Karakteristik Penderita Tuberkulosis Kelenjar yang Dikonfirmasi dengan Sitologi Aspirasi Biopsi di RSUD Dr. Pirngadi Pada Tahun 2013
KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS KELENJAR YANG DIKONFIRMASI DENGAN SITOLOGI ASPIRASI BIOPSI DI RSUD DR.
PRINGADI PADA TAHUN 2013. KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
ELANA SUSANTANAA 110100389
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(2)
(3)
ABSTRAK
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberculosis. Limfadenitis tuberkulosis merupakan salah satu manifestasi tuberkulosis ekstrapulmoner terbanyak, sekitar 35% dari tuberkulosis ekstrapulmoner. Limfadenitis tuberculosis endemic di China dan bagian lain di Asia.
Tujuan umum dari penilitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tuberkulosa kelenjar dan konfirmasi sitologinya di RSUD Dr. Pirngadi di tahun 2013.
Penelitian ini berupa studi cross-sectional dengan menggunakan penggambilan data rekam medis sebagai alat untuk melihat karakteristik penderita yang menderita TB kelenjar. Kemudian semua data penderita yang TB kelenjar dilihat dan diisi lembaran check list yang sesuai dengan data yang dibutuhkan dan selanjutnya data diolah dengan menggunakan program SPSS 17.
Hasil dari karakteristik penderita tuberkulosa kelenjar didapati sebanyak 48,1% penderita dari lingkungan umur 26 – 45 tahun dan 59,6% penderita terdiri daripada jenis kelamin perempuan. Selain itu, 36.5% penderita tuberkulosa kelenjar dengan suku jawa dan 57,6% dari penderita tidak mempunyai sosio ekonomi sendiri. Akhir sekali, sebanyak 38,4% penderita bekerja sebagai wiraswasta.
Kesimpulannya, karakteristik yang mempengaruhi penderita tuberkulosa kelenjar adalah penderita dengan umur 26 – 45 tahun yang banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan dan suku jawa. Kebanyakan penderita bekerja sebagai wiraswata
Kata kunci : Limfadenitis tuberkulosis, karakteristik penderita, konfirmasi sitologi aspirasi biopsi
(4)
ABSTRACT
Lymphadenitis tuberculosis (TB) is an inflammation of the glands or lymph nodes caused by the bacillus Mycobacterium. It is one of the worst diseases in humans. Around the world, 12 million new cases and 3 million deaths from tuberculosis lymphadenitis disease every year. Lymphadenitis tuberculosis endemic in China and other parts of Asia.
The general objective of this research was to determine the characteristics of patients with tuberculosis glands and confirmation biopsy in Hospital Dr Pirngadi in 2013.
This study was a cross-sectional nature using the medical records as a tool to look at the characteristics of patients who suffer from TB gland. Next, all the data of the TB patients seen and filled sheet check list corresponding to the required data and then analyze by SPSS programme.
The results of the characteristics of patients with tuberculosis glands are found as many as 48.1% of patients aged environment 26-45 years and 59.6% of patients comprised of the female sex. In addition, 36.5% of patients with tuberculosis glands Java rate and 57.6% of patients do not have their own socio-economic. End all, as many as 38.4% of patients working as self-employed.
In conclusion, the characteristics that influence patient with tuberculosis glands are in the age of 26 – 46 years old and are more common in female sex where most of them work in the private sector.
Keyword : Lymphadenitis tuberculosis, patient’s characteristics, confirmation of cytology aspiration biopsy
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kurnia-Nya sehingga Penelitian Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Karakteristik Penderita Tuberkulosis Kelenjar yang Dikonfirmasi dengan Sitologi Aspirasi Biopsi di RSUD Dr. Pirngadi Pada Tahun 2013”berhasil diselesaikan.
Di dalam proses penulisan penelitian ini ternyata penulis mendapat banyak bantuan baik dari segi moral, materi dan spiritual dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:
1. Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Guslihan D.Tjipta, Sp.A (K) atas izin penelitian yang telah diberikan.
2. RSUD Dr. Pirngadi, Kota Medan yang mengizinkan penulis untuk menjalankan penelitian ini.
3. dr. Hj.Wan Naemah,Sp,PA selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Keluarga tercinta atas doa, motivasi dan kasih sayangnya kepada penulis.
5. Teman-teman penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan bimbingan sehingga dapat selesaikan tepat pada waktunya.
Seluruh bantuan baik dari segi moral maupun material yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan pahala yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari bahawa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sarana dan kritik yang bersifat
(6)
membangun untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Penulis berharap
semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi sesiapapun yang membacanya.
Medan, 14 Disember 2014 Penulis
ELANA SUSANTANAA
110100389
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN……….. i
ABSTRAK……….. ii
ABSTRACT……… iii
KATA PENGANTAR………... iv
DAFTAR ISI……… v
DAFTAR TABEL……….. ix
DAFTAR GAMBAR……….. xi
BAB 1 PENDAHULUAN………... 1
1.1 Latar Belakang……… 1
1.2 Rumusan Masalah………... 3
1.3 Tujuan Penelitian………. 3
1.4 Manfaat Penelitian……….. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….. 5
2.1 Definisi……….. 5
2.2 Epidemiologi………. 6
2.3 Gejala……….. 7
2.3.1 Gejala sistemik/umum……….. 7
2.3.2 Gejala khusus……….….. 7
2.4 Bakteri Mikrobakterium Tuberklosa……….. 8
2.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya TBC…. 11
2.5.1 Faktor Sosial Ekonomi………. 11
2.5.2 Status Gizi……….. 11
2.5.3 Umur………... 12
2.5.4 Jenis Kelamin……… 12
2.6 Cara Penularan Penyakit TB……….………. 12
2.7 Diagnosis……….. 14
(8)
2.7.2 Tes Tuberkulin………..… 16
2.7.3 Pemeriksaan Sitologi………. 16
2.7.4 Pemeriksaan Radiologi……….. 18
2.8. Pengobatan……… 19
2.8.1 Tujuan Pengobatan……… 19
2.8.2 Prinsip Pengobatan………. 19
2.8.3 Paduan OAT dan peruntukannya………….. 22
2.8.4 OAT Sisipan (HRZE)………. 26
2.8.5 Pengawasan Menelan Obat (PMO)………….. 27
2.9 Upaya Penanggulan TB……… 29
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL……….. 31
3.1 Kerangka Konsep……….. 31
3.2 Definisi Operasional……….. 31
3.3 Aspek Pengukuran………. 33
BAB 4 METODE PENELITIAN……….. 34
4.1 Rancangan Penelitian……….. 34
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………..…… 34
4.2.1 Lokasi Penelitian……….……… 34
4.2.2 Waktu Penelitian……… 34
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……….... 35
4.3.1 Populasi……… 35
4.3.2 Sampel……….. 35
4.4 Metode Pengumpulan Data………. 36
4.5 Metode Analisa Data……… 36
4.5.1 Pengolahan Data………. 36
4.5.2 Analisa Data………. 36
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………... 37
5.1. Hasil Penelitian……….………. 37
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………...………. 37 5.1.2. Proporsi Gambaran Karateristik Penderita
(9)
Tuberkulosis Kelenjar………. 38
5.1.3. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Hasil Konfirmasi Sitologi Aspirasi Biopsi………..………. 38
5.1.4. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Umur……… 39
5.1.5. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Jenis Kelamin………….……….. 40
5.1.6. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Suku………...……… 41
5.1.7. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Pekerjaan ………...……….. 41
5.2. Pembahasan……… 44
5.2.1. Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosa Kelenjar Berdasarkan Hasil Konfirmasi Sitologi Aspirasi Biopsi………...…….. 44
5.2.2. Gambaran Distribusi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Kelompok Umur….….... 45
5.2.3. Gambaran Distribusi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Jenis Kelamin……….….… 46
5.2.4. Gambaran Distibusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Suku………. 47
5.2.5 Gambaran Distibusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Pekerjaaan………..…. 48
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………49
6.1 Kesimpulan……….. 49
6.2 Saran……… 50
DAFTAR PUSTAKA ……….……….. 51 LAMPIRAN
(10)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Jenis, sifat dan dosis OAT 20
2.2 Dosis paduan OAT KDT Kategori 1 22
2.3 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1 23
2.4 Dosis paduan OAT KDT Kategori 2 24
2.5 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2 25
2.6 Dosis KDT Sisipan (HRZE) 26
2.7 Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE 26
2.8 Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur 28
5.1 Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Hasil Konfirmasi Sitologi Aspirasi Biopsi 38
5.2 Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Umur 39
5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Sitologi Positif Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Jenis Kelamin 40
5.4 Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Suku 41
5.5 Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Pekerjaan Penderita 43
(11)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman 2.1 Mycobacterium tuberculosis, dengan metode 9
Ziehl Neelsen perbesaran objektif 100X.
