Analisis risiko produksi jamur tiram putih di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)

(1)

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH

DI KAMPUNG KUKUPU KELURAHAN CIBADAK

KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

(Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)

SKRIPSI

MERIZKA PRATAMI PUTRI H34104085

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

i

RINGKASAN

MERIZKA PRATAMI PUTRI. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan SUHARNO).

Jamur adalah sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Permintaan terhadap jamur mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun, hingga saat ini jumlah produksi jamur yang ada belum dapat memenuhi permintaan. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin merupakan kegiatan usaha terbesar di Kota Bogor. Berdasarkan permasalahan yang terdapat di lokasi penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin, (2) menganalisis berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi dalam kegiatan usaha budidaya milik Bapak Ramadin, dan (3) menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi yang terjadi pada usaha milik Bapak Ramadin.

Penelitian dilakukan pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin yang terletak di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa usaha tersebut merupakan usaha dengan skala produksi terbesar di Kota Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin mengalami fluktuasi produktivitas yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 sampai dengan Januari 2013. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Dalam mengidentifikasi sumber risiko digunakan metode deskriptif. Metode kuantitatif digunakan dalam menghitung probabilitas dengan menggunakan metode Z-score dan menghitung dampak dengan menggunakan metode VaR.

Sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha jamur tiram putih di kumbung jamur Bapak Ramadin yaitu proses kegagalan sterilisasi baglog (pengukusan), penyakit, dan perubahan suhu. Berdasarkan hasil analisis probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode Z-score, diperoleh nilai probabilitas masing – masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu : 1) penyakit sebesar 48 persen, 2) perubahan suhu udara pada kumbung sebesar 38,2 persen, dan 3) proses sterilisasi (pengukusan) sebesar 33,4 persen. Berdasarkan hasil analisis dampak risiko menggunakan metode VaR, diperoleh nilai dampak yang diakibatkan oleh masing – masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu : 1) perubahan suhu udara pada kumbung sebesar Rp. 4.894.127, 2) proses kegagalan sterilisasi baglog sebesar Rp. 1.166.566 , dan 3) penyakit sebesar Rp. 717.663. Strategi penanganan risiko produksi untuk sumber risiko proses kegagalan sterilisasi baglog (pengukusan) dan penyakit yaitu preventif dan untuk sumber risiko perubahan suhu yaitu preventif dan mitigasi.


(3)

ii

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH

DI KAMPUNG KUKUPU KELURAHAN CIBADAK

KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

(Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)

MERIZKA PRATAMI PUTRI H34104085

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(4)

iii Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung Kukupu

Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)

Nama : Merizka Pratami Putri

NIM : H34104085

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Suharno, M. Adev

NIP. 19610610 198611 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002


(5)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Merizka Pratami Putri H34104085


(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Februari 1989. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Sumarno MT, SmHk dan Ibunda Dra. Siti Sumeni.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Natar pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Natar diselesaikan pada tahun 2004. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Natar diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima pada Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Penulis melanjutkan studi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2007.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai Sekretaris 1 Minat Profesi Mahasiswa Pangan dan Gizi (MAPAGI) periode 2009, Ketua Training Achievement Motivation Diploma IPB tahun 2009, Ketua Training The Seven Awareness Diploma IPB tahun 2008, Sekretaris 1 Diploma Medical Team (DMT) periode 2008, Wakil Sekretaris Umum FASTER Alih Jenis Agribisnis periode 2010, dan Badan Pengawas FASTER Alih Jenis Agribisnis periode 2011.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor (Studi Kasus : Kumbung Jamur Bapak Ramadin)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis sumber risiko produksi jamur tiram putih, kemungkinan terjadinya risiko, dan dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya risiko di Kumbung Jamur Bapak ramadin.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2013 Merizka Pratami Putri


(8)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Suharno, M. Adev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen evaluator pada kolokium proposal penelitian yang telah meluangkan waktunya serta meberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.

4. Dra. Yusalina, Msi yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.

5. Aditia Farman selaku pembahas seminar hasil penelitian penulis atas waktu dan masukannya.

6. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

7. Bapak Ramadin dan seluruh pekerja di Kumbung Jamur Bapak Ramadin atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

8. Teman – teman seperjuangan Alih Jenis Agribisnis angkatan 1 dan 2 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Februari 2013 Merizka Pratami Putri


(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

3.1. Kerangka Pemikiran Teoristis ... 13

3.1.1. Konsep Risiko ... 13

3.1.2. Klasifikasi Risiko ... 14

3.1.3. Manajemen Risiko ... 15

3.1.4. Pengukuran Risiko ... 17

3.1.5. Teknik Pemetaan ... 17

3.1.6. Konsep Penanganan Risiko ... 18

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 19

IV. METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 22

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 23

4.4. Metode Analisis Data ... 23

4.4.1. Analisis Deskriptif ... 24

4.4.2. Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko ... 24

4.4.3. Analisis Dampak Risiko ... 25

4.4.4. Pemetaan Risiko ... 26

4.4.5. Penanganan Risiko ... 27

V. GAMBARAN UMUM USAHA ... 29

5.1. Profil Usaha ... 29

5.2. Kegiatan Produksi ... 29

5.3. Sumber Daya Manusia ... 33

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH ... 35

6.1. Identifikasi Sumber Risiko Produksi ... 35

6.2. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi ... 38

6.3. Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi ... 39

6.4. Pemetaan Risiko Produksi ... 40


(10)

ix

VII.KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

7.1. Kesimpulan ... 44

7.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(11)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011 ... 1

2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011 ... 2

3. Produksi Jamur di Pulau Jawa Tahun 2007-2011 (Ton) ... 3

4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur (dalam %) ... 3

5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur di Pulau Jawa Tahun 2010 ... 4

6. Produksi Jamur Tiram Putih Menurut Wilayah Kota dan Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2009 ... 5

7. Data Beberapa Pelaku Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih di Kota Bogor Tahun 2011 ... 6

8. Formulasi Media ... 30

9. Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi ... 38

10. Dampak Risiko dari Sumber Risiko Produksi ... 40


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kumbung jamur

Bapak Ramadin ... 8

2. Siklus Manajemen Risiko ... 15

3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 21

4. Peta Risiko ... 27

5. Preventif Risiko ... 28

6. Mitigasi Risiko ... 28

7. Alur Kegiatan Produksi Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin ... 30

8. Struktur Organisasi Kumbung Jamur Bapak Ramadin ... 34

9. Hasil Pemetaan Sumber Risiko ... 42


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kegagalan Sterilisasi Baglog

(Pengukusan) ... 49 2. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit ... 49 3. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Perubahan Suhu ... 50 4. Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Sterilisasi

Baglog (Pengukusan) ... 50 5. Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit ... 51 6. Analisis Dampak Sumber Risiko Perubahan Suhu ... 51 7. Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin Tahun 2009 – 2011 ... 52 8. Dokumentasi Produksi Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak


(14)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sayuran adalah salah satu produk hortikultura yang merupakan bahan makanan penting bagi tubuh. Jamur merupakan salah satu jenis sayuran produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Di Indonesia kegiatan budidaya jamur termasuk relatif baru. Komoditas jamur baru dikenalkan pada tahun 1960-an dan mulai diusahakan secara komersial serta dikenal oleh masyarakat mulai 1970-an. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat dan teknologi produksi, pengolahan, serta produk olahan jamur masih sangat terbatas. Dewasa ini masyarakat telah mengenal dan mengetahui bahwa jamur merupakan sumber makanan yang mengandung gizi tinggi dengan kandungan protein, karbohidrat, serat, mineral, dengan kandungan lemak rendah yang bermanfaat bagi kesehatan, sehingga beberapa tahun terakhir produk industri jamur mulai mendapat perhatian. Hal tersebut mengakibatkan permintaan jamur mengalami peningkatan. Kondisi ini tentu dapat dijadikan peluang yang berharga khususnya bagi petani jamur untuk menigkatkan produksinya.

Perkembangan pola kunsumsi masyarakat yang mulai berminat mengkonsumsi jamur menyebabkan meningkatnya budidaya jamur yang mendorong peningkatan produksi. Hal yang menarik dari usaha budidaya jamur adalah aspek ekonomi yang cerah karena tidak membutuhkan lahan yang luas, media tumbuh/tanam berupa limbah pertanian yang mudah diperoleh dengan harga relatif murah serta siklus produksi relatif cepat (1-6 bulan).

