobat. Pengalaman ku,
begitulah...biasanya sembuh sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Matrix diatas menggambarkan bahwa, jika anggota keluarga mengalami suatu penyakit, maka 4 orang informan mengatakan bahwa yang harus dilakukan
adalah melakukan pengobatan baik secara tradisional maupun medis modern, sedangkan 3 orang informan mengatakan bahwa langkah yang dilakukan adalah
tergantung jenis penyakitnya apa, jika penyakitnya penyakit yang biasa-biasa saja yang ringan-ringan saja seperti panas atau demam biasa maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. 2. Pencarian Pengobatan Berdasarkan Jenis Penyakit
a. Penyakit yang tidak perlu diobati Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang
penyakit yang tidak perlu diobati, maka informan memberikan jawaban sebagaimana berikut :
Matrix 4.3 Penyakit yang Tidak Perlu Diobati
Informan Pernyataan
1 Ada, contohnya penyakit disentri, pening karena pengaruh kurang
tidur. Tanda- tanda khusus penyakit yang tidak perlu di obati, tidak ada, tapi berdasarkan pengalaman. Tidak perlu melakukan pengobatan.
Cukup dengan mencuci muka dan kemudian tidur, setelah itu pasti sembuh
2 Ada juga masyarakat kita yang seperti itu. Bukan karena kepercayaan,
tapi karena faktor ekonomi yang sangat minim. Dibiarkan saja, tapi kenyataannya memang sembuh juga. Biasanya penyakit-penyakit
ringan, pening, nggak enang badan, influenza. Tapi kalau saya, tidak ada yang seperti itu.
3 Ah… Kalau penyakit, mana ada yang nggak perlu diobati. Gak
diterima logika. Kalau sakit ya…berobatlah. 4
Tidak. Tidak ada penyakit yang seperti itu. 5
Kalau sepengetahuan saya tidak ada penyakit yang tidak perlu diobati. Karena setiap sakit, entah panas, pilek sedikitpun pastilah ada obatnya.
Yang pasti harus diobati. Entah itu medis maupun tradisional.
Universitas Sumatera Utara
6 Yang ringan-ringan nggaklah semuanya mesti di obati, walaupun yang
namanya penyakit harus diobati. Karena katanya gak ada penyakit yang nggak ada obatnya.
7 Ya..ada juga lah. Seperti pilek atau demam-demam biasa. Penyakit-
penyakit ringan seperti ini, menurut pengalaman saya biasanya sembuh sendiri. Kita banyak minum dan istirahat, biasanya nanti akan sembuh
sendiri. Kalo yang seperti itu belum sakit namanya, he.he.he
Matrix diatas menggambarkan tentang penyakit yang tidak perlu dilakukan proses pengobatan, yang mana 4 informan mengatakan bahwa tidak ada penyakit
yang tidak perlu diobati. Setiap menderita suatu penyakit harus dilakukan proses pengobatan baik secara medis maupun tradisional, sedangkan 3 orang informan
mengatakan bahwa ada juga penyakit yang tidak perlu dilakukan proses pengobatan karena diyakini akan sembuh sendiri.
b. Penyakit yang dapat diobati sendiri self medication Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang
penyakit yang dapat disembuhkan dengan pengobatan sendiri, maka informan memberikan jawaban sebagaimana berikut :
Matrix 4.4 Penyakit yang Bisa Diobati Sendiri
Informan Pernyataan
1 O…ada. Tanda-tandanya penyakit ringan. Contohnya penyakit pilek.
Cukup dengan procold yang dibeli dari warung. Sakit-sakit kepala sikit pening cukup dengan ramuan cabai dan garam yang dioleskan ke
kening, atau dengan minyak kayu Baja yang diambil dengan cara membakar kayu tersebut kemudian mengembunkan asapnya diatas
parang. Kemudian embunnya dioleskan kekepala. Luka yang tersayat juga dapat diobati dengan cara menempelkan ubi talas ke bagian tubuh
yang luka. Obat sakit perut yang disebabkan karena kebanyakan makan asam atau mencret diobati dengan meminum Sinangger. Sinangger ini
merupakan ramuan campuran dari beras di tambah garam, kunyit, gula merah yang digongseng sampai hitam kemudian dihaluskan. Dan kalau
ditanya tandanya, sebenarnya gak ada yang khusus. Pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
semua penyakit, tapi penyakit yang dari zaman dulu sudah ada ya..bukan penyakit yang baru sekarang, bisa kita obati sendiri. Tapi
ya...untuk penyakit yang sudah biasa kita alami. Jadi berdasarkan pengalaman bisa kita sembuhkan sendiri.
2 Ada. Contohnya sakit kepala. Cukup diobati dengan kapur dan daun
sawi, atau kunyit ditambahkan dengan kapur yang kemudian dioleskan pada persendian. Sakit perut cukup diobati dengan sinangger. Ini
biasanya penyakit ringan. Contohnya lagi, gatal-gatal cukup dengan belerang. Batuk ringan dengan memakan jahe, atau dengan asam yang
telah dibakar yang kemudian di campur dengan kecap. Luka-luka ringan cukup dengan daun “tanggaruma” daun sentrong . Kebiasaan
ini bukan karena ekonomi lemah, tapi berdasarkan pengalaman dan cerita dari kawan-kawan. Untuk apa mesti kita bawa ke medis, kalau
bisa kita obati sendiri, dan juga prosesnya lebih cepat dan alami. Tapi ada juga penyakit yang, cukup diobati dengan cara membeli obat-obat
yang ada dikedai, seperti Panadol, inza, neo entrostop, antangin dan banyak lagi: Karena cukup dengan 500 perak, bisa kita dapatkan.
Kalau kemediskan tidak akan mungkin dengan 500 perak. Paling nggak 5000 lah.
3 Adalah. Terkadang kalau panas, batuk, ya…beli obat ke kedai.
Tandanya ya..enggak enak badan. Ada juga dengan “grama”, “grama” ini ramuan obat tradisional. Seperti kalau luka pakai daun “Sampula”
sejenis tumbuhan yang memiliki daun dan buah yang kecil-kecil, yang jika buahnya dihaluskan akan berubah warna menjadi warna biru atau
bawang yang ditambah dengan gula. Obat batuk untuk anak-anak dapat diobati dengan memakai buah jipang yang masih muda direbus dan
diperas, kemudian airnya diminum. Atau jeruk nipis yang ditambah dengan kecap. Menurut orang-orang tua bisa sembuh, tapi ya...untuk
penyakit yang ringan-ringan saja.
4 Sakit perut. Sakit kepala, trus yang sakit-sakit ringanlah. Terkilir juga
bisa diobati. Kita buat pake ompu-ompu, bisa itu sembuh. Kemudian luka karena kena’ potong, bisa kita obati sendiri dengan tangga ruma
daun sentrong atau pake ramuan bawang merah yang sudah dicampur dengan gula. Kena jepit juga manjur diobati dengan ramuan bawang
merah tadi. Penyembuhan penyakit ini dilakukan dengan pengobatan sendiri karena penyakitnya masih ringan, dan berdasar pengalaman
dapat sembuh, namun terkadang juga karena kondisi keuangan yang minim.
5 Ya.... kalau yang seperti itu adalah. Seperti penyakit-penyakit luar
contohnya. Seperti tergores, cukup diberikan air daun-daunan, seperti “tanggaruma” dan daun “sampula” yang diremas-remas sampai keluar
airnya. Tanda-tanda penyakit yang bisa kita obati sendiri, adalah penyakit-penyakit ringan seperti karena terlambat tidur ataupun hanya
karena kena’ hujan. Berdasarkan pengalaman sembuh kok.
Universitas Sumatera Utara
6 Ya..ada. Ini contohnya penyakit yang ringan-ringan dan biasa.
Misalnya penyakit demam, pilek, sakit kepala atau sakit perut. Cukup beli obat di kedai atau pake ramuan tradisional seperti gambir yang
diseduh dengan air panas, kemudian diminum, pasti sakit perutnya sembuh.
7 Pasti. Sakit-sakit perut sedikit misalnya. Nggaknya susah obatnya itu,
pake’ gambir yang sudah diiris-iris, baru dicampur air hangat, kemudian diminum. Langsung sembuh itu. Atau luka karena kena
sayat, cukup pake’ daun tangga ruma daun sentrong. Kita haluskan daunnya kemudian tempelkan ke luka. Tapi, ya...untuk penyakit-
penyakit yang ringan-ringan lah. Itu semua kan berdasarkan pengalaman.