2.2 Penyebaran Bakteri TBC 13 2.3 Granuloma dari histiosit-histiosit 17 epiteloid nekrosis
2.4 Langhans Giant Cell 18 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Karakteristik 31 Penderita TB Kelenjar 5.2.1 Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita
Tuberkulosa Kelenjar Berdasarkan Hasil Konfirmasi Sitologi Aspirasi Biopsi 44 5.2.2 Gambaran Distribusi Penderita Tuberkulosis
Kelenjar Berdasarkan Kelompok Umur 45 5.2.3 Gambaran Distribusi Penderita Tuberkulosis
Kelenjar Berdasarkan Jenis Kelamin 46 5.2.4 Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita
Tuberkulosis Berdasarkan Suku 47 5.2.5 Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Riwayat Hidup Peneliti 2. Hasil SPSS
3. Data Rekam Medis 4. Surat Izin Penelitian 5. Ethical Clearance
(13)
ABSTRAK
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberculosis. Limfadenitis tuberkulosis merupakan salah satu manifestasi tuberkulosis ekstrapulmoner terbanyak, sekitar 35% dari tuberkulosis ekstrapulmoner. Limfadenitis tuberculosis endemic di China dan bagian lain di Asia.
Tujuan umum dari penilitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tuberkulosa kelenjar dan konfirmasi sitologinya di RSUD Dr. Pirngadi di tahun 2013.
Penelitian ini berupa studi cross-sectional dengan menggunakan penggambilan data rekam medis sebagai alat untuk melihat karakteristik penderita yang menderita TB kelenjar. Kemudian semua data penderita yang TB kelenjar dilihat dan diisi lembaran check list yang sesuai dengan data yang dibutuhkan dan selanjutnya data diolah dengan menggunakan program SPSS 17.
Hasil dari karakteristik penderita tuberkulosa kelenjar didapati sebanyak 48,1% penderita dari lingkungan umur 26 – 45 tahun dan 59,6% penderita terdiri daripada jenis kelamin perempuan. Selain itu, 36.5% penderita tuberkulosa kelenjar dengan suku jawa dan 57,6% dari penderita tidak mempunyai sosio ekonomi sendiri. Akhir sekali, sebanyak 38,4% penderita bekerja sebagai wiraswasta.
Kesimpulannya, karakteristik yang mempengaruhi penderita tuberkulosa kelenjar adalah penderita dengan umur 26 – 45 tahun yang banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan dan suku jawa. Kebanyakan penderita bekerja sebagai wiraswata
Kata kunci : Limfadenitis tuberkulosis, karakteristik penderita, konfirmasi sitologi aspirasi biopsi
(14)
ABSTRACT
Lymphadenitis tuberculosis (TB) is an inflammation of the glands or lymph nodes caused by the bacillus Mycobacterium. It is one of the worst diseases in humans. Around the world, 12 million new cases and 3 million deaths from tuberculosis lymphadenitis disease every year. Lymphadenitis tuberculosis endemic in China and other parts of Asia.
The general objective of this research was to determine the characteristics of patients with tuberculosis glands and confirmation biopsy in Hospital Dr Pirngadi in 2013.
This study was a cross-sectional nature using the medical records as a tool to look at the characteristics of patients who suffer from TB gland. Next, all the data of the TB patients seen and filled sheet check list corresponding to the required data and then analyze by SPSS programme.
The results of the characteristics of patients with tuberculosis glands are found as many as 48.1% of patients aged environment 26-45 years and 59.6% of patients comprised of the female sex. In addition, 36.5% of patients with tuberculosis glands Java rate and 57.6% of patients do not have their own socio-economic. End all, as many as 38.4% of patients working as self-employed.
In conclusion, the characteristics that influence patient with tuberculosis glands are in the age of 26 – 46 years old and are more common in female sex where most of them work in the private sector.
Keyword : Lymphadenitis tuberculosis, patient’s characteristics, confirmation of cytology aspiration biopsy
(15)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh memiliki kurang lebih 600 kelenjar getah bening, namun pada orang sehat yang normal hanya teraba di daerah submandibula, aksila, atau inguinal. Sekitar 55% pembesaran kelenjar getah bening terjadi pada daerah kepala dan leher (Ferrer, 2002). Organ ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan tubuh, dimana tugasnya adalah menyerang infeksi dan menyaring cairan getah bening. Sebagian besar kelenjar getah bening ada di daerah tertentu, misalnya mulut, leher, lengan bawah, ketiak, dan lipat paha (Spiritia, 2011). Limfadenopati adalah pembesaran kelenjar getah bening sebagai respons terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati biasanya terjadi setelah infeksi suatu mikroorganisme (Corwin, 2009). Beberapa penyebab limfadenopati adalah CMV (Cytomegalovirus), HIV (Human Immunodeficiency Virus), tuberkulosis, filariasis, dan lain-lain.
Angka kejadian limfadenopati di Amerika Serikat belum diketahui, tetapi diperkirakan limfadenopati pada anak-anak berkisar 38-45%. Studi kedokteran keluarga di Amerika Serikat tidak ada dari 80 pasien dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan yang mengalami keganasan dan tiga dari 238 pasien yang mengalami keganasan dari limadenopati yang tidak dapat dijelaskan. Pasien usia >40tahun dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan memiliki risiko keanasan 4% dibanding risiko keganasan 0,4% bila ditemukan pada pasien <40tahun (Bazemore., Smocker., 2002).
Berdasarkan penelitian dari Maharjan (2009) dari 155 kasus dengan pembesaran kelenjar leher, 83 kasus (54%) adalah limfadenitis TB, 52 kasus (33%) adalah limfadenitis reaktif dan 17 (11%) kasus adalah metastasis. Mayoritas pasien adalah dewasa sehat, berusia antara 8-71 tahun.
