Perilaku Pencarian Pengobatan Terhadap Nyeri Odontogenik Pada Masyarakat Di Kelurahan Gundaling Ii Kecamatan Berastagi

(1)

PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN TERHADAP

NYERI ODONTOGENIK PADA MASYARAKAT

DI KELURAHAN GUNDALING II

KECAMATAN BERASTAGI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

RICHARDO JULIUS JEREMIA SINAGA NIM: 100600094

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/

Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2015

Richardo Julius Jeremia Sinaga

Perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat di Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi

ix + 37 halaman

Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan dipengaruhi oleh biaya pengobatan, konsep sehat dan sakit, jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan. Fasilitas kesehatan di daerah ini kurang memadai yang memiliki 1 puskesmas, 1 praktek dokter gigi pribadi dan 2 apotek untuk melayani penduduk yang berjumlah ± 1.500 jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Populasi penelitian adalah masyarakat di Kelurahan Gundaling II, Kecamatan Berastagi yang berusia 21-50 tahun dengan jumlah sampel 210 orang. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara yang dibantu dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik yang paling banyak adalah perilaku pengobatan sendiri sebesar 57,15%, kemudian pengobatan ke warung obat/ apotek/ chemist shop/ termasuk tukang jamu sebesar 20,95%, pengobatan ke balai pengobatan/ puskesmas/ rumah sakit 9,05%, pengobatan ke praktik dokter gigi pribadi sebesar 6,66%, tidak melakukan apa-apa sebesar 5,24% dan pengobatan ke dukun sebesar 0,95%. Responden yang melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat sediaan pabrik/ modern seperti analgetik dan antibiotik sebesar 55% dan sebesar 45% menggunakan obat herbal/ tradisional seperti berkumur-kumur dengan air garam, mengunyah sirih, memasukkan campuran lada, cabai, dan air aki ke lubang gigi. Daftar Rujukan: 33 (2001-2014)


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 12 Maret 2015

Pembimbing: Tanda Tangan

Simson Damanik, drg., M.Kes


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi pada tanggal 12 Maret 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Simson Damanik, drg., M.Kes

ANGGOTA : 1. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M. Kes


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan karunia-Nya lah penulis akhirnya dapat meneyelesaikan skripsi ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga penulis persembahkan kepada orangtua penulis, papa Ranto Bonar Sinaga dan mama Jojor Marshinta Uli Silalahi, kakak penulis Stephanie Elisabeth Sinaga, abang penulis Natanael Bonardo Sinaga, dan adek penulis Andreas Pieter Walman Sinaga atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas segala saran dan dukungan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Simson Damanik, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing atas bimbingan, keluangan waktu, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes dan Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes., selaku tim penguji atas keluangan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Irma Ervina, drg., Sp. Perio (K), selaku penasehat akademik yang banyak memberikan motivasi dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Johan Ginting SH. selaku lurah Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi yang sudah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian di


(6)

daerah tersebut.

7. Masyarakat Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi terkhusus masyarakat yang bersedia menjadi subjek penleitian penulis yang telah meluangkan waktu selama penelitian ini dilakukan.

8. Teman-teman terbaik penulis yang membantu selama penulisan skripsi, Ester, Anggi, Faber, Yosua, Simon, Feni, Andre, Ichi, Aryani, Natasya, Haifa, Beactris, Yohanes, Dendi, Eka, Nesya, Sondi, Jode, May, Kiki, Dena, Hariati, Citra, Ivan, Robin, Leo, Chandra, Vhiolen, Iren dan teman-teman stambuk 2010 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, doa, dan dukungan untuk penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan gigi masyarakat.

Medan, 12 Maret 2015

Penulis

Richardo Julius Jeremia Sinaga NIM.100600094


(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI ... KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Perilaku ... 6

2.2 Klasifikasi Perilaku ... 6

2.3 Perilaku Pencarian Pengobatan ... 6

2.4 Perilaku Pengobatan Sendiri ... 7

2.4.1 Pengobatan Sendiri menggunakan obat Modern ... 8

2.4.2 Pengobatan Sendiri menggunakan obat Tradisional ... 10

2.5 Nyeri ... 11

2.5.1 Nyeri Odontogenik... 11

2.5.2 Pengobatan Sendiri Terhadap Nyeri Odontogenik ... 12

2.6 Kerangka Konsep ... 14

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 3.1 Jenis Penelitian ... 15

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 15


(8)

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 16

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 18

3.6 Pengolahan Data ... 18

3.7Analisis Data ... 19

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 4.1 Karakteristik Responden ... 20

4.2 Perilaku Pencarian Pengobatan Terhadap Nyeri Odontogenik .. 21

4.3 Perilaku Pengobatan Sendiri Terhadap Nyeri Odontogenik ... 21

4.3.1 Pengobatan Sendiri Terhadap Nyeri Odontogenik Menggu- nakan Obat Modern... 22

4.3.2 Pengobatan Sendiri Terhadap Nyeri Odontogenik Menggu- nakan Obat Tradisional ... 24

BAB 5 PEMBAHASAN ... 27

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1 Kesimpulan ... 32

6.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persentase distribusi karakteristik responden (n=210)………. 20 2. Persentase distribusi perilaku pencarian pengobatan pada responden

(n=210) ... 21 3. Persentase distribusi perilaku pengobatan sendiri pada responden

(n=126). ... 21 4. Persentase distribusi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat

modern pada responden (n=72) ... 23 5. Persentase distribusi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Kuesioner 2. Surat Ethical Clearance

3. Surat keterangan dari Kabupaten Karo Kecamatan Berastagi Kelurahan Gundaling II


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh seluruh dunia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi semua orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan meliputi upaya yang diselenggarakan oleh diri sendiri atau secara bersama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan perseorangan, keluarga ataupun masyarakat.1

Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan dipengaruhi oleh biaya pengobatan, kepercayaan kepada sarana pengobatan, konsep sehat dan sakit yang dimiliki oleh masyarakat, jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan, dll. Menurut Notoatmodjo, pencarian pengobatan oleh masyarakat terkait dengan respons seseorang apabila sakit serta membutuhkan pelayanan kesehatan. Respons tersebut meliputi tindakan mengobati sendiri, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan tradisional, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat, mencari pengobatan ke fasilitas modern seperti balai pengobatan, rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter.1,2,3

Penelitian yang dilakukan pada 148 mahasiswa bidang kesehatan di Universitas Mekelle ditemukan sebesar 18% dari responden tidak melakukan tindakan, 43% melakukan pengobatan sendiri, dan 39% mencari fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan mahasiswa bidang kesehatan yang melakukan pengobatan sendiri lebih banyak dibandingkan mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan ketika mereka sakit. Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 138 masyarakat di Kota Medan menunjukan sebesar 31,9% responden mencari pengobatan ke rumah


(12)

sakit, sebesar 23,9% ke praktek dokter, 17,4% mengobati sendiri, 11,6% ke balai pengobatan, 5,1% tidak melakukan apa-apa, 6,5% ke pengobatan alternatif, dan 3,6% ke puskesmas. Penelitian ini menunjukkan masyarakat memilih mencari pengobatan paling banyak ke rumah sakit ketika sakit.1,4

Sutojo menyebutkan perilaku pencarian pengobatan dipengaruhi oleh faktor demografi dan faktor sosioekonomi yang menunjukkan kemampuannya dalam mengakses pelayanan kesehatan. Menurut Wikasono, perilaku pencarian pengobatan pada penduduk Kelurahan Gowongan Kecamatan Jetis Kotamadya Yogyakarta menyimpulkan variabel yang berpengaruh adalah pendidikan dan status ekonomi dalam pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan di Ibadan, Pakistan pada 139 responden, menunjukkan sebesar 66% wanita dan 30% pria mencari pengobatan ketika sakit. Hal ini disebabkan wanita memiliki ambang nyeri yang lebih rendah dan kesadaran terhadap kesehatan yang lebih tinggi.1,5

Kesehatan gigi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, karena gigi diperlukan dalam proses pengunyahan, artikulasi dan juga memengaruhi penampilan individu. Kerusakan gigi dapat menyebabkan sakit dan gangguan mengunyah sehingga memengaruhi kesehatan bagian tubuh lainnya. Sebagian besar penderita akan berobat ke dokter gigi karena nyeri pada giginya. Sebaliknya, banyak orang tidak mau berobat ke dokter gigi karena takut sakit.6,7

Respons individu dalam menanggapi sakit yang berasal dari gigi/ nyeri odontogenik berbeda–beda, mulai dari membiarkannya saja, pergi ke dokter gigi dan memperoleh perawatan berupa pemberian obat (biasanya menggunakan analgesik, antiinflamasi, antibiotik, dll) dan ada juga yang mengobati sendiri dengan menggunakan obat tradisional, menggunakan obat yang tersedia di rumah, sisa obat dari perawatan sebelumnya atau menggunaan obat yang diberikan oleh orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmala di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang diketahui bahwa perilaku pencarian pengobatan ibu-ibu ketika sakit gigi bervariasi dalam mengatasi gejala yaitu dengan mengobati sendiri 56,7%, mengobati ke tenaga profesional 6,7%, kombinasi tenaga profesional dan non-profesional


(13)