Matrix 4.4 menggambarkan tentang penyakit yang bisa kita sembuhkan dengan melakukan proses pengobatan sendiri, yang mana semua informan
mengatakan bahwa ada penyakit yang bisa kita sendiri yang melakukan pengobatannya, tapi khusus untuk penyakit-penyakit yang ringan-ringan saja. Sakit
kepala, sakit perut, luka kena sayat, gatal-gatal ringan dapat diobati sendiri, baik dengan cara membeli obat bebas yang dijual di pasaran seperti panadol, inza,
neoentrostop, procold maupun pengobatan tradisional jenis grama ramuan dari satu atau beberapa jenis bahan, tapi bukan dengan mantra-mantra. Hal ini dilakukan
masyarakat selain karena biayanya murah, juga berdasarkan pengalaman dapat disembuhkan.
c. Penyakit yang penyembuhannya harus ke pengobat tradisional Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang
penyakit yang hanya sembuh jika dibawa berobat ke pengobat tradisional, maka informan memberikan jawaban sebagaimana berikut :
Universitas Sumatera Utara
Matrix 4.5 Penyakit yang Harus Dibawa ke Pengobat Tradisional
Informan Pernyataan
1 Susah untuk menentukan pastinya. Karena ada sebagian penyakit yang
biasapun gejalanya harus dibawa sipande-pande keorang pintar . Misal kesambet makhluk halus, tandanya biasanya berubah dari sikap
biasanya, yang biasanya pendiam jadi suka ngomong dan sembarangan nggak teratur, atau tiba-tiba panas tinggi. Obatnya biasanya dengan
cara memohon maaf dan memberikan sebatang rokok atau selembar daun sirih, yang diletakkan di tempat kita kesambet yang tentunya
informasi tempatnya kita dapat dari sipande-pande. Selanjutnya karena penyakit yang karena dibuat orang atau “Aji”, seperti “aji tur-tur”
kusta harus keorang pintar, karena akan lebih bahaya kalau dibawa ke medis. Kemudian “gadam” gatal-gatal pada kulit, berwarna kemerah-
merahan dan timbul di permukaan kulit ini juga demikian. Harus keorang pintar. Gadam ini menyerang kulit bahkan ada yang bisa
mematahkan tulang. Tandanya..penyakitnya bukan penyakit biasa. Berdasarkan pengalaman kita kan tahu. Kalau hasilnya biasanya
sembuhlah, kalau memang penyakitnya karena dibuat orang ya..
2 Ada. Pengobatan tradisional itukan terbagi dua. Yang pertama grama
ramuan tradisional dan dengan tabas mantra-mantra bantuan dukun. Contoh penyakit ini adalah penyakit yang karena kena Aji,
gadam. Aji dan gadam ini banyak jenisnya. Pengobatannya dilakukan ke orang pintar karena secara medis penyakit ini tidak terdeteksi
mulanya. Selain itu bukan karena faktor kepercayaan, tapi karena pengaruh teman. Namanya kita lagi sakit, kan bingung mencari
pengobatan apalagi sembuhnya lama dan penyakitnya aneh dan berbeda dengan penyakit lain. Akhirnya kita dengarkan jugalah saran
dari kawan-kawan yang lain, gimanalah biar cepat sembuh. Kalau pelayanan di tempat dukun ini lumayan bagus, hanya saja biasanya
jorok karena ramuan-ramuannya itu. Kalau tanda-tanda penyakit yang seperti ini berbeda beda, bahkan ada penyakit yang tidak tahu kita
tanda-tandanya. Kalau hasilnya, kadang ada yang sembuh, ada juga yang nggak sembuh.
3 Penyakit-penyakit yang tidak wajar. Misal, sudah dibawa ke medis,
tapi penyakitnya tidak diketahui juga, kemudian karena ajakan teman akhirnya keorang pintarlah. Kalau hasilnya, gimana ya...kadang-
kadang sembuh juga sih, tapi banyak juga yang nggak sembuh.
4 Ee..h. Penyakit apa namanya ya. O..itu, penyakit Esek. Esek ini sesak
napas, tapi gak tahu apa penyebabnya. Kemudian penyakit gila. Tapi, bukan seperti orang gila dijalanan yang ngejar-ngejar orang . Mm..m,
lebih pasnya sisunde. Ya..sisunde. Sisunde ini penyakit yang dialami anak gadis yang dibuat oleh anak lajang karena masalah percintaan.
Universitas Sumatera Utara
Sisunde ini kadang-kadang tiba-tiba menangis, kemudian tiba-tiba tertawa, kadang-kadang diam trus tiba-tiba tersenyum. Pengobatannya
kita bawa kepengobatan tradisional langsung, karena kita dah melihat penyakitnya aneh, untuk apa lagi kita bawa kedokter. Hal-hal seperti
ini kita tahu dari orang-orang tua yang dulu. Pelayanan pengobat tradisional ini kurang baik, justru kita yang harus pintar-pintar
memohon untuk diobati. Hasilnya biasanya sembuh, apalagi kalau pas ke orang pintarnya. Cepat itu sembuhnya.
5 Kalau penyakit-penyakit yang seperti itu, kalau di suku Pak-pak
istilahnya kena Aji guna-guna, ya..sejenis megic. Otomatiskan pengobatannya dengan dukun-dukun. Contohnya penyakit-penyakit
seperti kena aji Tur-tur. Aji tur-tur ini kalau dimedis disebut Kusta. Selain itu ada aji Siarsak. Penyakit ini lama baru diketahui
penyebabnya apa. Semenjak kena bisa sampai berbulan-bulan baru nampak akibatnya, sehingga si penderita biasanya lupa penyebabnya
apa. Pengobatan tradisional ini dapatlah dikatakan cukup baik. Namanya saja kita pasien, waktu kita berobat, diservislah. Kenapa saya
berpikiran untuk membawa pengobatan ke pengobat tradisional, karena berdasarkan pengalamanlah terhadap penyakit itu. Kemudian usul dari
teman-teman. Kalau hasilnya, ada yang sembuh, tapi ada juga yang gak sembuh-sembuh, dalam arti kata tidak semua jenis penyakit yang kita
bawa ke orang pintar yang satu dapat disembuhkannya semua, jadi kadang-kadang kita pergi ke orang pintar yang lainlah.
6 Penyakit-penyakit yang seperti itu sih katanya orang-orang, karena
yang dibuat orang lain. di guna-gunai katanya. kalau aku sih, kurang tau persis yang seperti apa tanda-tandanya. Kebetulan saya belum
pernah berobat ke dukun, tapi kalau mengawani kawan pernah. Pelayanan nya berbeda-beda, ada yang melayani dengan baik dan ada
juga sepertinya kita kurang dilayani. Tapi yang jelas, tempatnya biasanya kurang bersih karena ramuan-ramuannya itu. Kalau kulihat
kawan, ada yang sembuh juga, trus yang nggak sembuh juga ada, maksudnya nggak sembuh di satu orang pintar ini, jadi harus ke orang
pintar yang lain.
7 Gimanalah mau dibilang ya... Mm..memang adanya penyakit seperti
itu. Penyakit-penyakit yang dibuat orang seperti kena “aji” atau pun “gadam”. Tandanya penyakitnya anehlah.., dah diobati kemedis gak
sembuh-sembuh. Sekarang memang sudah jarang, tapi masih ada. Pengalaman dan cerita dari kawan-kawan yang membuat kita semakin
percaya. Kalau pelayanannya cukup baik, tapi tempatnya biasanya agak jorok. Kalau hasilnya, sering juga memang sembuh.
Matrix diatas menggambarkan tentang penyakit yang pengobatannya harus ke pengobat tradisional. Semua informan mengatakan bahwa ada penyakit yang memang
Universitas Sumatera Utara
pengobatannya harus dibawa ke pengobatan tradisional seperti sakit karena disebabkan kesambet makhluk halus, penyakit karena dibuat oleh orang lain seperti
kena “Aji” maupun “Gadam”. Berdasarkan pengalaman informan tidak akan sembuh jika dibawa ke pengobat medis. Masyarakat memilih melakukan pengobatan ke
pengobat tradisional karena berdasarkan pengalaman, pengaruh dari teman maupun orang-orang tua. Hasilnya, proses pengobatan tradisional tidak selalu berjalan
dengan mulus ketika berobat kesalah seorang dukun, sehingga harus beralih kepada dukun yang lain.
d. Penyakit yang penyembuhannya harus ke pengobat medis Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang
penyakit yang hanya sembuh jika dibawa berobat ke pengobat medis, maka informan memberikan jawaban sebagaimana berikut :
Matrix 4.6 Penyakit yang Harus Dibawa ke Pengobat Medis
Informan Pernyataan
1 Wah…kalau itu banyak sekali, karena makanan sekarang semua sudah
mengandung bahan kimia. Contohnya penyakit gula, kencing manis. Penyakit-penyakit yang baru muncul di zaman sekarang, kalau dulu
penyakit-penyakit itu tidak ada, makanya pengobatan tradisionalnya tidak ada. Apalagi sekarang... bermacam-macam sudah orang
berkumpul. Ada Batak, Karo, Pak-pak, belum lagi kawan kita Jawa, jadinya sudah kurang manjur tabas Pak-pak ini, soalnya masyarakat
juga sudah mulai kurang percaya. Jadi ke medislah jadinya. Kalau ke medis pelayanannya memang bagus, tempatnya bersih, tapi nggak
semua juga penyakit yang kita bawa ke medis sembuh.