Tabel 1. Produksi Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan (%)

2007 48.246 -

2008 43.047 -10,77

2009 38.465 -10,64

2010 61.376 59,56

2011* 45.851 25,29

Keterangan : * = angka sementara Sumber : Departemen Pertanian (2012)


(15)

2 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1 dapat diketahui produksi jamur dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 10,77 persen dan pada tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 10,64 persen. Pada tahun 2009 ke tahun 2010 menglami peningkatan sebesar 59,56 persen dan pada tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami penigkatan sebesar 25,29 persen. Penurunan produksi disebabkan beberapa faktor diantaranya masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam proses budidaya, perubahan cuaca, skala usaha kecil dan masih tradisional, serta serangan hama dan penyakit. Peningkatan produksi antara lain disebabkan bertambahnya jumlah petani sebagai pelaku usaha bididaya jamur.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jamur di Indonesia Tahun 2007-2011

Indikator Tahun

2007 2008 2009 2010 2011*

Luas tanam (Ha) 3773,87 636,90 700 684 497

Produksi (Ton) 48.246 43.047 38.465 61.376 45.851

Produktivitas (Ton/Ha) 12,78 67,58 54,95 89,73 92,2

Keterangan : * = angka sementara Sumber : Departemen Pertanian (2012)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa produktivitas jamur mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008, kemudian mengalami penurunan dari tahun 2008 ke tahun 2009, namun kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 dan 2011. Peningkatan dan penurunan produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya alam, teknologi, penggunaan bahan baku berkualitas dan keterampilan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dan pelaku usaha. Penurunan produktivitas dipengaruhi antara lain oleh kondisi cuaca atau musim yang dapat mengurangi hasil produksi.

Daerah sentra produksi jamur pada tahun 2010 berada di Pulau Jawa yang terdiri dari Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Jawa Barat dengan pertumbuhan rata – rata tertinggi dibanding tiga daerah lainnya menempati posisi kedua setelah Jawa Timur yang diikuti oleh Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Penurunan produksi jamur yang terjadi di Jawa Barat diantaranya


(16)

3 disebabkan adanya faktor bencana alam dan terjadinya serangan hama serta penyakit. Data produksi jamur di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Jamur di Pulau Jawa Tahun 2007-2011 (Ton)

Lokasi Tahun Pertumbuhan

2007 2008 2009 2010 Rata – rata (%)

Jawa Barat 25.579,50 5.416,09 7.306,75 19.623,166 41,55

Jawa Tengah 3.241,50 1.444,95 1.838,93 1.189,386 -21,16

DI. Yogyakarta 975,10 750,30 651,32 804,966 -4,22

Jawa Timur 18.295 35.378,68 28.557,05 39.472,919 37,44

Sumber : Departemen Pertanian (2012)

Di Indonesia jamur yang sering dijadikan bahan makanan yaitu jamur merang, jamur tiram, dan jamur kuping. Jamur tiram memiliki kandungan gizi yaitu protein dan lemak yang paling tinggi dibandingkan jamur merang dan jamur kuping. Kandungan karbohidrat jamur tiram lebih tinggi dari jamur merang tetapi lebih rendah dari jamur kuping. Perbandingan kandungan gizi pada jamur dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur (dalam %)

Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat

Jamur merang 1,8 0,3 4,0

Jamur tiram putih 27 1,6 58,0

Jamur kuping 8,4 0,5 82,8

Sumber : Rahmat S dan Nurhidayat (2011)

Jamur tiram memiliki beberapa jenis yaitu jamur tiram putih, jamur tiram abu-abu, jamur tiram cokelat, dan jamur tiram merah. Jenis yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih, selain rasanya yang lebih lezat masyarakat juga lebih menyukai dan mengenal jamur tiram putih dibandingkan dengan jenis jamur tiram yang lain. Jamur tiram putih dapat diproduksi sepanjang tahun dalam areal yang relatif sempit, sehingga merupakan alternatif yang cukup baik dalam rangka memanfaatkan lahan pekarangan. Selain itu, budidaya jamur tiram tidak menggunakan bahan kimia atau pupuk anorganik sehingga tidak merusak lingkungan.


(17)

4 Jawa Barat merupakan propinsi yang memiliki luas panen jamur terbesar kedua setelah Jawa Timur namun memiliki produktivitas terendah. Hal tersebut dikarenakan para pelaku usaha jamur di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta memiliki kemampuan dan pengalaman berusaha yang lebih baik, menggunakan bahan baku yang berkualitas, mampu menciptakan kondisi lingkungan tumbuh jamur yang ideal, dan mampu memanajemen risiko produksi yang terjadi dengan baik. Luas panen, produksi dan produktivitas jamur di Pulau Jawa pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur di Pulau Jawa Tahun 2010

No. Propinsi Luas Panen

(Ha) Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

1. Jawa Barat 324,67 19.623,16 60,4

2. Jawa Tengah 15,21 1.189,38 78,2

3. DI Yogyakarta 7,46 804,96 107,9

4. Jawa Timur 330,84 39.472,91 119,3

Sumber : Departemen Pertanian (2012)

Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), daerah sentra jamur tiram putih di Jawa Barat yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Bandung. Kota Bogor merupakan daerah penghasil jamur tiram putih ketiga terbesar di Jawa Barat setelah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Bogor merupakan daerah dengan karakteristik dataran tinggi yang memiliki suhu rendah dan kelembaban udara tinggi sehingga cocok bagi pertumbuhan jamur tiram putih. Selain itu, letak geografis Bogor yang lebih dekat dan akses yang lebih mudah dengan Ibu Kota Jakarta memungkinkan para pelaku usaha jamur tiram putih untuk memasok produknya ke wilayah tersebut dibandingkan wilayah lain di Jawa Barat yang memiliki jarak lebih jauh. Data produksi jamur tiram putih untuk wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 6.


(18)

5

Tabel 6. Produksi Jamur Tiram Putih Menurut Wilayah Kota dan Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2009

No Wilayah Produksi (Kw)

1. Kabupaten Cianjur 3.022.746

2. Kabupaten Bogor 357.075

3. Kota Bogor 343.327

4. Kabupaten Sumedang 312.495

5. Kabupaten Bandung 208.900

6. Kota Tasikmalaya 126.386

7. Kabupaten Garut 119.200

8. Kabupaten Indramayu 75.061

9. Kota Banjar 43.918

10. Kabupaten Kuningan 32.055

11. Kabupaten Tasikmalaya 10.365

12. Kota Cimahi 6.480

13. Kabupaten Ciamis 3.191

14. Kabupaten Sukabumi 2.400

15. Kota Cirebon 1.342

Sumber : BPS Jawa Barat (2012)

Di Kota Bogor terdapat beberapa pelaku usaha budidaya jamur tiram putih dengan berbagai skala usaha yaitu skala besar, skala menengah, dan skala kecil. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin merupakan kegiatan usaha terbesar di Kota Bogor dengan jumlah log yaitu 90.000 baglog per bulan yang termasuk skala usaha besar. Baglog hasil produksi tersebut tidak seluruhnya digunakan untuk budidaya oleh pemilik usaha, melainkan baglog dijual kepada para petani lain dengan skala usaha kecil sampai menengah yang datang untuk membeli baglog. Baglog yang sudah dibeli tersebut kemudian dipelihara atau dibudidayakan dengan kisaran waktu antara 3 – 4 bulan. Data pelaku usaha dapat dilihat pada Tabel 7.


(19)

6

Tabel 7. Data Beberapa Pelaku Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih di Kota Bogor Tahun 2011

No Nama Lokasi Jumlah (Log/bulan)

1. Jamur Jaya Muarasari 3.200

2. Tani Aslam Sukasari 24.000

3. Subur Makmur Situ Gede 20.000

4. Curug Bj. Neros Curug 1.200

5. Ramadin Tanah Sareal 90.000

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2012)

1.2. Perumusan Masalah

Kumbung jamur milik Bapak Ramadin adalah salah satu usaha yang bergerak di bidang budidaya jamur tiram putih yang berdiri pada tahun 2008. Kegiatan budidaya berlokasi di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Lokasi tersebut pada awalnya merupakan lahan kosong yang ditumbuhi tanaman bambu. Pada awal kegiatan usaha yaitu tahun 2008, Bapak Ramadin mampu memproduksi 800 baglog per hari. Pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.000 baglog per hari. Dari tahun 2010 hingga saat ini mampu memproduksi 3.000 baglog per hari. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin adalah usaha dengan skala besar yang mampu menghasilkan 90.000 baglog per bulan.

Lokasi usaha yang terletak di Kota Bogor memiliki tingkat risiko produksi yang lebih tinggi karena keadaan alam yang kurang sesuai dengan kondisi ideal tumbuh jamur tiram putih. Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 260C, dengan suhu terendah 21,80C dan suhu tertinggi 30,40 C. Jamur tiram putih tumbuh ideal pada dataran tinggi dengan suhu 220C – 280C. Oleh karena itu, Bapak Ramadin melakukan modifikasi dalam pembuatan kumbung jamur agar dapat menyesuaikan dengan kondisi ideal tumbuh jamur.

Jamur tiram putih memiliki tingkat risiko produksi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman hortikultura yang lain. Hal tersebut karena jamur tiram putih memiliki kondisi tumbuh yang harus sesuai dengan keadaan ideal, seperti suhu rendah, kelembaban tinggi, jenis kayu tidak bergetah untuk


(20)

7 serbuk kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan media tanam atau baglog, dan tempat khusus pemeliharaan atau kumbung.