(16)
Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita pada penelitian ini. Kelenjar getah bening segitiga posterior adalah yang paling banyak terlibat yaitu 35 kasus (42%) dan regio preaurikular adalah yang paling sedikit yaitu 1 kasus (1%). Lima puluh kasus (18%) didapati adanya abses
Sekitar 38% sampai 45% pada anak normal memiliki kelenjar getah bening daerah leher yang teraba. Dari studi di Belanda terdapat 2.556 kasus limadenopati yang tidak dapat dijelaskan dan 10% dirujuk kepada subspesialis, 3.2% membutuhkan biopsi dan 1.1% mengalami keganasan. Studi kedokteran keluarga di amerika serikat tidak ada dari 80 pasien dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan yang mengalami keganasan dan tiga dari 238 pasien yang mengalami keganasan dari limadenopati yang tidak dapat dijelaskan. Pasien usia >40tahun dengan limfadenopati yang tidak dapat dijelaskan memiliki risiko keganasan 4% dibanding risiko keganasan 0,4% bila ditemukan pasien berusia <40tahun.
Menurut laporan WHO 2008, setiap tahunnya Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Indonesia masih menempati urutan ke tiga (peringkat dunia) setelah India dan Cina untuk jumlah kasus TB. Sekitar 15% dari kasus tuberkulosis dimana kasus yang sering ditemukan adalah tuberkulosis servikal. Salah satu manifestasi yang sering terjadi pada TB servikal adalah pembengkakan kelenjar getah bening pada leher. Pada kasus-kasus ini Biopsi Aspirasi Jarum Halus (FNAB) sering digunakan untuk membantu penegakkan diagnostik. Didapatkan prevalensi 29,3% (223 pasien) untuk kasus limfadenitis TB dalam kurun tahun 2002 hingga 2007.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru ( WHO, 2004 )
(17)
Penelitian tentang karakteristik tuberkulosa kelenjar masih jarang dilakukan di Indonesia. Padahal Indonesia kasus TB kelenjar ini cukup banyak. Berdasarkan latar belakang di atas, penelititertarik meneliti tentang karakteristik penderita TB kelenjar.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
Bagaimanakah karakteristik penderita TB kelenjar yang dikonfirmasi dengan sitologi aspirasi biopsi di RSUD Dr. Pirngadi di tahun 2013.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita TB kelenjar dan konfirmasi sitologinya di RSUD dr. Pirngadi di tahun 2013.
1..3.2Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui karakteristik penderitaTB kelenjar di RSUD dr. Pirngadi tahun 2013.
b. Untuk mengetahui kesesuaian konfirmasi sitologi penderita TB kelenjar di RSUD dr. Pirngadi tahun 2013.
(18)
1.4 Manfaat penelitian
Hasil penulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
a. Bagi institusi kesehatan / pendidikan - Sebagai bahan masukan yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengurangkan kasus tuberkulosa kelenjar sehingga dapat merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan dalam hal program penanggulangan tuberculosis kelenjar
b. Tenaga kesehatan - Sebagai informasi tambahan dalam membantu diagnosis dan menemukan kasus baru penderita tuberkulosa kelenjar. c. Bagi peneliti – Dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang
penelitian serta mengasah kemampuan analisis data sekaligus menambah ilmu tentang topik yang dipilih ini.
d. Peneliti lain - Sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai Tuberkulosis.
(19)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan nama “King’s evil”, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya (McClay, 2008). Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis disebut dengan scrofuloderma (Dorland, 1998).
Biasanya dikenal sebagai tuberculosis yang dimana merupakan suatu penyakit infeksi yang kronis / menahun dan menular yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium Tuberklosa yang dapat menyerang pada siapa saja tanpa memandang usia dan jenis kelamin namun sesuai fakta yang ada . Penderita penyakit TBC lebih banyak menyerang pada usia produktif yang berkisar antara usia 15 tahun – 35 tahun.
Tercatat di Indonesia bahwa penyakit TBC ini terus berkembang setiap tahunnya dan hingga tahap ini mencapai angka 250 juta kasus baru dan 140.000 diantaranya menyebabkan kematian. Dengan angka ini memposisikan Indonesia menjadi Negara ketiga terbesar didunia untuk penyakit TBC.
(20)
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit terparah pada manusia. Dari semua penyakit infeksi, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian tersering. WHO memprediksikan insidensi penyakit tuberkulosis ini akan terus meningkat, dimana akan terdapat 12 juta kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun. Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan oleh epidemi HIV, dimana tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang yang menderita AIDS (Ioachim, 2009).
Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes, 2007).
Limfadenitis TB lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 1,2:1 (Dandapat, 1990). Berdasarkan penelitian terhadap data demografik 60 pasien limfadenitis TB didapat 41 orang wanita dan 19 orang pria dengan rentang umur 40,9 ± 16,9 (13 – 88) (Geldmacher, 2002). Penelitian lainnya terhadap 69 pasien limfadenitis TB didapat 48 orang wanita dan 21 orang pria dengan rentang umur 31,4 ± 13,1 (14 – 60) (Jniene, 2010).
(21)
2.3 Gejala TBC
Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan (Mohapatra, 2004). Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
2.3.1 Gejala sistemik/umum
− Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
− Penurunan nafsu makan dan berat badan.
− Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
− Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 2.3.2 Gejala khusus
− Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
− Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
− Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
(22)
− Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan - 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
2.4 Bakteri Mikrobakterium Tuberklosa
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TBC).
Berikut adalah taksonomi dari Mycobacterium tuberculosis.
− Kingdom : Bacteria − Filum : Actinobacteria − Ordo : Actinomycetales − Upaordo : Corynebacterineae − Famili : Mycobacteriaceae − Genus : Mycobacterium
(23)
a. Morfologi :
Bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 mm dan lebar 0,2 – 0,5 mm yang bergabung membentuk rantai. Dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen akan tampak berwarna merah dengan latar belakang biru, seperti berikut :
Gambar 2.1 : Mycobacterium tuberculosis, dengan metode Ziehl Neelsen ( No Name, 2010 )
b. Penanaman/kultur
− Suhu optimal untuk untuk tumbuh pada 37 derajat Celcius dan pH 6,4–7,0.
− Tidak tumbuh pada suhu 25˚C atau lebih dari 40˚C
− Jika dipanaskan pada suhu 60 derajat Celcius akan mati dalam waktu 15-20 menit.
(24)
− Dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat tidur. Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.
− Media padat yang biasa dipergunakan adalah Lowenstein-jensen. (Depkes, 2008).
c. Sifat dan Daya tahan
− Mycobacterium tuberculosis dapat mati jika terkena cahaya matahari langsung selama 2 jam. Karena kuman ini tidak tahan terhadap sinar ultra violet.
− Mycobacterium tuberculosis mudah menular, mempunyai
daya tahan tinggi dan mampu bertahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab. Oleh karena itu, dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun. Basil yang ada dalam percikan dahak dapat bertahan hidup 8-10 hari (Depkes,2008).
Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.
Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.
(25)
2.5 Faktor –faktor yang mempengaruhi terjadinya TBC.
Setiap tahun di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur dan jenis kelamin ( Zumla. A. et al. 2013).
2.5.1 Faktor Sosial ekonomi
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan,lingkungan dan sanitasi tempat bekrja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat – syarat kesehatan ( Zumla. A. et al. 2013).
2.5.2 Status Gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain- lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit. Keadaan ini merupakan factor penting yang berpengaruh di Negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak – anak ( Zumla. A.et al. 2013 ).
(26)
2.5.3 Umur
Penyakit TB paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15-50 ) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit (Zumla. A. et al. 2013).
2.5.4 Jenis Kelamin
Penyakit TB cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki- laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahannan tubuh, sehingga lebih mudah dipaparkan dengan agent penyebab TB ( Zumla. A. et al. 2013).
2.6 Cara Penularan Penyakit TB
Penyakit ini pada fase awal tidak mempunyai simptom. Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk atau bersin dan berbicara dari percikan dahak (droplet nuclei) , dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa terutama orang yang tinggal serumah dengan penderita atau kontak erat dengan penderita mempunyai risiko tinggi untuk tertular.