2 Kalau penyakit yang harus dibawa ke medis, seperti tipus, disentri dan
lain-lain. Tanda-tandanya sering panas dan demam, apalagi sudah berulang kali ke dukun tidak sembuh-sembuh juga, ya….harus ke
medislah. Kita pergi ke medis tanpa ada ajakan dari pihak manapun, secara pribadi saja, karena menurutku 90 penyakit itu bisa diobati ke
medis. Pelayanan ke medis ini bagus, tempatnya bersih.
Universitas Sumatera Utara
3 Banyak. Demam, batuk, pilek, lever, ginjal, paru-paru. Biasanya lebih
mujarab dibandingkan dengan tradisional. Pemikiran seperti ini kita dapat dari logika saja, gak perlu ajakan dari orang lain, timbul dari hati
dan pengalaman ketika mengalami sakit. Kalau aku sich, lebih percaya ke medis.
4 Paru-paru, jantung, malaria, disentri munmen. Pokoknya penyakit-
penyakit yang baru lah, bukan penyakit-penyakit zaman dulu. Penyakit- penyakit seperti ini langsung kita bawa kepengobatan medis, karena kita
sudah tahu, penyakitnya tidak dipengaruhi atau dibuat karena hal-hal yang aneh. Misalnya dia menggigil karena mandi atau menahan panas
matahari. Jelaslah harus dibawa ke medis. Pelayanan medis ini bagus. Berkebalikanlah dengan pelayanan ke pengobat tradisional. Semuanya
sudah disiapkan mereka secara lengkap. Tapi memang biayanya lebih mahal.
5 Kalau yang seperti itu adalah. Untuk penyakit dalam dan luar
maksudnya kan? Penyakit luar yang wajib dibawa ke medis contohnya luka yang sangat besar ataupun patah tulang. Ataupun luka besar
maupun dalam, ya..otomatis wajiblah dibawa ke medis. Karena berhubungan dengan suntik, bius segala macamnya ataupun jahit. Itu
kalau penyakit luar, kalau penyakit dalam contohnya seperti magh dan typus. Tanda-tanda penyakit yang harus dibawa kemedis ini, luka yang
sangat lebar. Kalau untuk penyakit dalam, penyakit-penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium. Kalau pelayanan medis,
ya...sangat memuaskanlah. Segala macam cara dibuat agar kita tertarik.
6 Katanya orang Penyakit jantung, lever, kencing manis. Banyak lagi.
Penyakit-penyakit yang baru lah pokoknya. Kalau untuk pengobatan medis sih bagus, pelayanannya baik, tempatnya bersih. Tapi kadang-
kadang ada yang pemarah juga. Udah itu biayanya besar.
7 Ya..ada juga seperti kencing manis, jantung, paru-paru, lever. Itukan
mesti ke medis, kalau tanda-tanda khusus, gak tahu ya...tapi biasanya penyakit yang baru lah, penyakit yang zaman dulu belum ada. Mungkin
karena banyak bahan-bahan kimia sekarang. Kalau pelayanan medis itu saya lihat bagus, bersih-bersih. Tapi memang biayanya mahal lah kalau
di bandingkan dengan ke pengobatan tradisional.
Matrix diatas menggambarkan tentang penyakit yang pengobatannya harus ke pengobatan medis. Semua informan mengatakan bahwa ada penyakit yang memang
pengobatannya harus dibawa ke pengobatan medis. Pada umumnya semua penyakit yang baru, bukan penyakit yang sudah ada sejak zaman dulu, seperti penyakit gula,
kencing manis, tipus, lever, paru-paru, jantung dan lain-lain, sehingga jenis
Universitas Sumatera Utara
pengobatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit tersebut belum ada. Luka yang sangat dalam dan sangat lebar juga harus di bawa ke pengobatan medis.
e. Penyakit yang penyembuhannya harus ke pengobat tradisional sekaligus ke pengobat medis fragmentation
Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang penyakit yang hanya sembuh jika dibawa berobat ke pengobat tradisional sekaligus
ke pengobat medis fragmentation , maka informan memberikan jawaban sebagaimana berikut :
Matrix 4.7 Penyakit yang Pengobatannya harus Dibawa ke Pengobat Tradisional sekaligus
Pengobat Medis Fragmentation Informan
Pernyataan 1
Ooo.. ada juga. Misal seperti penyakit paru-paru yang dialami si Tumangger sana. “Bibitnya” ada, Karena mungkin berbuat salah
keorang lain. Jadi “bibitnya” dikeluarkan dulu, baru kemudian bisa diobati oleh medis. Karena kalau hanya dengan pengobatan medis,
“bibitnya” gak bisa keluar, jadi perlu pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional, gak bisa menyembuhkan bekas luka karena
penyakit tersebut, jadi butuh pengobatan medis untuk menyembuhkan lukanya, jadi wajib di kombinasikan pengobatannya. Tandanya, kalau
kita sudah obatkan ke tradisional. misalnya, hasilnya gak sembuh total.
2 Ada. Contohnya penyakit terkilir pada anak-anak. Kita datang ke medis,
setelah dikasih obat penurun panas baru kita bawa ke tukang urut, karena meluruskan urat lebih jago tukang kusuk. Hal seperti ini ditandai
dengan kondisi panas badan anak yang tidak merata. Misal, badan anak panas tetapi telapak tangan dan kakinya dingin. Berarti ada yang salah
di badannya. Pemahaman seperti ini muncul karena pengalaman, apalagi anakku kan banyak
3 Mm...ada juga. Misal penyakit karena kena guna-guna seperti pakcikmu
ini menyatakan suaminya. Kita obati kedukun kampung, kita obati kuga ke medis. Gitu kata kawan, kita ikuti saran mereka. Soalnya sudah
diobati ke tradisional gak sembuh, ke medis juga gak sembuh, ya... mungkin aja harus dua-duanya.
4 Akulah itu... Duanya kupakai bersamaan. Itu untuk penyakit-penyakit
yang komplikasilah. Misalnya terlalu lama seseorang menderita
Universitas Sumatera Utara
penyakit karena dibuat diguna-gunai orang lain, sehingga bekas- bekasnya harus diobati dengan pengobatan medis. Anggota badan yang
digerogot i oleh ulat-ulat yang dikirimkan, akhirnya membuat anggota badan luka. Jadi pengobatannya harus digabung. Untuk mengeluarkan
bibitnya atau ulatnya dengan menggunakan pengobatan tradisional dan untuk bekasnya dengan menggunakan pengobatan medis. Tanda-
tandanya, kadang-kadang penyakitnya, penyakit yang biasa menurut medis, tapi tidak sembuh-sembuh juga. Jadi yang pertama itu kita harus
ke dukun untuk mengeluarkan ulatnya dan bibit penyakitnya baru kemudian kemedis. Hal-hal seperti itu diarahkan oleh orang tua, orang-
orang pintar zaman dulu.
5 Mmm. Ada juga. Istilahnya seperti penyakit yang tadi. Aji turtur kusta
bisa juga kita bawa ke medis dan tradisional. Namun tradisionalnya yang dominan. Ke medis dibawa untuk mengurangi rasa sakit dan
gatalnya saja. Kita mungkin perlu bius dan tablet untuk menghilangkan gatalnya. Trus penyakit magh tadi juga bisa kita bawa ke tradisional
sekaligus ke medis. Tapi sebatas hanya menjaga makanan lah..misal minum air daun jambu biji atau sinangger. Hanya lebih dominan
pengobatannya ke medis. Pengobatan itu kan sejalan, kombinasi dia.
6 Kalau yang seperti itu gimana ya... kurang tau pasti aku. Tapi memang
ada juga yang seperti itu. Macam tetangga sebelah inilah. Sakit anaknya itu diobatinya ke medis, diobatinya juga ke tradisional. Sakitnya itu
mukanya pucat, badannya kuning. Diobatinya ke medis, juga ke tradisional. Tapi memang belum sembuh.
7 Ada juga. Misal terkilir atau patah tulang karena kecelakaan. Kita bawa
ke pengobatan tradisional, tukang kusuk untuk menyambungnya karena tukang kusuk yang ahlinya, tapi untuk bekas lukanya itu harus ke medis
biar gak infeksi. Sekalian dia, kalau gak ya... lamalah sembuhnya, atau mungkin gak sembuh-sembuh.