Pada kegiatan budidaya jamur tiram putih yang dilakukan oleh Bapak Ramadin, dalam satu siklus produksi waktu yang dibutuhkan yaitu lima bulan dimulai dari pembuatan baglog sampai pada saat panen terakhir. Jika siklus pertama dimulai pada bulan Januari – Mei dan siklus kedua dimulai pada bulan Juli – November, maka dalam satu tahun terdapat dua siklus. Pada bulan Juni dan Desember adalah waktu untuk pembersihan dan pengistirahatan kumbung.

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data produksi selama tiga tahun yaitu tahun 2009 sampai 2011. Siklus pertama yaitu Januari sampai Mei 2009, siklus kedua yaitu Juli sampai November 2009, siklus ketiga yaitu Januari sampai Mei 2010, siklus keempat yaitu Juli sampai November 2010, siklus kelima yaitu Januari sampai Mei 2011, dan siklus keenam yaitu Juli sampai November 2011. Pada tahun 2009 sampai 2011, input yang digunakan berjumlah 10.000 baglog dengan hasil produksi atau hasil panen berkisar antara 3.000 kg sampai 6.000 kg dalam satu siklus produksi. Selama menjalankan kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih diperoleh produktivitas tertinggi yaitu 0,6 kg/baglog dan produktivitas terendah yaitu 0,3 kg/baglog. Produktivitas terendah terjadi pada siklus kedua yaitu pada bulan Juli sampai November 2009 karena adanya peralihan musim dari musim kemarau ke musim penghujan. Data tersebut diperoleh dari 1 kumbung berukuran 6 m x 8 m dengan kapasitas 10.000 baglog

Fluktuasi produktivitas tersebut diakibatkan oleh beberapa masalah yang timbul selama siklus produksi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik usaha, penurunan produktivitas disebabkan adanya serangan penyakit dan kondisi cuaca. Perubahan kondisi cuaca dari musim hujan ke musim kemarau ataupun sebaliknya akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Ketika musim kemarau tubuh buah jamur tiram putih akan tumbuh dengan kerdil. Ketika musim penghujan baglog menjadi mudah terserang penyakit karena kondisi suhu yang rendah. Hal tersebut terjadi karena jamur tiram putih merupakan tumbuhan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan suhu.

Berfluktuasinya produktivitas mengindikasikan adanya risiko produksi yang terjadi pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin. Risiko


(21)

8 produksi yang dialami oleh petani memberi dampak kerugian, sehingga perlu dikaji untuk mengetahui sumber risiko, dampak yang ditimbulkan, dan cara mengatasi risiko tersebut. Fluktuasi produktivitas jamur tiram putih milik Bapak Ramadin dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin Sumber : Pemilik Usaha (2012)

Berdasarkan gambaran kegiatan usaha budidaya jamur tiram yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa yang menjadi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih pada usaha milik Bapak Ramadin?

2. Berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi dalam kegiatan usaha budidaya milik Bapak Ramadin?

3. Bagaimana alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi sumber risiko produksi yang terjadi pada usaha milik Bapak Ramadin?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin.


(22)

9 2. Menganalisis berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi dalam kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin.

3. Menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi sumber risiko produksi yang terjadi pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut :

1. Bagi pemilik usaha, sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pengambilan keputusan dalam mengelola usaha budidaya jamur tiram putih agar lebih waspada dalam menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian yang diterima.

2. Bagi penulis, sebagai pembelajaran dalam menganalisis dan memberikan alternatif solusi dari permasalahan yang ada.

3. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.


(23)

10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian terdahulu mengenai risiko khususnya risiko produksi diperlukan sebagai informasi bagi penulis dalam melakukan penelitian. Hasil penelitian tersebut diperlukan sebagai bahan pembelajaran untuk melakukan penelitian selanjutnya. Beberapa penelitian yang menganalisis risiko produksi jamur tiram putih yaitu Ginting (2009), Parengkuan (2011), Sumpena (2011), dan Siregar (2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2009), Parengkuan (2011), dan Sumpena (2011) sumber risiko produksi pada jamur tiram putih yaitu cuaca atau perubahan suhu, hama, dan sterilisasi atau pengukusan. Selain itu, keterampilan tenaga kerja dan penyakit juga menjadi sumber risiko produksi pada penelitian Ginting (2009), Parengkuan (2011), dan Siregar (2012). Sumpena (2011) menyebutkan teknologi inkubasi sebagai sumber risiko produksi jamur tiram putih.

Terdapat kesamaan pada pengukuran sumber risiko produksi yang dilakukan oleh Parengkuan (2011), Sumpena (2011), dan Siregar (2012) yaitu menggunakan alat analisis Z-score dan VaR. Berbeda dengan penelitian Ginting (2009) yang menggunakan alat analisis variance, standard deviation dan

coefficient variation. Pada penelitian Siregar (2012) terdapat tambahan alat analisis selain Z-score dan VaR yaitu variance, standard deviation dan coefficient variation.

Hasil penelitian yang dilakukan Ginting (2009) menggunakan coefficient variation diperoleh hasil sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil yang diperoleh dari kegiatan budidaya jamur tiram putih, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0,32. Setiap satu kilogram hasil yang diperoleh akan mengalami risiko sebanyak 0,32 kg pada saat terjadi risiko produksi. Parengkuan (2011) memperoleh yaitu probabilitas dan dampak risiko terbesar ada pada sumber risiko kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log dengan nilai sebesar 45,2 persen, sedangkan perubahan suhu merupakan sumber risiko yang memberikan dampak terbesar dengan nilai Rp.17.053.516. Pada penelitian Sumpena (2011), hasil analisis diperoleh probabilitas kegagalan produksi akibat serangan hama sebesar 20,90 persen, perubahan cuaca sebesar 17,90 persen, teknologi


(24)

11 pengukusan (sterilisasi) sebesar 9,30 persen, kurangnya keterampilan tenaga kerja sebesar 4,60 persen, dan teknologi inkubasi yang kurang tepat sebesar 7,10 persen. Dampak kegagalan produksi akibat serangan hama adalah Rp. 303.698,34, akibat perubahan cuaca adalah Rp. 412.830,07, akibat teknologi pengukusan (sterilisasi) adalah Rp. 386.172,75, akibat kurangnya keterampilan tenaga kerja adalah Rp. 376.110,75, dan akibat teknologi inkubasi yang kurang tepat adalah Rp. 391.443,75. Berdasarkan penelitian Siregar (2012) menggunakan variance,

standard deviation dan coefficient variation diketahui usaha budidaya jamur tiram putih mengalami risiko produksi sebesar 0,10. Hal ini berarti setiap satu satuan rupiah yang diperoleh akan menghasilkan risiko sebesar 0,10 atau sebesar 10%. Nilai probabilitas sumber risiko yang tertinggi adalah teknologi pengukusan (sterilisasi) yaitu sebesar 46,4 %, diikuti oleh sumber keterampilan tenaga kerja 41,7 % penyakit sebesar 35,2 %, dan sumber risiko hama sebesar 33,7 %. Nilai dampak sumber risiko yang tertinggi adalah teknologi pengukusan (sterilisasi) yaitu sebesar Rp 138.625.507,40 diikuti oleh sumber risiko keterampilan tenaga kerja sebesar Rp 83.156.725,33 sumber risiko akibat penyakit sebesar Rp 41.587.652,21 serta hama sebesar Rp 13.862.550,73.

Strategi pengelolaan risiko Ginting (2009) dan Sumpena (2011) yaitu meningkatkan perawatan, membersihkan kumbung, merencanakan pembibitan dengan bahan berkualitas, mengembangkan sumber daya manusia, dan menggunakan peralatan steril. Menurut Parengkuan (2011) strategi penanganan risiko yang dilakukan yaitu mengembangkan sumber daya manusia, memperbaiki fasilitas fisik, dan penggabungan usaha dengan pembudidaya jamur tiram putih di wilayah lain. Siregar (2012) menyebutkan strategi pengelolaan risiko yaitu perencanaan pembibitan dengan baik, menambah intensitas pemeriksaan terhadap baglog yang sudah dipanen, dan teknik penyimpanan baglog di dalam ruang pemeliharaan lebih ditata dengan baik. Strategi mitigasi yang dapat dilakukan yaitu membeli autoclave yang baru untuk mengganti penggunaan drum pengukus, pengawasan oleh pemimpin pada saat proses pengukusan, pemimpin melakukan tindakan tegas dalam mengarahkan dan membimbing tenaga kerja dan keterampilan tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan mengikuti penyuluhan atau pelatihan.


(25)

12 Penelitian yang dilakukan memiliki kesamaan topik dan komoditas namun berbeda lokasi dengan penelitian sebelumnya. Penelitian Siregar (2012), Parengkuan (2011), dan Ginting (2009) berlokasi di Kabupaten Bogor, sedangkan penelitian yang akan dilakukan sama dengan Sumpena (2011) di Kota Bogor. Kesamaan lainnya dengan Parengkuan (2011), Sumpena (2011), dan Siregar (2012) adalah dalam alat analisis yang digunakan yaitu metode Z-score dan VaR. Perbedaan dengan penelitian Ginting (2009) yaitu tidak menggunakan variance,

standard deviation dan coefficient variation. Penentuan alat analisis yang digunakan oleh peneliti disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan yaitu menganalisis probabilitas dan dampak dari masing – masing sumber risiko produksi.


