pilihan atau nilai, dan keperluan sehingga tindakan yang dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan keinginan dan kebutuhannya Ritzer, 2005: 357-315.
4.4. Strategi Bertahan Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara
Pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara memiliki beberapa strategi dalam menghadapi kebijakan yang
dibuat oleh pihak universitas. Kebijakan tersebut berupa larangan berjualan disekitar kampus universitas tanpa izin. Larangan berjualan tersebut dipertegas
dengan dibuatnya razia yang dilakukan petugas patroli oleh pihak universitas setiap dua jam dalam satu hari. Strategi-strategi tersebut antara lain sebagai
berikut: 1.
Menjalin Hubungan Pertemanan Dengan Petugas Patroli Dalam berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara pedagang
kaki lima memiliki strategi agar tetap bertahan salah satunya adalah membangun hubungan pertemanan dengan petugas patroli universitas. Pedagang kaki lima
memiliki hubungan baik dengan petugas patroli dengan menganggapnya sebagai teman, bukan sebagai petugas patroli yang ingin mengusir mereka. Begitu juga
sebaliknya. Terlebih pada saat petugas patroli melakukan razia. Salah satu bentuk strategi yang dilakukan pedagang yaitu pedagang selalu melobi dengan cara
menawarkan barang jualan mereka untuk di makan di tempat tersebut atau di bawa pulang dengan gratis tanpa harus membayarnya. Dan apabila satpam ingin
membayar pedagang pun menolaknya. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Parjono 50 tahun selaku penjual tahu medan sebagai berikut:
“ Kalau datang petugas patroli ya di kasih la makanan yang bapak jual ini, itu pun kalau dia mau, kadang dia ntah udah kenyang ya gak di
Universitas Sumatera Utara
ambilnya. Tapi yang penting udah kita tawari lah. Kadang kalau mau dibayarnya pun kami tolak. Kami anggap kawan ja petugas itu”.
Bagi pedagang, yang penting mereka sudah mencoba menawari petugas
patroli untuk makan atau minum. Selanjutnya, apakah petugas mahu mengambilnya atau tidak yang penting sudah ditawari. Bahkan terkadang petugas
langsung meminta makanan dengan cara dibungkus untuk dibawa ke kantor beberapa bungkus, begitu juga dengan jenis makanan yang lain. Makanan atau
minuman yang dibawa petugas dengan jumlah yang banyak seperti itu akan dibagi-bagikan kepada para petugas yang berada di kantornya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bang Antoni Delle 37 tahun selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut:
“Pokoknya kalau datang petugas patroli kita tawari lah,,maunya apa, kebetulan abang kan jualan es pisang ijo dan ada yang lain-lain juga ya
kita turuti aja lah, yang penting kita gak diusir dari sini”. Para pedagang menjalin hubungan pertemanan dengan petugas patroli
melalui memberikan makanan atau minuman yang mereka jual. Pedagang tidak mempermasalahkan bahwa mereka sedikit rugi apabila terus-terusan memberikan
barang jualannya kepada petugas. Bagi mereka asalkan tidak diusir saja mereka sudah senang. Mereka tidak pernah memberikan sejumlah uang dan petugas
patroli juga tidak pernah memintanya kepada pedagang. Hal ini dipertegas oleh ungkapan Bang Antono Delle 37 tahun selaku penjual es pisang ijo sebagai
berikut: “Untungnya petugas patroli ini gak minta uang, paling cuma minta
makanan dan minuman yang kami jual ini. Berapa pun makanan yang mereka minta saya kasih yang penting saya bisa tetap jualan di sini”.
Universitas Sumatera Utara
Hal di atas serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu tanpa tahun bahwa, agar tidak di usir petugas pedagang melobi dengan
memberikan imbalan kapada petugas berupa uang damai atau pun bentuk makanan dan minuman. Imbalan tersebut akan lebih baik daripada pedagang harus
di usir, sehingga tidak dapat berjualan dan mempengaruhi kehidupan pedagang selanjutnya.
Berhubung sudah setiap harinya petugas patroli menggelar razia, sehingga seiring berjalannya waktu petugas patroli dan pedagang sudah saling mengenal
dan hubungan kekerabatan mereka semakin baik. Para pedagang sendiri pun menganggap petugas patroli sebagai teman sehingga mereka menjalin hubungan
pertemanan yang akrab. Seperti yang diungkapkan Pak Parjono 50 tahun selaku penjual tahu medan sebagai berikut:
“Kita di sini udah menganggap petugas patroli itu kayak teman kita sendiri, begitu juga sebaliknya. Tutur sapa mereka pun sopan-sopan,
mereka juga punya solidaritas lah, karena kan kita sama-sama cari makan di sini”.
Hasil wawancara informan di atas senada dengan hasil obsesrvasi yang
dilakukan peneliti di lapangan. Bahwasanya petugas patroli dan pedagang terlihat akrab saat petugas menggelar razia tanpa diikuti oleh komandannya. Tutursapa
petugas terhadap pedagang juga baik dan sopan. Dengan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan petugas patroli,
pedagang banyak mendapatkan kemudahan dalam berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pada saat Komandan petugas patroli turun langsung
untuk merazia biasanya tidak ada toleransi terhadap pedagang. Dalam situasi inilah petugas patroli akan memberitahu kepada pedagang agar segera pergi dari
tempat jualannya melalui Handphone.