Matrix diatas menggambarkan tentang penyakit yang pengobatannya harus ke pengobatan tradisional sekaligus ke pengobatan medis modern. Semua informan
mengatakan bahwa ada penyakit yang memang pengobatannya harus demikian. Hal ini dilakukan agar prosesnya cepat sembuh dan hasilnya maksimal, karena kalau
hanya menggunakan salah satu jenis pengobatan saja, sembuhnya mungkin sulit atau bahkan mungkin tidak sembuh-sembuh. Misal penyakit paru-paru yang disebabkan
karena di guna-guna orang lain, “bibit” racun yang dikirimkan oleh orang lain, baik
Universitas Sumatera Utara
melalui makanan maupun melalui doa-doa penyakitnya harus dikeluarkan dengan cara pengobatan tradisional, namun bekas lukanya harus disembuhkan dengan
pengobatan medis. f. Melakukan proses membatalkan atau penghentian proses pengobatan
discontinuity Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang
penyakit yang tidak dapat disembuhkan, sehingga melakukan proses membatalkan atau penghentian proses pengobatan discontinuity , maka informan memberikan
jawaban sebagaimana berikut : Matrix 4.8
Melakukan Proses Membatalkan atau Penghentian Proses Pengobatan discontinuity
Informan Pernyataan
1 Wah...kalau penyakit yang seperti itu tidak ada. Semua penyakit pasti
ada obatnya, kecuali satu, ajal. He..he..he.. 2
Sebenarnya itu tidak ada. Hanya saja karena faktor ekonomi dan penyakit yang diderita tidak kunjung sembuh, akhirnya pasrah dan
memberhentikan proses pengobatan
3 Kalau aku mengatakannya tidak ada. Yang paling penting pengobatan
dan kita berusaha. Selagi mampu harus terus diobatkan. Tuhan pun kan bilang “berusahalah kamu”. Jadi nggak ada kata berhenti, kalau sudah
berobat harus sampai tuntas.
4 Tidak ada penyakit yang seperti itu. Namun karena persoalan dana,
banyak juga yang seperti itu. Pasrah menerima, tapi kalau masih ada uang pastilah terus diobati.
5 Kalau yang seperti itu mungkin tidak ada. Cuma, hanya saja keputus
asa an seseorang itu, sehingga muncul bahasa “ sudahlah tidak perlu diobati lagi”. Namun yang namanya penyakit, tidak ada yang
pengobatannya berhenti di tengah jalan.
6 Tidak ada itu. Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Tapi
kadang-kadang tidak ketemu. Jadinya pasrah... 7
Kalau yang seperti itu, ya... tidak ada. Semua penyakit pasti ada obatnya. Hanya saja karena benturan ekonomi, ini sering terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Matrix 4.8 diatas menggambarkan tentang penyakit yang dalam masa pengobatannya, proses pengobatannya dicukupkan ataupun tidak dilanjutkan lagi.
Semua informan menyatakan bahwa tidak ada penyakit yang demikian. Setiap penyakit pasti ada obatnya. Hanya saja karena permasalahan ekonomi dan juga sudah
berusaha tapi tidak juga sembuh, akhirnya timbul rasa pasrah sehingga proses pengobatannya tidak dilanjutkan lagi.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
Pandangan masyarakat tentang batasan sehat maupun batasan sakit tidak selalu sama di antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Pandangan
ini menyebabkan masyarakat tidak selalu melakukan cara yang sama dalam hal menyemb uhkan penyakit yang diderita. Data berdasarkan hasil penelitian Tukiman
dan Jumirah 2001 dalam Sitorus 2003 tentang “Perilaku masyarakat terhadap timbulnya gejala penyakit” diketahui bahwa ketika mengalami sakit ada sebanyak 5
yang membiarkan penyakitnya tanpa melakukan pengobatan, 5 melakukan pengobatan dengan cara sendiri, diobati dengan jamu sebanyak 9, memakai obat
bebas sebanyak 63, pergi ke dokterpuskesmas sebanyak 18. Artinya ketika mengalami sakit, sebagian besar orang-orang akan melakukan pengobatan dengan
berbagai cara. Proses yang dilakukan anggota masyarakat dalam mencari pemecahan terhadap masalah kesehatan yang dialami, dilakukan dengan cara memanfaatkan
pengobatan medis dan non medis sebagai pilihan dalam berobat, bahkan ada yang menggabungkannya dalam proses pengobatan. Pola pengobatan yang dilakukan
didasarkan kuat oleh pola pencarian pengobatan yang dipahami.
5.1 Karakteristik Informan tentang Pola Pencarian Pengobatan 1. Umur
Dari hasil penelitian umur informan bervariasi antara 27 – 57 tahun, dimana ditemukan golongan umur tersebut memilih pengobatan medis maupun non medis
Universitas Sumatera Utara
dalam mengobati penyakit yang dialaminya. Dalam memilih jenis pengobatan antara informan yang berumur dewasa muda 50 tahun ataupun dewasa tua 50 tahun
tidak ada perbedaan yang mendasar terhadap kepercayaan dan keyakinan akan jenis pengobatan medis maupun non medis. Pemilihan jenis pengobatan di dasarkan pada
jenis penyakit yang di derita. Kesimpulan ini dapat kita lihat dari pernyataan informan kelompok umur
dewasa muda 50 tahun ataupun dewasa tua 50 tahun, bahwa yang namanya sakit harus segera diobati, sebagai berikut :
“ Yang pertama itu adalah memberikan pertolongan sementara pada penyakitnya. Contohnya dibawa kerumah sakit ataupun puskesmas, ataupun
grama yang kita buat sendiri. ” matrix 4.2 informan 5 ; pernyataan untuk usia 50 tahun
” Kalau kena penyakit ya… pasti harus berobat.Terserah itu pengobatan tradisional ataupun ke Rumah Sakit. Setiap akal sehat pasti bependapat
seperti itu. Iya kan? ” matrix 4.2 informan 2 ; pernyataan untuk usia 50 tahun
Demikian juga pandangan informan akan penyakit ringan yang tidak perlu di obati. Tidak ada perbedaan yang mendasar. Baik dewasa muda maupun dewasa tua
memiliki pandangan yang hampir sama sebagaimana pernyataan informan berikut : ” Yang pasti berobatlah kalau sakitnya sudah nggak tertahan lagi.” matrix
4.2 informan 6 ; pernyataan untuk usia 50 tahun
“Tergantung penyakitnya apa dulu...kalau sakit ringan-ringan aja seperti panas, atau demam biasa, kita tunggu aja dulu. Kalau beberapa hari belum
sembuh-sembuh baru dibawa berobat.” matrix 4.2 informan 7 ; pernyataan untuk usia 50 tahun
Pencarian pengobatan yang dilakukan informan ketika mereka sedang sakit adalah berdasarkan kepercayaan dan keyakinan masing-masing bukan karena tingkat
Universitas Sumatera Utara
umur seperti yang disebutkan Kalengi 1994, bahwa masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional sebagaian besar pada kelompok umur tua, karena pengobatan
tradisional tersebut biasanya diperoleh secara turun-temurun atau berdasarkan pengalaman.
2. Jenis Kelamin Dari 7 orang informan, 4 orang berjenis kelamin laki-laki dan 3 orang berjenis
kelamin perempuan. Dalam hal pencarian pelayanan pengobatan, laki-laki lebih memilih memastikan terlebih dahulu penyakitnya, jika memang masih dapat tidak
dilakukan proses pengobatan baik pengobatan tradisional maupun medis, karena menurut batas ukuran mereka masih merupakan penyakit yang ringan misalnya,
pilek atau demam biasa maka tidak akan dilakukan pengobatan. Sedangkan bagi perempuan, yang namanya sakit harus segera dilakukan pengobatan baik secara
medis maupun pengobatan tradisional. Kesimpulan ini didapat dari pernyataan berikut :
“Penyakit-penyakit ringan seperti ini, menurut pengalaman saya biasanya sembuh sendiri. Kita banyak minum dan istirahat, biasanya nanti akan
sembuh sendiri. Kalo yang seperti itu belum sakit namanya, he.he.he.” matrix 4.3 informan 7 : pernyataan dari informan laki-laki
“Ah… Kalau penyakit, mana ada yang nggak perlu diobati. Gak diterima logika. Kalau sakit ya…berobatlah.” matrix 4.3 informan 3 : pernyataan dari
informan perempuan
Dalam hal ini, terlihat bahwa laki-laki biasanya menganggab remeh terhadap suatu permasalahan kesehatan. Beda halnya dengan perempuan yang memang sudah
sewajarnya harus segera melakukan pertolongan terhadap bahaya yang mengancam sakit . Hal ini senada dengan pandangan Foster dan Anderson 2005 yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa perempuan Ibu umumnya lebih peduli terhadap Kondisi kesehatan keluarga
3. Penghasilan Dari penghasilan yang diperoleh informan, 3 orang informan berpenghasilan
tinggi dan 4 orang informan berpenghasilan rendah. Pada masyarakat suku Pak-pak setempat, tingkat penghasilan tidak menjadi tolak ukur seseorang untuk memilih jenis
pengobatan. Kesimpulan ini didapat dari pernyataan informan berikut :
” Untuk apa mesti kita bawa ke medis, kalau bisa kita obati sendiri, dan juga prosesnya lebih cepat dan alami. Tapi ada juga penyakit yang, cukup diobati
dengan cara membeli obat-obat yang ada dikedai, seperti Panadol, inza, neo entrostop, antangin dan banyak lagi: Karena cukup dengan 500 perak, bisa
kita dapatkan. Kalau kemediskan tidak akan mungkin dengan 500 perak. Paling nggak 5000 lah.” : matrix 4.4 informan 2 ; pernyataan informan
dengan tingkat ekonomi tinggi “Kena jepit juga manjur diobati dengan ramuan bawang merah tadi.