28,5%, dan tidak melakukan tindakan8,1%. Penelitian tahun 2012 dalam artikel Self Medication Among Dental Patients Of Afid: A Cross Sectional Study terhadap 335 pasien menunjukkan individu yang meredakan nyeri pada gigi dengan mengaplikasikan obat herbal ke dalam lubang gigi seperti minyak cengkeh dan lainnya sebesar 22% dan pengobatan sendiri menggunakan obat modern dengan membeli obat tanpa resep dokter sebesar 48%. Penelitian yang sama juga dilakukan di Ibadan menunjukkan perilaku pencarian pengobatan dengan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional seperti alkohol sebesar 21,6%, air garam sebesar 14,4%, air baterai sebesar 2,9%, dan pengobatan sendiri dengan cara modern menggunakan obat berupa analgesik dan antibiotik sebesar 60% .2,3,8,9

Perilaku pencarian pengobatan ini memiliki dampak negatif ketika masyarakat tersebut salah mencari pengobatan seperti penggunaan salah satu jenis obat opium (opiat) dalam jangka waktu yang panjang dan dosis yang berlebihan dapat menyebabkan ketergantungan dan penyakit mulut. Penggunaan obat analgesik yang salah dengan memasukkan ke dalam lubang gigi dapat menyebabkan chemical burn pada mukosa. Penggunaan bahan-bahan seperti tembakau dan air aki yang dimasukkan ke dalam lubang gigi dapat menyebabkan kerusakan jaringan seperti ulserasi oral, karsinoma, dan berbagai efek negatif lainnya. Pengobatan sendiri dengan menggunakan obat jenis antibiotik bila tidak dikonsumsi sesuai aturan dapat menyebabkan resistensi pada obat. 2,9,10,11

Penelitian yang di lakukan di Ibadan, Pakistan mengenai alasan pasien melakukan perilaku pencarian dengan pengobatan sendiri menunjukan sebesar 41,4% melakukan pengobatan sendiri karena mudah, 31% disebabkan takut terhadap perawatan dokter gigi, 24% resep diberikan oleh keluarga dan kerabat berdasarkan pengalaman mereka dan 3,4% masalah biaya.9

Penelitian ini akan dilakukan di daerah Kelurahan Gundaling II, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo. Penelitian dilakukan pada responden umur 21-50 tahun karena pada umur tersebut individu dapat membuat keputusan dalam mencari pengobatan. Fasilitas kesehatan di daerah tersebut terdapat 1 puskesmas, 1 praktek dokter gigi pribadi dan 2 apotek untuk melayani penduduk yang berjumlah ± 1.500


(14)

jiwa. Masyarakat didaerah ini memiliki kebiasaan mengunyah sirih yang dicampur dengan gambir, kapur dan buah pinang. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan terhadap nyeri odontogenik di Kelurahan Gundaling II kecamatan Berastagi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat yang berumur 21-50 tahun di kelurahan Gundaling II, kecamatan Berastagi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat yang berumur 21-50 tahun di Kelurahan Gundaling II, Kecamatan Berastagi, Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui karakteristik perilaku pengobatan sendiri dengan menggunakan obat modern terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat yang berumur 21-50 tahun meliputi jenis obat, efek obat terhadap nyeri, efek samping, lama pengobatan, sumber informasi dan alasan pengobatan di Kelurahan Gundaling II, Kecamatan Berastagi, Provinsi Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui karakteristik perilaku pengobatan sendiri dengan menggunakan obat tradisional terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat yang berumur 21-50 tahun meliputi bahan dan cara, efek obat terhadap nyeri, efek samping, lama pengobatan, sumber informasi dan alasan pengobatan di Kelurahan Gundaling II, Kecamatan Berastagi, Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menjadi bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam melihat perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik


(15)

2. Menambah kepustakaan mengenai perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kedokteran Gigi.

3. Bagi masyarakat umum sebagai informasi mengenai dampak positif dan negatif yang ditimbulkan ketika memilih melakukan pengobatan sendiri

4. Menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

Sarwono merumuskan perilaku adalah sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata. Menurut Morgan perilaku adalah sesuatu konkrit yang bisa diobservasi, direkam maupun dipelajari. Skinner merumuskan perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan dari luar.1,3

2.2 Klasifikasi Perilaku

Skinner membedakan perilaku menjadi dua dilihat dari bentuk respons terhadap suatu stimulus, yaitu:

a. Perilaku tertutup

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas.

b. Perilaku terbuka

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah dipelajari.3

2.3 Perilaku Pencarian Pengobatan

Notoatmodjo menyebutkan bahwa perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:

a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Dengan alasan bahwa sakit tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari,


(17)

tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya, fasilitas kesehatan yang jauh, petugas kesehatan yang kurang ramah kepada pasien, takut disuntik dokter, dan karena biaya mahal.

b. Pengobatan sendiri merupakan penggunaan obat tersedia di rumah oleh seseorang tanpa berkonsultasi dengan dokter mengenai indikasi, dosis dan durasi dari penggunaan obat tersebut.

c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), seperti dukun.

d. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat, toko obat dan chemist shop, termasuk tukang-tukang jamu.

e. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

f. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan khusus yang diselenggarakan oleh praktek dokter pribadi (private medicine)1

2.4 Perilaku Pengobatan Sendiri

Pengobatan sendiri merupakan sebuah fenomena universal yang dipraktikkan secara global dimana saat ini hampir di seluruh dunia menyoroti masalah ini. Dalam artikel Self Medication Practice Among Dental Patient of Afid: A Cross Sectional Study oleh Izzah Abid, dkk dan artikel Prevalence of Self Medication Among Dental Patients oleh Qaiser Ali Baig, dkk pada tahun 2012 menuliskan bahwa pengobatan sendiri mencapai 68% di negara-negara Eropa, Kuwait sebanyak 92%, Nepal sebanyak 59%, China sebanyak 32%, Turki sebanyak 45%, Sudan sebanyak 73,9%.2,9

Husein dan Khanum menyebutkan bahwa pengobatan sendiri (self medication) merupakan tindakan penggunaan obat oleh seseorang tanpa berkonsultasi dengan dokter mengenai indikasi, dosis dan durasi dari penggunaan obat tersebut. Menurut Supardi pengobatan sendiri merupakan tindakan pengobatan sakit menggunakan obat, obat tradisional atau cara tradisional tanpa petunjuk ahlinya. Menurut WHO, pengobatan sendiri merupakan pemilihan dan penggunaan obat yang dilakukan oleh


(18)

diri sendiri untuk mengobati gejala dan penyakit menurut dirinya sendiri.Menurut Notoadmodjo pengobatan sendiri dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan menggunakan obat modern dan tradisional.3,4,12

2.4.1 Perilaku Pengobatan Sendiri Menggunakan Obat Modern

Pengobatan sendiri menggunakan obat modern merupakan pengobatan sendiri menggunakan obat sediaan pabrik oleh diri sendiri tanpa berkonsultasi dengan dokter ataupun dokter gigi mengenai penggunaan obat, indikasi, dosis dan durasi.2,3,4

Tindakan pengobatan sendiri berkembang pada tahun 1980 ketika WHO menyetujui beberapa obat yang harus diubah dari status resep menjadi dijual bebas tanpa resep untuk mengurangi permasalahan keterbatasan tenaga professional di bidang kesehatan. Pada dasarnya pengobatan sendiri ini diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat dalam mengatasi keluhan kesehatan yang ringan seperti demam, nyeri ringan (haid, pada gigi dan mulut), penyakit saluran napas ringan (batuk, pilek, flu, sesak napas), penyakit saluran cerna ringan (maag, diare, konstipasi), penyakit pada kulit ringan (jamur, kulit, bisul) dan wasir. Obat yang digunakan dalam pengobatan sendiri ini seperti pada penggunaan parasetamol untuk mengatasi keluhan demam, penggunaan aspirin, ibuprofen, dan parasetamol untuk mengatasi rasa nyeri, penggunaan dulcolax untuk mengatasi konstipasi, dll.2,13

Obat merupakan zat kimia yang bersifat racun. Namun, dalam jumlah tertentu dapat memberikan efek mengobati penyakit. Obat dibagi menjadi 5 golongan antara lain:

a. Obat bebas, yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter dengan tanda khusus pada kemasan berupa label lingkaran hijau.

b. Obat bebas terbatas, yaitu obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter namun penggunaannya harus memperhatikan informasi yang menyertai obat dalam kemasan dengan tanda khusus pada kemasan berupa label lingkaran biru.


(19)

c. Obat keras, yaitu obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter dengan tanda khusus pada kemasan berupa label lingkatan bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K.

d. Obat psikotropika, yaitu obat bukan golongan narkotik dengan resep dokter yang berkhasiat memengaruhi susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku dengan tanda khusus pada kemasan berupa label lingkatan bulat merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K.

e. Obat narkotika, yaitu obat dengan resep dokter yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.

