Kebutuhan Ekonomi Keluarga yang Mendesak

4.3.1. Kebutuhan Ekonomi Keluarga yang Mendesak

Kebutuhan ekonomi keluarga merupakan kebutuhan primer yang harus segera dipenuhi. Masyarakat rela melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka dengan bekerja di sektor formal atau informal. Salah satu contoh kongkrit pekerjaan di sektor informal adalah pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pengusaha yang satu ini memang sering dihadapkan dengan persoalan yang sangat rumit, yaitu antara melanggar peraturan dan mencari nafkah. Dengan kata lain, tidak makan sama sekali atau makan tetapi melanggar peraturan. Dalam hal ini, melanggar peraturan sering dianggap nomor dua, asalkan mereka dapat penghasilan untuk kebutuhan makan dan lain-lain. Pedagang rela berjualan dengan kondisi yang tidak aman setiap harinya, dengan adanya razia yang dilakukan oleh petugas patroli Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut tidak mengurangi semangat mereka untuk tetap dapat berjualan, sehingga kebutuhan ekonomi keluarga dapat terpenuhi. Kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak merupakan alasan utama pedagang tetap melakukan aktivitas di jalanan menjadi pedagang kaki lima dan berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Bang Alex Pratama 30 tahun selaku penjual taiso sebagai berikut: “Abang jualan di sini karena kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak, kayak makan anak, istri, sekolah anak lagi. Kalau Abang gak jualan ya gak ada pemasukan la. Gak bisa makan la anak, istri”. Selanjutnya, hal senada juga diungkaapkan oleh Bu Suri 31 tahun selaku penjual mie pecal sebagai berikut: “Jualan di sini kan Ibuk cari makan untuk kebutuhan keluarga juga. Selagi masih halal kenapa enggak? Gitu aja prinsip ibuk. Kalau gak jualan mau makan apa kita di rumah, biaya air, listrik, biaya sekolah anak juga ada”. Universitas Sumatera Utara Dari pernyataan di atas, tergambar bahwa secara umum pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera Utara melakukan kegiatan berjualan hanya semata untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang mendesak dan harus terpenuhi. Profesi sebagai pedagang kaki lima yang mereka lakoni juga menjadi mata pencarian utama, karena dianggap penghasilan yang didapat dari berjualan tersebut sangat memenuhi kebutuhan pokok keluarga mereka. Pedagang pada umumnya mengaku bahwa pendapatan bersih dari berjualan rata-rata sebesar Rp.200.000,- hari. Kemudian pendapatan tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Seperti yang telah diungkapkan oleh Pak Harahap 45 tahun selaku penjual mie pecal sebagai berikut: “Berjualan di sini ya mata pencarian pokok bapak la. Hasilnya pun Alhamdulillah cukup untuk biaya keluarga. Dengan penghasilan bersihnya Rp.200.000,- hari”. Pendapatan hasil berjualan digunakan untuk keperluan keluarga terutama adalah kebutuhan untuk makan. Terlebih lagi pada saat sekarang ini harga sembako semakin mahal, Seperti: beras, lauk pauk, sayur dan lain-lain. Setiap harinya mereka pun mengeluarkan uang untuk keperluan makan sebesar Rp.30.000,- sampai dengan Rp.50.000,-hari. Uang tersebut sudah dapat membeli beras, lauk pauk, dan sayur untuk dihabiskan dalam satu hari saja. Mereka makan dengan lauk seadanya, tidak harus bermewah-mewah. Bagi mereka yang terpenting bisa makan dengan sayur dan lauk, walau pun kadang lauknya tempe dan yang penting tetap bergizi. Seperti Bang Antoni Delle yang mengaku tidak akan mengurangi porsi makan keluarganya. Baginya, makan adalah hal yang Universitas Sumatera Utara paling utama, apalagi makan adalah perbaikan gizi untuk anak-anaknya yang sedang bersekolah sebagai nutrisi otak dan tumbuh kembang anak mereka. Hal tersebut membuat pedagang memutar otak untuk tetap dapat mendapatkan penghasilan agar tetap bisa bertahan hidup. Oleh sebab itu, pedagang tetap nekad berjualan dengan berbagai strategi yang dilakukan agar tetap dapat berjualan di sekitar kampus Universitas Sumatera utara.Seperti yang diungkapkan oleh Bang Antoni Delle 37 tahun selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut: “Kalau Abang gak jualan di sini ya,,dapur gak ngebul istilahnya gitu”. Selanjutnya, pendapatan berjualan mereka digunakan untuk keperluan sekolah anak mereka. Mulai dari uang sekolah perbulannya, uang buku dan uang jajan setiap harinya. Bagi pedagang yang anaknya masih bersekolah di tingkat SD mungkin belum banyak mengeluarkan biaya. Tetapi, bagi pedagang yang anaknya bersekolah ditingkat SLTP, SMA dan Perguruan Tinggi sangat membutuhkan banyak biaya. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Rian Hardinata 59 tahun selaku penjual roti sebagai berikut: “Alhamdulillah selain cukup untuk makan, dan lain-lain, juga cukup untuk membantu biaya sekolah anak saya yang sedang kuliah, karena biaya kuliahkan mahal, apalagi di swasta”. Selanjutnya, untuk keperluan membayar listrik dan air yang setiap bulannya harus mereka bayar. Rata-rata pedagang membayar untuk air dan listriknya sebesar Rp.40.000,- sampai dengan Rp.50.000,- bulan. Jumlah tersebut mau tidak mau harus tetap dibayar, karena sudah dipakai terlebih dahulu listrik dan airnya. Kalau terlambat saja membayar akan di beri denda dan kalau tidak membayar akan diputus aliran listrik atau airnya. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, keperluan untuk membayar sewa rumah. Pada umumnya, pedagang masih menyewa rumah yang mereka tinggali sekarang, karena memang untuk membeli rumah di kota sangat mahal harganya, sehingga pedagang belum mampu untuk membeli rumah mereka sendiri. Pembayaran sewa rumah tersebut dilakukan setiap tahunnya, sehingga mereka harus menyisihkan uang mereka setiap harinya untuk keperluan membayar sewa rumah sebelum jatuh tempo. Penghasilan dari berjualan juga dapat ditabung sedikit demi sedikit selain digunakan untuk kebutuhan keluarga. Hal ini dilakukan oleh Bang Antoni Delle 37 tahun selaku penjual es pisang ijo sebagai berikut: “Pendapatan hasil jualan biasanya Abang sama istri pasti nabung Rp.100.000,- untuk jaga-jaga dikemudian harinya. Setelah itu penghasilan jualan tadi baru dipakai untuk keperluan lain lagi”. Pendapatan hasil berjualan mereka ternyata selain cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, juga dapat ditabung. Pedagang sengaja menyisihkan pendapatannya untuk ditabung sedikit demi sedikit sebagai tabungan masa depan mereka atau untuk keperluan membayar sewa rumah mereka. Pernyataan di atas telah menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh dari berjualan di Universitas Sumatera Utara ini dapat mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga mereka, sehingga mereka tetap mempertahankan usaha mereka walau sebenarnya telah melanggar aturan yang telah dibuat oleh pihak Universitas Sumatera Utara. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang terbuka bagi kelompok marginal kota untuk memepertahankan dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi. Hal di atas juga serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih 2012, bahwa pedagang tetap berjualan di lingkungan kampus dengan alasan Universitas Sumatera Utara utama yaitu kebutuhan ekonomi yang mendesak. Di tengah sulitnya ekonomi, sektor informal menjadi alternatif pekerjaan yang terbilang populer, walau keuntungan yang diperoleh tidak begitu banyak. Namun, dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Menurut kajian sosiologi ekonomi, bahwa dalam masyarakat terdapat proses dan pola interaksi sosial dalam hubungannya dengan ekonomi. Hubungan dilihat dari sisi saling pengaruh-mempengaruhi. Masyarakat sebagai realitas eksternal-objektif akan menuntun individu melakukan kegiatan ekonomi seperti apa yang boleh diproduksi. Semua orang perlu mengonsumsi pangan, sandang dan papan untuk bisa bertahan hidup. Selanjutnya yang dimaksud dengan fenomena ekonomi adalah gejala dari cara bagaimana orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka. Oleh sebab itu manusia perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan yang dimaksud disini adalah semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi barang- barang langka.

4.3.2. Universitas Sumatera Utara Merupakan Pangsa Pasar yang Menjanjikan Bagi Pedagang Kaki Lima