Penyembuhan penyakit ini dilakukan dengan pengobatan sendiri karena penyakitnya masih ringan, dan berdasar pengalaman dapat sembuh, namun
terkadang juga karena kondisi keuangan yang minim.” matrix 4.4 informan 4 ; pernyataan informan dengan tingkat ekonomi rendah
Dari pernyataan informan tersebut dapat diketahui bahwa informan yang berpenghasilan tinggi maupun rendah ketika proses pengobatan masih dapat
dilakukan dengan cara pengobatan non medis baik dengan cara pengobatan tradisional maupun pengobatan sendiri, maka akan memilih pengobatan non medis
karena biayanya relatif lebih murah. Hal ini senada dengan pandangan Noto Siswoyo dan Mulyono 1995,
pemanfaatan pengobatan tradisional sangat baik dan merupakan salah satu sosial
Universitas Sumatera Utara
budaya dan dapat digolongkan sebagai teknologi tepat guna karena bahan-bahan yang deperlukan terdapat disekitar masyarakat sehingga mudah didapat, murah biayanya
dan mudah menggunakannya tanpa memerlukan peralatan yang mahal. 4. Agama
Dalam penelitian ini 4 orang informan beragama Islam, 3 orang informan beragama Kristen Protestan dan tidak ada informnan yang beragama Katolik. Adapun
alasan tidak ada informan yang beragama Kristen Katolik, karena menurut informasi dari masyarakat setempat, keluarga masyarakat suku Pak-pak yang beragama Kristen
Katolik tidak ada. Dalam hal pola pencarian pengobatan informan umumnya berpendapat dan memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda.
Ajaran agama menjadi alasan informan untuk terus berjuang dalam melakukan proses pengobatan. Agama mengajarkan kita untuk hidup sehat, jadi harus
selalu berusaha dan tidak boleh berputus asa, seperti pendapat informan berikut: “Kalau aku mengatakannya tidak ada. Yang paling penting pengobatan dan
kita berusaha. Selagi mampu harus terus diobatkan. Tuhan pun kan bilang “berusahalah kamu”. Jadi nggak ada kata berhenti, kalau sudah berobat
harus sampai tuntas”. matrix 4.8 informan 3 5. Pendidikan
Pendidikan informan bervariasi, mulai dari tamat SD sampai dengan Diploma. Tamat SD 1 Orang, tamat SLTP 2 orang, tamat SLTA 2 orang dan tamat Diploma 2
orang. Dalam hal ini informan yang berpendidikan rendah SD dan SLTP maupun tinggi SLTA maupun Diploma , masih tetap menggunakan jenis pengobatan
tradisional maupun pengobatan medis modern dalam proses pencarian pengobatan
Universitas Sumatera Utara
jika terkena penyakit. Namun informan yang berpendidikan tinggi, umumnya menyegerakan melakukan proses pengobatan dibanding informan yang berpendidikan
rendah. Kesimpulan ini di dasarkan pada pernyataan informan, sebagaimana berikut :
“Yang pertama itu adalah memberikan pertolongan sementara pada penyakitnya. Contohnya dibawa kerumah sakit ataupun puskesmas, ataupun
grama yang kita buat sendiri. Begitulah, karena memang pelajaran waktu sekolah dulu, ya...seperti itu kan?” matrix 4.2 informan 5 : pernyataan
informan dengan jenjang pendidikan tinggi ” Yang pasti berobatlah kalau sakitnya sudah nggak tertahan lagi. Apapun
proses pengobatannya. Mau medis, mau tradisional, yang pasti berobat. Itu lah yang diajarkan orang tua saya dulu.” matrix 4.2 informan 6 : pernyataan
informan dengan jenjang pendidikan rendah
Menurut Agoes A. dan T. Jacob 1996, suatu fakta menunjukkan bahwa dimanapun atau dinegara manapun yang bertaraf pendidikan rendah mapun tinggi,
termasuk Indonesia, pelayanan kesehatan biasanya diberikan untuk dua jenis pengobatan yakni medis dan non medis. Walaupun pengobatan medis telah
membuktikan eksistensinya sebagai pengobatan yang berhasil, namun masih banyak pula orang sakit yang mencari pengobatan non medis.
Soekidjo 1997 mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pengenalan dan pemahaman terhadap kesehatan medis modern juga semakin
meningkat, sehingga pemanfaatan ramuan obat tradisional hanya sebagai cadangan atau bila diperlukan mendadak. Dimana pendidikan memiliki peranan yang penting
dalam mengadopsi pengetahuan secara baik. Namun pada masyarakat setempat, tidaklah demikian. Informan yang berpendidikan tinggi tidak mengutamakan jenis
pengobatan medis dibanding dengan jenis pengobatan non medis. Pola pencarian
Universitas Sumatera Utara
pengobatan dipengaruhi oleh lingkungan teman, orang tua, kerabat dan unsur kepercayaan.
6. Dukungan Budaya Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa telah terjadi pergeseran budaya
yang ada di masyarakat, hal itu terlihat dari pernyataan informan berikut : ”Penyakit-penyakit yang baru muncul di zaman sekarang, kalau dulu penyakit-
penyakit itu tidak ada, makanya pengobatan tradisionalnya tidak ada. Apalagi sekarang... bermacam-macam sudah orang berkumpul. Ada Batak, Karo, Pak-
pak, belum lagi kawan kita Jawa, jadinya sudah kurang manjur tabas Pak-pak ini, soalnya masyarakat juga sudah mulai kurang percaya.” matrix 4.6
informan 1 Proses pembauran masyarakat di lokasi termasuk masalah yang penting karena
keberadaan etnis, agama dan daerah asal yang bermukim dalam satu wilayah cukup heterogen. Pembauran ini akan mendorong tumbuhnya proses integrasi dan akulturasi
masyarakat Rukmadi,1995. Dari pernyataan informan tersebut dapat diketahui perubahan budaya dan
kebiasaan yang terjadi dimasyarakat Pak-pak dipengaruhi oleh adanya interaksi antar budaya yang ada yakni budaya Pak-pak, Toba maupun Karo. Singgungan antar
masyarakat menyebabkan perubahan budaya dan kepercayaan. Sehingga budaya yang lama dapat mengalami penurunan nilai ketertarikan dari masyarakat setempat atau
bahkan hilang sama sekali. 7. Dukungan Keluarga dan Masyarakat
Keluarga dan teman di masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan pelayanan kesehatan yang akan dipilih oleh anggota keluarganya. Hal ini
didukung oleh pernyataan informan berikut :
Universitas Sumatera Utara
“Apapun proses pengobatannya. Mau medis, mau tradisional, yang pasti berobat. Itu lah yang diajarkan orang tua saya dulu. “ matrix 4.2 informan
6 “ Penyakit-penyakit yang tidak wajar. Misal, sudah dibawa ke medis, tapi
penyakitnya tidak diketahui juga, kemudian karena ajakan teman akhirnya keorang pintarlah. Kalau hasilnya, gimana ya...kadang-kadang sembuh juga
sih, tapi banyak juga yang nggak sembuh.” matrix 4.5 informan 3 Hal ini berarti bahwa ikatan keluarga dan persahabatan yang kuat mendorong
kita agar melakukan langkah yang sama ketika anggota keluarga mengalami sakit, walaupun terkadang kita sendiri merasa kurang yakin terhadap jenis pengobatan yang
ditawarkan. Selain itu meminta nasehat keluarga dan tetangga ketika menentukan pelayanan pengobatan merupakan kebiasaan yang ada di masyarakat Pak-pak di
kelurahan Sidiangkat. 8. Pengalaman dan Kepercayaan
Sebagian besar informan mengambil tindakan pola pencarian pengobatan didasarkan pada pengalaman yang pernah dirasakannya sebelumnya, baik itu untuk
menunda proses pengobatan, tidak melakukan proses pengobatan, mamilih pengobatan kecara tradisional, medis maupun mengkombinasikan kedua jenis
pengobatan tersebut. “Tergantung penyakitnya apa dulu...kalau sakit ringan-ringan aja seperti
panas, atau demam biasa, kita tunggu aja dulu. Kalau beberapa hari belum sembuh-sembuh baru dibawa berobat. Pengalaman ku, begitulah...biasanya
sembuh sendiri.” matrix 4.7 informan 2 ; informan ketika menunda proses pengobatan
“Ada, contohnya penyakit disentri, pening karena pengaruh kurang tidur. Tanda- tanda khusus penyakit yang tidak perlu di obati, tidak ada, tapi
berdasarkan pengalaman.” Matrix 4.3 informan 1 ; informan ketka tidak melakukan proses pengobatan pada jenis penyakit tertentu