Universitas Sumatera Utara
Pihak universitas memiliki petugas patroli yang sengaja ditugaskan untuk melakukan razia. Tetapi, pada kenyataannya petugas justru memiliki hubungan
baik dengan para pedagang yang berjualan di lokasi tersebut. Secara diam-diam petugas patroli telah melakukan kerja sama dengan pedagang pada saat komandan
petugas patroli tidak ikut merazia, artinya petugas patroli merazia hanya menggunakan sepeda motor. Tetapi petugas patroli akan bertindak profesional
saat melakukan razia yang diikuti oleh komandan mereka yang biasanya menggunakan mobil patroli khusus. Hal ini terjadi karena komandan petugas tidak
selalu ikut dalam melakukan razia. Oleh karena itu pedagang bisa menjalin hubungan baik dan bekerja sama dengan petugas patroli tersebut.
Pada dasarnya petugas patroli juga tidak tega untuk mengusir para pedagang yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Petugas
menganggap mereka sama-sama sedang mencari nafkah untuk keluarga. Namun, di sisi lain petugas juga menjalankan tugasnya yaitu merazia para pedagang,
sehingga petugas membiarkan pedagang berjualan. para petugas patroli pun menggunakan waktu merazia untuk sekedar beristirahat sejenak sambil mengisi
perut dengan makanan yang ditawarkan oleh pedagang kepada petugas. Namun, hal itu dilakukan apabila komanda tidak ikut dalam merazia. Selanjutnya, petugas
patroli melaporkan hasil razia kepada komandan mereka bahwa kondisi lingkungan kampus bersih dari pedagang kaki lima. Petugas juga beranggapan
bahwa sebelum para petugas patroli ini ada dan bekerja di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, sudah terlebih dahulu ada pedagang kaki lima di sini.
Seperti yang diungkapkan oleh E 30 tahun selaku petugas patroli sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
“Sebenarnya peraturan ini diadakan dari PR II Pembantu Rektor II yang mulai resah dengan kebersihan lingkungan USU, akibat adanya
pedagang kaki lima. Tapi mau gimana lagi la coba, kami di sini kan sama- sama cari makan, sebelum kami kerja disini pun udah duluan pedagang
jualan disini, sampai belasan tahun. Jadi kami toleransi aja lah. Tapi kalau komandan turun ke lapangan baru terpaksa kita tertibkan dulu”.
Pada saat petugas patroli datang untuk merazia, apabila ada pedagang yang tidak terlihat berjualan petugas pun memulai perbincangan dengan
menanyakan keberadaannya. Itulah kekerabatan yang terjalin di antara mereka. Razia yang digelar oleh petugas patroli sendiri tanpa didampingi komandan
mereka biasanya menggunakan sepeda motor milik petugas sendiri. Kalau sudah seperti itu pedagang tidak perlu takut karena petugas biasanya akan minta
makanan mereka saja. Jadi pedagang tidak perlu melarikan diri. Pernyataan di atas sesuai dengan konsep strategi jaringan pengaman yang
dikemukakan oleh Edi Suharto bahwa agar tetap bertahan, pedagang harus menjalin relasi baik secara formal ataupun informal dengan lingkungan sosialnya.
Dalam hal ini pedagang juga melakukan strategi jaringan pengaman dengan menjalin relasi kepada sesama pedagang, petugas patroli universitas, dan pembeli
atau mahasiswa. Dengan menjalin relasi tersebut, pedagang akan dapat bertahan dari razia petugas dan juga bertahan dalam menarik pembeli, sehingga barang
jualan mereka laris manis. 2.