(26)

13

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoristis 3.1.1. Konsep Risiko

Risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian, risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan dengan demikian adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko (Robinson dan Barry, 1987).

Djohanputro (2008) mengatakan bahwa pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya yang telah diketahui tingkat probabilitasnya dan kejadiannya.

Menurut Darmawi (2010), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Penggunaan kata “kemungkinan” tersebut sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Menurut Darmawi (2010), ketidakpastian tersebut merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, sedangkan kondisi yang tidak pasti timbul karena berbagai macam hal, antara lain :

1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.

2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.

3. Keterbatasan pengetahuan atau keterampilan mengambil keputusan, dan lain sebagainya.

Menurut Kountur (2008), terdapat tiga unsur penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai risiko, yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian. (2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak. (3) Jika sampai terjadi maka akan menimbulkan kerugian.


(27)

14

3.1.2. Klasifikasi Risiko

Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani, yaitu :

1. Risiko Produksi

Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi.

2. Risiko Pasar atau Harga

Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga dapat naik akibat dari inflasi.

3. Risiko Kelembagaan

Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.

4. Risiko Kebijakan

Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Dalam artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha tersebut. Contohnya adalah kebijakan tarif ekspor.

5. Risiko Finansial

Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis ekonomi dan sebagainya.


(28)

15

3.1.3. Manajemen Risiko

Manajemen risiko sebagai suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kerugian perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi perusahaan yang lebih tinggi (Darmawi, 2010).

Menurut Darmawi (2010), manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan atau suatu usaha dari kegagalan. Sebagian kerugian seperti hancurnya fasilitas produksi mungkin dapat menyebabkan perusahaan atau suatu usaha harus ditutup, jika sebelumnya tidak ada kesiapsediaan menghadapi musibah seperti itu. Dengan manajemen risiko tersebut perusahaan dapat terhindar dari kehancuran.

Menurut Djohanputro (2008), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahap seperti pada Gambar 2 berikut ini :

Gambar 2.Siklus Manajemen Risiko Sumber : Djohanputro (2008)

Keterangan :

= Hubungan langsung = Hubungan tidak langsung

Tahap 1. Identifikasi risiko

Tahap ini mengidentifikasi apa yang dihadapi oleh perusahaan, langkah pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang berkepentingan (stakeholder).

Tahap 2. Pengukuran risiko

Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitatif dan kualitatif, kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai yang rentan terhadap risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya.

Evaluasi pihak yang berkepentingan

Identifikasi Risiko Pengukuran risiko

Pemetaan Risiko Model

pengelolaan risiko Pengawasan dan


(29)

16 Menurut Darmawi (2010) sesudah risiko diidentifikasi, maka selanjutnya risiko itu harus diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya.

Tahap 3. Pemetaan risiko

Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingan bagi perusahaan, disini dilakukan prioritas risiko mana yang lebih dahulu dilakukan, selain itu prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan perusahaan. Pemetaan risiko adalah suatu gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Tahap 4. Model pengelolaan risiko

Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan model risiko struktur organisasi pengelolaan dan lain-lain.

Tahap 5. Monitor dan pengendalian

Monitor dan pengendalian penting karena :

a) Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai rencana.

b) Manajemen juga perlu memastikan pelaksanaan pengelolaan risiko cukup efektif

c) Monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko perubahan ini berdampak pada pergeseran data risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko.

Dengan manajemen risiko dapat diidentifikasi adanya potensi risiko, dengan seluruh faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan organisasi. Manajemen risiko dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan dan pencapaian yang baik dari suatu organisasi. Manajemen risiko juga dapat mengurangi probabilitas kegagalan dan ketidakpastian dari suatu pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.


(30)

17

3.1.4. Pengukuran Risiko

Menurut Darmawi (2010), setelah tahap identifikasi risiko maka selanjutnya risiko diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang akan membantu dalam menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk digunakan. Informasi yang diperlukan berkaitan dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu : (a) frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi; (b) keparahan dari kerugian. Sementara itu, paling sedikit untuk masing-masing dimensi yang ingin diketahui adalah : (a) rata-rata nilainya dalam periode anggaran; (b) variasi nilai dari suatu periode ke periode anggaran sebelumnya dan berikutnya; (c) dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian itu jika kerugian tersebut ditanggung sendiri.

Menurut Kountur (2006), tujuan pengukuran risiko yaitu menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko yang lebih krusial dari risiko lainnya. Peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu peta sehingga dapat diketahui dimana posisi risiko terhadap peta. Berdasarkan peta risiko dan status risiko kemudian dapat dilakukan penanganan risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah dipetakan dalam peta risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan status risikonya (Kountur, 2006).

3.1.5. Teknik Pemetaan

Menurut Kountur (2006), probabilitas merupakan dimensi pertama yang menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, maka semakin perlu mendapat perhatian. Sebaliknya jika semakin rendah kemungkinan risiko terjadi, maka semakin rendah perhatian yang diberikan. Umumnya probabilitas dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Dimensi kedua yaitu dampak yang merupakan tingkat kegawatan atau biaya yang terjadi jika risiko yang bersangkutan benar-benar menjadi kenyataan. Semakin tinggi dampak suatu risiko, maka semakin perlu mendapat perhatian khusus. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah dampak yang terjadi akibat suatu


(31)

18 risiko maka semakin rendah perhatian yang perlu diberikan. Umumnya dimensi dampak dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Matriks antara kedua dimensi menghasilkan empat kuadran utama. Kuadran I merupakan area skala prioritas ketiga dengan tingkat probabilitas sedang sampai besar dan tingkat dampak kecil sampai sedang. Risiko dalam kuadran ini memiliki tingkat probabilitas kejadian yang besar tetapi berdampak kecil. Risiko ini tidak terlalu mengganggu pencapaian tujuan perusahaan. Kadang terasa mengganggu jika risiko tersebut muncul menjadi kenyataan. Namun, hal tersebut biasanya mampu diatasi oleh perusahaan.

Kuadran II merupakan area dengan skala prioritas pertama. Risiko dalam kuadran ini memiliki tingkat probabilitas kejadian dan dampak sedang sampai besar. Kuadran II terdiri dari risiko yang masuk ke dalam prioritas pertama atau prioritas utama. Jika risiko tersebut terjadi maka target perusahaan tidak akan tercapai dan berada dalam kondisi terburuk yang bisa dinyatakan tutup atau bangkrut.

Kuadran III merupakan area dengan skala prioritas keempat dengan tingkat probabilitas kejadian yang kecil. Jika risiko ini terjadi akan berdampak kecil bagi perusahaan dalam mencapai target atau tujuan. Risiko yang masuk dalam kuadran III cenderung dapat diabaikan sehingga perusahaan tidak perlu mengalokasikan sumber dayanya untuk menangani risiko. Namun, perusahaan tetap perlu mengadakan pengawasan pada risiko ini.

Kuadran IV merupakan area dengan skala prioritas kedua dengan memiliki tingkat probabilitas kejadian antara kecil sampai sedang. Risiko dalam kuadran IV cukup jarang terjadi. Bila risiko pada kuadran IV terjadi akan menyebabkan terancamnya tujuan perusahaan.

3.1.6. Konsep Penanganan Risiko

Menurut Kountur (2006), berdasarkan peta risiko dapat diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Terdapat dua strategi penanganan risiko, yaitu :


(32)

19 1. Preventif

Preventif dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko tidak terjadi, preventif dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : (1) Membuat atau memperbaiki sistem, (2) Mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.

2. Mitigasi

Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah :

a. Diversifikasi

Diversifikasi merupakan cara menempatkan aset atau harta di beberapa tempat sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menghabiskan semua aset yang dimiliki.

b. Penggabungan

Penggabungan (merger) adalah salah satu cara atau pola penanganan risiko yaitu dengan cara penggabungan dengan pihak atau perusahaan lain. Strategi ini adalah dengan melakukan penggabungan atau dengan cara melakukan akuisisi.

c. Pengalihan Risiko

Pengalihan risiko merupakan cara untuk mengurangi dampak risiko yaitu dengan cara mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Maksud dari pengalihan risiko ini adalah mengalihkan risiko kepihak lain sehingga jika terjadi kerugian, pihak lainlah yang menanggung kerugian. Ada beberapa cara untuk mengalihkan risiko ke pihak lain antara lain : leasing, outsourcing, hedging dan asuransi.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Dalam menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih kendala yang dihadapi oleh Bapak Ramadin sebagai pelaku usaha adalah risiko produksi yang diindikasikan dengan adanya fluktuasi produktivitas hasil panen. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya risiko produksi dalam budidaya jamur tiram putih


(33)

20 tersebut antara lain kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi serta serangan penyakit tanaman. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami adalah jumlah produksi yang rendah.

Dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh petani. Kemudian dilakukan identifikasi upaya penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh petani. Analisis ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara, dan diskusi dengan pemilik usaha. Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah analisis probabilitas dan dampak risiko produksi jamur tiram putih akibat adanya sumber risiko. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dilakukan dengan analisis nilai standar atau Z-score, sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan dengan menggunakan data produksi jamur tiram putih pada tahun 2009 sampai 2011. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko produksi selanjutnya dipetakan dalam peta risiko yang akan menunjukkan sebaran sumber risiko produksi. Setelah itu, ditentukan alternatif strategi penanganan risiko yang tepat untuk mengendalikan sumber risiko produksi tersebut. Alur kerangka pemikiran operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.


(34)

21

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Analisis Deskriptif pada Aspek Produksi

Probabilitas dari Sumber-sumber Risiko Produksi Menggunakan Metode

Nilai Standar

Dampak dari Sumber-sumber Risiko Produksi (Metode

Value at Risk)

Strategi Penanganan Risiko Produksi Pemetaan Risiko

dari Hasil Perhitungan Probabilitas dan Dampak

Fluktuasi Produktivitas pada Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin


(35)

22

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin yang terletak di Kampung Kukupu Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa usaha tersebut merupakan usaha dengan skala produksi terbesar di Kota Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin mengalami fluktuasi produktivitas yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 sampai dengan Januari 2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data non numerik yang berupa keterangan kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih seperti keadaan usaha, perkembangan usaha, bahan dan peralatan yang digunakan, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian. Data kuantitatif adalah data numerik yang berupa angka seperti data hasil produksi, jumlah penjualan, harga produk, dan data lain yang berkaitan dengan penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara pengamatan langsung di lokasi usaha dan wawancara dengan pemilik usaha untuk mengetahui keadaan umum kegiatan usaha. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan bagian produksi mengenai proses produksi, kendala yang dihadapi dalam proses budidaya, dan sumber risiko produksi jamur tiram putih. Data sekunder adalah data yang sudah tertulis atau sudah ada sebelumnya yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kota Bogor, perpustakaan, internet dan literatur yang relevan dengan penelitian.


(36)

23

4.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian yang dilaksanakan dilakukan dengan cara :

1. Melakukan observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan dengan melihat dan mengamati langsung proses pembuatan baglog dan budidaya jamur tiram putih yang dilakukan di Kumbung Jamur Bapak Ramadin. Observasi dibatasi pada satu kumbung pemeliharaan dengan kapasitas 10.000 baglog. Hal tersebut dilakukan agar hasil analisis yang dilakukan lebih akurat, karena jika data berasal lebih dari satu kumbung maka akan terdapat perbedaan waktu tanam pada setiap produksi. Data yang digunakan adalah data dari enam siklus produksi agar dapat terlihat fluktuasi produktivitasnya. Perhitungan dan analisis data menggunakan data per siklus produksi bukan data per bulan karena ingin diketahui risiko produksi secara keseluruhan proses mulai dari pembuatan media tanam sampai panen terakhir.

2. Melakukan wawancara dengan kepala produksi untuk mengetahui proses pembuatan baglog, kegagalan pembuatan baglog, proses budidaya jamur tiram putih, kendala yang dihadapi, dan sumber risiko produksi jamur tiram putih. 3. Melakukan wawancara dengan pemilik usaha untuk mengetahui perkembangan

usaha, jumlah input yang digunakan, jumlah panen, jumlah penjualan, harga jamur per kilogram, jumlah baglog yang rusak, sumber risiko produksi, penanganan risiko, dan pengelolaan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja.

4.4. Metode Analisis Data

Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis risiko. Data yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih adalah data kualitatif hasil wawancara yang kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif. Untuk mengetahui seberapa besar probabilitas dan dampak risiko produksi budidaya jamur tiram putih digunakan data kuantitatif yang berasal dari data produksi dan laporan keuangan, data tersebut kemudian diolah menggunakan metode analisis risiko. Dalam menganalisis alternatif strategi mengatasi risiko digunakan analisis deskriptif menggunakan data kualitatif.


(37)

24

4.4.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu sel kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan analisis deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi dalam usaha budidaya jamur tiram putih di Kumbung Bapak Ramadin.

4.4.2. Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko

Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko dan besarnya dampak risiko. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko yang akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau Z-score. Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk kontinus (desimal). Pada penelitian ini yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi budidaya jamur tiram putih. Data yang digunakan dalam menghitung kemungkinan terjadinya sumber risiko adalah data kegagalan baglog dalam 6 siklus produksi. Menurut Kountur (2006), langkah yang dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini dan aplikasinya pada usaha budidaya jamur tiram putih adalah :

1. Menghitung rata-rata kejadian berisiko :

Dimana:

X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko

Xi = Nilai per siklus (5 bulan) dari kejadian berisiko n = Jumlah data (6 siklus)


(38)

25 2. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko

Dimana:

S = Standar deviasi dari kejadian berisiko

Xi = Nilai per siklus (5 bulan) dari kejadian berisiko X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko

n = Jumlah data (6 siklus)

3. Menghitung Z-score

Dimana:

Z = Nilai Z-score dari kejadian berisiko

Xi = Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal (ditentukan oleh pemilik usaha)

X = Nilai rata-rata kejadian berisiko

S = Standar deviasi dari kejadian berisiko

Jika hasil Z-score yang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai Z-score positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi normal Z.

4. Nilai probabilitas terjadinya risiko produksi

Setelah nilai Z-score dari produksi jamur tiram putih diketahui, selanjutnya dapat dicari probabilitas terjadinya risiko produksi yang diperoleh dari tabel distribusi Z (normal) sehingga diketahui persen kemungkinan terjadinya keadaan dimana produksi jamur tiram mendatangkan kerugian.

4.4.3. Analisis Dampak Risiko

Metode yang sering digunakan untuk mengukur dampak risiko adalah VaR (Value at Risk). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu.


(39)

26 Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiatan produksi jamur tiram putih pada kumbung jamur milik Bapak Ramadin. Data yang digunakan dalam menganalisis kerugian yang ditimbulkan adalah data penerimaan atau penjualan hasil panen jamur tiram putih dalam enam siklus produksi yang diterima oleh Bapak Ramadin. Harga jual jamur tiram putih terendah yang pernah diterima yaitu Rp. 8.000 dan harga jual tertinggi yaitu Rp. 8.500. Data harga jual yang digunakan dalam perhitungan dampak sumber risiko yaitu harga rata – rata sebesar Rp. 8.250. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi sebagai akibat dari terjadinya sumber-sumber risiko. Menurut Kountur (2006), VaR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :

VaR = Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko X = Nilai rata-rata kerugian akibat kejadian berisiko

Z = Nilai z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5 persen

S = Standar deviasi kerugian akibat kejadian berisiko n = Banyaknya kejadian berisiko (6 siklus)

4.4.4. Pemetaan Risiko

Menurut Kountur (2006), sebelum melakukan penanganan pada risiko, hal yang perlu dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal menggambarkan dampak. Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini :


(40)

27 Gambar 4. Peta Risiko

Sumber: Kountur (2008)

Sebelum melakukan pemetaan risiko, terlebih dahulu dianalisis status risiko untuk mengetahui prioritas sumber risiko yang harus ditangani terlebih dahulu. Status risiko diperoleh dari hasil perkalian probabilitas dan dampak. Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Demikian juga dampak risiko dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara probabilitas atau kemungkinan besar dan kecilnya terjadinya risiko ditentukan oleh manajemen, namun pada umumnya risiko-risiko yang probabilitas terjadinya 20 persen atau lebih besar dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan di bawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil (Kountur, 2008).

4.4.5. Penanganan Risiko

Berdasarkan hasil pemetaan risiko pada peta risiko, maka selanjutnya dapat ditetapkan strategi penanganan risiko yang sesuai. Terdapat dua strategi yang dapat dilakukan untuk menangani risiko, yaitu :

1. Penghindaran Risiko (Preventif)

Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada kuadran 1 dan 2. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif, maka risiko yang ada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 3 dan risiko yang berada pada kuadran 2 akan bergeser kekuadran 4 (Kountur, 2008). Penanganan risiko menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada Gambar 5.

Probabilitas (%)

Besar

Kecil

Dampak (Rp) Besar

Kecil

Kuadran 1 Kuadran 2


(41)

28

Gambar 5

.