Bakteri ini sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
(27)
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Gambar 2.2 : Penyebaran Bakteri TBC ( No Name, 2010 ).
Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag.
Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.
(28)
Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis).
Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).
Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).
Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran ≥ 2 cm biasanya disebabkan oleh M.tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran < 2 cm biasanya disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup kemungkinan pembengkakan tersebut disebabkan oleh M.tuberculosis (Narang, 2005).
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosa TB diperlukan tingkat kecurigaan yang tinggi,dimana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik untuk banyak klinisi meskipun dengan kemajuan teknik laboratorium.
(29)
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalammemberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur (Bayazit, 2004).
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :
2.7.1 Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif (Mohapatra, 2009; Bayazit, 2004).
Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus (Mohapatra, 2009). Berbagai mediadapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis ( Bayazit, 2004 ).
(30)
2.7.2 Tes Tuberkulin
Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra, 2009).
2.7.3 Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsy aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99% (Kocjan,2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004). Basil TB pertama kali menyebar secara secara limfogen menuju kelenjar getah bening regional di hilus, kemudian penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Basil TB dapat menginfeksi kelenjar getah bening tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004). Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.
(31)
Gambar 2.3 : Kelompokan seperti granuloma dari histiosit-histiosit epiteloid nekrosis .(pewarnaan MGG) (Eliady, 2010).
Sel-sel epiteloid merupakan tanda yang khas dari sediaan aspirasi biopsi. Sel epiteloid dengan inti berbentuk elongated, yang dideskripsikan sebagai bentuk seperti tapak sepatu. Kromatin inti bergranul halus dan sitoplasma pucat dengan pinggir sel yang tidak jelas (Eliady, 2010). Sel- sel epiteloid pada limfadenitis TB membentuk gumpalan kohesif, berukuran kecil maupun berukuran besar yang dapat mirip granuloma yang terdapat pada sediaan histopatologi. Limfadenitis TB dapat ditegakkan apabila kriteria histiosit dari tipe epiteloid yang membentuk kelompokkan-kelompokkan kohesif ditemukan, juga adanya multinucleated giant cell tipe Langhans (Cousar et al, 2005).
(32)
Gambar 2.4 : Langhans Giant Cell
2.7.4 Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsistendengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus (Bayazit, 2004).
USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal (Bayazit, 2004). Pemeriksaan dengan USG juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheralhalo, dan internal echoes (Khanna, 2011).
Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada limfadenitis TB (Bayazit, 2004).
(33)
Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens.Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral,dan hal ini bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar metastatik (Bayazit, 2004).
2.8 Pengobatan
2.8.1 Tujuan pengobatan
Pengobatan bertujuan untuk menyembuh pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT .
2.8.2 Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip-prinsip dimana OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT – Kombinasi Dosis Tetap (OAT- KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat,dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh pengawas menelan obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan. (Depkes,2009).
a) Tahap awal (intensif) adalah suatu tahap dimana pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b) Tahap lanjutan adalah suatu tahap dimana pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini lebih penting untuk membunuh kuman.
(34)
Tabel 2.1 : Jenis, sifat dan dosis OAT
_____________________________________________________________ Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Harian 3x seminggu Isoniazid (I) Bakterisid 5
(4-6)
10 (8-12) Rifampicin (R) Bakterisid 10
(8-12)
10 (8-12) Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25
(20-30)
35 (30-40) Streptomycin (S) Bakterisid 15
(12-18) Ethambutol (E)
Bakteriostatik 15 (15-20)
30 (20-35)
( Depkes,2009 ).
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu:
Kategori 1 :
− 2HRZE/4H3R3
− 2HRZE/4HR
− 2HRZE/6HE Kategori 2 :
− 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
− 2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3 :
− 2HRZ/4H3R3
− 2HRZ/4HR
(35)
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia
− Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3. Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan OAT Anak : 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien (depkes, 2009).
• Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan (Depkes RI, 2011).
(36)
2.8.3 Paduan OAT dan peruntukannya
Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
− Pasien baru TB paru BTA positif.
− Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
− Pasien TB ekstra paru (sistem pencernaan, tulang belakang, kelenjar limfe, pleuritis, kaku kuduk pada meningitis) Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 sebagaimana dalam Tabel dibawah :
Tabel 2.2 : Dosis paduan OAT KDT Kategori 1
______________________________________________________________ Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56
hari RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150)
30 – 37kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
_______________________________________________________________ (Depkes, 2009).
(37)
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3 sebagaimana dalam Tabel 2.3
Tabel 2.3 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1 Tahap
Pengobatan
Lama Pengobatan
Dosis per hari/kali Jumlah hari/kali menelan
obat Tablet
Isoniasid @300mgr
Kaplet Rifampisin @ 450mgr
Tablet Pirazinamid
@500mgr
Tablet Etambutol @250mgr
Intensif 2 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 2 1 - - 48
(Depkes RI, 2009)
Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
− Pasien kambuh
− Pasien gagal
(38)
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 2 adalah 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3 sebagaimana dalam Tabel 3 dibawah.
Table 2.4 : Dosis paduan OAT KDT Kategori 2
________________________________________________________________ Berat Badan Tahap Intensif tiap hari RHZE
(150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E(400) Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu 30- 37kg 2 tab 4KDT +
500 mg Streptomisin
inj
2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Etambuto
38 – 54kg 3 tab 4KDT+ 750 mg Streptomisin
inj
3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol
55 – 70kg 4 tab 4KDT+ 1000 mg Streptomisin
inj.
4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol
≥71 kg 5 tab 4KDT+
1000mg Streptomisin
inj.
5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol
________________________________________________________________ (Depkes,2009).
(39)
Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/5H3R3E3) sebagaimana dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2. Tahap pengoba -tan Lama pengoba -tan Tablet Isoniasid @ 300 Mgr Kaplet Rifampisin @450 mgr Tablet Pirazinamid
@ 500 mgr
Etambutol Strepto- Misin injeksi Jumlah hari/ kali menela n obat Tablet @ 250 mgr Tablet @ 400 mgr Tahap intensif (dosis harian) Tahap lanjutan (dosis 3x seminggu ) 2 bulan 1 bulan 4 bulan 1 1 2 1 1 1 3 3 - 3 3 1 - - 2 0,75gr - - 56 28 60
(40)
2.8.4 OAT Sisipan (HRZE)
Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam table di bawah.
Tabel 2.6: Dosis KDT Sisipan : (HRZE)
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________ (Depkes, 2009).
Paket sisipan Kombipak adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE Tahap Pengobatan Lama Pengobatan Tablet Isoniazid @300mgr Kaplet Rifampisi n @450mgr Tablet Pirazinamid @500mgr Tablet Etambutol @250mgr Jumlah hari/kali menelan obat Tahap intensif (dosis harian)
1 bulan 1 1 3 3 28
(Depkes RI, 2009)
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)
30 – 37kg 2 tablet 4KDT
38 – 54kg 3 tablet 4KDT
55 – 70kg 4 tablet 4KDT
(41)
2.8.5 Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Depkes, 2009).
a) Persyaratan PMO
− Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
− Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
− Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
b) Tugas seorang PMO
− Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
− Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
− Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
− Memberi penyuluhan pada anggotakeluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan Kesehatan
c) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya
− TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
− TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
− Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
− Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
(42)
− Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke sarana pelayanan kesehatan.
d) Pemantauan Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik pada TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Tabel 2.8 Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur.