“Kucing-kucingan” dengan Petugas Patroli Strategi selanjutnya yang dilakukan oleh pedagang yaitu biasa disebut
dengan kucing-kucingan. Istilah kucing-kucingan tersebut dapat diartikan bahwa setiap petugas patroli datang merazia, pedagang akan melarikan diri ketempat
yang lebih aman. Setelah petugas sudah pergi ke tempat lain, pedagang pun
Universitas Sumatera Utara
kembali lagi ke tempat berjualannya semula. Begitu seterusnya. Ketika pedagang sedang asyik melakukan aktivitas berjualannya, dan biasanya tepat pada pukul
10.00 WIB, 12.00 WIB, 14.00 WIB dan pukul 16.00 WIB razia akan digelar, para pedagang harus sudah siap-siap untuk melarikan diri. Pedagang harus senantiasa
bersiap-siap, karena mereka tidak tahu siapa yang akan melakukan razia tersebut, bisa saja petugas sendiri atau komandan petugas. Hal tersebut dilakukan apabila
pedagang tidak sedang melayani pembeli. Namun, apabila sedang melayani pembeli atau sedang ramainya pembeli, biasanya pedagang akan meminta maaf
kepada pembeli agar sabar menunggu sampai pedagang kembali ke lokasi jualan semula. Terkadang razia digelar dengan menggunakan sepeda motor milik
petugas patroli. Pada saat seperti itu, petugas masih bisa dilobi dengan memberikan imbalan makanan atau minuman. Namun, tidak jarang juga razia
digelar menggunakan mobil patroli yang di dalam mobil tersebut ada petugas dan komandannya. Biasanya mereka membunyikan klakson yang tandanya agar
pedagang segera pergi atau akan menangkapnya. Apabila tidak segera pergi maka petugas akan menangkap para pedagang
yang sedang melakukan aktivitas berjualannya dan akan diproses di kantor biro rektorat dengan diberi sanksi. Setelah tertangkap oleh petugas patroli, pedagang
akan dibawa ke kantor biro rektorat untuk dinasehati bahkan dimarahi juga, sedangkan gerobak jualan mereka akan ditahan selama dua hari. Menghadapi hal
ini pedagang langsung lari ke tempat yang aman, yaitu daerah yang sudah dilalui oleh razia petugas patroli. Hal tersebut dilakukan karena, biasanya daerah yang
sudah dilalui oleh petugas razia, tidak akan dilalui kembali. Setelah petugas razia
Universitas Sumatera Utara
sudah pergi pedagang akan kembali ketempat semula. Hal di atas seperti diungkapkan oleh Bu Suri 31 tahun selaku penjual mie pecal sebagai berikut:
“Kucing-kucingan kami lah kalau ada petugas razia. Kalau petugaspatrolinya datang kami lari. Udah pigi petugasnya, kami pun
balek lagi lah,.gitu-gitu aja setiap razia ada”. Hasil wawancara informan di atas senada dengan hasil observasi yang
dilakukan peneliti. Pedagang melarikan diri pada saat mobil patroli berada di ujung jalan. Mereka lari ke tempat yang aman dahulu, kemudian setelah petugas
razia pergi, pedagang akan kembali lagi ke lokasi jualan semula. Kalau sudah begitu, pedagang tidak akan membuka payung jualan mereka, karena mereka akan
merasa kesulitan untuk melarikan diri jika petugas datang merazia. “Kucing-kucingan” merupakan strategi paling ampuh yang pedagang
miliki, karena dengan begitu mereka dapat bertahan berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pedagang sebenarnya lelah harus setiap hari kucing-
kucingan terus dengan petugas razia, tetapi itulah yang harus mereka hadapi agar tetap bertahan. Pada dasarnya pedagang juga merasa lelah dengan aktivitas
berjualan mereka yang terganggu dengan adanya razia petugas patroli, sehingga mereka harus “kucinng-kucingan”. Namun, pedagang selalu semangat setiap
harinya dengan terus berusaha untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Hal di atas serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pramono tanpa tahun bahwa
strategi yang dilakukan adalah dengan cara menghindar untuk sementara waktu sambil menunggu waktu yang tepat untuk kembali berdagang ke tempat semula
tersebut atau dengan kata lain “kucing-kucingan” Sebagian besar 65 para PKL akan tetap berdagang ditempat semula setelah penertiban selesai.
Universitas Sumatera Utara
Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Harahap 45 tahun selaku penjual pecal sebagai berikut:
“Biasanya sebelum waktu razia datang, Bapak uda siap-siap dulu. Jadi pas uda Nampak petugas patrolinya baru qita lari. Habis itu kalau uda
lewat petugasnya ya Bapak balek lagi”. Semua pedagang memiliki strategi yang sama dalam menghadapi razia
satpam tersebut. Mereka tidak memikirkan lelahnya mereka karena harus berulangkali melarikan diri dengan membawa sepeda motor dan barang jualannya
untuk terlepas dari razia petugas patroli. Hal di atas juga sama dengan hasil penelitian Yuni Ratnasari di Bandar Lampung bahwa jika pedagang mengetahui
adanya razia, maka yang mereka lakukan adalah dengan mengosongkan termpat berdagang dan berpindah ke tempat lain untuk sementara. Jika telah aman mereka
akan kembali ke lokasi semula mereka berdagang. Mereka sudah paham dengan resiko yang harus mereka terima dalam
melakoni pekerjaan sebagai pedagang kaki lima. Bagi mereka yang terpenting adalah sikap semangat pantang menyerah yang dimiliki agar tetap dapat berjualan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak. Hal di atas sejalan dengan teori struktural fungsional dikemukakan bahwa