Universitas Sumatera Utara
“Selanjutnya karena penyakit yang karena dibuat orang atau Aji, harus keorang pintar, karena akan lebih bahaya kalau dibawa ke medis. Kemudian
gadam¸ ini juga demikian. Harus keorang pintar. Gadam ini menyerang kulit bahkan ada yang bisa mematahkan tulang. Tandanya..penyakitnya bukan
penyakit biasa. Berdasarkan pengalaman kita kan tahu” matrix 4.5 informan 1 ; informan ketika memilih proses pengobatan tradisional
“Pemikiran seperti ini kita dapat dari logika saja, gak perlu ajakan dari orang lain, timbul dari hati dan pengalaman ketika mengalami sakit. Kalau
aku sich, lebih percaya ke medis” matrix 4.6 informan 3 ; informan ketika memilih proses pengobatan medis
“Misal, badan anak panas tetapi telapak tangan dan kakinya dingin. Berarti ada yang salah di badannya. Pemahaman seperti ini muncul karena
pengalaman, apalagi anakku kan banyak” matrix 4.7 informan 2 ; informan ketika memilih proses pengobatan tradisional dan medis dilakukan secara
kombinasi
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat, memilih menggunakan proses pengobatan terhadap penyakit di dasarkan
pada pengalaman, karena sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit yang sama. Pengalaman yang berarti telah membuktikan baik sengaja maupun tidak dan cerita
dari teman dan para orang tua akan membuat kita semakin percaya dan yakin terhadap sesuatu hal. Demikian juga dalam pola pencarian pengobatan, yang besar
prosesnya didukung oleh pengalaman dan kepercayaan.
5.2 Pola Pencarian Pengobatan Informan 1.
Tindakan Informan jika Anggota Keluarga Terkena Penyakit Penjelasan informan tentang tindakan yang dilakukan ketika ada anggota
keluarga yang mengalami sakit, terdapat dua tindakan yang mungkin dilakukan. Bagi sebagian informan ada yang langsung segera memberikan pengobatan baik secara
Universitas Sumatera Utara
medis maupun tradisional bahkan dengan melakukan pengobatan sendiri. Seperti yang dijelaskan oleh informan berikut :
” Yang pertama itu adalah memberikan pertolongan sementara pada penyakitnya. Contohnya dibawa kerumah sakit ataupun puskesmas, ataupun
grama yang kita buat sendiri. Begitulah, karena memang pelajaran waktu sekolah dulu, ya...seperti itu kan?” matrix 4.2 informan 5
Pernyataan yang serupa juga diungkapka oleh seorang informan, ” Kalau kena penyakit ya… pasti harus berobat.Terserah itu pengobatan
tradisional ataupun ke Rumah Sakit. Setiap akal sehat pasti bependapat seperti itu. Iya kan?” matrix 4.2 informan 2
Bagi sebagian informan lagi, tidak akan melakukan tindakan-tindakan khusus terhadap penyakit-penyakit ringan, karena dianggap akan sembuh dengan sendirinya.
Seperti yang di sampaikan informan berikut : ” Yang pasti berobatlah kalau sakitnya sudah nggak tertahan lagi.” matrix
4.2 informan 6 Demikian juga dengan pernyataan informan berikut :
“Tergantung penyakitnya apa dulu...kalau sakit ringan-ringan aja seperti panas, atau demam biasa, kita tunggu aja dulu. Kalau beberapa hari belum
sembuh-sembuh baru dibawa berobat.” matrix 4.2 informan 7
Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk menjaga agar tubuh kembali sehat, masyarakat akan melakukan berbagai macam cara
pengobatan, baik pengobatan sendiri, medis maupun tradisional. Walaupun ada juga masyarakat yang tidak melakukan pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya,
karena memiliki persepsi bahwa penyakit tersebut tidak mengancam jiwanya dan yakin akan kemampuan tubuhnya untuk tetap sehat. Ini senada dengan pandangan
Afrizal 2004, bahwa setiap manusia berkeinginan untuk hidup sehat atau berusaha
Universitas Sumatera Utara
untuk mempertahankan status sehat yang dimilikinya. Tindakan manusia dalam mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan
pelayanan kesehatan yang ada, tetapi hubungan antara sehat dan permintaan pelayanan kesehatan tidaklah sesederhana itu. Pemanfaatan pelayanan kesehatan itu
sendiri sangat erat kaitannya dengan bagaimana persepsi seseorang tersebut terhadap kesehatan dan tingkat kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pengobatan.
2. Penyakit yang Tidak Perlu Diobati
Penjelasan informan untuk penyakit yang tidak perlu diobati sangat erat kaitannya dengan pandangan informan jika anggota keluarga ada yang terkena
penyakit. Sebagian informan tidak setuju jika ada pernyataan yang menyatakan penyakit yang tidak perlu diobati. Bagi informan yang memiliki pandangan bahwa
jika penyakitnya masih ringan menurut persepsi mereka, sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Pernyataan tidak setuju disampaikan oleh informan berikut :
” Ah… Kalau penyakit, mana ada yang nggak perlu diobati. Gak diterima logika. Kalau sakit ya…berobatlah.” matrix 4.3 informan 3
Hal senada juga disampaikan oleh informan berikut :
“Tidak. Tidak ada penyakit yang seperti itu.” matrix 4.3 informan 4 Pernyataan setuju diungkap oleh informan berikut :
” Ada, contohnya penyakit disentri, pening karena pengaruh kurang tidur. Tanda- tanda khusus penyakit yang tidak perlu di obati, tidak ada, tapi
berdasarkan pengalaman. Tidak perlu melakukan pengobatan.” matrix 4.3 informan 1
Pernyataan yang sama juga di ungkap informan berikut :
” Ya..ada juga lah. Seperti pilek atau demam-demam biasa. Penyakit-penyakit ringan seperti ini, menurut pengalaman saya biasanya sembuh sendiri Kita
Universitas Sumatera Utara
banyak minum dan istirahat, biasanya nanti akan sembuh sendiri. Kalo yang seperti itu belum sakit namanya, he.he.he.” matrix 4.3 informan 7
Kesimpulan dari informasi informan ini, bahwa pandangan tentang sakit itu sangat subjektif sehingga pengobatan terhadap suatu jenis penyakit akhirnya juga
sangat subjektif. Kondisi ini juga sesuai dengan pernyataan Sarwono 1997, yang menyatakan
3. Penyakit yang Dapat Diobati Sendiri
sakit adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Fenomena subjektif ini ditandai dengan perasaan tidak enak. Mungkin saja terjadi bahwa secara
objektif individu terserang penyakit dan salah satu organ tubuhnya terganggu fungsinya namun dia tidak merasa sakit dan tetap menjalankan tugasnya sehari-hari. Kalaupun ada gangguan, dia yakin
dalam waktu yang tidak lama penyakit yang diderita anggota keluarga akan sembuh dengan sendirinya.
Pandangan informan terhadap penyakit yang dapat di obati sendiri tidak jauh berbeda. Semua informan menyatakan ada penyakit yang dapat kita masyarakat
awam sembuhkan sendiri, tanpa butuh bantuan dari orang pintar ataupun petugas kesehatan. Penyakit-penyakit ringan, seperti sakit perut mules , sakit kepala
pening , luka kena sayat, batuk dan lain sebagainya. Walaupun proses pengobatan tersebut ada dengan cara membeli obat bebas di warung-warung, namun lebih
dominan informan menggunakan pengobatan dengan ramuan bahan-bahan tradisional yang disebut istilahnya grama. Seperti pernyataan informan berikut ini :
” Adalah. Terkadang kalau panas, batuk, ya…beli obat ke kedai. Tandanya ya..enggak enak badan. Ada juga dengan grama, grama ini ramuan obat
tradisional. Seperti kalau luka pakai daun Sampula atau bawang yang ditambah dengan gula. Obat batuk untuk anak-anak dapat diobati dengan
memakai buah jipang yang masih muda direbus dan diperas, kemudian airnya diminum. Atau jeruk nipis yang ditambah dengan kecap.” matrix 4.4
informan 3
Universitas Sumatera Utara
Hal senada juga di katakan oleh informan berikut :
“Pasti. Sakit-sakit perut sedikit misalnya. Nggaknya susah obatnya itu, pake’ gambir yang sudah diiris-iris, baru dicampur air hangat, kemudian diminum.