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:
Tindakan 1 Tindakan 2
• Lacak pasien • Diskusikan
dan cari masalah • Periksa 3 kali
dahak (SPS) dan lanjutkan pengobatan sementara menunggu hasilnya • Bila hasil BTA negatif atau Tb extra paru:
• Bila satu lebih hasil BTA +
Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai - Lama pengobatan
sebelumnya kurang dari 5 bulan *)
- Lanjutkan pengobatan sampaiseluruh dosis Selesai
(43)
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default) • Periksa 3 kali
dahak SPS • Diskusikan
dan cari masalah • Hentikan • • pengobatan sambil menunggu hasil pemeriksaan dahak. • Bila hasil BTA negatif atau Tb extra paru: • Bila satu
atau lebih
Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi bila gejalanya semakin parah perlu dilakukan pemeriksaan kembali (SPS dan atau biakan)
Kategori- 1 Mulai kategori- 2 hasil
BTA Positif
Kategori – 2 Rujuk, mungkin kasus kronik.
(Depkes, 2009)
2.9 Upaya Penanggulan TB
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS dapat menghemat biaya program penanggulangan TB sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Pengembangan strategi DOTS adalah untuk peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses, penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB-MDR. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.
(44)
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
− Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
− Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
− Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
− Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Ekspansi “Quality DOTS”
− Perluasan & Peningkatan pelayanan DOTS berkualitas
− Menghadapi tantangan baru, TB-HIV, TB-MDR
− Melibatkan Seluruh Penyedia Pelayanan
− Melibatkan Penderita & Masyarakat
(45)
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Karakteristik Penderita TB Kelenjar
3.2 Definisi Operasional
a) Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium tuberklosa.
b) Umur adalah jumlah tahun hidup pasien penderita TB kelenjar sejak lahir sampai ulang tahun terakhir.
c) Jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis.
TB Kelenjar dengan konfirmasi sitologi Karakteristik Penderita
• Umur
• Jenis Kelamin
• Suku
(46)
d) Suku- suku bangsa adalah segolongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama dan identitas akan kesatuan kebudayaan.
Variabel Hasil Ukur Skala Ukur
Umur i. 12 – 25 tahun
ii. 26 – 45 tahun iii 46 – 65 tahun iv. >65 tahun
Rasio
Jenis Kelamin i. Laki – laki ii. Perempuan
Nominal
Suku
Pekerjaan
i. Batak ii. Jawa iii. Aceh iv. Minang v. Nias vi. Karo
vii. Tidak dicantum
i. Guru
ii. Tukang Beca iii. Pemandu Angkut iv. Pekerja Swasta
Nominal
Nominal
3.3 Aspek Pengukuran
Cara ukur : Analisis data sekunder di RSUD dr. Pirngadi tahun 2013 Alat ukur : Rekam Medis
(47)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian secara analisa deskriptif. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah potong-melintang (cross sectional)
retrospektif di mana penelitian hanya dilakukan satu kali untuk mengetahui karakteristik penderita TB kelenjar di RSUD Dr. Pirngadi, Kota Medan pada tahun 2013.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi, Kota Medan, departemen Patologi Anatomi berdasarkan data rekam medis pada tahun 2013. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa RSUD Dr. Pirngadi, Kota Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan juga merupakan rumah sakit yang memiliki data rekam medis yang baik serta banyak khususnya untuk penyakit TB kelenjar.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan berlangsung selama 6 bulan yaitu mulai dari penentuan judul proposal, menyusun proposal hingga seminar hasil yang berlangsung dari bulan Maret 2014 hingga Agustus 2014.
(48)
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita yang di diagnosis dengan TB kelenjar di Instalasi Patologi Anatomi RSUD Dr. Pirngadi, Kota Medan pada Tahun 2013.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah sebahagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi penderita. Teknik pengambilan sampel diperoleh dengan metode total sampling. Total sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai respon dan sampel. Dalam penelitian ini, keseluruhan dari populasi penelitian adalah merupakan sampel karena perlu didapatkan jumlah secara keseluruhan penderita TB kelenjar, yaitu sebanyak orang penderita.
a) Kriteria Inklusi
Dari kriteria inklusi yang diambil sebagai data adalah penderita yang sudah di diagnosis dengan TB kelenjar pada rentan usia (15-70 tahun) yang dirawat jalan dan inap di RSUD Pirngadi, Kota Medan pada Tahun 2013.
b) Kriteria Eksklusi
Dari kriteria eksklusi, yang tidak diambil sebagai data adalah data yang sudah memenuhi kriteria inklusi namun memiliki data yang tidak lengkap dalam informasi pasien dalam data rekam medis. (contohnya suku, umur, sosio ekonomi atau pekerjaan)
(49)
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder penelitian ini adalah penderita yang menderita TB kelenjar yang diperoleh melalui data rekam medis di RSUD Dr. Pirngadi, Kota Medan pada tahun 2013.
Sebelum data diambil, peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara kepada Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Kemudian, menggunakan rekam medis RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dalam pengambilan data TB kelenjar pada tahun 2013.
Setelah itu, semua data penderita yang menderita TB kelenjar dilihat dan diisi lembaran check list yang sesuai dengan data yang dibutuhkan. Setelah selesai, peneliti akan mendapatkan surat selesai penelitian dari RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
4.5. Metode Analisa Data 4.5.1 Pengolahan Data
Pengolahan data ialah seluruh data yang diterima dapat diolah dengan baik sehingga pengolahan data dapat menghasilkan output yang merupakan gambaran jawaban terhadap penelitian yang dilakukan.
4.5.2 Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan memasukkan data ke dalam program komputer dang menggunakan program komputer SPSS ( Statistic Package For The Social Service ) dan kemudian didistribusikan secara deskriptif dengan menggunakan table distribusi dan dilakukan pembahasan sesuai dengan data yang didapat.
(50)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 11 Nopember 2014 sehingga 14 Nopember 2014 di RSUD Dr, Pirngadi Kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 52 pasien untuk mengetahui karakteristik pasien tuberkulosis kelenjar. Berdasarkan data rekam medis, maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan, suatu unit pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kota Medan yang letaknya sangat strategis, merupakan ”segi tiga emas” di tengah kota Medan yang dibatasi oleh Jalan Prof. HM Yamin SH, Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan HM Thamrin. Letaknya yang unik ini menjadikan rumah sakit yang sarat dengan sejarah dan ilmu kedokteran ini menjadi potensi yang sangat besar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kota Medan khususnya, dan Provinsi Sumatera Utara pada umumnya. Bahkan tidak jarang rumah sakit ini juga dikunjungi pasien dari luar Sumatera Utara. Dari segi pendidikan ilmu kesehatan pada umumnya, rumah sakit ini menjadi tumpuan institusi pendidikan kesehatan yang ada di Sumatera Utara, mulai dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Akademi Keperawatan, Akademi Kebidanan serta institusi kesehatan lainnya. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi berubah status dari Rumah Sakit Pendidikan menjadi Rumah Sakit Tempat Pendidikan, sehingga dengan status ini Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi dengan fasilitas dan kapasitas yang dimiliki disamping masih gunakan untuk pendidikan para calon dokter dari Fakultas Kedokteran USU, juga
(51)
membuka diri untuk mendidik para calon dokter dari Fakultas lain baik yang ada di provinsi Sumatera Utara maupun Sumatera Barat dan Lampung.
5.1.2. Proporsi Gambaran Karateristik Penderita Tuberkulosis Kelenjar
Informasi berikut ini menunjukkan karakteristik penderita tuberkulosis di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Pada tahun 2013, terdapat sebanyak 52 pasien tuberkulosis kelenjar yang berobat di RSUD D. Pirngadi Kota Medan.