Penggunaan obat yang dilakukan pada pengobatan sendiri diharapkan sesuai yang ditetapkan pemerintah (SK Menkes no.2380/ 1983) yaitu golongan obat golongan bebas dan bebas terbatas yang dapat dilihat dari pelabelan pada obat tersebut agar dapat meminimalkan dampak negatif dari obat tersebut.14,15

Masyarakat yang melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern sebaiknya menggunakan obat sesuai dosis obat dan cara penggunaan obat. Dosis merupakan aturan penggunaan obat yang menunjukkan jumlah gram/ volume obat dan jumlah penggunaan obat. Penentuan dosis obat disesuaikan dengan umur dan berat badan pengguna obat. Jumlah penggunaan obat tepat waktu sesuai aturan penggunaan yang tertera pada kemasan obat, misalnya penggunaan obat sebanyak tiga kali sehari berarti obat diminum setiap 8 jam sekali, obat diminum sebelum atau sesudah makan. Pengobatan sendiri ini tidak dimaksudkan untuk penggunaan secara terus-menerus. Sebaiknya masyarakat menghentikan penggunaan obat apabila tidak memberikan manfaat dan dan menghubungi dokter atau pun dokter gigi menimbulkan hal–hal yang tidak diinginkan.14

Sumber informasi yang diperoleh masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat modern adalah dari resep obat yang pernah digunakan oleh dokter maupun dokter gigi pada perawatan sebelumnya yang dijadikan sebagai pengalaman untuk melakukan pengobatan sendiri dengan menyimpan obat tersebut di


(20)

rumah dan menggunakannya kembali saat penyakit yang sama kembali muncul. Membaca etiket obat, menggunakan obat yang diberikan oleh keluarga atau teman juga merupakan sumber informasi masyarakat melakukan pengobatan sendiri.2,14

Perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern ini dapat menyebabkan berbagai efek samping. Efek samping merupakan respon obat yang merugikan akibat penggunaan obat dengan dosis atau takaran yang normal. Efek samping yang dapat terjadi ada perilaku pengobatan sendiri antara lain rasa gatal, bercak merah, pusing , mual, muntah, diare, sesak nafas, jantung berdebar-debar dan efek samping lain sesuai dengan etiket obat.14

Pemerintah mengharapkan pengobatan sendiri ini dilakukan dalam jangka yang pendek karena keterbatasan pengetahuan masyarakat dalam mengatasi penyakitnya. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan menghubungi dokter dan dokter gigi bila penyakitnya berlanjut dan semakin parah sesuai pada SK Menkes No.386/1994).13,15

2.4.2 Pengobatan Sendiri Menggunakan Obat Tradisional

Pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional merupakan pengobatan sendiri dengan menggunakan obat dengan cara tradisional atau bahan tradisional berupa bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, atau campuran bahan tersebut yang dilakukan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman dari keluarga secara turun-temurun ataupun dari kerabat.12,16

Bahan herbal telah digunakan sejak zaman kuno oleh manusia sebagai cara untuk mencapai atau memulihkan kesehatan. Bahan yang berasal dari tanaman telah diteliti oleh perusahaan farmasi sebagai sumber phytotherapeutic. Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 1978 menyatakan kebutuhan untuk menghargai penggunaan tanaman obat dalam sistem kesehatan masyarakat, karena beberapa studi telah menunjukkan bahwa hampir 80% dari populasi dunia menggunakan tanaman sebagai pertolongan pertama.16


(21)

2.5 Nyeri

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik secara aktual maupun potensial. Nyeri merupakan hal yang penting karena berperan sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul ketika jaringan mengalami kerusakan sehingga tubuh mendapat kesempatan untuk melakukan proses perbaikan. Rasa nyeri dapat muncul ketika mendapat stimulus yang cukup kuat dari saraf yang bersifat subjektif yang dapat diilustrasikan berdasarkan pengalaman masing-masing orang. Rangsangan panas, mekanis, atau kimia secara terus menerus dapat mengaktivasi nosiseptor.Nosiseptor adalah reseptor nyeri yang merupakan ujung saraf bebas yang dapat ditemukan di seluruh jaringan tubuh kecuali di otak. Kerusakan jaringan dapat mengeluarkan senyawa kimia seperti prostaglandin, kinin, dan ion potassium (K+) yang dapat menstimulasi nosiseptor, nyeri dapat bertahan bahkan setelah stimulus penyebab nyeri dihilangkan karena senyawa kimia penyebab nyeri masih bertahan dan juga karena nosiseptor sangat sulit untuk beradaptasi. Nyeri dapat diobati dengan mengatasi penyebab nyeri tersebut, penggunaan obat pereda nyeri serta dengan melakukan aktivitas yang mengalihkan perhatian seperti pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah.17-9,22

2.5.1 Nyeri odontogenik

Nyeri odontogenik merupakan nyeri yang berasal dari struktur kompleks pulpodentinal dan dapat bersamaan dengan jaringan periapikal. Nyeri odontogenik ini biasanya terjadi karena dentin terbuka atau hipersensitif dentin, pulpitis reversible dan irreversible, karies hingga pulpa, fraktur, restorasi terbuka, abses, dll.19,20

Nyeri akibat hipersensitif dentin merupakan suatu peningkatan rasa sakit akibat dentin yang terpapar. Timbulnya nyeri dapat dikarenakan oleh paparan panas, kimia, atau tekanan osmotik. Nyeri akibat pulpitis merupakan respons inflamasi jaringan konektif pulpa terhadap iritan akibat peningkatan tekanan intrapulpa yang melewati ambang rasa sakit.20


(22)

2.5.2 Pengobatan sendiri terhadap nyeri odontogenik

Pengobatan sendiri menggunakan obat modern yaitu pengobatan sendiri dengan menggunakan obat sediaan rumah yang memakai obat sediaan pabrik seperti analgesik, antiinflamasi, pasta desensitizing.2,19 Analgesik merupakan obat yang dapat mengatasi nyeri seperti aspirin, paracetamol, ibuprofen, dll. Analgetik yang termasuk dalam golongan anti inflamasi non-sterid seperti NSAID yang dapat mengatasi nyeri dan peradangan.11,21-2 Pengobatan sendiri ini diharapkan dapat mengatasi nyeri odontogenik dan dalam penggunaannya seharusnya mengikuti aturan yang berlaku seperti menggunakan sesuai aturan pemakaian, dosis obat, penggunaan obat sesuai golongan yang ditetapkan yaitu golongan obat bebas dan bebas terbatas dan berobat ke dokter gigi ketika rasa nyeri berlanjut atau agar dapat mengurangi dampak negatif muncul dari obat tersebut.13,14

Penelitian Qaiser di India pada tahun 2012 menemukan penggunaan antibiotik tanpa resep dokter sebesar 13,4%. Antibiotik merupakan obat yang menggunakan jamur, mikroorganisme lainnya atau bahan sintetis yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Indikasi penggunaan antibiotik di bidang kedokteran gigi adalah sebagai profilaksis antibiotik dan pengobatan sebagian kasus peradangan seperti abses periodontal, ginggivitis ulseratif nekrose akut, periokoronitis dan osteomyelitis. Pengobatan sendiri menggunakan antibiotik merupakan hal yang salah. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang pedoman umun penggunaan antibiotik yang menyatakan dokter atau dokter gigi yang dapat menulis resep antibiotik sesuai dengan indikasi, penggunaan obat, dosis obat yang tepat dan apoteker mengkaji kelengkapan resep dan dosisnya. Penggunaan antibiotik yang sembarangan dapat memperburuk kondisi sistemik tubuh. Penggunaan penisilin yang memiliki riwayat alergi dapat menyebabkan reaksi alergi seperti urtikaria pada kulit dan syok anafilaktik. Penggunaan tetrasiklin dapat mengganggu pertumbuhan jaringan tulang dan gigi dan keseimbangan ekologik mikroflora sehingga menyebabkan kandidiasis. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasi dan dosis penggunaan dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. 2,21,23-5


(23)

Pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional yaitu penggunakan obat sediaan rumah dengan memakai bahan herbal seperti minyak cengkeh, garam dapur, bawang, tomat, cabai yang memiliki kandungan yang dapat meredakan nyeri. Penggunaan bahan obat tersebut dengan berbagai cara seperti mengkonsumsi secara langsung dengan pengunyahan, berkumur- kumur, meletakkan bahan tersebut di lubang gigi sebagai tampon, diseduh untuk diminum, dll. Pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional juga memiliki efek samping bila penggunaanya kurang tepat. Pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional terhadap nyeri odontogenik yang dilakukan masyarakat berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan telah diturunkan secara turun temurun, walaupun belum ada penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan bahan tradisional tersebut.9,12,16


(24)

2.6 Kerangka Konsep

Perilaku pencarian pengobatan terhadap

nyeri odontogenik pada masyarakat umur

21-50 tahun di Kelurahan Gundaling II, Kecamatan Berastagi Pengobatan sendiri Membiarkan (tidak melakukan apa-apa) • • • • • • Pengobatan ke fasilitas kesehatan modern yang diadakan pemerintah ataupun swasta (puskesmas, rumah sakit) Pengobatan ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, shinse, dll) Pengobatan menggunakan 1. Obat modern

• Jenis obat yang digunakan

• Efek terhadap nyeri odontogenik

• Efek samping

• Lama pengobatan sendiri • Sumber informasi

• Alasan 2. Obat tradisional

• Bahan dan cara pengobatan sendiri • Efek terhadap nyeri

odontogenik • Efek samping

• Lama pengobatan sendiri • Sumber informasi

• Alasan

Praktik pribadi dokter gigi Pengobatan ke

warung obat / tukang jamu


(25)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogetik masyarakat di Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo yang dilakukan pada bulan November 2014 – Maret 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi yang berusia 21-50 tahun yang berjumlah sekitar ± 1500 jiwa. Sampel penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi yang berusia 21-50 tahun, memiliki pengalaman sakit gigi selama 3 bulan terakhir dan bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan. Perkiraan jumlah sampel minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus:

n = Zα 2

. P . Q d2 N = (1,96)

2

x 0,42 x (1 – 0,42) ( 0,07 )2

= 190, 98 = 191


(26)

Keterangan:

n : Jumlah/besar sampel Zα : Deviat baku alfa= 1,96

P : Proporsi penelitian yang digunakan 42% = 0,42 (proporsi penduduk yang melakukan pengobatan sendiri)

Q : (1 – P)

d : Limit dari eror (7%) α : 0,5

Besar sampel minimum yang diperlukan adalah 191 orang. Namun, untuk mencegah terjadinya kesalahan selama penelitian, besar sampel ditambah 10% sehingga menjadi 210 orang.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Umur: 21-50 tahun, dihitung dari ulang tahun terakhir responden 2. Jenis kelamin : Laki-laki dan perempuan.