Langsung sembuh itu. Atau luka karena kena sayat, cukup pake’ daun tangga ruma daun sentrong. Kita haluskan daunnya kemudian tempelkan ke luka”
matrix 4.4 informan 7
Alasan lain dari informan melakukan pengobatan sendiri karena selain bahan yang dipakai alami, cepat juga jauh lebih murah dan tidak merepotkan dibandingkan
dengan melakukan pengobatan dengan bantuan pengobat medis maupun tradisional, karena bahan-bahannya dapat kita peroleh dengan mudah di sekitar kita. Seperti
pernyataan informan berikut : ” Batuk ringan dengan memakan jahe, atau dengan asam yang telah dibakar
yang kemudian di campur dengan kecap. Luka-luka ringan cukup dengan daun sentrong. Kebiasaan ini bukan karena ekonomi lemah, tapi berdasarkan
pengalaman dan cerita dari kawan-kawan. Untuk apa mesti kita bawa ke medis, kalau bisa kita obati sendiri, dan juga prosesnya lebih cepat dan
alami. Tapi ada juga penyakit yang, cukup diobati dengan cara membeli obat- obat yang ada dikedai, seperti Panadol, inza, neo entrostop, antangin dan
banyak lagi: Karena cukup dengan 500 perak, bisa kita dapatkan. Kalau kemediskan tidak akan mungkin dengan 500 perak. Paling nggak 5000 lah.”
matrix 4.4 informan 2
Hal ini senada dengan pandangan Noto Siswoyo dan Mulyono 1995 , yang menyatakan bahwa pengobatan sendiri dengan menggunakan bahan-bahan tradisional
adalah sangat baik dan merupakan salah satu sosial budaya yang dapat digolongkan sebagai tekhnologi tepat guna karena bahan-bahan yang dipergunakan terdapat di
sekitar masyarakat sehingga mudah di dapat, murah dan mudah menggunakannya tanpa memerlukan peralatan yang mahal.
4. Penyakit yang Harus Dibawa ke Pengobat Tradisional
Universitas Sumatera Utara
Pegobatan tradisional ini terdiri dari 2 macam, ada pengobatan dengan cara meracik bahan-bahan ramuan tradisional dan ada juga dengan menggunakan tabas
atau mantra. Seperti pernyataan informan berikut : “Ada. Pengobatan tradisional itukan terbagi dua. Yang pertama grama
ramuan tradisional dan dengan tabas mantra-mantra bantuan dukun. Contoh penyakit ini adalah penyakit yang karena kena Aji, gadam.” matrix
4.5 informan 1
Semua informan menyatakan bahwa memang ada penyakit yang harus dibawa ke pengobat tradisional untuk menyembuhkannya, seperti penyakit yang disebabkan
karena kesambet kemasukan makhluk halus dan penyakit yang karena dibuat orang lain, yang dalam bahasa Pak-pak disebut istilahnya Aji ataupun Gadam. Seperti
pernyataan informan berikut : “Karena ada sebagian penyakit yang biasapun gejalanya harus dibawa
sipande-pande keorang pintar . Misal kesambet makhluk halus. Obatnya biasanya dengan cara memohon maaf dan memberikan sebatang rokok atau
selembar daun sirih, yang diletakkan di tempat kita kesambet yang tentunya informasi tempatnya kita dapat dari sipande-pande. Selanjutnya karena
penyakit yang karena dibuat orang atau Aji, harus keorang pintar, karena akan lebih bahaya kalau dibawa ke medis. Kemudian gadam¸ ini juga
demikian. Harus keorang pintar. Gadam ini menyerang kulit bahkan ada yang bisa mematahkan tulang. Tandanya..penyakitnya bukan penyakit
biasa.” matrix 4.5 informan 1
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Foster dan Anderson 2005 tentang konsep penyebab penyakit yaitu ada 2 hal, pertama
penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural makhluk gaib atau dewa,
makhluk yang bukan manusia seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat maupun manusia tukang sihir atau tukang tenung yang disebut juga istilahnya personalistik.
Kemudian kedua penyakit disebabkan oleh lingkungan alamiah dan lingkungan sosial.
Universitas Sumatera Utara
5. Penyakit yang Harus Dibawa ke Pengobat Medis
Untuk penyakit yang pengobatannya harus ke pengobatan medis, semua informan setuju, walaupun alasan menyatakan harus kepengobat medis itu tidak
sama. Ada 3 alasan mengapa informan tidak membawa proses pengobatannya ke pengobatan tradisional. Pertama menyatakan, penyakit tersebut adalah penyakit yang
baru muncul zaman sekarang. Banyak informan yang berpendapat demikian, karena disebabkan makanan sekarang sudah banyak mengandung zat kimia yang dianggab
sebagai penyebab penyakit tersebut. Seperti yang diungkapkan informan berikut : ” Wah…kalau itu banyak sekali, karena makanan sekarang semua sudah
mengandung bahan kimia. Contohnya penyakit gula, kencing manis. Penyakit-penyakit yang baru muncul di zaman sekarang, kalau dulu penyakit-
penyakit itu tidak ada, makanya pengobatan tradisionalnya tidak ada” . matrix 4.6 informan 1
Hal senada juga di ungkapkan oleh informan berikut : ” Ya..ada juga seperti kencing manis, jantung, paru-paru, lever. Itukan mesti
ke medis, kalau tanda-tanda khusus, gak tahu ya...tapi biasanya penyakit yang baru lah, penyakit yang zaman dulu belum ada. Mungkin karena banyak
bahan-bahan kimia sekarang” . matrix 4.6 informan 7 Alasan kedua adalah karena sudah mencoba berulang kali membawa kedukun
tapi tidak sembuh, seperti yang diungkapkan informan berikut : “Kalau penyakit yang harus dibawa ke medis, seperti tipus, disentri dan lain-
lain. Tanda-tandanya sering panas dan demam, apalagi sudah berulang kali ke dukun tidak sembuh-sembuh juga, ya….harus ke medislah.” matrix 4.6
informan 2 Alasan ketiga adalah karena berkaitan dengan suntik, bius dan jahit.
Contohnya luka yang sangat lebar dan dalam. Selain itu penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut ini :
” Kalau yang seperti itu adalah. Untuk penyakit dalam dan luar maksudnya kan? Penyakit luar yang wajib dibawa ke medis contohnya luka yang sangat
Universitas Sumatera Utara
besar ataupun patah tulang. Ataupun luka besar maupun dalam, ya..otomatis wajiblah dibawa ke medis. Karena berhubungan dengan suntik, bius segala
macamnya ataupun jahit. Itu kalau penyakit luar, kalau penyakit dalam contohnya seperti magh dan typus. Tanda-tanda penyakit yang harus dibawa
kemedis ini, luka yang sangat lebar. Kalau untuk penyakit dalam, penyakit- penyakit yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium.” matrix 4.6
informan 5
6. Penyakit yang Proses Pengobatannya Harus Dikombinasikan antara Pengobatan
Medis dengan Pengobatan Tradisional Semua informan mengatakan bahwa ada penyakit yang memang
pengobatannya harus dilakukan secara kombinasi, penggabungan pengobatan tradisional dan pengobatan medis. Hal ini dilakukan agar prosesnya cepat sembuh
dan hasilnya maksimal, karena kalau hanya menggunakan salah satu jenis pengobatan saja, sembuhnya mungkin sulit atau bahkan mungkin tidak sembuh-sembuh.