5.1.3. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Hasil Konfirmasi Sitologi Aspirasi Biopsi.
Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita tuberkulosis berdasarkan pekerjaan penderita diuraikan di tabel 5.1
Tabel 5.1. : Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Hasil Konfirmasi Sitologi Aspirasi Biopsi
Hasil Frekuensi Persentase ( %)
Sitologi ( + ) positif Sitologi ( - ) negatif
32 20
61,5 38,5
Jumlah 52 100
.
Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa daripada hasil konfirmasi sitologi aspirasi biopsi penderita yang tertinggi adalah penderita dengan hasil sitologi positif (+) yaitu sebanyak 32 orang (61,5%) dan diikuti dengan penderita dengan hasil sitologi negative (-) sebanyak 20 orang (38,5%).
(52)
5.1.4. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Umur
Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita tuberkulosis berdasarkan umur tertera di tabel 5.2.
Tabel 5.2.: Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Umur.
UMUR SITOLOGI FREKUENSI
POSITIF (+) NEGATIF (-) 0 – 11 tahun
12 – 25 tahun
26 – 45 tahun
46 – 65 tahun
1 ( 3,1% )
11 (34,4%) 15 (46,9%) 5 (15,6%) 3 (15%) 7 (35%) 9 (45%) 1 (5%) 4 (7,7%) 18 (34,6%) 24 (46,2%) 6 (11,5%)
Jumlah 32
(100%)
20 (100%)
52 (100%)
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa kelompok umur tertinggi penderita tuberkulosis kelenjar adalah 26-45 tahun yaitu sebanyak 15 orang (46,9%) diikuti dengan kelompok umur 12-25 sebanyak 11 orang (34,4%) dan 46-65 tahun yaitu sebanyak 5 orang (11,6%). Kelompok umur yang paling rendah adalah kelompok umur 0-11 tahun yaitu sebanyak 1 orang (3,1%).
(53)
5.1.5. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini, distribusi frekuensi penderita tuberculosis kelenjar berdasarkan jenis kelamin diuraikan di tabel 5.3.
Tabel 5.3.: Distribusi Frekuensi Penderita Sitologi Positif Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Jenis Kelamin
JENIS KELAMIN
SITOLOGI FREKUENSI
POSITIF (+) NEGATIF (-) Laki – laki
Perempuan
13 ( 40,6% )
19 (59,4%)
8 (40%)
12 (60%)
21 (40,4%)
31 (59,6%)
Jumlah 32
(100%)
20 (100%)
52 (100%)
Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa proposi tertinggi penderita tuberkulosis kelenjar dijumpai pada perempuan yaitu sebanyak 19 orang (59,4%) sedangkan pada laki-laki dijumpai sebanyak 13 orang (40,4%).
(54)
5.1.6. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Suku
Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita tuberculosis kelenjar berdasarkan suku diuraikan di tabel 5.4.
Tabel 5.4. : Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Suku
SUKU SITOLOGI FREKUENSI
POSITIF (+) NEGATIF (-) Batak Jawa Minang Nias Aceh Karo Tidak Dicantumkan 3 ( 9,4% )
14 (40,6%) 5 (15,6%) 5 (15,6%) 3 (9,4%) 1 (3,1%) 1 (3,1%) 5 (25%) 8 (40%) 1 (5%) 3 (15%) 3 (15%) - - 8 (15,3%) 22 (42,3%) 6 (11,5%) 8 (15,3%) 6 (11,5%) 1 (1,92%) 1 (1,92%)
Jumlah 32
(100%)
20 (100%)
52 (100%)
(55)
Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahawa suku jawa mempunyai proposi tertinggi penderita tuberkulosa kelenjar yaitu sebanyak 14 orang (40,6%), diikuti dengan suku minang dan nias sama-sama sebanyak 5 orang (15,6%) sedangkan suku aceh dan batak sebanyak 3 orang (9,4%). Suku karo dan suku protestan merupakan suku yang paling rendah dengan penderita tuberkulosa kelenjar yaitu sama – sama sebanyak 1 orang (3,1%).
(56)
5.1.7. Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Pekerjaan Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita tuberkulosis berdasarkan pekerjaan penderita diuraikan di tabel 5.5.
Tabel 5.5. : Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Pekerjaan Penderita
PEKERJAAN SITOLOGI FREKUENSI
POSITIF (+) NEGATIF (-)
Wiraswasta
Petani
Pelajar
Mahasiswa
Ibu Rumah Tangga
Tidak Bekerja
13 ( 40,6% )
2 (6,2%) 4 (12,5%) 2 (6,2%) 7 (21,9%) 4 (12,5%) 7 (35%) 3 (15%) 4 (20%) 1 (5%) 2 (10%) 2 (10%) 20 (38,4%) 5 (9,6%) 8 (15,4%) 3 (5,7%) 9 (17,3%) 6 (11,5%)
Di bawah umur - 1
(5%)
1 (1,9%)
Jumlah 32
(100%)
20 (100%)
52 (100%)
(57)
Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa pekerjaan penderita tuberculosis kelenjar yang tertinggi adalah pekerjaan wiraswasta yaitu 13 orang (40,6%), diikuti dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 7 orang (21,9%). Seterusnya merupakan penderita dengan pekerjaan yang tidak bekerja dan pelajar yang sama-sama sebanyak 4 orang (12,5%). Pekerjaan yang paling rendah merupakan penderita dengan pekerjaan petani dan mahasiswa yaitu sebanyak 2 orang (6,2%).
5.2. Pembahasan
5.2.1. Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosa Kelenjar Berdasarkan Hasil Konfirmasi Sitologi Aspirasi Biopsi
Gambar 5.1 : Gambar Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosa Kelenjar Berdasarkan Hasil Konfirmasi Sitologi Aspirasi Biopsi
Gambar 5.1 menunjukkan bahwa hasil konfirmasi sitologi aspirasi biopsi yang tertinggi adalah penderita dengan konfirmasi sitologi positif (+) yaitu sebanyak 32 orang (61,5%) dengan sel-sel tuberkulosis kelenjar yang aktif.
32 20
Konfirmasi Sitologi
Sitologi ( + ) Sitologi ( - )
(58)
Manakala, penderita dengan konfirmasi sitologi negatif (-) sebanyak 20 orang (38,5%) dengan hasil abses. Dengan diagnosis klinis TB kelenjar, ternyata kebanyakkan kasus menunjukkan hasil sitologi TB positif (Ni Wayan Winarti , Denpasar 2013). Berdasarkan penelitian (Nuzul, 2002), insiden konfirmasi sitologi positif Sumatera adalah 364 per 100.000 penduduk.
5.2.2. Gambaran Distribusi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Kelompok Umur
Gambar 5.2 Distribusi frekuensi kelompok umur penderita tuberkulosis
Berdasarkan gambar 5.1, penderita TB kelenjar terbanyak pada penelitian ini adalah pada kelompok umur 26-45 tahun yaitu sebanyak 15 orang (46,9%).
Dari data WHO pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kasus TB kelenjar di negara berkembang paling banyak ditemukan pada usia produktif 28-40 tahun.
1
11
15 5
KELOMPOK UMUR
0-11 12--25 26-45 46-65
(59)
Penelitian oleh Nurjihad et al.(2003) dilaporkan bahwa 60% penderita TB kelenjar didominasi oleh penderita dengan usia produktif. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian oleh Parhusip (2009) bahwa 80% penderita tuberculosis kelenjar merupakan pasien usia produktif (<40 tahun).
