duodenale secara oral dapat menyebabkan sindrom Wakana, yang ditandai dengan
gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, dispepsia, dan serak Bethony et al., 2006.
Gejala klinis yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dihasilkan dari kehilangan darah sebagai akibat dari invasi dan perlekatan cacing tambang
dewasa pada mukosa dan submukosa usus halus. Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi penderita Fe dan protein Bethony, et al.,
2006; Supali, Margono, dan Abidin, 2009. Cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,05-0,10 cc per hari, sedangkan
Ancylostoma duodenale 0,08-0,34 cc per hari. Penyakit yang disebabkan oleh
cacing tambang terjadi ketika darah yang hilang melebihi cadangan nutrisi hospes, dan akan menyebabkan anemia defisiensi besi. Anemia yang disebabkan oleh
cacing tambang menyebabkan gambaran eritrosit mikrositik hipokromik dengan gejala pucat, lemah, dipsnoe, terutama pada anak malanutrisi. Kehilangan protein
yang kronis dari infeksi berat cacing tambang dapat menyebabkan hipoproteinemia dan edema anasarka Bethony et al., 2006; Maguire, 2010a.
Infeksi sedang dan anemia dapat mengganggu fisik, kognitif, dan intelektual pada anak yang sedang bertumbuh. Pada banyak kasus infeksi berat, anemia yang
disebabkan oleh cacing tambang dapat menyebabkan gagal jantung kongestif Maguire, 2010a.
2.1.4.2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang umumnya dilakukan dalam mendiagnosis infeksi Soil Transmitted Helminths
STH berupa mendeteksi telur cacing atau larva pada feses manusia Supali, Margono, dan Abidin, 2009; Maguire, 2010a; WHO,
2012b. Pemeriksaan rutin feses dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis dilakukan untuk menilai warna, konsistensi, jumlah,
bentuk, bau, dan ada-tidaknya mukus. Pada pemeriksaan ini juga dinilai ada- tidaknya gumpalan darah yang tersembunyi, lemak, serat daging, empedu, sel
darah putih, dan gula Swierczynski, 2010. Sedangkan, pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk memeriksa parasit dan telur cacing. Pemeriksaan dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan NaCl 0,85 dan lugol iodin. Pada pemeriksaan ini, kedua reagensia diteteskan pada kaca objek object glass, yaitu 1 tetes NaCl 0,85 di
sisi kiri dan 1 tetes iodin di sisi kanan. Kemudian, sedikit spesimen feses seujung tangkai apliktor dilarutkan bersama dengan kedua reagensia yang telah diteteskan
di kaca objek. Setelah itu, kaca objek ditutup dengan kaca dek dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x10 dan 10x40.
Pemeriksaan kopromikroskopik ini memiliki kelemahan, yaitu tingkat kesensitivitasan rendah dalam mendeteksi infeksi dengan intensitas ringan. Saat
ini, teknik Kato-Katz merupakan metode kopromikroskopik yang dipergunakan secara luas dalam survei epidemiologi terhadap infeksi cacing yang terdapat di
dalam usus manusia intestinal helminth Glinz et al., 2010; World Heatlh Organization
, 2012. Teknik ini dipilih karena mudah, murah, dan mempergunakan sistem yang dapat mengelompokkan intensitas infeksi menjadi
beberapa kelas berbeda berdasarkan perhitungan telur cacing. Pemakaian sampel feses yang sedikit sekitar 41,7 mg menyebabkan teknik Kato-Katz memiliki
sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi telur cacing yang memiliki frekuensi sedikit atau sangat berkelompok sensitivitas analitik secara teori = 24 telur per
gram feses Glinz et al., 2010. Sensitivitas dapat ditingkatkan dengan melakukan beberapa
pemeriksaan Kato-Katz apusan tebal yang dipersiapkan dari sampel feses sebelumnya, atau lebih baik lagi dari beberapa sampel feses. Teknik pemeriksaan
ini memfokuskan pada metode diagnosis parasitologi yang mampu melakukan skrining dengan menggunakan sampel feses dalam jumlah banyak, yaitu 0,5 gram
atau bahkan 1 gram pada metode dengan konsentrasi eter atau teknik FLOTAC. Metode dengan konsentrasi eter sering dipergunakan dalam mendiagnosis infeksi
cacing, terutama pada laboratorium khusus. Metode ini dapat mendiagnosis infeksi protozoa usus yang terjadi bersamaan Glinz et al., 2010. Beberapa
penelitian mendapatkan bahwa pemeriksaan dengan beberapa sampel ataupun penggunaan kombinasi beberapa metode diagnosis meningkatkan keakuratan
diagnosis. Kadang metode dengan konsentrasi eter dan metode Kato-Katz dikombinasikan meningkatkan sensitivitas diagnosis infeksi cacing dan
Universitas Sumatera Utara
memperdalam pengertian mengenai poliparasitisme Fürst et al., 2012. Hal
penting dalam metode dengan konsentrasi eter ini adalah penggunaan sampel feses yang difiksasi dengan sodium acetate-acetic acid-formalin SAF atau
formalin yang diencerkan, sehingga sampel dapat disimpan dan dianalisis di waktu berikutnya. Bagaimanapun, perbedaan interlaboratorium yand besar telah
diketahui dalam diagnosis infeksi cacing dan protozoa usus tertentu Glinz et al., 2010.