sebuah masyarakat memiliki beberapa fungsi di dalamnya yang harus tetap dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bisa menjamin kelangsungan hidup
masyarakat. Dalam hal ini, pedagang melakukan adaptasi terhadap lingkungannya dengan cara kucing-kucingan dengan petugas patroli agar tidak tertangkap razia
tersebut. Sehingga, pedagang dapat berjualan kembali untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Universitas Sumatera Utara
3. Membangun Relasi dengan Sesama Pedagang
Dalam melakukan aktivitas berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, para pedagang melakukan kerjasama antar sesama pedagang
dalam menghadapi razia petugas patroli yang setiap harinya digelar. Kerjasama tersebut terjalin dalam bentuk berbagi informasi tentang datangnya razia yang
dilakukan oleh petugas patroli dan komandannya. Pada saat seperti itu, pedagang yang lokasi berjualannya berjarak cukup jauh dengan pedagang lain, akan
memberikan informasi tersebut melalui alat komunikasi yaitu handphone. Sedangkan pedagang yang berdekatan, mereka saling menyampaikan lewat mulut
ke mulut saja. Apabila ada pedagang yang sedang melayani pembeli dan tiba-
tiba petugas datang, maka pedagang lain yang tidak sedang sibuk akan membantu membereskan barang-barang jualan pedagang tersebut. Hal itu dilakukan karena,
agar sesama pedagang tidak terkena razia, sehingga mereka saling membantu apabila ada teman-teman pedagang yang sedang sibuk membereskan barang
dagangannya untuk di bawa lari. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kekerabatan yang terjalin antar sesama
pedagang. Mereka merasa senasib sepenanggungan dan sudah merasa seperti keluarga sendiri. Seperti yang telah dituturkan oleh Bang Antoni Delle 37 tahun
selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut: “Kalau sama pedagang di sini yaa udah kayak keluarga sendiri la. Kita
pun udah saling mengenal dekat, istri, anak pun udah saling kenal”. Terlihat bahwa para pedagang memiliki hubungan kekerabatan yang erat,
mereka saling membantu satu sama lain. Akibat dari adanya razia petugas yang digelar di Universitas Sumatera Utara membuat para pedagang memiliki
Universitas Sumatera Utara
kerjasama yang tinggi untuk terlepas dari razia petugas patroli kampus. Hal ini dipertegas oleh Bang Alex Pratama 30 tahun selaku penjual taiso sebagai
berikut: “Kami yaa kenalnya, akrabnya yaa karena di kejar-kejar petugas patroli
ini.Jadi saling bertukar informasi. Kadang kalau jauh jarak jualannya lewat HP la, makanya punya nomor HP kawan-kawan pedagang yang
lain”. Terlihat bahwa pedagang sangat akrab akibat adanya razia yang digelar
petugas patroli tersebut. Mereka saling memiliki nomor Handphone pedagang yang lain. Hal ini sengaja dilakukan pedagang untuk bertukaran informasi tentang
razia petugas patroli yang tiba-tiba digelar. Seperti yang dituturkan juga oleh Pak Rian 59 tahun selaku penjual roti sebagai berikut:
“yaa memang tukaran nomor HP itu perlu, karena seperti saya yang berjualan di daerah simpang pajus lama ini pasti mengetahui dulu ketika
petugas patroli datang. Jadi, saya menelpon kawan yang jualan di daerah perpustakaan dan yang lainnya”.
Pedagang yang berjualan khususnyaa di jalan-jalan protokol universitas dan di depan PAJUS lama akan mengetahui terlebih dahulu ketika razia digelar.
Oleh karena itu, pedagang yang berada di lokasi tersebut akan memberitahu kepada pedagang lain yang berjualan di lokasi tersembunyi dengan cara
meneleponnya. Pedagang tidak ada perasaan rugi dengan pulsa yang mereka keluarkan. Menurut mereka, semua pedagang sudah seperti keluarga sendiri yang
memang harus saling membantu. Selain dalam bentuk kerjasama dalam menghadapi razia, pedagang juga
sering bersendagurau dengan sesama pedagang yang lain. Apabila bertutur sapa dengan pedagang yang lebih tua, mereka juga terdengar sopan begitu juga
sebaliknya. Pedagang juga saling beramah tamah terhadap sesama pedagang
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Abila pedagang ingin makan atau minum dari barang jualan pedagang lain, mereka tidak perlu membayarnya. Bahkan ketika ingin dibayar pun pedagang
yang memiliki barang jualan tersebut tidak mahu menerima uangnya. Walau ada rasa segan yang terselip di dalam hati pedagang yang meminta makanannya
tersebut. Tetapi itu lah kekerabatan mereka. Pedagang juga sering meminjam uang kepada pedagang lain apabila
mereka tidak memiliki uang pecahan seribu rupiah, atau dua ribu rupiah. Uang tersebut dipinjam untuk keperluan mengembalikan uang pembeli. Terlebih pada
saat ini memang susah untuk mencari uang pecahan seperti seribu rupiah. Terkadang, hanya seribu rupiah justru pedagang yang memberi pinjaman tersebut
tidak mahu uangnya dikembalikan. Bagi mereka apalah arti uang seribu rupiah dibandingkan pertemanan para pedagang di lokasi tersebut. Namun, biasanya
terjadi sebaliknya. Suatu hari pedagang juga saling mengalami hal yang sama dengan meminjam uang seribu rupiah kepada pedagang lain.
