Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kondisi perekonomian Indonesia secara makro dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investor dalam penempatan dananya pada suatu jenis investasi. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan kinerja Badan Usaha menurun tajam, bahkan di antaranya menderita kerugian. Pada saat itu variabel ekonomi makro seperti tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah, dan inflasi mengalami perubahan yang cukup tajam. Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal pinjaman, dan dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal ekuitas. Tingkat suku bunga yang meningkat menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkan pada investasi berupa tabungan dan deposito sehingga akan mempengaruhi harga saham dan return yang diisyaratkan oleh investor. Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang negara lainnya. Melemahnya kurs nilai tukar rupiah akan menyebabkan meningkatnya harga barang-barang impor diikuti oleh harga produk dalam negeri sehingga mengakibatkan inflasi, yaitu kecenderungan terjadinya peningkatan harga-harga produk secara keseluruhan. Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2005-2009 mengalami peningkatan yang diwujudkan melalui kinerja indikator makro ekonomi yang semakin membaik yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 Universitas Sumatera Utara Tabel 1.1 Indikator Ekonomi Tahun Inflasi Nilai Tukar Rupiah Rp Suku Bunga SBI 2005 10,40 9.709,80 10,54 2006 13,33 9.166,07 11,83 2007 6,40 9.136,20 8,6 2008 10,31 9.485,05 8,66 2009 4,89 10.129,13 7,15 Sumber : www.bi.go.id 1532010,diolah Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa inflasi yang terjadi selama lima tahun tersebut mengalami fluktuasi. Pada saat inflasi mengalami penurunan, akan menjadi sinyal positif bagi investor dikarenakan menurunnya risiko daya beli uang purchasing power of money dan risiko penurunan pendapatan riil. Sebaliknya pada saat inflasi mengalami kenaikan akan berdampak pada para investor karena akan mempengaruhi kinerja badan usaha. Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang pada akhirnya juga akan menyebabkan hutang pada pihak ketiga berupa beban bunga akan menjadi meningkat. Rata-rata nilai tukar rupiah Indonesia selama lima tahun itu berfluktuasi terhadap dolar US, ada mengalami apresiasi penguatan nilai tukar dan depresiasi pelemahan nilai tukar. Pada saat depresiasi, nilai tukar menurun dan nantinya perlahan-lahan dapat meningkatkan suku bunga sehingga investor menarik sahamnya dan akan mempengaruhi harga saham. Pada saat terjadi apresiasi, suku bunga akan menurun dan akan berpengaruh pada harga saham. Variabel suku bunga SBI rate selama lima tahun itu cenderung menurun sehingga kesempatan investasi yang lebih menarik adalah investasi pada saham dibandingkan investasi pada tabungan atau deposito. Selain itu, dengan adanya Universitas Sumatera Utara penurunan tingkat suku bunga berarti biaya modal berupa beban hutang yang ditanggung perusahaan tidak besar. Pergerakan nilai tukar yang tidak menentu ditambah kenaikan suku bunga yang terus berlangsung menjadi salah satu kendala yang cukup serius bagi perusahaan pembiayaan multifinance. Dampaknya sungguh terasa terutama bagi perusahaan pembiayaan yang modalnya berasal dari perbankan. Kenaikan suku bunga BI Rate menyebabkan bank-bank menaikkan suku bunga. Tidak hanya itu, bank-bank pun akan semakin selektif dalam pemberian kredit. Multifinance yang mempunyai sumber dana utama dari perbankan akan mengalami masalah dari dua sisi sekaligus. Pertama, harga dana makin mahal dan relatif lebih sulit. Kedua, risiko makin besar karena harga ke konsumen lebih mahal sekaligus menurunnya daya beli masyarakat. Kinerja perusahaan Multifinance mulai menunjukkan kekuatannya setelah krisis ekonomi. Hal ini terlihat dari mulai aktifnya pembiayaan yang dilakuka n perusahaan Multifinance yang terdiri atas sewa guna usaha leasing, anjak piutang factoring, pembiayaan konsumen, dan kartu kredit. Ada peningkataan pembiayaan di industri ini, pembiayaan perusahaan Multifinance masih didominasi oleh sektor pembiayaan konsumen dan sewa guna usaha kemudian diikuti oleh anjak piutang dan kartu kredit. Peningkatan pembiayaan oleh perusahaan Multifinance dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.2 Posisi Pembiayaan Rupiah dan Valuta Asing Perusahaan Multifinance Menurut Jenis Pembiayaan dalam miliar rupiah Sumber: www.bi.go.id 2052010,diolah Berdasarkan Tabel 1.2, tahun 2005 sampai tahun 2009 pembiayaan di industri ini mengalami peningkatan rata-rata sebesar 21,72 setiap tahunnya. Kenaikan pertumbuhan pembiayaan tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 37,03, sedangkan pertumbuhan pembiayaan terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu 3,86. Hal ini terjadi karena dampak dari krisis global pada pertengahan tahun 2008 yang menyebabkan terjadinya inflasi sehingga BI menaikkan suku bunga. Sulitnya mendapatkan funding dari bank akan menghambat Multifinance untuk mengembangkan pembiayaannya. Pendanaan perbankan ke sektor perusahaan pembiayaan sepertinya akan terus meningkat, meski terjadi kenaikan tingkat suku bunga. Hal ini karena perbankan masih merupakan sumber utama pendanaan bagi perusahaan pembiayaan. Industri pembiayaan masih akan dihadapkan pada beberapa kendala di masa yang akan datang. Salah satunya adalah kenaikan suku bunga yang diprediksi masih akan terus berlangsung hingga akhir tahun seiring dengan naiknya suku bunga kredit perbankan dan pergerakan nilai tukar rupiah yang sangat berfluktuatif membuat industri perbankan dan industri pembiayaan harus tepat membuat kebijakan manajemen berikutnya. Jenis Pembiayaan 2005 2006 2007 2008 2009 Leasing 19.085 32.644 36.482 50.680 46.528 Factoring 1.411 1.280 2.200 2.221 2.027 Kartu Kredit 1.763 1.477 1.442 1.145 930 Pembiayaan 45.387 57.296 67.562 83.191 93.054 Jumlah 67.646 92.697 107.686 137.237 142.539 Universitas Sumatera Utara Kinerja perbankan dapat dilihat dari pertumbuhan aset, kredit, dan dana pihak ketiga DPK, pada gambar 1.1 berikut. Gambar 1.1: Pertumbuhan Aset, Kredit, dan Dana Perbankan Sumber: Statistik Perbankan Indonesia 2052010, diolah Pada Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa aset, kredit, dan dana pihak ketiga dari perbankan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini berarti sektor perbankan mengalami pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Perkembangan perbankan sepanjang tahun 2009 menunjukkan adanya recovery setelah krisis global yang berlangsung pada medio 2008. Hal tersebut tercermin dengan adanya pertumbuhan aset, kredit, dan dana pihak ketiga perbankan pada periode Juni hingga Desember 2009 yang relatif lebih tinggi dibanding semester pertama 2009 Economic Review,2009. Kegiatan perusahaan Multifinance dan kinerja Perbankan akan mempengaruhi pertumbuhan masing-masing perusahaan, yang berdampak pada harga saham perusahaan tersebut. Pergerakan harga saham yang cenderung mengikuti pergerakan inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan suku bunga ini menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara harga saham dengan variabel-variabel tersebut. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Ekonomi Makro terhadap Harga Saham pada Perusahaan Multifinance dan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.”

B. Perumusan Masalah