Preventif Risiko

Sumber: Kountur (2008)

2. Mitigasi Risiko

Strategi mitigasi digunakan untuk meminimalkan dampak risiko yang terjadi. Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak yang besar diusahakan dengan menggunakan strategi mitigasi dapat bergeser ke kuadran yang memiliki dampak risiko yang kecil. Strategi mitigasi menangani risiko sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 1 dan risiko yang berada pada kuadran 4 akan bergeser ke kuadran 3. Strategi mitigasi dapat dilakukan dengan metode diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko (Kountur,2008). Mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Mitigasi Risiko Sumber: Kountur (2008)

Probabilitas (%)

Besar

Kecil

Dampak (Rp) Besar

Kecil

Kuadran 1 Kuadran 2

Kuadran 3 Kuadran 4

Probabilitas (%)

Besar

Kecil

Dampak (Rp) Besar

Kecil

Kuadran 1 Kuadran 2


(42)

29

V. GAMBARAN UMUM USAHA

5.1. Profil Usaha

Kumbung jamur milik Bapak Ramadin berlokasi di Kampung Kukupu No. 39 RT. 01/06 Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Bapak Ramadin Madani,SE berusia 44 tahun, memiliki satu orang istri dan empat orang anak. Kegiatan usaha sudah berjalan selama empat tahun dimulai pada tahun 2008. Luas lahan yang dimiliki dan digunakan sebagai tempat usaha yaitu 6.000 m2 dengan status kepemilikan lahan yaitu milik sendiri. Biaya investasi yang digunakan untuk usaha sebesar Rp. 1.000.000.000 bersumber dari milik pribadi.

Kegiatan usaha yang dilakukan yaitu pembuatan dan penjualan bibit jamur, pembuatan dan penjualan baglog jamur, dan pembudidayaan jamur. Dalam waktu dua minggu, bibit jamur F1 yang mampu dihasilkan sebanyak 50 botol dengan harga jual Rp. 35.000 per botol. Dalam waktu satu minggu, bibit jamur F2 yang mampu dihasilkan sebanyak 360 botol dengan harga jual Rp. 2.500 per botol. Kegiatan produksi baglog dalam satu hari yaitu 3.000 baglog dengan harga jual Rp. 2.000 per baglog. Harga jual jamur tiram putih segar yaitu Rp. 8.000 - Rp. 8.500 per kg.

Fasilitas yang dimiliki oleh Bapak Ramadin yaitu : 1) dua kumbung inkubasi berukuran 6 m x 8 m dengan kapasitas masing – masing kumbung yaitu 10.000 baglog, 2) empat kumbung pemeliharaan atau budidaya berukuran 6 m x 8 m dengan kapasitas masing – masing kumbung yaitu 10.000 baglog, 3) satu kumbung pemeliharaan bibit F2 dan F3, 4) satu buah steamer berkapasitas 3.000 baglog, 5) ruang penyimpanan bahan baku, 6) ruang pengomposan serbuk kayu, 7) ruang pendinginan baglog setelah disterilisasi, dan 8) ruang inokulasi bibit.

5.2. Kegiatan Produksi

Kumbung Jamur Bapak Ramadin melakukan kegiatan produksi mulai dari pembuatan media tanam, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, pemeliharaan, dan pemanenan jamur tiram putih. Alur kegiatan produksi jamur tiram putih yang dilakukan Kumbung Jamur Bapak Ramadin dapat dilihat pada Gambar 8.


(43)

30

Gambar 7. Alur Kegiatan Produksi Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin

a. Media Tanam

Bahan baku pembuatan media tanam atau baglog di kumbung jamur Bapak Ramadin adalah serbuk gergaji, tepung jagung, gipsum, dan molase. Serbuk gergaji terlebih dahulu diproses, yaitu dengan melakukan pengomposan atau fermentasi. Pengomposan dilakukan untuk menguraikan senyawa - senyawa di media tanam agar mudah diserap. Cara pengomposan yaitu dengan membuat tumpukan serbuk gergaji yang diatasnya ditaburi kapur. Proses pengomposan akan memudahkan jamur menyerap nutrisi dari baglog. Media hasil pengomposan kemudian dicampur dengan bahan lain. Media harus tercampur rata agar pertumbuhan jamur tumbuh dengan baik. Formulasi media dapat dilihat pada Tabel 8. Formulasi media tersebut dapat menghasilkan 2.000 baglog.

Tabel 8. Formulasi Media

Bahan Formula

Serbuk gergaji 2.000 kg

Tepung jagung 60 kg

Gipsum 20 kg

Molase 2 kg

Sumber : Pemilik Usaha (2012)

Pemeliharaan

Pemanenan jamur Inkubasi Inokulasi Pembuatan media tanam


(44)

31 Setelah tercampur rata media dimasukkan secara manual kedalam plastik polipropilen berukuran 20 cm x 35 cm. Kondisi baglog harus padat agar bibit yang ditanam dapat menjalar rata dan menampung nutrisi lebih banyak. Berat baglog rata – rata adalah 1.200 – 1.500 kg atau dengan ketinggian 20 cm. Plastik berisi media kemudian diikat menggunakan tali rapia dan siap untuk disterilisasi.

b. Sterilisasi

Sterilisasi bertujuan mematikan mikroba yang terdapat di dalam baglog. Alat sterilisasi yang digunakan di kumbung jamur Bapak Ramadin berupa steamer

yang mampu menghasilkan uap bertekanan tinggi. Suhu sterilisasi atau pemasakan yang ditetapkan yaitu 1000C dengan waktu 4 jam. Sumber bahan bakar steamer berupa gas, untuk satu kali pemasakan membutuhkan 4 tabung gas yang berisi 12 kg. Kapasitas steamer untuk satu kali pemasakan yaitu 3.000 baglog.

c. Inokulasi

Baglog yang sudah disterilisasi kemudian didinginkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan bibit. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses inokulasi adalah kebersihan, baik kebersihan alat, tempat, dan pekerja yang melakukan inokulasi. Bahan dan alat yang digunakan adalah bibit F2, alkohol, kapas, spatula, bunsen, dan korek api.

Kondisi ruangan inokulasi dan pekerja harus steril. Sebelum mulai bekerja, pekerja di kumbung jamur Bapak Ramadin harus memastikan kondisi ruangan dalam keadaan bersih. Selain itu, pekerja juga harus memakai pakaian yang bersih dan memakai masker. Sebelum memulai inokulasi, pekerja harus menyemprotkan alkohol pada kedua tangan dan baglog yang akan diinokulasi, setelah itu bunsen dinyalakan. Terlebih dahulu mulut botol yang berisi bibit dipanaskan dengan api, kemudian bibit dimasukkan kedalam baglog yang sudah dalam keadaan terbuka menggunakan spatula, lalu baglog ditutup dengan kapas tepat diatas bibit dan diikat kembali dengan tali rapia. Penutupan baglog bertujuan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan miselia jamur, karena miselia jamur tumbuh baik pada kondisi yang tidak terlalu banyak oksigen. Prinsip kerja steril adalah dekat


(45)

32 dengan sumber panas atau api. Selama bekerja pekerja dilarang bicara dan membuka masker agar kondisi steril tetap terjaga. Satu botol bibit dapat digunakan untuk 5 – 8 baglog.

d. Inkubasi

Pada usaha budidaya jamur tiram putih Bapak Ramadin, ruang inkubasi dibuat terpisah dari ruang pemeliharaan atau budidaya. Kapasitas kumbung inkubasi yaitu 10.000 baglog. Suhu yang dibutuhkan pada saat inkubasi yaitu 26 – 280C. Baglog yang sudah diinokulasi kemudian ditempatkan pada rak yang terdapat dalam kumbung inkubasi. Inkubasi dilakukan selama kurang lebih 30 hari atau sampai seluruh media ditumbuhi miselia. Selama masa inkubasi, kondisi kumbung dijaga agar tetap sejuk, lembab, dan bersih.

e. Pemeliharaan

Baglog yang seluruh bagiannya sudah ditumbuhi miselia dipindahkan ke kumbung pemeliharaan atau budidaya. Baglog di kumbung jamur Bapak Ramadin ditata dalam rak dengan posisi horizontal. Penutup baglog yang berupa kapas dibuka. Satu minggu kemudian, bakal tubuh buah akan terbentuk. Pertumbuhan tubuh buah ditandai dengan adanya bintik – bintik serat berwarna putih yang semakin hari akan bertambah besar dan siap untuk dipanen. Suhu optimum pada kumbung pemeliharaan yaitu 22 – 250C. Kondisi kumbung dijaga agar tetap bersih, sejuk, dan lembab. Kelembaban dijaga dengan melakukan penyiraman 2 – 3 kali sehari. Perawatan dilakukan dengan penyiraman, membuka mulut baglog, serta mengatasi baglog dari serangan hama dan penyakit.

f. Pemanenan

Pemanenan di kumbung jamur Bapak Ramadin dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur yang ada baik berukuran besar maupun kecil sampai ke akarnya untuk menghindari akar atau batang yang tertinggal. Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur sudah cukup besar. Setelah pemanenan maka baglog disiram dengan air agar tidak ada akar yang tertinggal atau pun hama yang melekat. Panen dilakukan satu kali dalam satu hari pada pagi hari pada


(46)

33 kondisi normal. Namun, pada kondisi musim hujan panen dilakukan pada siang hari karena kandungan air pada jamur tiram putih di pagi hari masih tinggi, sedangkan pada siang hari sudah mulai menurun. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan kualitas jamur tiram putih menurun karena umur simpannya akan semakin pendek. Penanganan pascapanen yaitu dengan membersihkan kotoran yang menempel pada bagian akar jamur menggunakan pisau atau gunting. Dengan cara tersebut, umur simpan jamur akan lebih lama dan penampilannya lebih menarik. Jamur yang telah dipanen kemudian dimasukkan kedalam plastik dengan berat 5 kg per plastik.

5.3. Sumber Daya Manusia

Tenaga kerja yang dimiliki oleh Bapak Ramadin berjumlah 20 orang yang terdiri dari 7 orang perempuan dan 13 orang laki – laki. Pekerja bekerja sesuai dengan divisi masing – masing yaitu 8 orang di divisi produksi baglog, 4 orang di divisi inokulasi, 3 orang di divisi pembuatan bibit F2 dan F3, dan 5 orang di divisi pemeliharaan atau budidaya jamur tiram putih.

Divisi produksi baglog bertanggung jawab mulai dari penerimaan bahan baku yang datang, penyimpanan, pengomposan, pengadukan, pengantongan, pengukusan (sterilisasi), pendinginan, hingga baglog siap untuk diinokulasi bibit. Divisi inokulasi bertanggung jawab melakukan inokulasi bibit jamur kedalam baglog dengan kondisi pekerja dan ruangan steril. Divisi pembuatan bibit F2 dan F3 bertanggung jawab dalam pembuatan bibit sesuai jumlah yang ditentukan oleh pemilik usaha dalam setiap minggunya. Divisi pemeliharaan atau budidaya bertanggung jawab mulai dari masa inkubasi baglog, panen, dan pasca panen atau pengemasan jamur yang siap untuk dijual. Seluruh tenaga kerja merupakan tenaga kerja tetap dengan sistem pemberian upah borongan yang dibayarkan pada setiap minggu. Struktur organisasi di Kumbung Jamur Bapak Ramadin dapat dilihat pada Gambar 7.


(47)

34

Gambar 8. Struktur Organisasi Kumbung Jamur Bapak Ramadin Pemilik Usaha

Divisi Produksi Baglog

Divisi Inokulasi Bibit

Divisi Pembuatan Bibit F2 dan F3

Divisi Pemeliharaan atau Budidaya


(48)

35

VI.

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH

6.1. Identifikasi Sumber Risiko Produksi

Faktor pendorong timbulnya sumber risiko produksi adalah tenaga kerja atau sumber daya manusia. Tenaga kerja tidak dikategorikan sebagai sumber risiko produksi tetapi faktor pendorong timbulnya risiko. Hal tersebut dikarenakan ketidakdisiplinan tenaga kerja tidak memberikan dampak langsung terhadap kegagalan proses produksi budidaya jamur tiram putih, namun memberikan kontribusi atas sumber risiko produksi. Menurut pemilik usaha bahwa pekerja dinilai memiliki keterampilan yang baik dan tingkat displin yang tinggi.

Sumber risiko pada usaha budidaya jamur tiram putih diantaranya sumber daya manusia, hama, penyakit, cuaca, kegagalan sterilisasi baglog, dan teknologi inkubasi. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan di lokasi budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin, terdapat tiga sumber risiko produksi yang mempengaruhi produktivitas jamur tiram putih. Sumber risiko tersebut dinilai memiliki dampak yang besar bagi pelaku usaha jika dibandingkan sumber risiko lainnya dan dinilai paling penting oleh pelaku usaha. Pada usaha budidaya jamur tiram putih Bapak Ramadin tidak ditemukan adanya hama dan tidak ada kesalahan dalam teknologi inkubasi. Sumber risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih Bapak Ramadin adalah kegagalan proses kegagalan sterilisasi baglog (pengukusan), penyakit, dan perubahan suhu udara pada kumbung.

1. Kegagalan Proses Sterilisasi Baglog (Pengukusan)

Proses sterilisasi baglog merupakan salah satu tahapan didalam proses produksi budidaya jamur tiram putih. Sterilisasi merupakan proses pengukusan baglog menggunakan steamer pada suhu 1000C dengan waktu empat jam. Pengukusan baglog bertujuan untuk melumpuhkan atau bahkan memusnahkan mikroba atau jamur liar yang terkandung pada bahan baku. Kegiatan pengukusan baglog di kumbung jamur Bapak Ramadin dilakukan setiap hari menggunakan

steamer berkapasitas 3.000 baglog.

Kegagalan baglog akibat sterilisasi yang tidak berhasil terjadi jika suhu pengukusan tidak mencapai 1000C dan waktu pengukusan kurang dari 4 jam. Jika hal tersebut terjadi maka tujuan sterilisasi tidak tercapai, karena terdapat mikroba


(49)

36 atau jamur liar yang tahan terhadap pemanasan suhu tinggi. Pengisian steamer

yang melebihi kapasitas juga mengakibatkan kegagalan sterilisasi karena kondisi ruang yang terlalu padat menyebabkan panas tidak menyebar merata ke seluruh bagian sehingga baglog tidak matang. Selain itu, kondisi plastik pembungkus yang bocor dan tidak tertutup rapat juga dapat menyebabkan kegagalan proses sterilisasi. Kegagalan pengukusan baglog dapat dilihat secara visual dengan indikator warna. Baglog yang berhasil dalam pengukusan berwarna cokelat sedangkan baglog yang gagal berwarna hitam, hijau, atau biru.

Kegagalan pada tahap pengukusan baglog umumnya 1 – 5 persen dari jumlah baglog yang disterilisasi atau 30 - 150 baglog dari 3.000 baglog dalam satu kali pengukusan. Kegagalan baglog akibat proses pengukusan terjadi di setiap siklus. Pada siklus pertama yaitu 300 baglog, siklus kedua yaitu 200 baglog, siklus ketiga yaitu 400 baglog, siklus keempat dan kelima masing – masing yaitu 100 baglog, dan siklus keenam yaitu 50 baglog.

2. Penyakit

Penyakit yang menyerang baglog pada budidaya jamur tiram putih dapat menurunkan produktivitas yang mengakibatkan kerugian. Faktor penyebab munculnya serangan penyakit diantaranya adalah jika pekerja dan ruangan tidak steril saat proses inokulasi bibit, kondisi kumbung tidak bersih, baglog setelah panen tidak dibersihkan, serta kualitas bahan baku dan formulasi yang kurang tepat. Penyakit yang menyerang baglog jamur pada usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak Ramadin disebabkan tumbuhnya jamur oncom atau

Neurospora sitophila. Karakter jamur neurospora akan menghambat pertumbuhan miselium dan tubuh buah bahkan dapat membuat miselium jamur tiram mati. Jamur ini termasuk jamur yang sulit dimatikan, karena karakter dari sporanya sendiri bersifat termofilik (mampu bertahan dalam suhu tinggi) dan mampu menyerang media baglog yang matang atau pun tidak. Indikator terdapatnya neurospora yaitu munculnya serbuk berwarna orange pada permukaan kapas penyumbat baglog. Pertumbuhan jamur neurospora disebabkan kandungan nutrisi yang tinggi pada media baglog jamur. Neurospora menyebar melalui udara atau terbawa oleh angin, sehingga baglog yang telah mengalami kontaminasi harus


(50)

37 segera dipisahkan atau dibuang agar tidak menyebar dan menyerang baglog lain yang berada dalam satu kumbung.

Kegagalan yang disebabkan oleh penyakit umumnya 0,5 – 3 persen dari jumlah baglog atau sekitar 15 – 90 baglog dari 3.000 baglog. Kerusakan baglog akibat penyakit pada siklus pertama yaitu 50 baglog, siklus kedua yaitu 100 baglog, siklus ketiga tidak ada baglog yang terserang penyakit, siklus keempat yaitu 300 baglog, siklus kelima yaitu 100 baglog, dan siklus keenam yaitu 80 baglog.

3. Perubahan suhu udara pada kumbung

Pada budidaya jamur tiram putih, suhu udara memegang peranan penting untuk mendapatkan pertumbuhan jamur yang optimal. Pada umumnya suhu optimal pertumbuhan jamur tiram yaitu 22 – 280C. Perubahan suhu udara pada kumbung yang ekstrim akan mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih. Perubahan suhu udara pada kumbung disebabkan adanya musim hujan dan kemarau yang terjadi. Pada peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau akan menyebabkan penurunan hasil panen jamur karena tubuh buah jamur tiram yang tumbuh kerdil, sehingga hasil panen tidak maksimal. Pada peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan akan menyebabkan kondisi jamur basah, sehingga pada saat akan dipanen kadar air yang terkandung dalam jamur tinggi. Jika kadar air yang terkandung tinggi maka kualitas jamur akan menurun karena umur simpannya pendek. Kondisi tersebut tidak dapat dihindari dan akan selalu berulang pada setiap tahunnya. Dampak dari kondisi tersebut adalah menurunkan harga jual jamur.

Kegagalan yang disebabkan oleh perubahan suhu umunya terjadi kurang lebih 15 persen. Pada sikuls pertama terdapat 500 baglog yang rusak atau 250 kg jamur, siklus kedua yaitu 1.300 baglog atau 650 kg jamur, siklus ketiga yaitu 200 baglog atau 100 kg jamur, siklus keempat yaitu 1.500 baglog atau 750 kg jamur, siklus kelima yaitu 600 baglog atau 300 kg jamur, dan siklus keenam yaitu 1.000 baglog atau 500 kg jamur.