Selain bentuk kerjasama dalam bertukaran nomor handphone untuk menghindarkan dan terlepas dari razia petugas patroli. Kekerabatan yang terjalin
di antara pedagang bukan sebatas di lokasi berjualan mereka saja, tetapi sampai ke tempat tinggal masing-masing. Mereka sering berkunjung ke rumah pedagang lain
bersama anak dan istri mereka. Apa lagi jarak rumah mereka yang tidak jauh, membuat pedagang sering berkumpul bersama. Maka, tak heran bahwa anak istri
mereka sudah saling mengenal. Pedagang juga sering patungan untuk menjenguk apabila pedagang yang
lain ada yang sakit. Mereka datang ke rumah pedagang yang sedang sakit dengan mengumpulkan uang sedikit-sedikit lalu menyumbangkannya untuk pedagang
Universitas Sumatera Utara
yang sakit dengan harapan supaya dapat meringankan sedikit beban pedagang tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Bang Antoni Delle 37 tahun selaku
penjual es pisang ijo sebagai berikut: “Kalau ada yang sakit kawan-kawan pedagang di sini yaa kita jenguk ke
rumahnya atau kerumah sakit. Kami kumpul lah uang sedikit-sedikit untuk mengurangi bebannya. Itulah bentuk kekerabatan, bahkan uda
kayak keluarga pun”.
Relasi sosial yang terjalin di antara sesama pedagang yang berjualan di
lokasi tersebut terjadi secara alamiah akibat proses sosial yang terjadi di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Mereka merasa sudah senasib
sepenanggungan. Mereka sadar akan pentingnya hubungan kekerabatan yang harus dijaga terlebih lagi dalam berjualan di lokasi tersebut yang penuh dengan
berbagai hambatan. Tanpa seorang teman pedagang juga tidak dapat bertahan untuk tetap bisa berjualan. Pernyataan di atas sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Yuni Ratnasari yang dilakukan di Bandar Lampung bahwa strategi yang dilakukan 50 responden agar tidak terkena razia pemerintah kota Bandar
Lampung adalah responden saling bertukar informasi antar sesama pedagang tentang kemungkinan razia akan dilakukan.
Hal tersebut di atas sejalan dengan konsep jaringan sosial. Dimana jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para pedagang
melalui ikatan kekerabatan, persahabatan dan komunitas yang sama. Dalam hal ini, jaringan sosial dikembangkan secara tibal balik antar sesama pedagang.
Jaringan tersebut diwujudkan dalam bentuk kerjasama berupa saling membantu dan saling bertukar informasi ketika razia petugas patroli akan digelar.
Universitas Sumatera Utara
4. Melakukan Penyamaran
Agar tetap bertahan, pedagang selalu memiliki strategi pengaman untuk kelangsungan usaha mereka dari razia petugas patroli. Apa saja akan mereka
lakukan di tengah sulitnya ekonomi seperti saat ini. Terlebih dalam berjualan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Para pedagang juga memiliki sifat
pantang menyerah dalam melakukan aktivitasnya. Salah satunya dengan menciptakan strategi-strategi pengaman dalam menjalankan usahanya.
Strategi yang juga di lakukan salah seorang pedagang yang bernama Pak Tono adalah menyamar menjadi mahasiswa dengan menggelar jualannya di dalam
lingkungan Fakultas Ekonomi. Pedagang tersebut sengaja memarkirkan sepeda motornya di parkiran kampus Pasca Sarjana Ekonomi. Hal ini dilakukan supaya
tidak diketahui oleh petugas. Kemudian, barang jualannya dimasukkan ke dalam tas ransel yang dipakai dibahagian depan tubuhnya. Hal yang dilakukannya
tersebut semakin membuat Pak Tono mirip dengan mahasiswa. Kebetulan barang jualannya berupa nasi yang dibungkus menggunakan kertas nasi, sehingga dapat
disimpan di dalam tas ransel. Pedagang ini pun duduk di koridor Fakultas Ekonomi sambil menjajakan jualannya. Hal ini diungkapkan oleh Pak Tono 47
tahun selaku penjual nasi sarapan sebagai berikut: “Bapak sengaja jualan di Ekonomi, karena gak ketauan sama petugas
patroli. Lagi pula bapak jualan nasi sarapan, jadi bisa di tarok di dalam tas ransel ini. Bapak pun menyesuaikan baju bapak sama mahasiswa,jadi
biar gak ketauan juga. Kalau mereka pakai hitam putih bapak juga ikut, kalau mereka pakai batik bapak pun ikut juga. Bapak pura-pura sebagai
mahasiswa abadi lah he,,he,he,,”. Dari hasil wawancara tersebut di atas sejalan dengan hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti. Peneliti menemukan bahwa Pak Tono bergaya seperti mahasiswa. Raut wajahnya pun awet muda, sehingga tidak kelihatan seperti orang
Universitas Sumatera Utara
tua. Ia pun memakai pakaian rapi dengan kemeja dan sepatu yang selalu serasi melekat di tubuhnya. Apabila mahasiswa ujian dengan memakai seragam hitam
putih, Pak Tono juga berpakaian hitam putih juga. Begitu juga kalau hari Jumat, mahasiswa banyak yang memakai baju batik, otomatis Pak Tono juga memakai
baju batik juga. Ia juga berjualan di koridor Fakultas Ekonomi dengan aman dan tenang. Ia hanya duduk atau bahkan berjalan-jalan di sekitar koridor Fakultas
Ekonomi sambil menawarkan barang jualannya. Ketika razia petugas datang ia hanya membalikkan badan saja agar tidak ketahuan.