3. Pendidikan : a. Tidak sekolah b. SD

c. SMP d. SMA

e. Perguruan tinggi 4. Pekerjaan :

a. Tidak bekerja / Ibu rumah tangga

b. Buruh / Petani/ Tukang / Pembantu rumah tangga / Pedagang keliling c. Pegawai negeri / pegawai BUMN / Pegawai swasta

d. Pedagang / Pengusaha / Direktur

5. Perilaku pencarian pengobatan : Perilaku individu yang mencari pengobatan, dengan:


(27)

b. Mengobati diri sendiri dengan obat apapun yang tersedia di rumah tanpa berkonsultasi dengan dokter gigi

c. Pengobatan ke dukun / fasilitas kesehatan tradisional d. Pengobatan warung obat / apotek / termasuk tukang jamu e. Pengobatan ke balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit f. Pengobatan ke dokter gigi pribadi.

6. Pengobatan sendiri : Penggunaan obat yang dilakukan responden ketika mengalami rasa nyeri pada gigi dengan menggunakan obat yang tersedia dirumah baik menggunakan obat sediaan pabrik/ modern maupun bahan alami/ tradisional tanpa konsultasi dengan dokter, dokter gigi ataupun petugas kesehatan di apotek.

7. Karakteristik pengobatan sendiri menggunakan obat modern meliputi jenis obat, efek terhadap nyeri,efek samping, lama pengobatan, sumber informasi dan alasan.

8. Karakteristik pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional meliputi bahan dan cara, efek terhadap nyeri,efek samping, lama pengobatan, sumber informasi dan alasan.

9. Jenis obat pengobatan sendiri menggunakan obat modern: nama obat berdasarkan pengakuan responden yang digunakan responden yang dikategorikan oleh peneliti menjadi obat golongan analgesik, antiinflamasi, antibiotik, vitamin c, topikal, kombinasi lebih dari satu jenis golongan obat dan obat lainnya.

10. Bahan dan cara pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional: bahan herbal dan cara tradisional yang digunakan untuk mengatasi nyeri odontogenik/ sakit gigi.

11. Efek terhadap nyeri odontogenik: apakah rasa nyeri pada gigi hilang atau berkurang setelah menggunakan obat sediaan pabrik/modern atau obat tradisional yang digunakan masyarakat.

12. Efek samping: bagaimana efek negatif yang dirasakan subjek peneliti setelah menggunakan obat sediaan pabrik yang dibeli di apotek dan obat tradisional yang dilakukan masyarakat, seperti pusing, mual, mengantuk, nyeri pada lambung, jantung berdebar-debar, panas dalam mulut, dll


(28)

13. Lama pengobatan: Jangka waktu subjek penelitian menggunakan obat baik modern maupun tradisional.

14. Sumber informasi:

a. Keluarga / saudara/ teman

b. Pengalaman berdasarkan resep obat dari dokter gigi yang diterima sebelumnya

c. Internet, media sosial, iklan, brosur d. Lainnya

15. Alasan:

a. Takut ke dokter gigi / dental phobia (termasuk peralatan, tindakan perawatannya, dll )

b. Sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk melakukan pengobatan ke dokter gigi

c. Memiliki pengalaman buruk sebelumnya ketika berobat ke dokter gigi d. Biaya yang mahal

e. Malas

f. Lokasi pelayanan kesehatan jauh dari rumah

g. Rasa sakit pada gigi masih ringan sehingga tidak perlu ke dokter gigi h. Meyakini pengalaman pengobatan sendiri yang dilakukan dapat mengatasi nyeri pada gigi

i. Lainnya.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data tentang pencarian pengobatan penyakit odontogenik dikumpul melalui teknik wawancara yang dibantu dengan kuesioner.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual, yakni semua isian dalam kuesioner diedit, diperiksa kembali apakah semua isian telah dijawab. Kemudian, dilakukan pengkodean dalam daftar pertanyaan berdasarkan jawaban yang telah diisi


(29)

dalam kuesioner dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan cara komputerisasi.

Data diolah dengan analisis univariat yaitu analisis untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang dihitung dalam bentuk persentase. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan kuesioner untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi.


(30)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian pada 210 responden pada masyarakat di Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi diperoleh responden terbanyak dengan umur 41-50 tahun sebesar 35,24%, diikuti umur 21-30 tahun sebesar 32,86%, dan responden yang berumur 31-40 tahun sebesar 31.9%.(Tabel 1).

Jumlah responden perempuan diperoleh sebanyak 53,81% dan laki-laki sebanyak 46,19%. Sebagian besar responden mempunyai latar belakang pendidikan SMA yaitu sebanyak 37,62% dan lebih dari separuh responden memiliki pekerjaan sebagai buruh/ tukang/ petani/ pembantu rumah tangga/ pedagang keliling sebesar 52,86%. (Tabel 1).

Tabel 1. Persentase distribusi karakteristik responden (n=210)

Karakteristik Responden n %

Umur (tahun)

21 – 30 69 32,86

31 – 40 67 31,9

41 – 50 74 35,24

Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan

97 113

46,19 53,81 Pendidikan Terakhir

Tidak Sekolah 3 1,43

SD 43 20,48

SMP 58 27,62

SMA 79 37,62

Perguruan Tinggi 27 12,85

Pekerjaan

Tidak Bekerja/ Ibu Rumah Tangga 41 19,52 Buruh/ Tukang/ Petani/ Pembantu Rumah Tangga/

Pedagang Keliling 111 52,86

Pegawai Negeri/ Pegawai BUMN/ Pegawai Swasta 22 10,48 Pengusaha/ Wiraswasta/ Direktur 36 17,14


(31)

4.2 Perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik

Perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik yang paling banyak adalah pengobatan sendiri sebesar 57,15%, diikuti pengobatan ke warung obat/ apotek / chemist shop/ termasuk tukang jamu sebanyak 20,95%, sedangkan pengobatan ke balai pengobatan/ puskesmas/ rumah sakit ditemukan hanya sebesar 9,05% dan pengobatan ke praktik dokter gigi pribadi sebesar 6,66%. Pada penelitian ini masih ditemukan responden yang tidak melakukan apa-apa sebesar 5,24% dan mencari pengobatan ke dukun sebesar 0,95%. (Tabel 2).

Tabel 2. Persentase distribusi perilaku pencarian pengobatan pada responden (n=210) Perilaku pencarian pengobatan n %

Pengobatan sendiri 120 57,15

Pengobatan ke warung obat/ apotek / chemist shop/ termasuk tukang jamu

44 20,95 Pengobatan ke balai pengobatan/ puskesmas/ rumah sakit 19 9,05 Pengobatan ke praktik dokter gigi pribadi 14 6,66

Tidak melakukan apa-apa 11 5,24

Pengobatan ke dukun 2 0,95

4.3 Perilaku pengobatan sendiri terhadap nyeri odontogenik

Perilaku pengobatan sendiri terhadap nyeri odontogenik dengan menggunakan obat modern sebesar 55% lebih banyak dibandingkan menggunakan obat tradisional sebesar 45%. (Tabel 3).

Tabel 3. Persentase distribusi perilaku pengobatan sendiri pada responden (n=120)

Perilaku pengobatan sendiri n %

Menggunakan obat modern 66 55

Menggunakan obat tradisional 54 45

4.3.1 Perilaku pengobatan sendiri terhadap nyeri odontogenik menggunakan obat modern


(32)

pengobatan sendiri menggunakan obat modern adalah analgesik (seperti naspro, asam mefenamat, paracetamol) yaitu sebesar 62,14%, diikuti oleh penggunaan obat kombinasi atau lebih dari 1 jenis obat (analgesik dan antibiotik, analgesik, antibiotik, antialergi dan vitamin) sebesar 24,24%, topikal (seperti abotyl, listerin, povidon iodine) sebesar 7,58%, pasta gigi (seperti sensodyne, pepsodent) sebesar 4,53%, dan antialergi (seperti CTM) sebesar 1,51%. Responden yang merasakan nyeri odontogenik yang hilang atau berkurang setelah melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat modern sebesar 87,87%, namun sebagian responden yang tidak merasakan perubahan pada nyeri odontogenik sebesar 12,13%.(Tabel 4).

Responden yang merasakan efek samping berupa mengantuk sebesar 28,8%, pusing sebesar 3,02% dan efek samping berupa mual, jantung berdebar-debar dan kecanduan masing-masing sebesar 1,51%. Responden yang paling banyak mengaku tidak merasakan efek samping sebesar 66,67%.(Tabel 4).

Lama perilaku pengobatan sendiri yang menggunakan obat modern yang dilakukan responden 1-2 hari sebesar 60,61 %, kemudian 3-4 hari sebesar 22,72% dan lebih dari 4 hari sebesar 16,67%. Sumber informasi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern ini paling banyak diperoleh responden dari keluarga/ saudara/ teman yaitu sebesar 95,47%, ada juga yang berasal resep obat dari dokter gigi yang pernah diterima sebelumnya sebesar 4,53%.(Tabel 4).

Meyakini pengalaman pengobatan sendiri merupakan alasan terbanyak responden ketika melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern saat merasakan nyeri odontogenik dengan persentase sebesar 31,82%, kemudian masalah biaya sebesar 18,2%, nyeri odontogenik yang dirasakan masih ringan sebesar 16,67%, takut ke dokter gigi sebesar 12,13%, sibuk sebesar 6,06%, memiliki pengalaman buruk ke dokter gigi sebesar 6,06%, malas sebesar 4,53% dan lokasi fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau praktik dokter gigi yang jauh sebesar 4,53%.(Tabel 4).


(33)

Tabel 4. Persentase distribusi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern pada responden (n=66)

Perilaku Pengobatan Sendiri Menggunakan Obat Modern n % Jenis obat

Analgesik (naspro, asam mefenamat, paracetamol) > 1 jenis obat

Topikal (abotyl, listerin, povidon iodine) Pasta gigi ( sensodyne, pepsodent) Antialergi (CTM) 41 16 5 3 1 62,14 24,24 7,58 4,53 1,51 Nyeri odontogenik mereda / berkurang

Ya Tidak 58 8 87,87 12,13 Efek samping Tidak ada Mengantuk

Mual, Jantung berdebar-debar, Kecanduan Pusing 42 19 3 2 63,65 28,8 4,53 3,02 Lama Pengobatan

1 – 2 hari 3 – 4 hari > 4 hari

40 15 11 60,61 22,72 16,67 Sumber Informasi

Keluarga / saudara / teman

Resep obat dari dokter gigi yang pernah diterima sebelumnya

63 3

95,47 4,53 Alasan Pengobatan Sendiri

Meyakini pengalaman pengobatan sendiri dapat mengatasi rasa nyeri yang dirasakan

Biaya

Nyeri pada gigi masih ringan Takut ke dokter gigi

Sibuk

Memiliki pengalaman buruk ke dokter gigi Malas

Lokasi fasilitas kesehatan yang jauh

21 12 11 8 4 4 3 3 31,82 18,2 16,67 12,13 6,06 6,06 4,53 4,53


(34)

4.3.2 Perilaku pengobatan sendiri terhadap nyeri odontogenik menggunakan obat tradisional

Bahan dan cara yang dipakai responden saat melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional adalah berkumur-kumur dengan air garam sebesar 40,74%, diikuti mengunyah campuran sirih, kapur dan gambir sebesar 12,97%, memasukkan lada+garam dan air aki /baterai ke lubang gigi sebesar 11,11%, memasukkan batang kayu yang dibakar ke lubang gigi sebesar 7,41%, memasukkan garam dan bawang putih ke lubang gigi sebesar 7,41%, memasukkan usus kecoa, minyak cengkeh, terasi dan cabai rawit ke lubang gigi sebesar 7,41%, menempel koyok di pipi sebesar 3,7%, berkumur kumur dengan larutan serai dan teh bendera sebesar 3,7%, mengunyah campuran jahe dengan garam, memijit leher dengan minyak dan memaku paku di dinding masing-masing sebesar 1,85%. Responden yang merasakan nyeri odontogenik yang hilang atau berkurang setelah melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional sebesar 92,59%, namun ada sebagian responden yang tidak merasakan perubahan pada nyeri odontogenik, yaitu sebesar 7,41%.(Tabel 5).

Responden yang merasakan efek samping berupa pipi kebas, mual, dan gigi pecah masing – masing sebesar 1,85%, tetapi sebagian besar responden tidak merasakan efek samping, yaitu sebesar 94,45%. Lama perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional yang dilakukan responden ada yang selama 1-2 hari sebesar 70,37 %, ada yang 3-4 hari sebesar 18,52% dan ada juga yang lebih dari 4 hari sebesar 11,11%. Sumber informasi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional paling banyak diperoleh responden dari keluarga/saudara/teman sebesar 94,45%, kemudian karena mencoba sendiri sebesar 3,7% dan internet sebesar 1,85%.(Tabel 5).

Alasan responden melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional yang paling banyak adalah meyakini pengalaman pengobatan sendiri sebesar 35,18%, takut ke dokter gigi sebesar 11,11%, nyeri odontogenik yang dirasakan masih ringan sebesar 11,11%, sibuk sebesar 9,25%, masalah biaya sebesar 9,25%, malas 9,25%, lokasi fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau praktik dokter


(35)

gigi yang jauh sebesar 5,55%, memiliki pengalaman buruk sebelumnya ke dokter gigi sebesar 5,55% dan mudah sebesar 3,7%.(Tabel 5).

Tabel 5. Persentase distribusi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional responden (n=54)

Perilaku Pengobatan Sendiri Menggunakan Obat Tradisional

n %

Bahan dan Cara

Kumur kumur air garam

Mengunyah sirih + kapur + gambir

Memasukkan lada+garam dan air aki /baterai ke lubang gigi

Memasukkan batang kayu yang dibakar ke lubang gigi Memasukkan garam dan bawang putih ke lubang gigi Memasukkan usus kecoa, minyak cengkeh, terasi dan cabai rawit ke lubang gigi

Menempel koyok di pipi

Kumur kumur larutan serai dan teh bendera Mengunyah jahe + garam

Memijit leher dengan minyak Memaku paku di dinding

22 7 6 4 4 4 2 2 1 1 1 40,74 12,96 11,1 7,4 7,4 7,4 3,7 3,7 1,85 1,85 1,85 Nyeri Mereda / Berkurang

Ya Tidak 50 4 92,59 7,41 Efek Samping Tidak ada Pipi kebas Mual Gigi rapuh 51 1 1 1 94,45 1,85 1,85 1,85 Lama Pengobatan

1 – 2 hari 3 – 4 hari > 4 hari

38 10 6 70,37 18,52 11,11 Sumber Informasi

Keluarga / saudara / teman Mencoba sendiri

Internet /media sosial/ iklan/ brosur

51 2 1 94,45 3,7 1,85


(36)

Lanjutan tabel 5. Lanjutan persentase distribusi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional responden (n=54)

Perilaku Pengobatan Sendiri Menggunakan Obat Tradisional

n %

Alasan Pengobatan Sendiri

Meyakini pengalaman pengobatan sendiri dapat mengatasi rasa nyeri yang dirasakan

Takut ke dokter gigi

Nyeri pada gigi masih ringan Sibuk

Biaya Malas

Lokasi fasilitas kesehatan yang jauh Memiliki pengalaman buruk ke dokter gigi Mudah

19 6 6 5 5 5 3 3 2

35,18 11,11 11,11 9,25 9,25 9,25 5,55 5,55 3,7


(37)

BAB 5 PEMBAHASAN

Perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat di Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi paling banyak adalah pengobatan sendiri sebesar 57,15%. Hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gutema GB pada tahun 2011 yang menunjukkan sebesar 42,24% mahasiswa kedokteran di Universitas Mekelle dan melakukan pengobatan sendiri. Banyaknya perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan masyarakat di Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi mungkin disebabkan oleh fasilitas kesehatan yang kurang memadai yaitu 1 puskesmas, 1 praktek dokter gigi pribadi dan 2 apotek untuk melayani penduduk yang berjumlah ± 1.500 jiwa. Sebagian besar responden memiliki status ekonomi yang rendah sehingga memilih pengobatan sendiri yang lebih murah dibandingkan pengobatan ke dokter gigi. Selain itu, alasan memilih pengobatan sendiri yang dilakukan karena responden meyakini pengalaman pengobatan sendiri yang dapat mengatasi nyeri odontogenik dan menjadi pengetahuan dalam pengobatan yang berasal dari keluarga/ teman.4

Responden yang melakukan pengobatan sendiri dengan menggunakan obat modern pada penelitian ini ada sebanyak 55% dan responden yang menggunakan obat tradisional sebanyak 45%. Hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian SUSENAS pada tahun 2007 diperoleh sebanyak 71,9% memiliki perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern dan 28,1% menggunakan obat tradisional.12 Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan sendiri sebagian besar masyarakat menggunakan obat modern walaupun pada penelitian di Kelurahan Gundaling II tidak menunjukkan perbedaan yang jauh antara responden yang menggunakan obat modern dan responden yang menggunakan obat tradisional jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan SUSENAS. Hal ini mungkin disebabkan mudahnya memperoleh obat dari apotek/ warung obat tanpa resep dokter. Penggunaan dan sediaan obat modern lebih sederhana tidak perlu diolah seperti obat


(38)

tradisional. Tingkat pendidikan sebagian besar responden di Kelurahan Gundaling II yaitu tingkat SMA dan status ekonomi yang rendah sehingga jumlah responden yang menggunakan obat modern tidak jauh berbeda dengan responden yang menggunakan obat tradisional yang harganya lebih murah.1,12

