BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, yang paling baru ini
memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sempurna, baik fisik, mental dan
sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat saja. Agar mendapatkan kesehatan yang maksimal dibutuhkan usaha-usaha yang maksimal pula untuk
memperolehnya Notoatmodjo, 2003. Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup
layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat dalam abad
terakhir ini, yang manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan kesehatan ini masih terbatas sehingga masyarakat belum
sepenuhnya mampu menikmati pelayanan kesehatan ini Safrijal, 2005. Menurut Azwar 1996, apabila pelayanan kesehatan yang diberikan dapat
memberikan kepuasan pada diri setiap pasien sesuai dengan tingkat rata-rata penduduk yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan, maka dapat dinilai baik untuk
mutu pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wasisto dalam Sukamto 2008 mutu pelayanan kesehatan didukung oleh banyak faktor yang merupakan suatu sistem. Faktor-faktor tersebut adalah
tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan. Setiap manusia berkeinginan untuk hidup sehat atau paling tidak akan
mempertahankan status sehat yang dimilikinya. Tindakan manusia dalam mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan
pelayanan kesehatan yang ada, baik pengobatan tradisional maupun pengobatan modern. Namun hubungan antara sehat dengan permintaan pelayanan kesehatan
tidaklah sesederhana itu. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya jarak, tarif maupun pelayanan kesehatan yang memuaskan atau
tidak, tapi juga dipengaruhi oleh faktor akan konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit Notoatmodjo, 2003
Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya tidaklah selalu objektif, bahkan lebih banyak unsur subjektifitas dalam menentukan kondisi
tubuh seseorang. Cara pandang masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya.
Sebaliknya petugas kesehatan, berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan gejala simpton yang tampak guna mendiagnosa kondisi
fisik seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan.
Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika si individu merasa bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka dia akan memilih untuk
berobat kepada “orang pandai” yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang Sarwono, 1997
Secara umum defenisi sakit adalah suatu keadaan yang tidak seimbang, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan. Dengan demikian seseorang yang
menderita suatu jenis penyakit berarti orang tersebut tidak dapat menjaga keseimbangan diri dengan lingkungannya atau organisme tubuh yang terdapat pada
diri seseorang itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka orang tersebut dikatakan sakit menderita satu jenis penyakit yang memerlukan penyembuhan baik
secara tradisional maupun modern Lubis, dkk, 1995 Menurut data yang diperoleh Kristina dalam majalah Farmasi Indonesia
2008 di Indonesia, penduduk yang mengeluh sakit selama satu bulan terakhir tahun 2004 sebanyak 24.41 . Upaya pencarian pengobatan yang dilakukan masyarakat
yang mengeluh sakit sebagian besar adalah pengobatan sendiri 87.37 . Sisanya mencari pengobatan antara lain ke puskesmas, paramedis, dokter praktek, rumah
sakit, balai pengobatan dan pengobatan tradisional. Data berdasarkan hasil penelitian Tukiman dan Jumirah 2001 dalam Sitorus
2003 tentang “Perilaku masyarakat terhadap timbulnya gejala penyakit” diketahui bahwa ketika mengalami sakit ada sebanyak 5 yang membiarkan penyakitnya tanpa
melakukan pengobatan, 5 melakukan pengobatan dengan cara sendiri, diobati dengan jamu sebanyak 9, memakai obat bebas sebanyak 63, pergi ke
dokterpuskesmas sebanyak 18. Artinya ketika mengalami sakit, sebagian besar
Universitas Sumatera Utara
orang-orang akan melakukan pengobatan dengan berbagai cara. Pola pengobatan yang dilakukan didasarkan kuat oleh pola pencarian pengobatan yang dipahami.
Pengobatan dan penyembuhan suatu jenis penyakit yang dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional dukun, datu
maupun tabib maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan
mempergunakan peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis cara ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih
diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat yang berada di perkotaan maupun masyarakat yang berada di pedesaan Lubis, dkk, 1995
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa, walaupun pengobatan modern seperti tenaga medis dan dokter telah banyak tersebar baik di daerah perkotaan maupun
pinggiran, namun pengobatan secara tradisional masih berfungsi dalam masyarakat baik masyarakat kota maupun masyarakat desa. Hal ini tergantung bagaimana pola
pencarian pengobatan yang di pahami oleh individu tersebut dan yang berkembang di lingkungan sekitar.
Demikian pula halnya dengan daerah kelurahan Sidiangkat, kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi propinsi Sumatera Utara profil kecamatan Sidikalang
2007. Pengobatan jenis tradisional modern dan pengobatan medis modern masih berkembang dengan baik. Bahkan ada yang menggabungkan kedua jenis pengobatan
tersebut secara bersamaan. Kelurahan Sidiangkat memiliki jumlah penduduk sebanyak 3492 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk 218 jiwakm2. Penduduk
asli daerah ini adalah suku Pak-pak. Sejalan dengan waktu, masyarakat di daerah ini
Universitas Sumatera Utara
tidak murni lagi hanya suku Pak-pak. Rasio perbandingan berdasarkan suku, antara suku Pak-pak dan selain suku Pak-pak adalah 55 dan 45. Walupun demikian
untuk wilayah kecamatan Sidikalang, Sidiangkat merupakan daerah dengan jumlah penduduk suku Pak-pak terbesar Nababan, 2008.
Data yang bersumber dari Puskesmas kecamatan Sidikalang menyebutkan dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan masyarakat, di Kelurahan Sidiangkat
terdapat 1 unit puskesmas pembantu dan 4 buah posyandu. Tenaga kesehatan yang tersedia terdiri dari 6 orang paramedis, 1 orang dukun beranak, dan 3 orang bidan
Nababan, 2008. Hasil pengamatan sementara peneliti, pada bulan Agustus dan September
tahun 2008 diperoleh bahwa masyarakat kelurahan Sidiangkat ketika mengalami sakit mereka menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia maupun yang tidak tersedia di
teritorial daerah tersebut, baik secara medis maupun non medis. Fasilitas atau tempat pengobatan yang biasa digunakan oleh masyarakat di kelurahan Sidiangkat meliputi
pengobatan modern seperti ke puskesmas pembantu pustu maupun tenaga paramedis dan pengobatan tradisional dengan ramuan obat yang disebut grama dan
tradisional spiritualkebatinan seperti paranormal datu dan tokoh agama paranormal dan tokoh agama disebut “orang pintar”. Hasil wawancara dengan tokoh
masyarakat setempat didapatkan bahwa ada sebelas orang yang dianggap “orang pintar” dan sepuluh orang diantaranya bersuku Pak-pak yang selalu bersedia untuk
membantu dalam proses pengobatan terhadap berbagai penyakit yang dikeluhkan oleh masyarakat, misalnya penyakit TB Paru, magh, migrain.
Universitas Sumatera Utara
Data dari Puskesmas Pembantu pustu Sidiangkat menyebutkan bahwa masyarakat yang menggunakan pustu sebagai tempat berobat setiap bulannya rata-
rata 110 orang. Dari jumlah tersebut hanya lebih kurang 40 yang beretnik Pak-pak, dan dari 40 ini sebagian besar sudah melakukan pengobatan sebelumnya dengan
pengobatan tradisional. Berdasarkan pertimbangan diatas, penulis tertarik dan perlu untuk mengetahui
dan meneliti pola pencarian pengobatan pada masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi Sumatera Utara tahun 2008.
1.2 Perumusan Masalah