Terlihat bahwa pedagang yang satu ini selalu tidak pernah kehabisan akal, ia pun memakai seragam hitam putih ketika mahasiswa sedang melangsungkan
ujian. Kemudian ketika hari Jumat semua mahasiswa memakai batik, ia pun turut ikut memakai batik. Cara berpakaian pedagang tersebut benar-benar rapi dengan
memakai sepatu seperti layaknya mahasiswa. Dahulu Pak Tono berjualan Rujak, namun dengan semakin banyaknya penjual rujak di lokasi tersebut, Pak Tono
mengganti jualannya dengan berjualan nasi sarapan. Ia berjualan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Sasaran Pembeli yang ia harapkan yaitu
mahasiswa Fakultas Ekonomi. Oleh sebab itu, lokasi ia berjualan di koridor Fakultas Ekonomi. Selain aman dari razia petugas patroli, Pak Tono juga sudah
banyak memiliki pelanggan khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi. Nasi sarapan yang dijual Pak Tono pun rasanya enak, dengan harganya yang terjangkau
bagi kantong mahasiswa, sehingga pembeli suka membeli nasi sarapannya. Pedagang yang satu ini juga sangat ramah terhadap pembeli, terlebih kepada
pelanggannya. Berikut ini penuturan dari informan, Elvi 21 tahun selaku mahasiswa Fakultas Ekonomi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
“Nasi sarapan Bapak ini enak, udah gitu sesuai lah sama kantong mahasiswa. Daripada makan di kantin mahal. Apalagi makan di kantin
Ekonomi mahal-mahal kali. Kalau nasi Bapak ini cuma Rp.5000,- uda dapat aqua gelas satu,,kan enak hehehe”.
Keberadaan pedagang ini pun tidak diketahui oleh petugas patroli, akibat
penyamaran yang dilakukan olehnya. Ketika pedagang lain berusaha melarikan diri ketika razia petugas patroli datang, ia pun hanya duduk tenang di dalam
koridor kampus ekonomi sambil memalingkan arah duduknya. Pedagang lain pun tidak merasa iri hati akibat lokasi jualan pedagang
tersebut yang sangat aman. Mereka menganggap bahwa setiap orang memiliki cara masing-masing untuk berusaha dan terhindar dari razia petugas patroli.
Pedagang justru menganggap Pak Tono sangat kreatif dalam berjualan, sehingga ia mampu menciptakan strategi penyamaran tersebut.
Pedagang yang satu ini pun akhirnya menetap berjualan di dalam fakultas Ekonomi yaitu tepatnya di koridor. Ia memakai ransel yang di letakkan di bagian
depan tubuhnya sampil berjalan menawarkan barang jualannya. Cara yang ia miliki ini membuat ia tidak diketahui lagi keberadaannya oleh razia petugas
patroli. Strategi dalam bentuk menyamaran yang dilakukan oleh pedagang di atas
merupakan wujud dari strategi aktif yang dikemukakan oleh Edi Suharto. Pedagang telah mengoptimalkan segala potensinya dengan memanfaatkan
lingkungan di sekitarnya yaitu berpura-pura menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi. Strategi tersebut ia lakukan sebagai bentuk strategi pengamanan
terhadap dirinya, sehingga ia tidak terkena razia satpam dan tetap bertahan dalam berjualan.
Universitas Sumatera Utara
Dari keterangan di atas, terlihat bahwa pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara mampu beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya, sehingga dapat bertahan demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori struktural fungsional yaitu
skema AGIL yang dikemukakan oleh Talcot Parsons. Dalam hal ini, pedagang telah melakukan adaptasi terhadap lingkungan sosialnya. Setelah mampu
melakukan adaptasi terhadap lingkungannya, kemudian pedagang pun bisa tetap berjualan dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Selanjutnya, pedagang juga telah menjalin hubungan baik dengan sesama pedagang, dan petugas patroli. Pedagang juga mengubah pola kebiasaan mereka
yaitu dahulu semasih ada PAJUS pajak USU mereka berjualan di satu lokasi. Namun, setelah ada peraturan tersebut, pedagang berjualan secara berpindah-
pindah. Semua strategi-strategi yang dilakukan pedagang kaki lima tersebut hanya semata bertujuan untuk mempertahankan usaha mereka demi loyalitas dan
tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. 5.