Misalnya penyakit paru-paru yang disebabkan karena di guna-guna orang lain, bibit racun yang dikirimkan, biasanya lewat mantra-mantra penyakitnya harus
dikeluarkan dengan cara pengobatan tradisional, namun bekas lukanya harus disembuhkan dengan pengobatan medis. Seperti pernyataan informan berikut :
“Ooo.. ada juga. Misal seperti penyakit paru-paru yang dialami si Tumangger sana. “Bibitnya” ada, Karena mungkin berbuat salah keorang
lain. Jadi “bibitnya” dikeluarkan dulu, baru kemudian bisa diobati oleh medis. Karena kalau hanya dengan pengobatan medis, “bibitnya” gak bisa
keluar, jadi perlu pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional, gak bisa menyembuhkan bekas luka karena penyakit tersebut, jadi butuh pengobatan
medis untuk menyembuhkan lukanya, jadi wajib di kombinasikan pengobatannya. Tandanya, kalau kita sudah obatkan ke tradisional. misalnya,
hasilnya gak sembuh total.” matrix 4.7 informan 1 Selain penyakit karena disebabkan oleh kekuatan supranatural, yang menurut
Foster dan Anderson 2005 disebut personalistik, ada juga penyakit yang disebakan bukan karena kekuatan gaib, harus di bawa ke tradisional sekaligus ke medis, yang
Universitas Sumatera Utara
menurut Foster dan Anderson juga, dikenal dengan istilah naturalistik, seperti sakit karena terkilir atau patah tulang, seperti yang diungkapkan informan berikut :
” Ada juga. Misal terkilir atau patah tulang karena kecelakaan. Kita bawa ke pengobatan tradisional, tukang kusuk untuk menyambungnya karena tukang
kusuk yang ahlinya, tapi untuk bekas lukanya itu harus ke medis biar gak infeksi. Sekalian dia, kalau gak ya... lamalah sembuhnya, atau mungkin gak
sembuh-sembuh.” matrix 4.7 informan 1
7. Penyakit yang Proses Pengobatannya Harus Dicukupkan di Tengah Masa
Pengobatan Semua informan menyatakan bahwa tidak ada penyakit yang dalam masa
pengobatannya harus dicukupkan hingga batas tertentu. Namun bukan berarti tidak ada masyarakat yang melakukan demikian. Informan menganggab masyarakat yang
melakukan demikian karena terbentur masalah ekonomi atau sudah lelah mencari pengobatan namun penyakit tidak juga sembuh. Seperti yang di ungkapkan informan
berikut : “Sebenarnya itu tidak ada. Hanya saja karena faktor ekonomi dan penyakit
yang diderita tidak kunjung sembuh, akhirnya pasrah dan memberhentikan proses pengobatan” matrix 4.8 informan 2
Hal senada juga di ungkapkan oleh informan berikut: “Kalau yang seperti itu mungkin tidak ada. Cuma, hanya saja keputus asa an
seseorang itu, sehingga muncul bahasa “ sudahlah tidak perlu diobati lagi”. Namun yang namanya penyakit, tidak ada yang pengobatannya berhenti di
tengah jalan.” matrix 4.8 informan 2
Jadi sebenarnya alasan terbesar adalah karena sudah putus asa dengan kondisi, baik karena tidak ada dana ataupun karena tidak menemukan solusi.
5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pencarian Pengobatan pada Masyarakat Suku Pak-pak di Kelurahan Sidiangkat
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan beberapa pola pencarian pengobatan pada masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat. Pola pencarian pengobatan
ini dipengaruhi beberapa faktor, yakni : 1.
Pengalaman dan kepercayaan Hal ini didasarkan pada pernyataan informan berikut :
“Ya..ada juga lah. Seperti pilek atau demam-demam biasa. Penyakit-penyakit ringan seperti ini, menurut pengalaman saya biasanya sembuh sendiri. Kita
banyak minum dan istirahat, biasanya nanti akan sembuh sendiri...” matrix 4.3 informan 7
Pengalaman adalah faktor terbesar yang mempengaruhi pola pencarian pengobatan masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat. Hal ini dapat kita lihat
dari banyaknya pernyataan informan yang menyatakan pandangan terhadap pola pencarian pengobatan didasarkan karena pengalaman.
Pernyataan informan tersebut senada dengan pendapat Jordan dan Sudarti yang dikutip Sarwono 1992 yang mengatakan bahwa persepsi dan perilaku
masyarakat dipengaruhi oleh unsur-unsur pengalaman masa lalu, yang tentunya pola pencarian pengobatan muncul dari persepsi dan perilaku masyarakat.
2. Nilai ekonomis
Hal ini didasarkan pada pernyataan informan berikut : “...Karena cukup dengan 500 perak, bisa kita dapatkan. Kalau kemediskan
tidak akan mungkin dengan 500 perak. Paling nggak 5000 lah.” matiks 4.4 informan 2
Hal ini senada dengan pandangan Noto Siswoyo dan Mulyono 1995, yang
menyatakan pemanfaatan pengobatan non medis baik pengobatan sendiri maupun
Universitas Sumatera Utara
pengobatan tradisional relatif murah. Terutama pengobatan tradisional sangat baik dan merupakan salah satu sosial budaya dan dapat digolongkan sebagai teknologi
tepat guna karena bahan-bahan yang deperlukan terdapat disekitar masyarakat sehingga mudah didapat, murah biayanya dan mudah menggunakannya tanpa
memerlukan peralatan yang mahal. 3.
Dukungan budaya Hal ini didasarkan pada pernyataan informan berikut :
“...kalau dulu penyakit-penyakit itu tidak ada, makanya pengobatan tradisionalnya tidak ada. Apalagi sekarang... bermacam-macam sudah orang
berkumpul. Ada Batak, Karo, Pak-pak, belum lagi kawan kita Jawa, jadinya sudah kurang manjur tabas Pak-pak ini, soalnya masyarakat juga sudah
mulai kurang percaya. Jadi ke medislah jadinya...” matiks 4.6 informan 1
Dari pernyataan informan diatas, dapat kita ketahui bahwa pembauran antar suku menyebabkan terjadinya penurunan nilai-nilai budaya asal suku Pak-pak ,
karena ada proses akulturasi yang terjadi, sehingga budaya asal menjadi kurang diyakini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rukmadi 1995 , bahwa pembauran ini
akan mendorong tumbuhnya proses integrasi dan akulturasi masyarakat, artinya budaya asal akan mengalami pergeseran nilai.
4. Dukungan keluarga dan pertemanan
Hal ini didasarkan pada pernyataan informan berikut : “Apapun proses pengobatannya. Mau medis, mau tradisional, yang pasti
berobat. Itu lah yang diajarkan orang tua saya dulu. “ matrix 4.2 informan 6
Demikian juga dengan pernyataan informan berikut : “...Misal, sudah dibawa ke medis, tapi penyakitnya tidak diketahui juga,
kemudian karena ajakan teman akhirnya keorang pintarlah. Kalau hasilnya,
Universitas Sumatera Utara
gimana ya...kadang-kadang sembuh juga sih, tapi banyak juga yang nggak sembuh” matriks 4.5 informan 3
Hal ini senada dengan pendangan Notoatmodjo 2003, yang menyatakan dukungan keluarga yang berasal dari lingkungan keluarga sangat berpengaruh besar
untuk mendorong sesama anggota keluarga untuk melaksanakan sesuatu perilaku yang baru. Sama halnya dengan pola pencarian pengobatan yang dilakukan oleh
seseorang. Sebelum seseorang itu melakukan sesuatu, sering terlebih dahulu meminta pendapat orang lain untuk mempertimbangkan apakah tindakan itu baik atau tidak
untuk dilakukan. Setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok terutama kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan yang sangat besar
untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota keluarga.
5.4 Spesifikasi Suku Pak-pak dalam Pola Pencarian Pengobatan Berdasarkan hasil penelitian terhadap informan, diketahui bahwa Pola
pencarian pengobatan pada masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat ada empat jenis, yaitu :
1. Pengobatan sendiri
2. Pengobatan ke pengobat tradisional
3. Pengobatan ke pengobat medis
4. Kombinasi pengobatan medis dan tradisional
Jika kita bandingkan pandangan Suchman terhadap pembagian konsep-konsep yang menggambarkan perilaku seseorang ketika sakit, yang ditulis Muzaham 1995
dalam bukunya, yakni :
Universitas Sumatera Utara
6. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.
7. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
pada lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan dukun.
8. Procastination ialah proses penundaan, menangguhkan atau mengundurkan
upaya pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan. 9.
Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.
10. Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian
pengobatan. Maka proses discontinuity tidak menjadi sebuah pola yang berkembang pada
masyarakat, dan pola pengobatan sendiri yakni pengobatan yang dilakukan tanpa bantuan dari tenaga pengobat tradisional maupun tenaga pengobat medis, yang
dilakukan dengan cara membeli obat bebas maupun dengan meracik bahan-bahan yang ada di sekitar lingkungan adalah jenis pengobatan yang paling dominan
dilakukan oleh masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat. Hal ini disebabkan karena umumnya masyarakat memiliki pengetahuan dan memahami teknik khusus
dalam meramu obat yang sesuai dengan penyakitnya dengan memanfaatkan bahan- bahan yang ada dilingkungan sekitar.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan