Pemerolehan Prefiks Bahasa Indonesia Pada Anak TK Usia 4—5 Tahun di Yayasan Perguruan Markus Medan

(1)

Lampiran I

DATA PERCAKAPAN

1. Percakapan Peneliti, dan Ru (konteks peneliti mengajak anak bercerita pada saat anak sedang mengerjakan tugas di dalam kelas)

Peneliti : Kau suka pelajaran apa Ruth? Ru : Gelas suka, bola suka.

Peneliti : Apa? Ru : Gelas suka.

Peneliti : Bukan, pelajaran seperti menulis, menggambar, dan menyanyi. Ru : Menulis suka, menyanyi suka, menari bisa.

Peneliti : Pandai kau nari?

Ru : Nari gini (memeragakan menortor). Peneliti : Oh tor- tor, dimana kau nortor?

Ru : Di gedung.

2. Percakapan Peneliti dengan Gr dan Ld (konteks peneliti bertanya mengenai kesukaan anak ketika anak sedang bermain)

Peneliti : Grace di rumah suka nonton apa?

Gr : Barbie, Marsha, Upin.

Peneliti : Kalau pelajaran suka pelajaran apa?

Gr : Pelajaran? (terdiam sejenak)

Ld : Saya suka pelajarannya menggambar, menulis.

Peneliti : Ooh, menggambar , menulis.

Gr : Aku sukanya baca.

Peneliti : Terus?

Ld : Membaca kau suka?


(2)

Peneliti : Terus?

Gr : Hitung.

3. Percakapan peneliti dengan Ld dan Gr (konteks anak bercerita film frozen)

Ld : Kak kan si Olaf di dekat api nyalahin api jadi tinggal tangannya

satu lagi yang disini, jadi kata si Ana awas jangan disitu! Nanti kau meleleh jadi hidungnya uda mau meleleh katanya nanti. Wekkk.

Peneliti : Hehehe.

Gr : Kak, kan si Olaf cabut hidungnya wortel tiba- tiba kepalanya meleleh, siap itu ditaruknya hidungnya, tangannya ada, semua badannya ada, kakinya sama tangannya ada. Macam mana itu

dibuat? Hidungnya ditaruk batu, siap itu batu semua tangannya.

4. Percakapan Peneliti dengan Al (konteks subjek penelitian sedang belajar menggambar)

Al : Salah, salah

Peneliti : Kenapa dek ?

Al : Salah

Peneliti : Jadi kalau salah mau diapakan?

Al : Dihapus (sambil merogo- rogo tempat pensil)

Peneliti : Apa yang kau ambil.

Al : Penghapus.

5. Percakapan Peneliti, Au, dan Al (konteks peneliti bercerita dengan subjek penelitian ketika jam istirahat)

Au : Kak aku juga bawa penggaris lagi. Peneliti : Iya.


(3)

Au : Setiap hari aku bawa.

Peneliti : Kenapa setiap hari kau bawa penggaris kan enggak ada belajar

menggaris.

Au : Kalau uda SD kan pakai penggaris, setiap hari kubawa untuk

sekolah SDku.

Peneliti : Ooh.

6. Percakapan Peneliti, Al, Gr, dan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek penelitian ketika di dalam kelas)

Al : Kak takut kali aku kak ada perampok.

Peneliti : Dimana ada perampok?

Al : Di kamar kakakku.

Peneliti : Di kamar kakakmu, ada perampok.

Ld : Perampok, di rumahku enggak ada pun perampok. Gr : Di rumahku pun enggak.

7. Percakapan peneliti dengan Al (konteks anak bercerita kepada peneliti tentang pengalamannya)

Al : Hari itu aku kenak duli (duri) kak.

Peneliti : Apamu yang kena duri?

Al : Tanganku.

Peneliti : Jadi tanganmu gimana?

Al : Berdarah.

Gr : Apamu yang sakit?


(4)

8. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan Ld mengenai pengalaman Ld)

Ld : Kak nanti pas di pantai, sama dek Lue nanti mainnya.

Peneliti :Main apa?

Ld : Dek Lue udah pandai berdiri.

Peneliti :Uda pandai berdiri?

Ld : Hm, dianya duluan lahir.

Peneliti : Jalan, uda pandai dia berjalan?

Ld : Udah.

Peneliti : Apa lagi uda pandai?

Ld : Enggak ada itu aja.

Peneliti : Berbicara udah bisa?

Ld : Udah, tapi enggak ngerti.

Peneliti : Enggak ngerti ngomongnya?

Ld : Hmm, orang pun enggak ngerti apa yang dia bilang.

9. Percakapan peneliti dengan Au ( konteks anak sedang bercerita ketika sedang belajar)

Au : Uda kerjakan! Jangan main- main.

Ld : Kau juga jangan main- main, bukan main kertas harusnya belajar, bukan

main kertas hehehe.


(5)

10. Percakapan peneliti dengan Gr (konteks peneliti mengajak subjek berbicara ketika subjek penelitian sedang belajar mencocok gambar)

Peneliti : Ini dicocok-cocok biar apa?

Gr : Biar terbuka dia.

Peneliti : Ooh, siap terbuka nanti diapain?

Gr : Ditempel.

Peneliti : Ditempel kemana?

Gr : Ini kan, siap kita tempel tarok disini.

Peneliti : Ooh.

Gr : Nanti kalau sudah siap ikuti warna ini. Ini warna biru, ini warna

coklat.

11. Percakapan peneliti dengan Al (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek penelitian di dalam kelas)

Peneliti : Kenapa kau selalu terlambat ke sekolah?

Al : Apa kak?

Peneliti : Kenapa kau selalu terlambat ke sekolah?

Al : Terlambat bangun.

Peneliti : Ooh, jangan terlambat lagi besok ya Baik?

Al : Iya kak.

Peneliti : Ambil ke depan majalahmu Albaik.


(6)

12. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek ketika subjek sedang belajar menggambar)

Ld : Ini masih tertutup.

Peneliti : Kalau tertutup harus diapakan?

Ld : Dikoyak biar terbuka, nanti koyak kayak gini bajunya kak.

Peneliti : Ooh gitu dek.

13. Percakapan peneliti dengan Au, Al, dan Gr (konteks subjek penelitian bercerita mengenai hadiah yang diperolehnya)

Au : Tapi lebih enak aku dikasih teman Bapakku apa.

Peneliti : Apa?

Au : Itu tas.

Peneliti : Kenapa kau dikasih tas?

Au : Gara-gara dapat buku si Ruth, baju si Ruth sama. Kau tak enak

aku paling enak.

Au : Eh, aku lebih enak dapat baju, dapat pinsil baru dapat baju si

Ruth.

Peneliti : Si Ruth? Maksudnya?

Au : Baju si Ruth enggak bisa digosok nanti hilang gambarnya.

Peneliti : Ada gambar si Ruth?

Au : Iya, Enggak boleh digosok nanti hilang gambarnya makanya

tinggal lipat aja. Enggak usah digosok.

Peneliti : Ooh digosok.


(7)

Peneliti : Kenapa?

Al : Aku enggak suka digosok bajuku.

Peneliti : Jadi enggak digosok bajumu?

Gr : Nanti kalau enggak digosok enggak jadi lembut.

Au : Iya jadi keras.

Peneliti : Kalau digosok jadi bajunnya gimana? Digosok gini pakai apa

digosok?

Au : Pakai gosokan.

Al : Pakai gosokan biar kering.

Au : Bukan salah biar lembut.

Gr : Digosok, disemprot udah digosok harum lembut jadinya.

14. Percakapan peneliti dengan Au, Gr dan Ld (konteks peneliti berbicara dengan subjek pada waktu anak belajar menggambar)

Peneliti : Terus dapat apa lagi kau?

Au : Si Ruth?

Gr : Tas si Ruth?

Peneliti : Tas sirup? Kayak mana tas sirup?

Gr : Si Ruth (dengan nada lantang).

Ld : Si Ruth bukan sirup, sirup itu untuk diminum.


(8)

15. Percakapan peneliti dengan Gr (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek saat subjek sedang belajar mencocok gambar)

Peneliti : Ini dicocok-cocok biar apa?

Gr : Biar terbuka dia.

Peneliti : Ooh, siap terbuka nanti diapain?

Gr : Ditempel.

Peneliti : Ditempel kemana?

Gr : Ini kan, siap kita tempel tarok disini.

Peneliti : Ooh.

Gr : Nanti kalau sudah siap ikuti warna ini. Ini warna biru, ini warna

coklat.

16. Percakapan peneliti dengan Ru, dan Ld (konteks subjek penelitian sedang belajar membuat gambar)

Ld : Ini pagarnya.

Ru : Pagarnya?

Ld : Pagarnya uda mau rebah. Hehehe

Ru : Dibakar rumahnya pakai mancis, ini mancisnya.

Peneliti : Kalau dibakar rumahnya jadi gimana?

Ru : Enggak punya rumahlah.

17.Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks subjek sedang bercerita mengenai kulkasnya)

Ld : Kulkasku udah dihias kak.


(9)

Ld : Di dalamnya udah dihias.

Peneliti : Apa yang dihias?

Ld : Telurnya dihias.

Peneliti : Dihias gimana Lady? Diwarnai telurnya?

Ld : Iya diwarnai.

18.Percakapan peneliti dengan Al (konteks peneliti bertanya alasan anak tidak masuk sekolah)

Peneliti : Oh iya, hari sabtu Albaik kenapa enggak sekolah?

Al : Aku sakit, aku enggak itu, enggak itu, aku enggak ikut lomba

mewarna. Batuk aku, siap itu muntah- muntah aku di rumahku.

Peneliti : Jadi enggak bisa sekolah lah ya?

Al : Iya nanti muntah-muntah aku, aku dikasih obat.

Peneliti : Obat apa dikasih?

Al : Obat demam biar sembuh.

19. Percakapan peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang bermain masak-masakan bersama LD di rumah)

Ld : Ini perlu loh kak. Peneliti : Kita untuk menggoreng.

Ld : Ini dicuci dulu, aih kenapa dia ini? Peneliti : Ini tersangkut.

Ld : Enggak bisa dibukak itu. Ini tempat bubur, buburnya dimasak

dulu kita buat dengan rapi. Eh ada piring?

Peneliti : Piring, itu aja piringnya. Ld : Ini untuk bawak gini, lihatlah. Peneliti : Jadi tempat apanya itu? Ld : Tempat untuk bawa.


(10)

20. Percakapan Peneliti, Gr, Au dan Al (konteks peneliti bercerita dengan subjek penelitian pada saat istirahat)

Peneliti : Grace kenapa sabtu enggak sekolah?

Gr : Enggak tahu ini, mamak enggak enak badan, enggak bisa diantar

kami.

Peneliti : Ooh. Aurel kenapa enggak sekolah hari sabtu?

Au : Ke rumah sakit.

Al : Aku pun ke rumah sakit.

Peneliti : Ngapain kau ke rumah sakit?

Al : Tengok kakakku.

Peneliti : Kakakmu yang mana?

Al : Kakak aku yang kedua.

Au : Tapi lebih enak aku, dikasih teman bapakku tas.

21. Percakapan Peneliti dengan Au (konteks peneliti bercerita dengan anak ketika anak sedang istirahat)

Peneliti : Aurel anak ke- berapa?

Au : Anak kesatu, adekku anak kedua.

Peneliti : Ada berapa orang kalian?

Au : Ada dua orang.

Peneliti : Dua-duanya perempuan.

Au : Iya.


(11)

Au : Enggak tahu.

22. Percakapan Peneliti, Ru dan Ld (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek penelitian ketika anak sedang belajar)

Ru : Eh, semalam itu kita enggak sekolahkan? yang ada gerhana

matahari enggak bisa keluar, aku lihat gerhana matahari gini aku di kreta Lady.

Ld : Aku pas keluar apa iih sinar kali enggak bisa enggak guna itu

pakai kacamata aku, enggak guna.

Peneliti : Kenapa enggak guna pakai kacamata?

Ld : Terang kali.

Peneliti : Oh, terang kali.

23. Percakapan Peneliti dengan Al (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek ketika anak sedang menggambar)

Al : Kak yang semalam itu kakak kok enggak datang?

Peneliti : Apa?

Al : Semalam itu kakak kok enggak datang? Peneliti : Iya, semalam sekolah dia Grace?

Gr : Enggak.

Peneliti : Bohong kau ya?

Al : Iya kok, sekolah aku.

Peneliti : Dimana kau duduk?

Al : Disini.


(12)

24. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti bertanya mengenai kesukaan subjek penelitian)

Peneliti : Lady paling suka ngapain? Ld : Paling suka menggambar. Peneliti : Menggambar, kenapa? Ld : Sebab, ada ide.

Peneliti : Ide itu apa?


(13)

Lampiran II

Data Subjek Penelitian

1. Nama: Lady Rain Jemima Silaen Umur: 5 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Pekerjaan Orangtua: Karyawan Swasta

2. Nama: Aurelia Mercia Pasarbu Umur: 4,5 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan Pekerjaan Orangtua:

3. Nama: Grace Lovely Ulina br. Simbolon Umur: 5 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan Pekerjan Orangtua: Wiraswasta

4. Nama: Ruth Hana Mei Fani Umur: 5 Tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Pekerjaan Orangtua: Karyawan Swasta

5. Nama: Albaik Chan Pasaribu Umur: 4,5 Tahun

Jenis Kelamin: Laki-Laki Pekerjaan Orangtua: Wiraswasta


(14)

Lampiran III


(15)

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyono, Bambang Yudi. Kristal- Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

Dardjowidjojo,Soenjono.2000.ECHA Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Dardjowidjojo,Soenjono.2003.Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mar’at, Sa su u iyati. 9. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.

Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Kajian Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksional). Bandung: Refika Aditama.

Ramlan. 1965. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono- Yogyakarta. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press. Skripsi

Listari. . Pemerolehan Morfologi bahasa Jawa Anak Usia Lima Tahun di Desa

Siala g Pa ora Labuha Batu Selata (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.

Manalu, Manna Maria Sopiana. . Pe eroleha Je is Kata Pada A ak Usia Lima Tahun di Taman Kanak- Kanak Kartika 1— Yo Ar ed Delitua (Skripsi). Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU.

Siregar, Paidu . . Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba Pada Pendidikan


(17)

Tesis

Gustia i gsih. . Pe eroleha Kali at Maje uk Bahasa I do esia Pada

Anak Usia Taman Kanak-Ka ak (Tesis). Medan: Sekolah Pascasarjana USU. Sari, No ita. . Pe eroleha Leksiko A ak Usia Tujuh Tahu di SD Negeri


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak di Yayasan Perguruan TK Helvetia di Jalan Wijaya Kesuma No. 161 Perumnas Helvetia.

3.1. 2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari tanggal 18 Maret 2016 sampai tanggal 20 Mei 2016.

3.2 Sumber data

Sumber data penelitian ini diperoleh dari tuturan bahasa Indonesia lisan anak TK usia 4—5 di Yayasan Perguruan TK Helvetia yang selanjutnya disebut sebagai subjek penelitian. Peneliti mengamati lima orang anak sebagai subjek penelitian, pengambilan subjek penelitian ini dilakukan dengan metode acak (random sampling) dari TK A dan TK B. TK A berjumlah dua orang dan TK B berjumlah tiga orang. Subjek yang diteliti tersebut berusia 4—5 tahun dan merupakan penutur asli bahasa Indonesia.


(19)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode simak dan metode cakap. Metode simak ini memiliki teknik dasar yaitu teknik sadap. Selanjutnya peneliti berpartisipasi dalam pembicaraan dan menyimak pembicaraan, dalam hal ini peneliti menerapkan teknik simak libat cakap yang merupakan teknik lanjutan dari metode simak (Sudaryanto, 1993: 133). Peneliti juga menggunakan metode cakap. Metode cakap ini memiliki teknik dasar yaitu teknik pancing. Teknik ini memiliki teknik lanjutan yaitu teknik rekam, yaitu merekam semua bahasa yang digunakan oleh anak usia 4— 5 tahun dengan alat perekam yaitu sebuah handphone Samsung dengan tipe J1 ace. Terakhir peneliti melakukan teknik catat untuk mencatat semua data yang diperlukan.

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul peneliti akan menganalisis data- data yang sudah terkumpul lalu mengklasifikasikan data tersebut berdasarkan jenis prefiks yang telah diperoleh anak. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto 1993: 13).

Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP. Adapun alat dari teknik pilah unsur penentu ini adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto,1993:13). Data yang dikumpulkan akan dipilah-pilah berdasarkan hasil percakapan yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan kata- kata yang memunyai afiks yang diucapkan oleh anak usia 4— 5 tahun. Teknik PUP ini peneliti gunakan untuk menganalisis permasalahan pertama. Kemudian dilanjutkan dengan teknik lanjutan yaitu teknik hubung banding menyamakan (Sudaryanto, 1993: 27). Teknik hubung banding menyamakan yaitu menyamakan dan membandingkan jenis prefiks yang telah diperoleh oleh anak di TK helvetia anak usia 4 — 5 tahun dengan yang paling


(20)

dominan anak gunakan dalam percakapan sehari-hari, teknik ini peneliti gunakan untuk menganalisis permasalahan kedua.

Analisi data dapat dilihat dari contoh percakapan di bawah ini:

Percakapan Peneliti dengan Au (Konteks Anak sedang belajar mencocokkan garis ke gambarnya, peristiwa ini terjadi di dalam kelas)

Au: Buk, aku enggak bisa membaca.

Guru: Enggak apa nak, kenal huruf-hurufnya saja dulu. Peneliti: Kenapa Aurel?

Au: Tak bisa membaca kak. Peneliti: Ooh, ini gambar apa? Au: Bintang.

Peneliti: Yang mana tulisan bintang? Au: Enggak tahu.

Peneliti: Bintang itu hurufnya yang ini b, i, n, t, a, n, g. Tariklah garisnya kesini. Pada percakapan di atas tampak bahwa Au telah telah memeroleh prefiks meN- dengan alomorf mem- yaitu membaca. Pemerolehan prefiks meN- ini sesuai dengan kaidah perubahan prefiks meN- yang ditetapkan oleh Putrayasa (2008). Tampak bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN- sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata

membaca.

Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky menyatakan bahwa otak manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak manusia dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan LAD (language

acquisition device). Dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima “ucapan- ucapan” dan data-data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus-rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Pada data di atas tampak bahwa anak sudah memiliki pemahaman dalam dirinya untuk mengucapkan kata membaca,


(21)

pemahaman anak ini menunjukkan bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN-, kompetensi anak ini sejalan dengan kognitif anak itu yang telah berkembang dengan baik sehingga anak telah mampu untuk mengucapkan kata membaca.

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Data

Setelah data dianalisis maka tahap berikutnya adalah penyajian hasil analisis data. Hasil analisis data disajikan dengan metode formal dan informal. Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda- tanda dan lambang- lambang, sedangkan metode penyajian informal adalah perumusan dengan menggunakan kata- kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Dengan menggunakan metode tersebut hasil analisis data akan dapat disajikan dengan baik dan pembaca dapat dengan mudah memahami.


(22)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemerolehan Prefiks Bahasa Indonesia pada Anak Usia 4 — 5 Tahun. Dalam perkembangannya setiap anak yang normal akan mengalami yang namanya pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak, ketika dia memeroleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa terjadi setelah seorang anak menguasai bahasa pertamanya atau bahasa ibunya, sedangkan pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang terjadi tanpa disadari atau alamiah.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bagi bangsa Indonesia oleh sebab itu bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari- hari oleh rakyat Indonesia. Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya proses pengimbuhan atau afiksasi. Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks (Putrayasa, 2008: 5). Robins 1992 (dalam Putrayasa, 2008: 7) mengemukakan, afiks dapat dibagi secara formal menjadi tiga kelas utama sesuai dengan posisi yang didudukinya dalam hubungan dengan morfem dasar, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks.

Prefiks (awalan), yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar. Contohnya: meN, peN-, ber-, ter-, di-, per-,dan se- ( Putrayasa, 2008:10). Bentuk pemerolehan prefiks bahasa Indonesia anak usia 4 — 5 tahun sebagai berikut:


(23)

4.1.1 Pemerolehan Prefiks meN- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun

Prefiks meN- mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi morfem yang mengikutinya. N (kapital) pada prefiks meN- tidak bersifat bebas, tetapi akan mengalami perubahan bentuk sesuai dengan inisial morfem yang mengikutinya. Prefiks meN- dapat berubah menjadi me-, mem-, men-, meny-,

meng-, dan menge- ( Putrayasa, 2008: 10). Berikut pemerolehan alomorf prefiks

meN- pada anak usia 4 — 5 tahun. Berikut contoh percakapan pemerolehan prefiks meN- pada anak usia 4 — 5 tahun.

1. Percakapan Peneliti, dan Ru (konteks peneliti mengajak anak bercerita pada saat anak sedang mengerjakan tugas di dalam kelas)

Peneliti : Kau suka pelajaran apa Ruth? Ru : Gelas suka, bola suka.

Peneliti : Apa? Ru : Gelas suka.

Peneliti : Bukan, pelajaran seperti menulis, menggambar, dan menyanyi. Ru : Menulis suka, menyanyi suka, menari bisa.

Peneliti : Pandai kau nari?

Ru : Nari gini (memeragakan menortor). Peneliti : Oh tor- tor, dimana kau nortor?

Ru : Di gedung.

Pada percakapan (1) di atas tampak bahwa Ru telah memeroleh prefiks meN- dengan alomorf men-, yaitu menulis dan menari, serta prefiks meN- dengan alomorf me-, yaitu menyanyi. Pemerolehan prefiks meN- ini sesuai dengan kaidah


(24)

perubahan yang ditetapkan oleh Putrayasa (2008), tampak bahwa anak sudah dapat memunculkan prefiks meN- yang menunjukkan bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN-.

Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky menyatakan bahwa otak manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak manusia dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan LAD (language

acquisition device). Dalam proses pemerolehan LAD menerima “ucapan- ucapan” dan data-data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Pada data di atas tampak bahwa anak sudah dapat mengucapkan kata menulis, menari dan menyanyi yang menunjukkan bahwa anak sudah memahami kata tersebut, pemahaman anak mengenai prefiks meN- ini menunjukkan bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya dan kompetensi ini menunjukkan bahwa kognitif anak juga telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah mampu untuk mengucapkan kata menulis, menari dan

menyanyi.

2. Percakapan Peneliti dengan Gr dan Ld (konteks peneliti bertanya mengenai kesukaan anak ketika anak sedang bermain)

Peneliti : Grace di rumah suka nonton apa? Gr : Barbie, Marsha, Upin.

Peneliti : Kalau pelajaran suka pelajaran apa? Gr : Pelajaran? (terdiam sejenak)

Ld : Saya suka pelajarannya menggambar, menulis. Peneliti : Ooh, menggambar , menulis.


(25)

Gr : Aku sukanya baca. Peneliti : Terus?

Ld : Membaca kau suka? Gr : Baca, ngeja, nulis. Peneliti : Terus?

Gr : Hitung.

Pada percakapan (2) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks meN- dengan alomorf meng- yaitu menggambar, prefiks meN- dengan alomorf men- yaitu menulis, dan prefiks meN- dengan alomorf mem- yaitu membaca. Kaidah perubahan prefiks meN- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN-.

Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky menyatakan bahwa otak manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak manusia dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan LAD (language

acquisition device). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini menerima ucapan-

ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Dari data di atas tampak bahwa anak sudah dapat mengucapkan kata menggambar yang menunjukkan bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN-, kompetensi anak ini sejalan dengan perkembangan kognitifnya sehingga anak sudah mampu mengucapkan kata menggambar, menulis, dan membaca.


(26)

3. Percakapan peneliti dengan Ld dan Gr (konteks anak bercerita film frozen)

Ld : Kak kan si Olaf di dekat api nyalahin api jadi tinggal tangannya

satu lagi yang disini, jadi kata si Ana awas jangan disitu! Nanti kau meleleh jadi hidungnya uda mau meleleh katanya nanti. Wekkk.

Peneliti : Hehehe.

Gr : Kak, kan si Olaf cabut hidungnya wortel tiba- tiba kepalanya meleleh, siap itu ditaruknya hidungnya, tangannya ada, semua badannya ada, kakinya sama tangannya ada. Macam mana itu

dibuat? Hidungnya ditaruk batu, siap itu batu semua tangannya.

Pada percakapan (3) di atas tampak bahwa Ld dan Gr telah memeroleh prefiks meN- dengan alomorf {me-}. Anak sudah dapat mengucapkan kata

meleleh dengan tepat. Kaidah perubahan prefiks ini sesuai dengan teori Putrayasa

(2008). Pada data di atas tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks meN- sehingga anak telah mampu mengucapkan kata meleleh.

Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky menyatakan bahwa otak manusia telah dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa, untuk itu otak manusia dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan LAD (language

acquisition device). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini menerima ucapan-

ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Pada data tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak telah mampu mengucapkan kata


(27)

4.1.2 Pemerolehan Prefiks peN- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun

Prefiks peN- juga mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi bentuk yang mengikutinya. Prefiks peN- dapat berubah menjadi pe-, pen-, pem-,

peng-, peny-, dan penge-. Berikut contoh percakapan pemerolehan prefiks peN-

pada anak usia 4 — 5 tahun.

4. Percakapan Peneliti dengan Al (konteks subjek penelitian sedang belajar menggambar)

Al : Salah, salah Peneliti : Kenapa dek ?

Al : Salah

Peneliti : Jadi kalau salah mau diapakan?

Al : Dihapus (sambil merogo- rogo tempat pensil) Peneliti : Apa yang kau ambil.

Al : Penghapus.

Pada percakapan (4) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks peN- dengan alomorf peng- yaitu penghapus. Perubahan prefiks peN- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa pada kata penghapus anak sudah memunculkan prefiks peN-, pemunculan prefiks peN- ini menunjukkan bahwa pada diri anak telah tertanam aturan yaitu prefiks peN- akan anak munculkan sebagai pembentuk nomina.

Berdasarkan teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak


(28)

manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut

language acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini

menerima ucapan- ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks peN-, kompetensi ini sejalan dengan kognitif anak yang telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah mampu mengucapkan kata penghapus.

5. Percakapan Peneliti, Au, dan Al (konteks peneliti bercerita dengan subjek penelitian ketika jam istirahat)

Au : Kak aku juga bawa penggaris lagi. Peneliti : Iya.

Au : Setiap hari aku bawa.

Peneliti : Kenapa setiap hari kau bawa penggaris kan enggak ada belajar

menggaris.

Au : Kalau uda SD kan pakai penggaris, setiap hari kubawa untuk

sekolah SDku.

Peneliti : Ooh.

Dari percakapan (5) di atas tampak bahwa Au telah memeroleh prefiks peN- dengan alomorf peng-. Kaidah perubahan prefiks peN- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa pada diri anak telah tertanam sebuah aturan yang menyatakan bahwa prefiks peN- akan anak munculkan sebagai pembentuk nomina.


(29)

Teori genetik kognitif didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini menerima ucapan-

ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata

penggaris, kompetensi anak ini menunjukkan bahwa kognitif anak telah

berkembang dengan baik sehingga anak telah mampu mengucapkan kata

penggaris.

6. Percakapan Peneliti, Al, Gr, dan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek penelitian ketika di dalam kelas)

Al : Kak takut kali aku kak ada perampok. Peneliti : Dimana ada perampok?

Al : Di kamar kakakku.

Peneliti : Di kamar kakakmu, ada perampok.

Ld : Perampok, di rumahku enggak ada pun perampok. Gr : Di rumahku pun enggak.

Pada percakapan (6) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks peN- yaitu perampok. Kaidah prefiks peN- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa pada diri anak sepertinya telah tertanam


(30)

aturannya yang menyatakan bahwa prefiks peN- akan anak munculkan sebagai pembentuk nomina, sehingga anak sudah memunculkan kata perampok.

Berdasarkan teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut

language acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini

menerima ucapan- ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak sudah dapat mengucapkan perampok yang menunjukkan bahwa anak telah memiliki kompetensi untuk mengucapkan kata tersebut dan kompetensi ini sejalan dengan kognitif anak yang telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah mampu mengucapkan kata perampok.


(31)

4.1.3 Pemerolehan Prefiks ber- pada Anak Usia 4 5 Tahun

Prefiks ber- juga dapat mengalami perubahan bentuk. Terdapat tiga bentuk yang terjadi jika prefiks ber- dilekatkan pada bentuk dasar. Ketiga bentuk tersebut adalah be-, ber-, dan bel-. Berikut contoh percakapan pemerolehan prefiks ber- pada anak usia 4 — 5 tahun.

7. Percakapan peneliti dengan Al (konteks anak bercerita kepada peneliti tentang pengalamannya)

Al : Hari itu aku kenak duli (duri) kak. Peneliti : Apamu yang kena duri?

Al : Tanganku.

Peneliti : Jadi tanganmu gimana? Al : Berdarah.

Gr : Apamu yang sakit?

Al : Udah enggak sakit, uda sembuh.

Pada percakapan (7) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks ber- yaitu berdarah. Kaidah prefiks ber- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008) Dari data tampak bahwa sepertinya pada diri anak telah tertanam aturan yang sepertinya menyatakan bahwa untuk bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks ber- agar berstatus verba, anak memunculkan prefiks ber- secara utuh.

Berdasarkan teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut


(32)

language acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD ini

menerima ucapan- ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus- rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa kognitif dan LAD anak telah memadai sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata berdarah.

8. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan Ld mengenai pengalaman Ld)

Ld : Kak nanti pas di pantai, sama dek Lue nanti mainnya. Peneliti :Main apa?

Ld : Dek Lue udah pandai berdiri. Peneliti :Uda pandai berdiri?

Ld : Hm, dianya duluan lahir.

Peneliti : Jalan, uda pandai dia berjalan?

Ld : Udah.

Peneliti : Apa lagi uda pandai? Ld : Enggak ada itu aja. Peneliti : Berbicara udah bisa? Ld : Udah, tapi enggak ngerti. Peneliti : Enggak ngerti ngomongnya?

Ld : Hmm, orang pun enggak ngerti apa yang dia bilang.

Pada percakapan (8) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks ber- yaitu berdiri. Kaidah perubahan prefiks ber- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks ber- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks ber- agar berstatus verba.


(33)

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). LAD ini menerima ucapan- ucapan dan data- data lain

yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memeroleh prefiks ber- yang menunjukkan bahwa kognitif dan LAD anak telah berkembang dengan baik sehingga anak telah dapat mengucapkan kata berdiri.

9. Percakapan peneliti dengan Au ( konteks anak sedang bercerita ketika sedang belajar)

Au : Uda kerjakan! Jangan main- main.

Ld : Kau juga jangan main- main, bukan main kertas harusnya belajar, bukan

main kertas hehehe.

Au : Kau pun main kertas.

Pada percakapan (9) di atas tampak bahwa Ld sudah memeroleh prefiks ber- yaitu belajar. Kaidah perubahan prefiks ber- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Berdasarkan data tampak bahwa anak sudah memunculkan prefiks ber- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar bentuk tersebut berstatus verba.

Berdasarkan teori genetik kognitif Chomsky dinyatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa untuk itu otak manusia telah


(34)

dilengkapi dengan struktur universal dan LAD. Dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima “ucapan-ucapan” dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak telah dapat mengucapkan dengan benar kata belajar.


(35)

4.1.4 Pemerolehan Prefiks ter- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun

Prefiks ter- mempunyai alomorf ter- dan tel-. Bentuk tel- hanya terjadi pada kata-kata tertentu seperti telanjur dan telentang. Berikut contoh percakapan pemerolehan prefiks ter- pada anak usia 4 — 5 tahun.

10. Percakapan peneliti dengan Gr (konteks peneliti mengajak subjek berbicara ketika subjek penelitian sedang belajar mencocok gambar)

Peneliti : Ini dicocok-cocok biar apa? Gr : Biar terbuka dia.

Peneliti : Ooh, siap terbuka nanti diapain?

Gr : Ditempel.

Peneliti : Ditempel kemana?

Gr : Ini kan, siap kita tempel tarok disini. Peneliti : Ooh.

Gr : Nanti kalau sudah siap ikuti warna ini. Ini warna biru, ini warna

coklat.

Pada percakapan (10) di atas tampak bahwa Gr telah memeroleh prefiks ter- yaitu terbuka. Kaidah prefiks ter- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa sepertinya pada diri anak telah tertanam sebuah aturan yang menyatakan bahwa pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar bentuk tersebut berstatus verba, maka anak akan memunculkan prefiks tersebut.

Berdasarkan teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak


(36)

manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut

language acquisition device (LAD). Pada proses pemerolehan bahasa LAD

menerima masukan berupa ucapan-ucapan dan data-data yang berkaitan, lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah memungkinkan anak untuk menggunakan prefiks ter- sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata terbuka.

11. Percakapan peneliti dengan Al (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek penelitian di dalam kelas)

Peneliti : Kenapa kau selalu terlambat ke sekolah?

Al : Apa kak?

Peneliti : Kenapa kau selalu terlambat ke sekolah? Al : Terlambat bangun.

Peneliti : Ooh, jangan terlambat lagi besok ya Baik? Al : Iya kak.

Peneliti : Ambil ke depan majalahmu Albaik. Al : Iya kak.

Pada percakapan (11) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks ter- yaitu terlambat. Perubahan prefiks ter- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks ter-, pemunculan prefiks ter- ini tampaknya dilakukan anak pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus verba.


(37)

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Pada proses pemerolehan bahasa LAD menerima

ucapan- ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa keluaran anak adalah anak sudah dapat mengucapkan kata terlambat. Tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah memadai sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata

terlambat.

12. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang berbicara dengan subjek ketika subjek sedang belajar menggambar)

Ld : Ini masih tertutup.

Peneliti : Kalau tertutup harus diapakan?

Ld : Dikoyak biar terbuka, nanti koyak kayak gini bajunya kak. Peneliti : Ooh gitu dek.

Pada percakapan (12) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks ter- yaitu terbuka dan tertutup. Kaidah prefiks ter- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Dari data tampak bahwa anak sudah dapat mengucapkan kata

tertutup dan terbuka, hal ini menunjukkan anak telah memiliki kompetensi dalam

dirinya sehingga sudah dapat mengucapkan kata tersebut.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak


(38)

manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Pada pemerolehan bahasa LAD ini menerima ucapan-

ucapan dan data- data lain yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Dari data tampak bahwa LAD anak telah berkembang dengan baik, dan kognitif anak juga telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah mampu untuk mengucapkan kata tertutup dan terbuka.


(39)

4.1.5 Pemerolehan Prefiks di- pada Anak Usia 4 — 5 Tahun

Prefiks di- tidak pernah mengalami perubahan bentuk ketika dilekatkan dengan bentuk lain. Berikut contoh percakapan pemerolehan prefiks pada anak usia 4 — 5 tahun.

13. Percakapan peneliti dengan Au, Al, dan Gr (konteks subjek penelitian bercerita mengenai hadiah yang diperolehnya)

Au : Tapi lebih enak aku dikasih teman Bapakku apa. Peneliti : Apa?

Au : Itu tas.

Peneliti : Kenapa kau dikasih tas?

Au : Gara-gara dapat buku si Ruth, baju si Ruth sama. Kau tak enak

aku paling enak.

Au : Eh, aku lebih enak dapat baju, dapat pinsil baru dapat baju si

Ruth.

Peneliti : Si Ruth? Maksudnya?

Au : Baju si Ruth enggak bisa digosok nanti hilang gambarnya. Peneliti : Ada gambar si Ruth?

Au : Iya, Enggak boleh digosok nanti hilang gambarnya makanya

tinggal

lipat aja. Enggak usah digosok.

Peneliti : Ooh digosok.

Al : Bajuku enggak digosok. Peneliti : Kenapa?

Al : Aku enggak suka digosok bajuku. Peneliti : Jadi enggak digosok bajumu?


(40)

Au : Iya jadi keras.

Peneliti : Kalau digosok jadi bajunnya gimana? Digosok gini pakai apa

digosok?

Au : Pakai gosokan.

Al : Pakai gosokan biar kering. Au : Bukan salah biar lembut.

Gr : Digosok, disemprot udah digosok harum lembut jadinya.

Pada percakapan (13) di atas tampak bahwa Au telah memeroleh prefiks di- yaitu dikasih dan digosok. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Berdasarkan data di atas tampak bahwa pada diri anak telah tertanam aturan yang sepertinya menyatakan bahwa anak akan memunculkan prefiks di pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus verba.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). LAD ini pada proses pemerolehan bahasa menerima

masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan itu yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif Chomsky, tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah mampu untuk mengucapkan kata dikasih.


(41)

Pada percakapan (13) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks di- yaitu digosok. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks di- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks di- agar berstatus verba.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Pada proses pemerolehan bahasa LAD memeroleh

masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas anak sudah dapat mengucapkan kata digosok yang menunjukkan bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk mengucapkan kata digosok.

Pada percakapan (13) di atas tampak bahwa Gr telah memeroleh prefiks di- yaitu digosok dan disemprot. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk mengucapkan kata digosok dan disemprot yang menunjukkan bahwa pada diri anak sepertinya telah tertanam sebuah aturan yang menyatakan bahwa prefiks di- akan anak munculkan sebagai pembentuk verba.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak


(42)

manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). LAD ini dalam proses pemerolehan bahasa menerima

masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif Chomsky tampak bahwa anak sudah dapat mengucapkan kata digosok dan

disemprot yang menunjukkan bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang

dengan baik sehingga memungkinkan anak untuk mengucapkan kata tersebut.

14. Percakapan peneliti dengan Au, Gr dan Ld (konteks peneliti berbicara dengan subjek pada waktu anak belajar menggambar)

Peneliti : Terus dapat apa lagi kau?

Au : Si Ruth?

Gr : Tas si Ruth?

Peneliti : Tas sirup? Kayak mana tas sirup? Gr : Si Ruth (dengan nada lantang).

Ld : Si Ruth bukan sirup, sirup itu untuk diminum. Au : Iya, aku dapat tas si Ruth, baju si Ruth.

Pada percakapan (14) di atas tampak Ld telah memeroleh prefiks di- yaitu

diminum. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data

tampak bahwa anak telah dapat mengucapkan kata diminum yang menunjukkan bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk mengucapka kata tersebut, dan pemunculan prefiks di- ini menunjukkan bahwa anak akan memunculkan prefiks di- sebagai pembentuk verba.


(43)

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD), LAD dalam proses pemerolehan bahasa menerima

masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut. Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif Chomsky tampak bahwa LAD yang merupakan bekal kodrati dan kognitif anak yang telah berkembang dengan baik inilah yang memampukan anak untuk mengucapkan kata diminum.

15. Percakapan peneliti dengan Gr (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek saat subjek sedang belajar mencocok gambar)

Peneliti : Ini dicocok-cocok biar apa? Gr : Biar terbuka dia.

Peneliti : Ooh, siap terbuka nanti diapain?

Gr : Ditempel.

Peneliti : Ditempel kemana?

Gr : Ini kan, siap kita tempel tarok disini. Peneliti : Ooh.

Gr : Nanti kalau sudah siap ikuti warna ini. Ini warna biru, ini warna

coklat.

Pada percakapan (15) di atas tampak bahwa Gr telah memeroleh prefiks di- yaitu ditempel. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks di- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus verba.


(44)

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Pada pemerolehan bahasa LAD ini menerima masukan

berupa ucapan- ucapan dan data- data masukan yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata ditempel.

16. Percakapan peneliti dengan Ru, dan Ld (konteks subjek penelitian sedang belajar membuat gambar)

Ld : Ini pagarnya.

Ru : Pagarnya?

Ld : Pagarnya uda mau rebah. hehehe

Ru : Dibakar rumahnya pakai mancis, ini mancisnya. Peneliti : Kalau dibakar rumahnya jadi gimana?

Ru : Enggak punya rumahlah.

Pada percakapan (16) di atas tampak bahwa Ru telah memeroleh prefiks di- yaitu dibakar. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan kaidah dalam teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa pada diri anak telah ada kompetensi mengenai penggunaan prefiks di- sehingga anak telah mampu mengucapkan kata dibakar. Pada data tampak bahwa sepertinya telah tertanam


(45)

sebuah aturan pada diri anak yang menyatakan bahwa anak akan memunculkan prefiks di- sebagai pembentuk verba.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD), LAD ini dalam proses pemerolehan bahasa menerima

masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks di-, hal ini menunjukkan bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata dibakar.

17.Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks subjek sedang bercerita mengenai kulkasnya)

Ld : Kulkasku udah dihias kak. Peneliti : Iya, Lady apa yang dihias? Ld : Di dalamnya udah dihias. Peneliti : Apa yang dihias?

Ld : Telurnya dihias.

Peneliti : Dihias gimana Lady? Diwarnai telurnya? Ld : Iya diwarnai.

Pada percakapan (17) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks di- yaitu dihias. Prefiks di- sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data di


(46)

atas tampak bahwa anak sudah memunculkan prefiks pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus verba.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Pada proses pemerolehan bahasa LAD ini menerima

masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memiliki kemampuan dalam dirinya untuk memunculkan prefiks di- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks. Hal ini menunjukkan bahwa kognitif dan LAD anak telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata dihias.

18.Percakapan peneliti dengan Al (konteks peneliti bertanya alasan anak tidak masuk sekolah)

Peneliti : Oh iya, hari sabtu Albaik kenapa enggak sekolah?

Al : Aku sakit, aku enggak itu, enggak itu, aku enggak ikut lomba

mewarna. Batuk aku, siap itu muntah- muntah aku di rumahku.

Peneliti : Jadi enggak bisa sekolah lah ya?

Al : Iya nanti muntah-muntah aku, aku dikasih obat. Peneliti : Obat apa dikasih?


(47)

Pada percakapan (18) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks di- yaitu dikasih. Kaidah prefiks di- ini sesuai dengan yang ditetapkan dalam teori Putrayasa (2008). Pada data tampak bahwa anak telah dapat memunculkan prefiks di-, hal ini sepertinya menunjukkan bahwa pada diri anak telah tertanam sebuah aturan yang menyatakan bahwa apabila sebuah bentuk tersebut memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus verba maka anak akan memunculkan prefiks tersebut.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima

masukan berupa ucapan-ucapan dan data-data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif Chomsky tampak bahwa anak sudah dapat mengucapkan kata dikasih, hal ini menunjukkan bahwa kognitif dan LAD anak telah memungkinkan anak untuk memeroleh prefiks di- sehingga anak telah dapat mengucapkan kata dikasih.

19. Percakapan peneliti dengan Ld (konteks peneliti sedang bermain masak-masakan bersama LD di rumah)

Ld : Ini perlu loh kak. Peneliti : Kita untuk menggoreng.


(48)

Peneliti : Ini tersangkut.

Ld : Enggak bisa dibukak itu. Ini tempat bubur, buburnya dimasak

dulu kita buat dengan rapi. Eh ada piring?

Peneliti : Piring, itu aja piringnya. Ld : Ini untuk bawak gini, lihatlah. Peneliti : Jadi tempat apanya itu? Ld : Tempat untuk bawa.

Pada percakapan (19) di atas tampak bahwa Ld telah memeroleh prefiks di- yaitu dicuci, dibuka dan dimasak. Kaidah pembentukan prefiks di- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Pada data di atas tampak bahwa anak telah mampu memunculkan prefiks di- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus verba.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD), LAD ini dalam proses pemerolehan bahasa menerima

masukan berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan lalu membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif Chomsky tampak bahwa LAD memberi pengaruh yang besar terhadap kemampuan berbahasa anak, sehingga tampak bahwa LAD dan kognitif anak ini telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata dicuci, dibuka dan dimasak.


(49)

4.1.6 Pemerolehan Prefiks ke-

Prefiks ke- tidak mengalami perubahan bentuk pada saat digabungkan dengan bentuk dasar. Berikut contoh pemerolehan prefiks ke- pada anak usia 4 — 5 tahun.

20. Percakapan Peneliti, Gr, Au dan Al (konteks peneliti bercerita dengan subjek penelitian pada saat istirahat)

Peneliti : Grace kenapa sabtu enggak sekolah?

Gr : Enggak tahu ini, mamak enggak enak badan, enggak bisa diantar

kami.

Peneliti : Ooh. Aurel kenapa enggak sekolah hari sabtu? Au : Ke rumah sakit.

Al : Aku pun ke rumah sakit. Peneliti : Ngapain kau ke rumah sakit? Al : Tengok kakakku.

Peneliti : Kakakmu yang mana? Al : Kakak aku yang kedua.

Au : Tapi lebih enak aku, dikasih teman bapakku tas.

Pada data percakapan (20) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks ke- yaitu kedua. Kaidah prefiks ke- ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Dari data di atas tampak bahwa pada diri anak telah ada kompetensi mengenai penggunaan prefiks ke- sehingga anak telah mampu mengucapkan kata

kedua.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak


(50)

manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima

masukan berupa ucapan–ucapan dan data-data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Jika dihubungkan dengan teori genetik kognitif Chomsky tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik, sehingga LAD dan kognitif ini lah yang memungkinkan anak untuk dapat mengucapkan kata kedua.

21. Percakapan Peneliti dengan Au (konteks peneliti bercerita dengan anak ketika anak sedang istirahat)

Peneliti : Aurel anak ke- berapa?

Au : Anak kesatu, adekku anak kedua. Peneliti : Ada berapa orang kalian?

Au : Ada dua orang.

Peneliti : Dua-duanya perempuan.

Au : Iya.

Peneliti : Bapak bekerja dimana? Au : Enggak tahu.

Pada percakapan (21) di atas tampak bahwa Au telah memeroleh prefiks ke- yaitu kesatu dan kedua. Kaidah pembentukan prefiks ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Berdasarkan data tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks ke- sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata kesatu dan kedua.


(51)

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD. Dalam pemerolehan bahasa LAD memeroleh masukan

berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata kesatu dan kedua.


(52)

4.1.7 Pemerolehan Prefiks se-

Prefiks se- berasal dari kata sa yang berarti satu, tetapi karena tekanan struktur kata, vokal a dilemahkan menjadi e. Bentuk awalan se- tidak mengalami perubahan atau variasi bentuk.

22. Percakapan Peneliti, Ru dan Ld (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek penelitian ketika anak sedang belajar)

Ru : Eh, semalam itu kita enggak sekolahkan? yang ada gerhana

matahari enggak bisa keluar, aku lihat gerhana matahari gini aku di kreta Lady.

Ld : Aku pas keluar apa iih sinar kali enggak bisa enggak guna itu

pakai kacamata aku, enggak guna.

Peneliti : Kenapa enggak guna pakai kacamata? Ld : Terang kali.

Peneliti : Oh, terang kali.

Pada percakapan (22) di atas tampak bahwa Ru telah memeroleh prefiks

se- yaitu semalam. Prefiks se- ini mengikuti teori Putrayasa (2008). Dari data di

atas tampak bahwa pada diri anak telah ada kompetensi mengenai penggunaan prefiks se- sehingga anak telah mampu mengucapkan kata semalam. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memunculkan prefiks se- pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus nomina.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia


(53)

telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD), pada pemerolehan bahasa LAD menerima masukan

berupa ucapan-ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya yang menunjukkan bahwa anak telah memiliki kognitif yang memadai sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata semalam.

23. Percakapan Peneliti dengan Al (konteks peneliti sedang bercerita dengan subjek ketika anak sedang menggambar)

Al : Kak yang semalam itu kakak kok enggak datang? Peneliti : Apa?

Al : Semalam itu kakak kok enggak datang? Peneliti : Iya, semalam sekolah dia Grace?

Gr : Enggak.

Peneliti : Bohong kau ya? Al : Iya kok, sekolah aku. Peneliti : Dimana kau duduk?

Al : Disini.