Memilih Lokasi Berjualan yang Tepat Memilih lokasi berjualan yang tepat juga menjadi komponen penting
dalam meraup keuntungan. Lokasi berjualan yang strategis membuat pedagang dengan mudah mendapatkan keuntungannya walaupun hanya sedikit. Namun,
berbeda halnya ketika berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara, tidak cukup hanya dengan lokasi yang strategis, namun juga harus tidak terlihat
oleh petugas pada saat razia petugas patroli digelar. Oleh sebab itu, pedagang juga memiliki strategi untuk memilih lokasi
berjualan yang strategis dan tidak mudah untuk dilihat oleh razia petugas dari
Universitas Sumatera Utara
jalan protokol universitas. Mereka berjualan secara sembunyi-sembunyi seperti halnya di balik gedung perkuliahan. Fenomena seperti ini banyak dijumpai di
sekitar Fakultas MIPA dan FARMASI. Beberapa pedagang sangat pandai memilih lokasi berjualannya yaitu di
antara Fakultas MIPA dan FARMASI. Pedagang yang berjualan di lokasi Fakultas MIPA dan FARMASI sangat jarang sekali disambangi oleh razia petugas
patroli. Mereka berjualan dengan rasa aman dan tidak was-was seperti pedagang yang berada di lokasi lain. Pedagang juga menguasai dua lokasi sekaligus yaitu di
antara Fakultas MIPA dan FARMASI yang saling berdekatan, sehingga pembeli dan bahkan pelanggan mereka banyak. Hal ini terjadi akibat lokasi jualan mereka
yang tersembunyi yaitu di dalam lingkungan kampus Fakultas MIPA dan FARMASI.
Terkadang petugas dengan sengaja membiarkan para pedagang yang berada di lokasi tersebut. Hal itu dilakukan karena menurut petugas bahwa
pedagang yang berada di lokasi tersebut tidak kelihatan dari jalan protokol universitas. Ketika komandan petugas patroli ikut merazia, petugas pun tidak
memberitahukan kepada komandannya bahwa di dalam lingkungan antara kampus FMIPA dan FARMASI terdapat banyak pedagang kaki lima. Petugas patroli
melakukan hal tersebut karena aktivitas pedagang di lokasi itu tidak kelihatan dari jalan protokol universitas dan juga solidaritas sesama pencari nafkah. Lagipula,
mobil patroli tidak dapat masuk ke dalam lokasi tersebut akibat jalan yang ada hanya cukup untuk dilalui kendaraan sepeda motor saja. Pedagang yang berjualan
di lokasi tersebut sangat beruntung, sedangkan pedagang yang berjualan di lokasi lainnya akan selalu terkena jaringan razia petugas patroli akibat kelihatan dari
Universitas Sumatera Utara
jalan protokol universitas. Seperti yang diungkapkan oleh M 28 tahun selaku petugas patroli sebagai berikut:
“Kalau yang di dalam FMIPA sama FARMASI itu memang jarang kali kami datangi. Karena orang itu pun gak nampak dari jalan jalan
protokol. Jadi ya gak apa-apa.Kalau gak nampak dari jalan gak apa- apanya itu.Kalau yang nampak ininya yang bisa ketahuan sama PR II
kalau dia lewat Pembantu Rektor II nanti”.
Kemudian daerah Fakultas Ekonomi dan di belakang gedung B FISIP.
Lokasi ini justru sangat strategis sekali, karena untuk mahasiswa ekonomi, FISIP, dan pertanian biasanya mereka jajan pada pedagang yang ada di sekitar lokasi
tersebut. Tak heran jika ingin membeli harus rela antri dikarenakan sangat ramainya pembeli. Seperti yang diungkapkan oleh Bang Alex Pratama 30 tahun
selaku penjual taiso sebagai berikut: “Pemilihan tempat jualan ini pun penting juga, apalagi di sini, strategis,
dekat sama anak ekonomi, pertanian la yang paling banyak jajan kemari, karena gak semua kan bisa sanggup makan di kantin setiap hari? Jadi
orang itu jajannya kemari. Uda gitu pun kita di sini gak terlalu nampak dari jalan protokol kalau ada razia petugas patroli. Tapi sekarang mereka
datangnya dari depan parkiran perpustakaan itu. Takut Nampak juga la kami. Kawan-kawan yang di situ la yang ngasi tau kalau razianya uda
mau datang. Trus kami pun lari juga”.
Lokasi tersebut merupakan lokasi yang aman dan strategis yang dapat menguntungkan para pedagang. Pada saat petugas patroli merazia dengan
menggunakan mobil patroli, mereka hanya dapat melalui jalan protokol saja, sehingga pedagang yang berjulan di tempat tersembunyi seperti itu tidak akan
kelihatan oleh petugas razia patroli. Namun, ketika mobil patroli lewat dari depan perpustakaan universitas, pedagang pun lebih memilih melarikan diri. Daripada
mereka ketahuan petugas dan tertangkap, pasti akan lebih banyak lagi resiko yang harus diterima. Seringkali terjadi ketika ada razia petugas datang, pedagang yang
Universitas Sumatera Utara
berjualan di trotoar jalan protokol yang mengetahui dahulu, kemudian mereka memberitahu kepada pedagang yang berjualan di lokasi lain khususnya di tempat
yang tersembunyi. Hal ini diungkapkan oleh Pak Rian Hardianta 59 tahun selaku penjual roti sebagai berikut:
“Bapak pun jualan pindah-pindah liat-liat kondisi juga la. Kalau uda lewat razia bapak jualan di trotoar jalan protokol itu, kalau masih rawan
kondisinya bapak jualan di dekat pasca sarjana hukum di dekat parkir mobil. Jadi kalau tiba-tiba ada razia bapak nampak mereka, dan mereka
gak nampak Bapak. Bapak pun enak aja tinggal lari dan ngasi tau kawan- kawan yang lain juga”.