5.2.3. Gambaran Distribusi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 5.3 Distribisi frekuensi jenis kelamin penderita tuberkulosis kelenjar Gambar 5.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2013, penderita perempuan lebih banyak dijumpai yaitu sebanyak 19 orang (59.4%) dibandingkan laki-laki.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Taufik (2009) di Padang pada tahun 2003 di mana penderita perempuan banyak dibanding laki-laki. Menurut WHO, bahwa dua pertiga prevalensi TB kelenjar adalah wanita dan sepertiga
13
19
jenis kelamin
laki laki perempuan
(60)
adalah pria. Naseem et al. (2008) juga melaporkan bahwa 88% penderita TB kelenjar adalah wanita. Selain itu Jurnal Ilmiah Kedokteran, juga menyatakan dan menyokong bahwa 65% orang terdiri daripada wanita dan 35% laki-laki.
5.2.4. Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Berdasarkan Suku
Gambar 5.4 : Distibusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Suku
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2013, penderita suku jawa lebih banyak dijumpai yaitu sebanyak 14 orang (43,8%) dibandingkan dengan suku yang lain.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Malif (2010) di Jakarta pada tahun 2010 di mana penderita suku jawa banyak dibanding suku lain. Penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Long et al. (2000) bahwa dua pertiga prevalensi TB kelenjar adalah dari suku jawa dan sepertiga adalah batak ini disebabkan kerana suku tersebut jarang berobat ke rumah sakit. Sulistyo et al. (2008) juga melaporkan bahwa 90% penderita TB kelenjar adalah dari suku jawa. Juga didukung oleh penelitian Duma (2007), sebanyak 60 orang penderita tuberkulosis
3
14 5
5 3
1 1
Suku
batak jawa minang nias aceh karo
(61)
kelenjar yang berobat dengan strategi DOTS di puskesmas mulio rejo Kabupaten deli serdang adalah suku jawa.
5.2.5 Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Pekerjaaan
Gambar 5.5. : Distibusi Frekuensi Penderita Tuberkulosis Kelenjar Berdasarkan Pekerjaaan
Dari gambar 5.5 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita tuberkulosis adalah dengan pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 13 orang (40,6%).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ors et al. (2007) bahwa 54% penderita tuberculosis kelenjar ditemukan berada dalam pekerjaan wiraswasta. Berdasarkan penelitian (Sherla, 2000) ketika seorang pekerja didiagnosa menderita TB sehingga ada ketakutan akan dipecat jika ada yang mengetahui tentang penyakitnya di lingkungan kerja, maka ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pengobatannya karena takut kehilangan pekerjaan khususnya pekerjaan seperti wiraswasta . Dari penelitian (Lunar, 2004) aktifitas dan
13
2 5
2 8
2
Pekerjaan
Wiraswasta Petani Pelajar Mahasiswa Ibu rumah tangga Tidak bekerja
(62)
dengan jadwal kerja yang sibuk dan menyita waktu menyebabkan penderita lupa untuk mengambil obat atau melakukan pemeriksaan.
(63)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada karakteristik penderita tuberkulosa kelenjar pada tahun 2013 didapatkan 52 orang penderita, dapat diambil kesimpulan seperti berikut:
1. Frekuensi penderita tuberkulosis kelenjar yang tertinggi pada umur 26-45 tahun.
2. Frekuensi penderita tuberculosis kelenjar paling banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan.
3. Frekuensi penderita tuberculosis kelenjar berdasarkan suku terbanyak pada suku jawa.
4. Frekuensi penderita tuberculosis kelenjar berdasarkan pekerjaan terbanyak pada pekerjaan wiraswasta.
(64)
6.2 Saran
1. Data rekam medis peru diperlengkapkan dan dirapikan sehingga informasi yang ingin digali dapat dibaca dengan lebih mudah dan sempurna, misalnya yang berhubungan dengan faktor-faktor resiko tuberculosis kelenjar.
2. Pengetahuan masyarakat awam dan tenaga medis mengenai gejala klinis harus dipertingkatkan supaya penderita tuberculosis kelenjar dapat dideteksi secara lebih dini.
3. Perlu direncanakan strategi pelayanan kesehatan bagi mengobati dan mencegah tuberkulosis kelenjar bagi meningkatkan kualitas hidup penderita dan juga untuk mengurangkan mortilitas.
4. Penelitian lanjutan yang berkaitan epidemiologi penyakit tuberculosis kelenjar harus dilakukan supaya penanganan terhadap penyakit ini lebih bagus sehingga pasien mempunyai prognosa yang lebih baik.
(65)
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisikelima Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, 2009; h. 2230-2247
Association of Physicians India 2009.Risk Factors of Tuberculosis Edisi 7: 589-590.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007.Edisi 2.Cetakanpertama
Depkes RI.2008.Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2008-2013, Jakarta
Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
Gabrijela Kocjan Fine Needle Aspiration Cytology With 527 Figures 123 Diagnostic Principles and Dilemmas
Global Tuberculosis Control
Goe F Brooks dkk tahun 2004, Mikrobiologi Kedokteran ;Jawetz, Melnick & Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23;325.
Herchline et al, 2011. Tuberculosis. Medscape Reference Jurnal Magister Kedokteran Keluarga Vol 1, No 1, 2013 (hal 38-48)
http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Jurnal Kesehatan Masyarakat KEMAS 8 (1) (2012) 60-66
Jurnal Ilmiah Kedokteran Volume 43 Nomor 3 (sept.2012), ms 153 - 157 file:///C:/Users/user/Downloads/5067-7964-1-SM.pdf
Jurnal Kesehatan Yogyakarta,.Hubungan Pemberian Imunisasi BCG Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Anak Balita Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-ParuAMBARAWA Tahun 2007
(66)
Jurnal Magister Kedokteran Keluarga Vol 1, No 1, 2013 (hal 38-48) http://jurnal.pasca.uns.ac.id
JURNAL TUBERKULOSIS INDONESIA, Vol. 7 - Oktober 2010, ISSN 1829 –
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.TBC MasalahKesehatan Dunia 2014.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009, Tentang Pedoman Penanggulan
Tuberkulosis (TB)
Leitch AG. Tuberculosis : Pathogenesis, Epidemiology and Prevention, In : Seaton A,
Seaton D, Leitch AG, editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Diseases, 5th edition, volume 1. London : Blackwell Science Ltd, 2000 : 485-500 LoBue PA, Iademarco MF, Castro KG. The Epidemiology, Prevention, and
Control of
Tuberculosis in the United States, In : Fishman AP, editor. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 4th edition. New York : The McGraw-Hill
Companies, 2008 : 2447-2457
McClay, J., et al. Scrofula. Medscape Reference.
Mohapatra, P.R., dan Janmeja, A.K., 2009. Tuberculous Limfadenitis. Journal
Orell SR, Sterett GF, Whitaker D, van Heerde P, Miliauskas J. Lymph nodes. In: Orell SR, Sterett GF, Whitaker D. Fine needle aspiration cytology. 4th ed. Elsevier: New Delhi; 2005. Pp 83-124.