Analgesik oral (naspro, asam mefenamat, paracetamol) merupakan jenis obat yang paling banyak digunakan responden saat melakukan perilaku pengobatan sendiri dengan menggunakan obat modern pada penelitian ini yaitu sebesar 62,14%. Hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alibaig Q pada tahun 2012 yang mendapati sebesar 58,8% responden yang mengalami nyeri odontogenik menggunakan obat analgesik oral sebagai pilihan pengobatan.Hasil penelitian yang sama juga didapati pada penelitian yang dilakukan oleh Hussain S pada tahun 2010 mengenai perilaku pencarian pengobatan dan mendapati bahwa jenis obat yang paling banyak digunakan pasien ketika melakukan pengobatan sendiri adalah obat analgesik oral. Hal ini mungkin disebabkan keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang dirasakan responden dan fungsi dari obat jenis analgesik yang dapat meredakan nyeri dalam waktu yang singkat serta banyak pengalaman masyarakat sebelumnya yang pernah mengonsumsi obat analgesik dan merasakan nyeri odontogeniknya mereda.2,26

Responden yang merasakan nyeri odontogenik yang hilang atau berkurang saat melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern sebesar 87,87% dan sebesar 63,65% responden yang melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat modern tidak merasakan efek samping dan 60,61% responden menggunakan obat tersebut dalam rentang 1-2 hari. Hal ini mungkin disebabkan masyarakat yang sebagian besar menggunakan analgesik yang berguna untuk meredakan gejala nyeri namun bila penyebab gejala nyeri tersebut tidak diselesaikan, nyeri odontogenik akan muncul kembali setelah masa kerja obat tersebut berakhir. Masyarakat belum merasakan efek samping dari obat yang mereka gunakan dan menghentikan pengobatan ketika merasa sudah sembuh.6,13

Sumber informasi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern pada penelitian ini paling banyak diperoleh responden dari keluarga/teman yaitu sebesar


(39)

95,47%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Alibaig Q pada tahun 2012 yang melakukan penelitian mengenai perilaku pengobatan sendiri pada 400 pasien yang mendapati bahwa sumber informasi paling banyak adalah dari resep dokter gigi sebelumnya yang pada penelitian ini merupakan sumber informasi terendah yaitu 4,17% dari seluruh total responden.Penelitian Gutema GB pada tahun 2011 juga mendapati hasil yang sama dengan Alibaig Q dimana sumber informasi terbanyak pasien melakukan pengobatan sendiri adalah dari keputusan pasien sendiri berdasarkan resep dokter gigi sebelumnya.Hasil penelitian yang berbeda ini mungkin disebabkan oleh ikatan keluarga/teman yang masih kuat di daerah dilakukannya penelitian ini sehingga informasi yang diperoleh dari keluarga/teman lebih dipercaya dari sumber informasi yang lain.2,4

Alasan responden melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat modern ketika merasakan nyeri odontogenik yang paling banyak adalah karena meyakini pengalaman pengobatan sendiri yaitu sebesar 31,82%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Abid I pada tahun 2011 dan Alibaig Q tahun 2012. Penelitian Abid I mendapati alasan pasien paling banyak melakukan pengobatan sendiri adalah karena pengobatan sendiri dianggap lebih murah. Penelitian Alibaig Q mendapati alasan paling banyak pasien melakukan pengobatan sendiri adalah karena malas.Hasil penelitian yang berbeda ini mungkin dipengaruhi oleh status ekonomi masyarakat yang lebih rendah pada wilayah penelitian Abid I dan Alibaig I dibandingkan masyarakat Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi.2,4,9

Responden yang melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional sebesar 42,86% untuk mengatasi nyeri odontogenik. Bahan dan cara yang paling banyak dilakukan responden adalah berkumur-kumur dengan air garam yaitu sebesar 40,74%. Hasil penelitian yang berbeda diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Paula JS pada tahun 2012 di Brazil yang memperoleh sebesar 36,5% menggunakan ubi untuk mengatasi nyeri, pembengkakan dan infeksi pada nyeri odontogenik. Hasil penelitian yang berbeda ini mungkin dipengaruhi oleh wilayah dan budaya masyarakat yang diteliti. Penggunaan obat tradisional merupakan


(40)

pengalaman pengobatan yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan diyakini dapat mengatasi nyeri odontogenik walaupun pengobatan yang dilakukan responden ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah dapat mengatasi nyeri odontogenik.12,17

Hasil penelitian ini diperoleh responden yang menggunakan air aki/ baterai dan usus kecoa ketika melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional terhadap nyeri odontogenik. Penelitian tentang pnggunaan Air aki/ baterai dan usus kecoa terhadap nyeri odontogenik belum pernah dilakukan, namun bahan ini memiliki kandungan yang berbahaya dalam rongga mulut. Air aki/ baterai memiliki kandungan logam Pb dan asam sulfat yang dapat merusak kondisi sistemik tubuh. Logam Pb yang dapat menyebabkan gangguan saraf, ginjal dan sistem reproduksi. Asam sulfat dapat menyebabkan kematian pulpa dan erosi pada gigi. Kecoa memiliki banyak bakteri seperti Klebsiella, Pseudomonas, Escherichia coli, Staphylococcus, Enterobacter, Streptococcus, Serratia, Bacillus, Proteus yang berbahaya bagi tubuh.27-9

Responden yang merasakan nyeri odontogenik berkurang/hilang ketika melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional sebesar 92,59%, sebesar 94,45% responden yang tidak merasakan efek samping dan 70,37% responden meminum obat tersebut 1-2 hari karena merasa sudah sembuh. hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristina SA pada tahun 2007 di Yogyakarta, sebesar 52,9% mengaku tidak mendapati efek samping saat melakukan perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional. Hal ini mungkin disebabkan oleh sebagian besar bahan seperti air garam, sirih, cabai, bawang dan minyak cengkeh diyakini dapat meredakan gejala nyeri walaupun belum dibuktikan secara ilmiah. Sebagian besar pekerjaan responden adalah petani yang memiliki aktivitas yang padat dan teratur yang dapat mengalihkan perhatian sehingga turut memengaruhi penurunan nyeri yang dirasakan. Masyarakat belum merasakan efek samping secara langsung dan menghentikan penggunaan obat ketika merasa nyeri tersebut telah mereda.17,30-3

Sumber informasi perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional paling banyak diperoleh responden dari keluarga/teman sebesar 94,45%. Hasil


(41)

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paula JSP dengan sumber informasi paling banyak dalam penggunaan obat tradisional adalah keluarga yaitu sebesar 78,4%.Hal ini disebabkan oleh ikatan keluarga/ teman yang masih kuat di daerah dilakukannya penelitian ini sehingga informasi yang diperoleh dari keluarga/teman lebih dipercaya dari sumber informasi yang lain.16

Alasan responden melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional untuk mengatasi nyeri odontogenik yang paling banyak adalah karena meyakini pengalaman pengobatan sendiri sebesar 35,18%. Hasil penelitian yang sama diperoleh dalam penelitian Paula JSP yang juga mendapati alasan paling banyak responden melakukan pengobatan tradisional karena tradisi keluarga sebesar 78,4%. hal ini mungkin disebabkan pengalaman pengobatan sendiri merupakan pengetahuan yang diberikan secara turun temurun.12,16


(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan:

1. Perilaku pencarian pengobatan terhadap nyeri odontogenik pada masyarakat dengan rentang usia 21 – 50 tahun di Kelurahan Gundaling II, Kecamatan Berastagi yang paling banyak adalah perilaku pengobatan sendiri dengan persentase sebesar 57,15%, kemudian pengobatan ke warung obat/ apotek / chemist shop/ termasuk tukang jamu sebanyak 20,95%, pengobatan ke balai pengobatan/ puskesmas/ rumah sakit sebesar 9,05%, pengobatan ke praktik dokter gigi pribadi sebesar 6,66%, tidak melakukan apa-apa sebesar 5,24% dan mencari pengobatan ke dukun sebesar 0,95%.

2. Responden yang melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat modern sebesar 55%, dengan keterangan sebagai berikut:

a. Responden yang menggunakan jenis obat golongan analgetik sebesar 62,14%, menggunakan lebih dari 1 jenis obat 24,24%, topikal 7,58%, pasta gigi 4,53%, antialergi 1,51%.

b. Responden yang mengaku merasakan nyeri odontogenik yang mereda ataupun berkurang sensasi nyerinya setelah melakukan pengobatan sendiri sebesar 87,87%, dan yang tidak merasakan perubahan 12,13%.

c. Responden yang mengaku merasakan efek samping seperti mengantuk sebesar 28,8%, mual, jantung berdebar dan kecanduan 4,53%, pusing 3,02%. Responden yang mengaku belum merasakan efek samping sebesar 63,65%.

d. Lama perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan responden 1-2 hari sebanyak 60,61%, 3-4 hari sebesar 22,72% dan lebih dari 4 hari sebanyak 16,67%.

e. Responden mengaku sumber informasi berasal dari keluarga/ saudara/ teman sebanyak 95,47% dan resep dari dokter gigi yang pernah diterima sebelumnya 4,53%. f. Alasan responden melakukan perilaku pengobatan sendiri antara lain meyakini pengalaman pengobatan sendiri dapat mengatasi rasa nyeri yang dirasakan


(43)

sebesar 31,82%, masalah biaya 18,2%, nyeri pada gigi yang dirasakan masih ringan 16,67%, takut ke dokter gigi 12,13%, sibuk 6,06%, memiliki pengalaman buruk ke dokter gigi 6,06%, malas 4,53% dan lokasi fasilitas kesehatan yang jauh 4,53%.