Selain bersembunyi di balik-balik gedung, ada juga pedagang bernama Bu
Ita bersama dengan suaminya yang menjual es poci dengan menggelar jualannya di samping musholah Fakultas Ekonomi. Lokasi jualannya yang ia miliki sedikit
menjorok ke dalam sehingga sangat tidak kelihatan oleh petugas razia, tetapi dapat dilihat oleh para mahasiswa yang berlalu lalang. Pedagang tersebut
memiliki gerobak jualan yang cukup besar, sehingga tidak dapat di letakkan di atas sepeda motornya melainkan diletakkan di bawah pohon mangga yang berada
di sekitar Musholah. Gerobak jualan ini pun setiap harinya ditinggalkan oleh pemiliknya dengan hanya ditutupi menggunakan kain terpal berwarna biru
kemudian diikat rapi. Hal ini dilakukan supaya apabila turun hujan, gerobak jualannya tidak basah dan rusak. Bahkan pedagang yang satu ini juga
menyambung listrik secara ilegal dari musholah yang ada di sampingnya. Listrik tersebut digunakan untuk menjalankan alat penghalus es yang akan mereka jual.
Barang jualan miliknya ini juga sangat laris, karena tidak ada pedagang lain yang sama menjual teh poci.
Pada saat razia petugas datang, mereka hanya menutupi gerobak jualannya dengan kain terpal pertanda mereka tidak sedang berjualan, kemudian
Universitas Sumatera Utara
pedagangnya hanya bersembunyi di dalam musholah. Hal ini tentu tidak diketahui oleh petugas patroli, karena mereka hanya lewat saja tanpa memeriksa dengan
detail. Hal tersebut yang membuat pedagang dapat dengan mudah mengelabuhi petugas patroli. Pada umumnya masing-masing pedagang telah memiliki lokasi
jualan yang tersembunyi dan strategis. Seperti yang diungkapkan oleh Bu Ita 35 tahun selaku penjual teh poci sebagai berikut:
“Jualan di sini strategis, listriknya pun bisa nyambung dari Musholah kan,,udah gitu tempat lalu lalangnya mahasiswa, pegawai. Laris lah es
Ibuk. Kalau ada razia petugas pun Ibuk tinggal ngumpet di dalam Musholah aja. Trus gerobaknya Ibuk tutupi pakai terpal, jadi pikirnya kan
kita gak jualan. Petugasnya pun cuma lewat aja gak diperiksa kali”. Selain itu, ada juga pedagang yang berjualan di koridor perpustakaan
universitas. Pedagang tersebut berjualan es krim dengan menggunakan sepeda. Pedagang tersebut terus saja membunyikan loncengnya untuk menarik perhatian
mahasiswa agar membeli es krimnya. Pedagang menggelar jualannya di lokasi tersebut, karena banyak mahasiswa yang duduk-duduk santai di pinggir kolam
perpustakaan universitas. Mahasiswa duduk sambil sekedar makan atau pun minum sembari menunggu perkuliahan selanjutnya. Kondisi ini langsung
dimanfaatkan oleh pedagang tersebut untuk meraup keuntungan. Ia beranggapan bahwa petugas patroli tidak akan menduga kalau ada
pedagang yang berjualan di koridor perpustakaan universitas, sehingga ia tetap tenang saja saat razia di gelar. Tetapi ia pun terkadang ikut lari juga, karena ia
takut tertangkap apabila ketahuan. Ternyata, terkadang razia petugas sudah mengetahui juga bahwa biasanya di tempat-tempat tersembunyi dan strategis
terdapat banyak pedagang. Kemudian mobil patroli tersebut akan berhenti di
Universitas Sumatera Utara
depan perpustakaan universitas dan membunyikan kalksonnya saja sampai pedagang tersebut pergi.
Pada umumnya pedagang berjualan secara sembunyi-sembunyi pada waktu sekitar pukul 09.00WIB sampai pukul 16.00WIB. Pada waktu-waktu
tersebut razia masih rutin dilakukan oleh petugas. Namun, setelah tidak ada lagi razia, semua pedagang menggelar jualannya di trotoar jalan di sekitar kampus
Universitas Sumatera Utara lebih tepatnya di sepanjang jalan protokol pintu satu sampai ke depan Fakultas Hukum. Hal di atas juga serupa dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ningsih 2012 bahwa pedagang akan memiliki lokasi berjualan yang strategis yang selalu dilalui oleh mahasiswa. Pedagang juga
menawarkan barang jualannya dengan para pembeli dengan tutur sapa yang ramah tamah.
4.5. Strategi Bertahan Dalam Mempertahankan Usahanya Dari Persaingan