BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
2.1 Kajian Terdahulu
Berbicara mengenai kemetaforaan tentu tidak lepas dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Selama kurun waktu beberapa tahun terdapat penelitian-
penelitian mengenai kemetaforaan Berikut disampaikan beberapa hasil penelitian mengenai metafora yang pernah dilakukan.
Yang pertama, pada tahun 1999 Farida Rohmawati dalam tesisnya membahas kemetaforaan puisi Sapardi Djoko Darmono. Tesis tersebut berhasil
mengupas ekpresivitas metafora dari berbagai sudut pandang. Kemetaforaan yang muncul berkaitan dengan kerasnya kehidupan di suatu zaman. Kemetaforaan yang
muncul juga merefleksikan suasana masa dahulu dan masa kini. Puisi Sapardi Djoko Darmono memang dikenal tidak lekang oleh waktu dan lintas masa.
Penelitian Rohmawati memiliki keunggulan dalam menyelaraskan pemahaman puisi dengan suatu zaman. Suasana masa lampau yang dituangkan Sapardi Djoko
Darmono mampu dijelaskan dengan baik oleh Rohmawati. Hanya saja penelitian Rohmawati memiliki kelemahan dalam hal penjelasan kemetaforaan yang kurang
lengkap. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kajian Rohmawati yang menitikberatkan pada keselarasan puisi dari tahun ke tahun.
Yang kedua, emetaforaan mengenai karya sastra juga dilakukan Winarno 2000. Winarno dalam tesisnya memaparkan jenis metafora dari kumpulan
www.eprints.undip.ac.id © Master Program in Linguistics, Diponegoro University
cerpen dan novel karya Danarto. Pada kumpulan karya Danarto ditemukan kombinasi ungkapan metaforis berbentuk frasa dan klausa. Pada penelitian
tersebut Winarno tidak menjelaskan secara mendalam mengenai konteks kemetaforaan yang muncul. Winarno dalam penelitiannya cenderung mengkaji
proses pembentukan metafora saja. Yang ketiga, Eli Kaswono 2001 dalam penelitian hibah Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya mengkaji ragam bahasa tulis metafora dalam pengajian online www.akhlakmuliacenter.com. Kaswono menemukan bahwa
penceramah memiliki karakteristik bertutur melalui ragam bahas tulis dan ekpresivitas metafora yang berbeda dalam pengajian online tersebut. Kaswono
pada penelitiannya tidak menjelaskan secara terperinci hubungan kemetaforaan yang muncul, karena hanya menitikberatkan pada ragam bahasa tulis.
Yang keempat, Sarwo Indah Ika Wigati tahun 2003 mengkaji metafora dengan objek penelitian yang berbeda dari tiga penelitian sebelumnya. Wigati
mengkaji tuturan metaforis lirik lagu Ebiet G. Ade tahun 2003. Lirik lagu Ebiet G. Ade yang lekat dengan masalah sosial dan kemanusiaan menjadi keunikan
tersendiri. Warna-warni kehidupan sosial membuat metafora yang muncul pada lirik lagu Ebiet G. Ade lebih menarik. Wigati memaparkan analisis berupa
hubungan tenor dan wahana dalam lirik lagu Ebiet G. Ade. Ditemukan pula ungkapan metafora mati dalam lirik lagu Ebiet G. Ade. Tenor dan wahana yang
muncul berkaitan tentang ungkapan mengenai masalah sosial dan lingkungan. Wigati tidak menjelaskan secara terperinci mengenai ekpresivitas metaforis yang
muncul, karena cenderung mengkaji jenis metafora.
www.eprints.undip.ac.id © Master Program in Linguistics, Diponegoro University
Yang kelima, Endang Dwi Suryawati 2006 meneliti kemetaforaan lirik lagu dangdut Anies Fitriya. Suryawati dalam tesisnya membahas jenis metafora,
tingkat ekspresivitas dan fungsi tulis metafora. Suryawati dalam kajiannya menemukan bahwa tidak semua lirik lagu dangdut Anies Fitriya memiliki tenor
dan wahana. Selain itu, konteks pada lirik lagu dangdut Anies Fitriya menjadi pemerkaya makna, menjelaskan yang abstrak agar lebih konkrit, mengungkapkan
makna secara berlebihan, dan memperhalus bahasa. Penelitian Suryawati memiliki kelebihan dari segi analisis tingkat ekpresivitas metafora yang berpijak
dari suatu konteks. Hanya saja Suryawati belum begitu jelas dalam menjelaskan bentuk tenor dan wahana yang muncul. Hal tersebut dapat dibuktikan dari
beberapa sub analisis yang tidak menjelaskan secara jelas mengenai tenor dan wahana.
Yang keenam, Penelitian berikutnya dilakukan oleh Farida Trisnaningtyas 2010 yang mengkaji kemetaforaan Rubrik Opini dalam Majalah Tempo.
Kemetaforaan dalam rubrik opini majalah Tempo dikelompokkan berdasarkan kemiripan bentuk dan kemiripan pengimajian.. Berdasarkan kemiripan bentuk dan
pengimajian, kemetaforaan berkategori human menjadi bentuk yang paling sering digunakan. Hanya saja Trisnaningtyas dalam penelitiannya, tidak memaparkan
secara rinci konteks kemetaforaan yang muncul. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa analisis yang disampaikan tanpa konteks.
Penelitian terdahulu mengenai kemetaforaan mayoritas membahas karya sastra, lagu dan surat kabar. Penelitian mengenai pengajian sebelumnya memang
sudah dilakukan oleh Kaswono, hanya saja masih terdapat celah yang dapat dikaji
www.eprints.undip.ac.id © Master Program in Linguistics, Diponegoro University
lebih lanjut, misalnya dari segi metafora berdasarkan pengalaman yang dirasakan tubuh. Penelitian terdahulu secara garis besar memiliki keunggulan pada bagian
ekspresivitas metafora. Ekspresivitas metafora yang muncul dijelaskan melalui konsep tenor dan wahana. Kecenderungan penelitian terdahulu yang
menitikberatkan pada segi ekspresivitas metafora saja memunculkan beberapa celah penelitian yang dapat dilakukan. Berdasarkan hal tersebut penelitian
metafora tuturan penceramah dalam pengajian menjadi peluang tersendiri sebagai pemerkaya khazanah penelitian. Penelitian kemetaforaan tuturan penceramah
dalam pengajian nantinya tidak hanya menganalisis sebatas ekpresivitas metafora, melainkan juga dari kemetaforaan berdasarkan konsep dalam ranah target, tingkat
metaforis, level makna metaforis dan kemetaforaan berdasarkan pengalaman yang dirasakan tubuh.
2.1 Landasan Teori