3. Responden yang melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional sebesar 45%, dengan keterangan sebagai berikut:

a. Bahan dan cara yang digunakan responden antara lain berkumur kumur dengan air garam sebanyak 40,74%, mengunyah campuran sirih,kapur dan gambir 12,96%, memasukkan campuran lada dan garam dan air aki /baterai ke lubang gigi 11,1%, memasukkan batang kayu yang dibakar ke lubang gigi 7,4%, memasukkan garam dan bawang putih ke lubang gigi 7,4%, memasukkan usus kecoa, minyak cengkeh, terasi dan cabai rawit ke lubang gigi 7,4%, menempel koyok di pipi 3,7%, berkumur kumur dengan larutan serai dan teh bendera 3,7%, mengunyah campuran jahe dengan garam, memijit leher dengan minyak dan memaku paku di dinding masing-masing 1,85%.

b. Responden yang mengaku merasakan nyeri odontogenik yang mereda ataupun berkurang sensasi nyerinya setelah melakukan pengobatan sendiri sebesar 92,59%, dan yang tidak merasakan perubahan 7,41%.

c. Responden yang mengaku merasakan efek samping seperti pipi terasa kebas, mual dan gigi menjadi rapuh masing-masing sebesar 1,85%. Responden yang mengaku tidak merasakan efek samping sebesar 94,45%.

d. Lama perilaku pengobatan sendiri yang dilakukan responden 1-2 hari sebesar 70,37% , 3-4 hari sebesar 18,52% dan lebih dari 4 hari sebesar 11,11%.

e. Responden mengaku sumber informasi berasal dari keluarga/ saudara/ teman sebanyak 94,45%, mencoba sendiri sebesar 3,7% dan internet 4,17%.

f. Alasan responden melakukan perilaku pengobatan sendiri antara lain meyakini pengalaman pengobatan sendiri dapat mengatasi rasa nyeri yang dirasakan sebesar 35,18%, takut ke dokter gigi 11,11%, nyeri pada gigi yang dirasakan masih ringan 11,11%, sibuk, biaya dan malas masing-masing sebesar 9,25%, lokasi fasilitas kesehatan yang jauh 5,55%, memiliki pengalaman buruk ke dokter gigi 5,55% dan mudah 3,7%.


(44)

6.2 Saran

1. Agar tenaga kesehatan di puskesmas yang bertugas melayani masyarakat di daerah Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi melakukan penyuluhan mengenai bahaya bahan tradisional seperti aki dan kecoa dan penggunaan obat modern tanpa berkonsultasi dengan dokter gigi ketika mengalami nyeri odontogenik.

2. Agar pemerintah setempat bekerjasama dengan tenaga medis yang berada di sekitar Kelurahan Gundaling II Kecamatan Berastagi dalam penyediaan tenaga medis, sarana dan prasarana yang mendukung untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga diharapkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat dapat meningkat di masa yang akan datang.

3. Agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat modern didaerah tersebut untuk melihat kerasionalan penggunaan obat modern yang digunakan masyarakat.

4. Agar dinas kesehatan menerapkan peraturan yang jelas dan tegas dalam penyediaan, pendistribusian, dan penjualan obat baik apotik maupun warung obat sehingga penjualan obat golongan tertentu dengan tanpa resep dokter dapat di minimimalisir.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gaol TL. Pengaruh faktor sosiodemografi, sosioekonomi, dan kebutuhan terhadap perilaku masyarakat dalam pencarian pengobatan di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013. Tesis. Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2013: 1-14,40. 2. Alibaig Q, Muzaffar D, Afaq A, Bilal S, Iqbal N. Prevalence of self medication

among dental patients. Pakistan Oral Dent J 2012; 32(2): 292-5.

3. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010: 43-9

4. Gutema GB, Gadisa DA, Kidanemariam ZA, Berhe DF, Berhe AH, Hadera MG, et al. Self-Medication practices among halth sciences students: the case of mekelle university. J Applied Pharma Sci 2011; 01(10): 183-9.

5. Adedapo HA, Lawal AO, Adisa AO, Adeyemi BF. Non-doctor consultations and self-medication practise in patiens seen at a tertiary dental center in Ibadan. Indian J of Dent Res 2011; 22(6): 795-7.

6. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Obat gigi dan mulut. Info POM, 2013: 10-1.

7. Goranka P, Nada G. Odontogenik pain. Medical sciences 2010; 34: 43-54.

8. Situmorang N. Persepsi ibu-ibu rumah tangga mengenai penyakit karies gigi dan hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan profesional di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

9. Abid I, Yousaf A, Akhtar T, Yousaf N, Manzoor A. Self Medication Practice Among Dental Patients of Afid: A Cross Sectional Study. Pakistan Oral Dent J 2012; 32(3): 513-5.

10. Haas DA. An update on analgesic for the management of acute postoperative dental pain. J of Can Dent Assoc 2002; 68(8): 476-82.


(46)

11. Sheridan J, Angleton M, Carson T. Dental health and access to dental treatment: a comparison of drugs users and non-drugs users attending community pharmacies. British dental journal 2001;191(8) : 453-7.

12. Supradi S, Susyanty AL. Penggunaan obat tradisional dalam upaya pengobatan sendiri di Indonesia (analisis data susenas tahun 2007). Jakarta: Pusat penelitian dan pengembangan sistim dan kebijakan kesehatan Jakarta, 2007:80-9.

13. Rakhmawatie MD, Anggraini MT. Evaluasi perilaku pengobatan sendiri terhadap pencapaian program Indonesia sehat. In: Jurnal Unimus. Prosiding Seminar Nasional Unimus. Semarang, 2010: 73-80.

14. Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional. Materi pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan memilih obat bagi tenaga kesehatan. Jakarta: Depkes RI, 2008: 2-50.

15. Supardi S, Mulyono N. Pengobatan sendiri sakit kepala, demam, batuk, dan pilek pada masyarkat di desa ciwalen, kecamatan warung kondang, kabupaten, cianjur, jawa barat. Majalah ilmu kefarmasian 2005; 2(3):134-44.

16. Paula JSP, Alexandre MDR, Fabio LM. Factor associated with the use of herbal medicines for oral problems by patients attending the clinics of the school of dentistry, federal university od juiz de fora, Brazil: Braz J Oral Sci 2012; 11(4) :445-50.

17. Dedi A. Multidimensional nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara 2007; 2(2): 77-81.

18. Meliala L. Nyeri: Keluhan yang terabaikan konsep dahulu, sekarang, dan yang akan datang. Universitas Gadjah Mada 2004: 2-15.

19. Renton T. Dental (odontogenik) pain. Reviews in pain 2011; 5(1) : 2-7.

20. Iskandar MBO, Boedi OR. Strategi mengatasi nyeri pulpoperiapikal. Sci J in Dent 2006; 21(1): 34-45.

21. Feinberg AS, Leong M, Christian J, Pasero C, Fong A, Feinberg R. ACPA resource guide to chronic pain medication and treatment: ACPA, 2014: 23-6. 22. Fajriani. Pemberian obat-obatan antiinflamasi non steroid pada anak. Indonesian


(47)

23. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman umum penggunaan antibiotik. Peraturan menteri kesehatan: 1-4, 52.

24. Syukrinawati RP. Tingkat pengetahuan pengguna antibiotik oleh mahasiswa kepaniteraan klinik departemen bedah mulut RSGMP FKG USU periode september 2013 – maret 2014. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara, 2014: 5-6, 19-21.

25. Khan SJ, Amanullah, Khan S, Shah N. Self-medication with antibiotics in urban areas of peshawar. Gomal J of Med Sci 2011; 9(1): 19-22.

26. Hussain S, Malik F, Hameed A, Ahmad S, Riaz H. Exploring health seeking behavior, medicine use and self medication in urban and rural Pakistan. Southern Med Review 2010; 3(2): 32-4.

27. Sudarmaji, Mukono J, Corie IP. Toksikologi logam berat B3 dan dampaknya terhadap kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2006; 2(2): 129-42.

28. Pranani D, Wibisono G. Pengaruh paparan uap belerang terhadap kejadian erosi gigi. Artikel Karya Tulis Ilmiah Universitas Diponegoro Semarang 2008: 1-18. 29. Kassiri H, Kazemi S. Cockroaches periplaneta americana (l.), dictyoptera;

blattidae as carriers of bacterial pathogens, khorramshahr county, iran. Jundishapur J Microbiol 2012; 5(1): 320-2.

30. Kristina SA, Prabandari YS, Sudjaswadi R. Perilaku pengobatan sendiri yang rasional pada masyarakat. Berita Kedokteran Masyarakat 2007; 23(4): 176-183. 31. Kushayati N. Efektifitas kumur air garam terhadap penurunan nyeri pada

penderita nyeri gigi di sumolepen kelurahan balongsari kota mojokerto. Jurnal Keperawatan 2011; 1(1): 1-11.