Peneliti : Ooh, enggak kakak tengok Albaik.

Pada percakapan (23) di atas tampak bahwa Al telah memeroleh prefiks

se- yaitu semalam. Kaidah prefiks ini sesuai dengan teori Putrayasa (2008). Dari

data di atas tampak bahwa pada diri anak telah tertanam sebuah aturan yang menyatakan bahwa anak akan memunculkan prefiks pada bentuk yang memang wajib menggunakan prefiks agar berstatus nomina.


(54)

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD). Dalam pemerolehan bahasa LAD menerima masukan

berupa ucapan- ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra sebagai masukan dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirnya. Kompetensi merupakan proses penguasaan tata bahasa yang terjadi secara alami, dan kompetensi ini perlu dibina agar anak memiliki performansi dalam berbahasa. Kompetensi anak tersebut menunjukkan bahwa LAD dan kognitif anak telah berkembang dengan baik sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata semalam.

24. Percakapan Peneliti dengan Ld (konteks peneliti bertanya mengenai kesukaan subjek penelitian)

Peneliti : Lady paling suka ngapain? Ld : Paling suka menggambar. Peneliti : Menggambar, kenapa? Ld : Sebab, ada ide.

Peneliti : Ide itu apa?

Ld : Sesuatu.

Pada percakapan (24) di atas tampak bahwa Ld sudah memeroleh prefiks se- yaitu sesuatu. Pembentukan prefiks se- ini sesuai dengan teori yang


(55)

ditetapkan oleh Putrayasa (2008). Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak sudah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk menggunakan prefiks se- sehingga anak sudah dapat mengucapkan sesuatu.

Teori genetik kognitif ini didasarkan pada satu hipotesis yang disebut hipotesis nurani (the innatess hypothesist). Hipotesis ini mengatakan bahwa otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk berbahasa. Untuk itu otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa universal dan apa yang disebut language

acquisition device (LAD), dalam proses pemerolehan bahasa LAD menerima

masukan berupa ucapan dan data- data yang berkaitan melalui pancaindra dan membentuk rumus linguistik berdasarkan masukan tersebut yang kemudian dinuranikan sebagai keluaran. Berdasarkan data di atas tampak bahwa anak telah memiliki kompetensi dalam dirinya untuk mengucapkan kata sesuatu, kompetensi anak tersebut menunjukkan bahwa kognitif anak telah memadai sehingga anak sudah dapat mengucapkan kata sesuatu.


(56)

4.2 Pemerolehan Prefiks yang Paling Dominan Digunakan Anak Usia 4 — 5 Tahun

Prefiks meN- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian sebagai berikut:

a. Ruth telah memeroleh prefiks meN- dengan tiga alomorf yaitu {men-} contoh: menulis, dan menari, dan alomorf {me-} contoh: menyanyi,

b. Lady telah memeroleh prefiks meN- dengan empat alomorf yaitu alomorf {meng} contoh: menggambar, alomorf {me} contoh: meleleh, alomorf {mem-} contoh: membuat, membaca dan alomorf {men-} contoh: menulis.

c. Grace telah memeroleh prefiks meN- dengan sebuah alomorf {me-} contoh: meleleh.

Prefiks peN- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian sebagai berikut:

a. Aurel telah memeroleh prefiks peN- dengan sebuah alomorf {peng-} contoh: penggaris.

d. Lady telah memeroleh prefiks peN- dengan sebuah alomorf {pe-} contoh: perampok

c. Albaik telah memeroleh prefiks peN- dengan sebuah alomorf {peng} yaitu penghapus.


(57)

Prefiks ber- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian sebagai berikut:

a. Lady telah memeroleh prefiks {ber-} dengan dua alomorf yaitu alomorf {ber-} contoh: berdiri, dan alomorf {bel} contoh: belajar.

b. Albaik telah memeroleh prefiks {ber-} dengan sebuah alomorf {ber-} contoh berdarah.

Prefiks ter- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian sebagai berikut:

a. Grace telah memeroleh sebuah prefiks {ter-} contoh: terbuka.

b.Lady telah memeroleh sebuah prefiks {ter-} contoh: tertutup, terbuka.

c. Albaik telah memeroleh sebuah prefiks {ter-} contoh: terlambat.

Prefiks di- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian sebagai berikut:

a. Ruth telah memeroleh sebuah prefiks {di-} contoh: dibakar.

b. Aurel telah memeroleh sebuah prefiks {di-} contoh: dikasih dan digosok.

c. Grace telah memeroleh sebuah prefiks {di-} contoh: ditempel, digosok dan disemprot.

d. Lady telah memeroleh sebuah prefiks di- contoh: diminum, dihias, dicuci, dibuka, dan dimasak.


(58)

Prefiks ke- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian sebagai berikut:

a. Aurel telah memeroleh sebuah prefiks {ke-} contoh kesatu dan kedua.

b. Albaik telah memeroleh sebuah prefiks {ke-} contoh kedua.

Prefiks se- yang telah diperoleh dari data percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian sebagai berikut:

a. Ruth telah memeroleh sebuah prefiks {se-} contoh semalam.

b. Albaik telah memeroleh sebuah prefiks {se-} contoh semalam.

c. Lady telah memeroleh sebuah prefiks {se-} contoh sesuatu.

Data pemerolehan prefiks yang telah diperoleh oleh anak usia 4 — 5 tahun akan dipaparkan ke dalam tabel di bawah ini.

No Prefiks yang Diperoleh Anak usia 4-5 tahun Jumlah kata yang telah diperoleh

1 Prefiks meN- 9

2 Prefiks peN- 3

3 Prefiks ber- 3

4 Prefiks ter- 4

5 Prefiks di- 13

6 Prefiks ke- 3


(59)

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa prefiks yang paling dominan digunakan oleh anak adalah prefiks di- dengan jumlah 11. Jumlah ini menunjukkan bahwa anak usia 4— 5 tahun, lebih sering menggunakan prefiks di- dibandingkan dengan prefiks lainnya, karena prefiks ini adalah prefiks yang paling mudah dipahami oleh anak sehingga anak lebih banyak menggunakan prefiks di- dalam percakapan sehari-hari.

Dalam pemerolehan bahasa, lingkungan memberi pengaruh kepada pemerolehan bahasa anak, tetapi yang paling berperan penting dalam pemerolehan bahasa anak adalah LAD yang dimiliki setiap anak yang merupakan bawaan lahir. LAD ini lah yang memungkinkan anak untuk memeroleh bahasa ibunya walaupun masukan yang diterima anak dari lingkungannya berupa ucapan- ucapan penuh dengan kalimat- kalimat yang salah, tidak lengkap, dan dengan struktur yang tidak gramatikal, namun anak tetap dapat menguasai bahasa ibunya.


(60)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh penulis di lapangan, dapat ditarik simpulan bahwa anak usia 4 — 5 tahun telah memeroleh prefiks formal meN-, peN-, ber-, ter-, di-, ke-, dan se-. Pada pemerolehan prefiks meN- tampak bahwa pada diri anak telah tertanam sebuah aturan yang menyatakan bahwa apabila N- pada meN- tidak dapat diluluhkan maka meN- akan anak muncul secara utuh. Pada pemerolehan prefiks peN-, tampak bahwa frekuensi penggunaan prefiks ini masih sangat rendah anak baru akan memunculkan prefiks ini sebagai pembentuk nomina misalnya penghapus, penggaris,dan perampok. Pada pemerolehan prefiks ber- tampak bahwa frekuensi penggunaan prefiks ini masih rendah, anak baru akan memunculkan prefiks ini sebagai pembentuk verba misalnya belajar dan berdarah.

Pada pemerolehan prefiks ter- tampak bahwa prefiks ini baru akan anak munculkan untuk membentuk verba, misalnya terbuka, tertutup, dan terlambat. Pada pemerolehan prefiks di- tampak bahwa frekuensi penggunaan prefiks ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan prefiks yang lain, hal ini menunjukkan bahwa anak lebih menguasai prefiks ini dibandingkan dengan prefiks yang lain. Pada pemerolehan prefiks se- tampak bahwa prefiks ini baru anak munculkan sebagai pembentuk nomina, misalnya semalam.