(67)
Penelitian Korelasi Antara Massa Eosinofilik Dengan Partikel Coklat Gelap Dan
Keberadaan M.Tuberkulosa Dalam Jaringan
Wahyuni, A.S. 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bambodoea Communication WorldHealth Organization (WHO). (2012). Global Tuberculosis ControlReport
April 2014
World Health Organisation. Global Tuberculosis Control – Epidemiology, Strategy, Financing.Geneva : WHO 2009
Zumla.A.et al. (2013). Tuberculosis.The New England Journal of Medicine.[Online] 368.p.745-755
(68)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : ELANA SUSANTANAA Tempat / Tanggal Lahir : Perak / 18 Augustus 1993 Agama : Hindu
Alamat : No 61, Jalan Sei Belutu, Medan Riwayat Pendidikan : 1. SK Rapat Jaya , Ipoh Perak
2. SMK Raja Perempuan , Ipoh Perak 3. President College , Kuala Lumpur 4. Universitas Sumatera Utara
(1)
Hasil Analisis Data
Frequencies
Statistics
Jenis
Kelamin Umur Suku Pendapatan Pekerjaan
Konfirmasi sitologi aspirasi
biopsi
N Valid 52 52 52 52 52 52
Missing 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 21 40.4 40.4 40.4
Perempuan 31 59.6 59.6 100.0
Total 52 100.0 100.0
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <11 tahun 4 7.7 7.7 7.7
12-25 tahun 18 34.6 34.6 42.3
26-45 tahun 24 46.2 46.2 88.5
46-65 tahun 6 11.5 11.5 100.0
Total 52 100.0 100.0
Suku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Batak 8 15.4 15.4 15.4
Jawa 22 42.3 42.3 57.7
Minang 6 11.5 11.5 69.2
Nias 8 15.4 15.4 84.6
Aceh 6 11.5 11.5 96.2
Karo 2 3.8 3.8 100.0
(2)
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Wiraswasta 20 38.5 38.5 38.5
Petani 4 7.7 7.7 46.2
Pelajar 9 17.3 17.3 63.5
Tidak bekerja 6 11.5 11.5 75.0
Ibu rumah tangga 9 17.3 17.3 92.3
Mahasiswa 3 5.8 5.8 98.1
Dibawah umur 1 1.9 1.9 100.0
Total 52 100.0 100.0
Konfirmasi sitologi aspirasi biopsi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Positif 32 61.5 61.5 61.5
Negatif 20 38.5 38.5 100.0
(3)
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent Konfirmasi sitologi aspirasi
biopsi * Jenis Kelamin 52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
Konfirmasi sitologi aspirasi biopsi * Jenis Kelamin Crosstabulation
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total Konfirmasi sitologi aspirasi
biopsi
Positif Count 13 19 32
% of Total 25.0% 36.5% 61.5%
Negatif Count 8 12 20
% of Total 15.4% 23.1% 38.5%
Total Count 21 31 52
% of Total 40.4% 59.6% 100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent Konfirmasi sitologi aspirasi
biopsi * Umur 52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
Konfirmasi sitologi aspirasi biopsi * Umur Crosstabulation
Umur <11
tahun
12-25 tahun
26-45 tahun
46-65
tahun Total Konfirmasi
sitologi aspirasi biopsi
Positif Count 1 12 14 5 32
% of Total 1.9% 23.1% 26.9% 9.6% 61.5%
Negatif Count 3 6 10 1 20
% of Total 5.8% 11.5% 19.2% 1.9% 38.5%
Total Count 4 18 24 6 52
(4)
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent Konfirmasi sitologi aspirasi
biopsi * Suku 52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
Konfirmasi sitologi aspirasi biopsi * Suku Crosstabulation
Suku
Batak Jawa Minang Nias Aceh Karo Total Konfirmasi
sitologi aspirasi biopsi
Positif Count 3 17 3 4 4 1 32
% of Total 5.8% 32.7% 5.8% 7.7% 7.7% 1.9% 61.5%
Negatif Count 5 5 3 4 2 1 20
% of Total 9.6% 9.6% 5.8% 7.7% 3.8% 1.9% 38.5%
Total Count 8 22 6 8 6 2 52
% of Total 15.4% 42.3% 11.5% 15.4% 11.5% 3.8% 100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent Konfirmasi sitologi aspirasi
biopsi * Pekerjaan 52 100.0% 0 .0% 52 100.0%
Konfirmasi sitologi aspirasi biopsi * Pekerjaan Crosstabulation
Pekerjaan Wirasw
asta Petani Pelajar Tidak bekerja
Ibu rumah tangga
Mahasi swa
Dibawah umur Total Konfirmasi
sitologi aspirasi biopsi
Positif Count 13 2 5 2 8 2 0 32
% of Total 25.0% 3.8% 9.6% 3.8% 15.4% 3.8% .0% 61.5%
Negatif Count 7 2 4 4 1 1 1 20
% of Total 13.5% 3.8% 7.7% 7.7% 1.9% 1.9% 1.9% 38.5%
Total Count 20 4 9 6 9 3 1 52
% of Total 38.5% 7.7% 17.3% 11.5% 17.3% 5.8% 1.9% 100.0 %
(5)
MASTER TABEL
KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSA KELENJAR DENGAN
KONFIRMASI ASPIRASI BIOPSI DI RSUP Dr. PIRNGADI MEDAN PADA
TAHUN 2013
No. NO. RM
JK
UMUR
SUKU PEKERJAAN
.KONFIRMASI
SITOLOGI ASPIRASI
BIOPSI
1
00.84.31.26
P
31
Batak
Wiraswasta
Negatif
2
00.88.40.46
L
25
Batak
Petani
Negatif
3
00.86.53.67
L
9
Nias
Pelajar
Negatif
4
00.81.53.47
L
24
Batak
Wiraswasta
Positif
5
00.73.97.18
L
11
Batak
Pelajar
Positif
6
00.76.04.93
L
21
Batak
Mahasiswa
Negatif
7
00.90.21.53
P
34
Aceh
Wiraswasta
Negatif
8
00.86.92.83
P
13
Batak
Pelajar
Positif
9
00.86.92.83
P
45
Batak
Petani
Negatif
10
00.90.15.02
P
42
Karo
Ibu Rumah
Tangga
Positif
11
00.90.50.02
L
26
Nias
Tidak bekerja
Negatif
12
00.84.42.22
L
65
Jawa
Wiraswasta
Positif
13
00.90.12.72
P
30
Batak
Tidak bekerja
Negatif
14
00.83.81.92
P
22
Aceh
Mahasiswa
Positif
15
00.86.86.92
L
5
Jawa
Dibawah umur
Negatif
16
00.85.40.60
P
29
Nias
Wiraswasta
Positif
17
00.51.10.30
L
26
Aceh
Wiraswasta
Negatif
18
00.89.66.00
L
30
Aceh
Wiraswasta
Positif
19
00.87.52.40
P
33
Jawa
Wiraswasta
Positif
20
00.86.33.41
P
13
Karo
Pelajar
Negatif
21
00.80.56.71
L
26
Jawa
Ibu Rumah
Tangga
Positif
22
00.83.08.81
L
15
Minang
Pelajar
Positif
23
00.87.81.61
L
40
Jawa
Wiraswasta
Positif
24
00.87.68.71
L
39
Jawa
Wiraswasta
Positif
25
00.86.61.61
L
9
Minang
Pelajar
Negatif
26
00.84.21.71
P
34
Jawa
Ibu Rumah
Tangga
Positif
27
00.88.69.69
P
64
Jawa
Tidak bekerja
Negatif
28
00.79.86.25
P
21
Aceh
Tidak bekerja
Positif
29
00.85.83.54
L
22
Nias
Mahasiswa
Positif
30
00.85.53.04
P
24
Jawa
Ibu Rumah
Tangga
Positif
31
00.51.98.49
L
36
Jawa
Tidak bekerja
Negatif
(6)