Penelitian terbaru menyarankan pemakaian teknik FLOTAC dalam mendiagnosis infeksi STH pada manusia. Kelebihan teknik FLOTAC adalah
elemen parasit, seperti telur cacing, terkumpul di bagian apikal kolum pengapungan sehingga mudah dibaca, misalnya dengan potongan transversal
untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Selain itu, elemen parasit terpisah dari debris fekal sehingga mempermudah identifikasi dan perhitungan. Protokol teknik
ini telah berkembang dari teknik FLOTAC dasar sensitivitas analitik secara teori = 1 telur per gram feses, teknik FLOTAC dual, teknik FLOTAC ganda, dan
teknik FLOTAC pelet semua: sensitivitas analitik secara teori = 2 telur per gram feses. Pada pemeriksaan FLOTAC tunggal, 1 gram feses dianalisis, di mana
jumlah sampel ini 24 kali lebih banyak daripada pemeriksaan Kato-Katz apusan tebal tunggal. Hal ini menjelaskan tingkat kesensitivitasan FLOTAC yang lebih
tinggi Knopp et al., 2008; Glinz et al., 2010. Intensitas infeksi STH terdiri atas intensitas ringan, sedang, dan berat.
Pada askariasis, infeksi dengan intensitas rendah terdapat 1 sampai dengan 4.999 telur per gram feses, intensitas sedang terdapat 5.000 sampai dengan 49.999 telur
per gram feses, dan intensitas berat terdapat lebih dari 50.000 telur per gram feses. Pada trikuriasis, infeksi dengan intensitas rendah terdapat 1 sampai dengan 999
telur per gram feses, intensitas sedang terdapat 1.000 sampai dengan 9.999 telur per gram feses, dan intensitas berat terdapat lebih dari 10.000 telur per gram feses.
Pada ankilostomiasis dan nekatoriasis, infeksi dengan intensitas rendah terdapat 1 sampai dengan 1.999 telur per gram feses, intensitas sedang terdapat 2.000 sampai
dengan 3.999 telur per gram feses, dan intensitas berat terdapat lebih dari 4.000 telur per gram feses WHO, 2012a.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Intensitas Infeksi Soil Transmitted Helminths Organisme
Infeksi Intensitas Rendah
telur per gram feses
Infeksi Intensitas Sedang
telur per gram feses
Infeksi Intensitas Berat
telur per gram feses
Ascaris lumbricoides 1–4.999
5.000–49.999 50.000
Trichuris trichiura 1–999 1.000–9.999
10.000 Cacing tambang
Necator americanus atau Ancylostoma duodenale
1–1.999 2.000–3.999 4.000
Dikutip dari WHO, 2012a Selain pemeriksaan kopromikrokospik, terdapat juga pemeriksaan
antibodi, deteksi antigen, dan diagnosis molekular dengan menggunakan PCR World Heatlh Organization, 2012. Serodiagnosis dapat menjadi pemeriksaan
pilihan dalam mendiagnosis infeksi STH. Kekurangan pemeriksaan ini adalah bersifat invasif seperti dengan pengambilan sampel darah, antibodi tetap
terdeteksi setelah penatalakasanaan, dan terdapat kemungkinan terjadinya reaksi silang dengan nematode lainnya Knopp et al., 2008. Akibatnya, fungsi
pemeriksaan serologi ini masih kontroversial, terutama pada daerah endemis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR dapat menjadi pemeriksaan baku ‘gold’
standard , tetapi perlu dilakukan validasi di berbagai latar epidemiologi yang
berbeda untuk mengetahui skala pemakaiannya secara luas Becker et al., 2011. Larva
Ascaris lumbricoides dapat ditemukan di sputum atau bahan
aspirasi lambung sebelum telur cacing ditemukan di feses. Bentuk cacing dewasa yang besar, berwarna krem, dan tidak bersegmen dapat dengan mudah
diidentifikasi bila cacing tersebut keluar melalui mulut, anus, ataupun hidung. Cacing yang terdapat di usus dapat dilihat melalui pemeriksaan foto polos
radiografi. Pemeriksaan untrasonografi, computed tomography, dan ERCP endoscopic retrograde cholangipancreatography dapat memperlihatkan cacing
yang terdapat di cabang saluran bilier dan duktus pankreas. Cacing yang tampak pada duktus bilier ataupun pankreas pada pemeriksaan ERCP dapat diekstraksi
dengan forsep. Pada trikuriasis, tindakan untuk mendiagnosis juga dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan mengidentifikasi cacing dewasa pada mukosa rektum yang prolaps atau melalui kolonoskopi Maguire, 2010a.
2.1.5. Penatalaksanaan Infeksi