Dari semua prefiks yang diperoleh anak, prefiks yang paling dominan dikuasai anak adalah prefiks di-. Hal ini disebabkan oleh prefiks ini yang paling


(61)

mudah dikuasai oleh anak karena prefiks ini tidak mengalami perubahan ketika dilekatkan dengan bentuk lain.

5.2 Saran

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya peneltian kebahasaan. Khususnya, untuk penelitian mengenai pemerolehan prefiks bahasa Indonesia yang berkaitan dengan ilmu morfologi dan psikolinguistik. Peneliti mengharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai fenomena kebahasaan anak usia 4 – 5 tahun agar semakin memperkaya khazanah penelitian psikolinguistik yang sudah ada, serta dapat mengembangkan teori- teori psikolinguistik.


(62)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini untuk menghindari salah tafsir pada pembaca. Konsep ini akan peneliti jelaskan sebagai berikut.

2.1.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Mangantar (2009: 104) juga mengatakan bahwa pemerolehan bahasa (language acquisition) ialah proses-proses yang berlaku di pusat bahasa dalam otak seorang anak (bayi) pada waktu dia sedang memeroleh bahasa ibunya.

2.1.2 Morfologi

Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-


(63)

perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, 2005: 16-17). Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfologik, yaitu proses pembubuhan afiks, proses pengulangan dan proses pemajemukan. (Ramlan 2005: 45).

2.1.3 Afiksasi

Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks (Putrayasa, 2008: 5). Proses pengafiksan dapat dibedakan menjadi (1) pembubuhan depan, dengan melibatkan prefiks atau awalan, (2) pembubuhan akhir dengan melibatkan sufiks atau akhiran, (3) pembubuhan tengah, dengan melibatkan infiks atau sisipan, dan (4) pembubuhan terbelah dengan melibatkan konfiks ( Cahyono, 1995: 110).

2.1.4 Prefiks

Prefiks (awalan), yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar. Dalam bahasa indonesia terdapat beberapa prefiks, jumlah prefiks dalam bahasa indonesia yang ditentukan oleh setiap peneliti berbeda- beda, namun dalam penelitian ini peneliti berpedoman pada prefiks yang dikemukakan oleh Putrayasa. Putrayasa menyatakan bahwa prefiks asli bahasa Indonesia terdiri atas meN-, peN-, ber-, ter-, di-, per-, ke-, dan se-.

2.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori yang menjadi acuan penulis, teori tersebut yaitu psikolinguistik, pemerolehan bahasa, prefiks


(1)

PRAKATA

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan hikmat dan berkat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Illmu Budaya USU. Skripsi ini berjudul Pemerolehan Prefiks Bahasa Indonesia pada Anak TK usia 4 — 5 Tahun di Yayasan Perguruan TK Helvetia.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami banyak rintangan dan hambatan, namun berkat bantuan, dan saran dari semua pihak penulis dapat mengatasinya. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1.Dr. Drs. Budi Agustono, MS., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah menyediakan fasilitas untuk belajar di kampus bagi penulis.

2.Dr. M. Husnan Lubis, M.A., sebagai Pembantu Dekan I, Drs. Samsul Tarigan sebagai pembantu Dekan II, Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., sebagai Pembantu Dekan III.

3.Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia.

4.Dra. Sugihana br. Sembiring, M.hum., sebagai dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan, dan meluangkan waktu untuk memeriksa serta memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis merasa bersyukur sekaligus berterima kasih atas kesabaran, waktu dan tenaga yang telah Ibu berikan demi penyusunan skripsi ini, tanpa bantuan Ibu penulis


(2)

5.Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak membantu penulis memeriksa, serta memberikan masukan kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

6.Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU yang telah memberi bekal ilmu, arahan dan motivasi kepada penulis selama penulis mengikuti perkuliahan.

7.Kedua orang tua tercinta, Bpk. J.Silalahi dan Ibu Dewi Rotua yang telah memberikan motivasi, materi, tenaga serta doa kepada penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, tanpa doa dari kalian penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku yang sangat kucintai yang telah banyak berkorban untuk memenuhi kebutuhan penulis selama perkuliahan.

8.Yudhi Kristian Toro, Amd., abang tersayang yang selalu memberikan dorongan, bantuan materi, serta arahan kepada penulis. Terima kasih atas semua bantuan yang abang berikan, semoga suatu saat penulis dapat membalas jasa-jasa abang. Kepada adik-adikku tersayang Johanes dan Lanny terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

7. Oom Beny Sukamto dan Tante Ita yang aku sayangi, terimakasih selama ini telah banyak membantu penulis baik moril dan materil, semoga kelak penulis diberi rezeki sehingga dapat membalas budi Oom dan Tante.

7.Sahabat kecilku Megga Veronica Tamba, S.pd dan Regina Rismawati, Amkeb., terimakasih atas saran, dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis, kalian adalah sahabat terbaik yang kumiliki di dunia ini.

8.Sahabatku Rotua, Indah, dan Meylani, sahabat berbagi suka dan duka selama perkuliahan, terima kasih kalian selalu ada saat penulis ingin curhat, dan membutuhkan bantuan kalian, terima kasih telah sabar menghadapi tingkah


(3)

penulis yang terkadang egois, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus walau nanti kita sudah berpisah merantau entah kemana.

9.Temanku Ahmad Fauzi (Editor) yang telah membantu penulis dalam penyusunan

skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak.

10.Teman- Teman Alumni Medica yang aku sayangi Fahradina, Dita, Visi, Jaka terimakasih telah mendukung dan mendoakan penulis.

10.Teman- teman seperjuangan stambuk 2012 terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan. Semoga kita semua sukses kelak di pekerjaan kita. 11.Kakak dan abang senior yang sudah memberikan bantuan dan semangat

kepada penulis. Penulis sampaikan terima kasih banyak.

12.Pak Slamet yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus administrasi, surat dan lain-lain, penulis sampaikan terima kasih banyak. 13.Kepala Sekolah dan guru Taman Kanak- Kanak di Yayasan Perguruan TK Helvetia yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk meneliti di TK tersebut dan memberi banyak bantuan kepada penulis, dan kepada subjek penelitian tanpa kalian skripsi ini tidak akan mungkin dapat disusun.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perkembangan ilmu linguistik pada masa yang akan datang. Harapan Penulis skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Terima kasih.

Medan, Juni 2016 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR SINGKATAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 7

2.1.1 Pemerolehan Bahasa ... 7

2.1.2 Morfologi ... 7

2.1.3 Afiksasi ... 7

2.1.4 Prefiks ... 7

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Psikolinguistik ... 9

2.2.2 Pemerolehan Bahasa ... 9

2.2.3 Prefiks Bahasa Indonesia ... 10

2.3 Tinjaun Pustaka ... 14 BAB III METODE PENELITIAN


(5)

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 19

3.1.2 Waktu Penelitian ... 19

3.2 Sumber Data ... 19

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 20

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 20

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 20

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Data ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemerolehan Jenis Prefiks Pada Anak Usia 4— 5 Tahun ... 23

4.1.1 Pemerolehan Prefiks meN- Pada Anak Usia 4 — 5 Tahun ... 24

4.1.2 Pemerolehan Prefiks peN- Pada Anak Usia 4 — 5 Tahun ... 28

4.1.3 Pemerolehan Prefiks ber- Pada Anak Usia 4 — 5 Tahun ... 32

4.1.4 Pemerolehan Prefiks ter- Pada Anak Usia 4 — 5 Tahun ... 36

4.1.5 Pemerolehan Prefiks di- Pada Anak Usia 4 — 5 Tahun ... 40

4.1.6 Pemerolehan Prefiks ke- Pada Anak Usia 4 — 5 Tahun ... 50

4.1.7 Pemerolehan Prefiks se- Pada Anak Usia 4 — 5 Tahun ... 53

4.2 Prefiks yang Dominan Digunakan Anak Usia 4 — 5 Tahun ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 61

5.2 Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA


(6)

DAFTAR SINGKATAN

LAD: Language Acquisition Device TK: Taman Kanak-kanak

GR: Grace LD: Lady Au Aurel Ru: Ruth Al: Albaik