32. Mulyadi A. Capsicum oleoresin sebagai sumber sensasi pedas. Foodreview Indonesia 2010; 5(3): 32-4.

33. Untari I. Bawang putih sebagai obat paling mujarab bagi kesehatan. GASTER 2010; 7(1): 547-54.


(48)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN TERHADAP NYERI ODONTOGENIK PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN

GUNDALING II KECAMATAN BERASTAGI

No. Kartu: Nama :

Umur :

1. Jenis Kelamin : 1

A. Laki-laki B. Perempuan

2. Pendidikan: 2

A. Tidak sekolah B. SD

C. SMP D. SMA

E. Perguruan tinggi

3. Pekerjaan: 3

A. Tidak bekerja / Ibu rumah tangga

B. Buruh/Tukang/ Petani/Pembantu rumah tangga/ Pedagang keliling

C. Pegawai negeri/ Pegawai BUMN/ Pegawai swasta D. Pedagang/Pengusaha/ Direktur


(49)

4. Apakah anda pernah merasakan sakit gigi selama 3 bulan 4 terakhir

A. Pernah B. Tidak pernah

5. Bila pernah, bagaimana anda mengatasi sakit gigi tersebut: 5 A. Tidak melakukan apa-apa

B. Mengobati diri sendiri dengan obat apapun tanpa berkonsultasi dengan dokter gigi

C. Pengobatan ke dukun / fasilitas kesehatan tradisional D. Pengobatan warung obat / apotek / termasuk tukang jamu E. Pengobatan ke balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit F. Pengobatan ke praktik dokter gigi pribadi

Jika pertanyaan no.5 menjawab B (mengobati diri sendiri dengan obat apapun tanpa berkonsultasi dengan dokter gigi) jawablah pertanyaan dibawah ini (pertanyaan 6 – 13 )

6. Apa jenis pengobatan sendiri yang dilakukan: 6 A. menggunakan obat sediaan pabrik/modern

B. Menggunakan bahan alamiah/ tradisional (seperti garam ,tembakau, air aki, dll)


(50)

7. Jika pertanyaan no 6 menjawab A, obat apa yang anda gunakan : 7 A. Analgesik ( ponstan, asam mefenamat, panadol, dll )

B. Antiinflamasi (Aspirin, ibuprofen)

C. Antibiotik Metronidazol, dll)

D. Vitamin ( becom-c, vit-c, dll ) E. Topikal ( abotyl, povidon iodine, dll)

F. Lebih dari 1 jenis obat (analgesik + antibiotik, analgesik + vitamin, antiinflamasi + antibiotik, analgesik + antibiotic + vitamin, dll)

G. Lainnya, sebutkan……

8. Jika pertanyaan no 6 menjawab B, bahan obat seperti apa dan bagaimana cara menggunakannya:

………..

9. Setelah menggunakan obat tersebut, apakah sakit gigi 9 yang anda rasakan berkurang / hilang :

A. Tidak B. Ya

10.Apakah anda merasakan efek samping (seperti pusing, mual, 10 nyeri pada lambung, luka di rongga mulut, jantung

berdebar-debar, panas dalam mulut) setelah menggunakan obat tersebut :

A.Tidak

B. Ada, sebutkan………. 11.Berapa hari anda menggunakan obat tersebut :


(51)

12.Dari mana informasi tentang pengobatan sendiri yang 12 anda gunakan :

A. Keluarga / saudara / teman

B. Resep obat dari dokter gigi yang diterima sebelumnya C. Internet, media sosial, iklan, brosur

D. Lainnya, sebutkan…………...

13.Alasan anda memilih melakukan pengobatan sendiri 13 untuk mengatasi rasa sakit pada gigi adalah:

A. Takut ke dokter gigi / dental phobia

(termasuk peralatan, tindakan perawatannya, dll ) B. Sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk

melakukan pengobatan ke dokter gigi C. Memiliki pengalaman buruk sebelumnya

ketika berobat ke dokter gigi D. Biaya yang mahal

E. Malas

F. Lokasi pelayanan kesehatan jauh dari rumah G. Rasa sakit pada gigi masih ringan sehingga

tidak perlu ke dokter gigi

H. Meyakini pengalaman pengobatan sendiri yang dilakukan dapat mengatasi nyeri pada gigi I. Lainnya.………..


(52)

(1)

23. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman umum penggunaan antibiotik. Peraturan menteri kesehatan: 1-4, 52.

24. Syukrinawati RP. Tingkat pengetahuan pengguna antibiotik oleh mahasiswa kepaniteraan klinik departemen bedah mulut RSGMP FKG USU periode september 2013 – maret 2014. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara, 2014: 5-6, 19-21.

25. Khan SJ, Amanullah, Khan S, Shah N. Self-medication with antibiotics in urban areas of peshawar. Gomal J of Med Sci 2011; 9(1): 19-22.

26. Hussain S, Malik F, Hameed A, Ahmad S, Riaz H. Exploring health seeking behavior, medicine use and self medication in urban and rural Pakistan. Southern Med Review 2010; 3(2): 32-4.

27. Sudarmaji, Mukono J, Corie IP. Toksikologi logam berat B3 dan dampaknya terhadap kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2006; 2(2): 129-42.

28. Pranani D, Wibisono G. Pengaruh paparan uap belerang terhadap kejadian erosi gigi. Artikel Karya Tulis Ilmiah Universitas Diponegoro Semarang 2008: 1-18. 29. Kassiri H, Kazemi S. Cockroaches periplaneta americana (l.), dictyoptera;

blattidae as carriers of bacterial pathogens, khorramshahr county, iran. Jundishapur J Microbiol 2012; 5(1): 320-2.

30. Kristina SA, Prabandari YS, Sudjaswadi R. Perilaku pengobatan sendiri yang rasional pada masyarakat. Berita Kedokteran Masyarakat 2007; 23(4): 176-183. 31. Kushayati N. Efektifitas kumur air garam terhadap penurunan nyeri pada

penderita nyeri gigi di sumolepen kelurahan balongsari kota mojokerto. Jurnal Keperawatan 2011; 1(1): 1-11.

32. Mulyadi A. Capsicum oleoresin sebagai sumber sensasi pedas. Foodreview Indonesia 2010; 5(3): 32-4.

33. Untari I. Bawang putih sebagai obat paling mujarab bagi kesehatan. GASTER 2010; 7(1): 547-54.


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN TERHADAP NYERI ODONTOGENIK PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN

GUNDALING II KECAMATAN BERASTAGI

No. Kartu: Nama :

Umur :

1. Jenis Kelamin : 1

A. Laki-laki B. Perempuan

2. Pendidikan: 2

A. Tidak sekolah B. SD

C. SMP D. SMA

E. Perguruan tinggi

3. Pekerjaan: 3

A. Tidak bekerja / Ibu rumah tangga

B. Buruh/Tukang/ Petani/Pembantu rumah tangga/ Pedagang keliling

C. Pegawai negeri/ Pegawai BUMN/ Pegawai swasta D. Pedagang/Pengusaha/ Direktur


(3)

4. Apakah anda pernah merasakan sakit gigi selama 3 bulan 4 terakhir

A. Pernah B. Tidak pernah

5. Bila pernah, bagaimana anda mengatasi sakit gigi tersebut: 5 A. Tidak melakukan apa-apa

B. Mengobati diri sendiri dengan obat apapun tanpa berkonsultasi dengan dokter gigi

C. Pengobatan ke dukun / fasilitas kesehatan tradisional D. Pengobatan warung obat / apotek / termasuk tukang jamu E. Pengobatan ke balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit F. Pengobatan ke praktik dokter gigi pribadi

Jika pertanyaan no.5 menjawab B (mengobati diri sendiri dengan obat apapun tanpa berkonsultasi dengan dokter gigi) jawablah pertanyaan dibawah ini (pertanyaan 6 – 13 )

6. Apa jenis pengobatan sendiri yang dilakukan: 6 A. menggunakan obat sediaan pabrik/modern

B. Menggunakan bahan alamiah/ tradisional (seperti garam ,tembakau, air aki, dll)


(4)

7. Jika pertanyaan no 6 menjawab A, obat apa yang anda gunakan : 7 A. Analgesik ( ponstan, asam mefenamat, panadol, dll )

B. Antiinflamasi (Aspirin, ibuprofen)

C. Antibiotik Metronidazol, dll)

D. Vitamin ( becom-c, vit-c, dll ) E. Topikal ( abotyl, povidon iodine, dll)

F. Lebih dari 1 jenis obat (analgesik + antibiotik, analgesik + vitamin, antiinflamasi + antibiotik, analgesik + antibiotic + vitamin, dll)

G. Lainnya, sebutkan……

8. Jika pertanyaan no 6 menjawab B, bahan obat seperti apa dan bagaimana cara menggunakannya:

………..

9. Setelah menggunakan obat tersebut, apakah sakit gigi 9 yang anda rasakan berkurang / hilang :

A. Tidak B. Ya

10.Apakah anda merasakan efek samping (seperti pusing, mual, 10 nyeri pada lambung, luka di rongga mulut, jantung

berdebar-debar, panas dalam mulut) setelah menggunakan obat tersebut :

A.Tidak

B. Ada, sebutkan………. 11.Berapa hari anda menggunakan obat tersebut :


(5)

12.Dari mana informasi tentang pengobatan sendiri yang 12 anda gunakan :

A. Keluarga / saudara / teman

B. Resep obat dari dokter gigi yang diterima sebelumnya C. Internet, media sosial, iklan, brosur

D. Lainnya, sebutkan…………...

13.Alasan anda memilih melakukan pengobatan sendiri 13 untuk mengatasi rasa sakit pada gigi adalah:

A. Takut ke dokter gigi / dental phobia

(termasuk peralatan, tindakan perawatannya, dll ) B. Sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk

melakukan pengobatan ke dokter gigi C. Memiliki pengalaman buruk sebelumnya

ketika berobat ke dokter gigi D. Biaya yang mahal

E. Malas

F. Lokasi pelayanan kesehatan jauh dari rumah G. Rasa sakit pada gigi masih ringan sehingga

tidak perlu ke dokter gigi

H. Meyakini pengalaman pengobatan sendiri yang dilakukan dapat mengatasi nyeri pada gigi I. Lainnya.………..


(6)