(51)

38

6.2. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi

Setelah sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih teridentifikasi, selanjutnya adalah melakukan analisis probabilitas dari masing – masing sumber risiko. Analisis probabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing – masing sumber risiko. Data yang digunakan dalam analisis probabilitas adalah hasil wawancara dengan pemilik usaha. Data tersebut adalah data produksi atau panen jamur dan kegagalan baglog pada tahun 2009 sampai 2011. Data diperoleh dari pelaku usaha menggunakan metode recall. Metode recall adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dari pelaku usaha dengan cara mengingat kejadian di masa lampau. Namun, metode tersebut memiliki kelemahan yaitu berdasarkan ingatan atau pengalaman pelaku usaha yang belum tentu ditunjang dengan pencatatan data yang baik. Tetapi dalam penentuan jumlah data pada masa yang sudah lampau yang tidak memiliki catatan atau data yang pasti maka metode yang tepat untuk digunakan adalah metode recall. Penentuan jumlah, kondisi, dan batas nilai yang digunakan oleh pemilik usaha mengacu pada pengalaman terdahulu. Perhitungan analisis probabilitas terjadinya risiko dari masing – masing sumber risiko produksi diolah menggunakan metode nilai standar atau Z-score dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 3, sedangkan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi

No. Sumber Risiko Produksi Probabilitas (%)

1. Kegagalan sterilisasi baglog (pengukusan)

33,4

2. Penyakit 48,0

3. Perubahan suhu udara pada kumbung 38,2

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa nilai probabilitas masing – masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu penyakit sebesar 48 persen, perubahan suhu udara pada kumbung sebesar 38,2 persen, dan proses sterilisasi (pengukusan) sebesar 33,4 persen.


(52)

39 Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko proses sterilisasi (pengukusan) adalah 0,43. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi Z akan menunjukkan nilai 0,334. Nilai tersebut memiliki arti bahwa probabilitas rusaknya baglog akibat proses sterilisasi (pengukusan) yang melebihi batas normal yaitu 250 baglog adalah 33,4 persen. Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko penyakit adalah -0,05. Tanda negatif pada nilai Z diabaikan karena menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata – rata pada kurva distribusi Z normal. Nilai standar dari rata – rata pada distribusi normal adalah sama dengan nol. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi Z akan menunjukkan nilai 0,48. Nilai tersebut memiliki arti bahwa probabilitas rusaknya baglog akibat penyakit yang melebihi batas normal yaitu 100 baglog adalah 48 persen. Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko perubahan suhu udara pada kumbung adalah 0,30. Nilai tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi Z akan menunjukkan nilai 0,382. Nilai tersebut memiliki arti bahwa probabilitas rusaknya baglog akibat perubahan suhu udara pada kumbung yang melebihi batas normal yaitu 1.000 baglog adalah 38,2 persen.

6.3. Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi

Analisis dampak risiko yang dilakukan menggunakan metode VaR (value at risk) bertujuan mengetahui dampak kerugian yang ditimbulkan oleh masing – masing sumber risiko produksi dengan satuan mata uang rupiah. Nilai besarnya kerugian yang diperkirakan tentu tidak tepat sama dengan kondisi sebenarnya. Jika risiko produksi tersebut terjadi maka dilakukan penetapan besarnya kerugian dengan suatu tingkat kepercayaan.

Pada perhitungan dampak risiko produksi ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan yaitu 95 persen dan sisanya error yaitu 5 persen. Produktivitas jamur rata – rata yaitu 0,5 kg/baglog dan harga jual rata – rata yaitu Rp. 8.250 per kg. Perhitungan dampak dari masing – masing sumber risiko dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai Lampiran 6. Nilai hasil perhitungan dampak risiko dapat dilihat pada Tabel 10.


(53)

40

Tabel 10. Dampak Risiko dari Sumber Risiko Produksi

No. Sumber Risiko Produksi Dampak (Rp)

1. Kegagalan sterilisasi baglog

(pengukusan) 1.166.566

2. Penyakit 717.663

3. Perubahan suhu udara pada kumbung 4.894.127

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa dampak yang diakibatkan oleh masing – masing sumber risiko produksi dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu perubahan suhu udara pada kumbung sebesar Rp. 4.894.127, kegagalan sterilisasi baglog sebesar Rp. 1.166.566 , dan penyakit sebesar Rp. 717.663.

Dampak yang diakibatkan oleh sumber risiko kegagalan sterilisasi baglog (pengukusan) adalah Rp. 1.166.566 pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal tersebut berarti bahwa kerugian maksimal yang diderita akibat kegagalan sterilisasi baglog (pengukusan) adalah Rp. 1.166.566, namun kemungkinan kerugian di atas Rp. 1.166.566 sebesar 5 persen. Dampak yang diakibatkan oleh sumber risiko penyakit adalah Rp. 717.663 pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal tersebut berarti bahwa kerugian maksimal yang diderita akibat penyakit adalah Rp. 717.663, namun kemungkinan kerugian di atas Rp. 717.663 sebesar 5 persen. Dampak yang diakibatkan oleh sumber risiko perubahan suhu udara pada kumbung adalah Rp. 4.894.127 pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hal tersebut berarti bahwa kerugian maksimal yang diderita akibat perubahan suhu udara pada kumbung adalah Rp. 4.894.127, namun kemungkinan kerugian di atas Rp. 4.894.127 sebesar 5 persen.

6.4. Pemetaan Risiko Produksi

Penempatan risiko pada peta risiko didasarkan atas perkiraan posisinya berada dimana dari hasil perhitungan probabilitas dan dampak. Untuk mengetahui posisi yang sebenarnya maka perlu dihitung status risikonya. Status risiko diperoleh dari hasil perkalian antara probabilitas dan dampak. Status risiko menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko sampai dengan yang paling tidak berisiko. Nilai dari status risiko dapat dilihat pada Tabel 11.


(1)

50 Lampiran 3. Analisis Probabilitas Sumber Risiko Perubahan Suhu

Siklus Waktu Kegagalan (baglog)

1 Jan-Mei 2009 500

2 Jul-Nov 2009 1300

3 Jan-Mei 2010 200

4 Jul-Nov 2010 1500

5 Jan-Mei 2011 600

6 Jul-Nov 2011 1000

Total 5100

Rata-rata 850

St. Deviasi 501

X 1000

Z 0,30

Nilai pada Tabel Z 0,382

Probabilitas 38,2

Lampiran 4. Analisis Dampak Sumber Risiko Kegagalan Sterilisasi Baglog (Pengukusan)

Siklu

s Waktu

Kegagalan (baglog)

Kegagalan (kg)

Harga

(Rp/kg) Kerugian (Rp)

1 Jan-Mei 2009 300 150 8250 1.237.500

2 Jul-Nov 2009 200 100 8250 825.000

3 Jan-Mei 2010 400 200 8250 1.650.000

4 Jul-Nov 2010 100 50 8250 412.500

5 Jan-Mei 2011 100 50 8250 412.500

6 Jul-Nov 2011 50 25 8250 206.250

Total 4.743.750 Rata-rata 790.625 St. Deviasi 559.796

Z 1,645


(2)

51 Lampiran 5. Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit

Siklus Waktu Kerugian (Rp) 1 Jan-Mei 2009 206.250 2 Jul-Nov 2009 412.500

3 Jan-Mei 2010 0

4 Jul-Nov 2010 1.237.500 5 Jan-Mei 2011 412.500 6 Jul-Nov 2011 330.000 Total 2.598.750 Rata-rata 433.125 St. Deviasi 423.692

Z 1,645

VaR 717.663

Lampiran 6. Analisis Dampak Sumber Risiko Perubahan Suhu

Siklus Waktu Kerugian (Rp) 1 Jan-Mei 2009 2.062.500 2 Jul-Nov 2009 5.362.500 3 Jan-Mei 2010 825.000 4 Jul-Nov 2010 6.187.500 5 Jan-Mei 2011 2.475.000 6 Jul-Nov 2011 4.125.000 Total 21.037.500 Rata-rata 3.506.250 St. Deviasi 2.066.621

Z 1,645


(3)

52 Lampiran 7. Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak

Ramadin Tahun 2009 – 2011

Siklus Waktu Produksi Panen Produktivitas

(baglog) (kg) (kg/log)

1 Jan-Mei 2009 10000 5000 0,50

2 Jul-Nov 2009 10000 3000 0,30

3 Jan-Mei 2010 10000 6000 0,60

4 Jul-Nov 2010 10000 4000 0,40

5 Jan-Mei 2011 10000 5500 0,55


(4)

53 Lampiran 8. Dokumentasi Produksi Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur

Bapak Ramadin

Pengomposan Pencampuran Bahan

Pengemasan Baglog Baglog Siap Sterilisasi


(5)

54

Proses inokulasi Proses Inokulasi

Inkubasi Baglog Ruang Inkubasi Baglog


(6)

55

Pemanenan Termometer Suhu Kumbung

Pembersihan Jamur Proses Pengemasan