yang bersangkutan. Dalam menyelenggarakan program sosialnya, perusahaan disarankan untuk menentukan penerima bantuan grantees secara tepat, saling memberi “isyarat” di
antara perusahaan pemberi bantuan, berusaha untuk meningkatkan kinerja individu atau institusi penerima bantuan serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penerima
bantuan.
2.5. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah
Pengembangan berdasarkan pendekatan wilayah dimaksudkan sebagai suatu rencana dan aktivitas pembangunan yang terkait antara satu daerah dengan daerah lainnya
sehingga arah pembangunan antar daerah dalam suatu wilayah menampung kebutuhan yang semakin tinggi. Perlu ada kerja sama antar daerah di dalam melaksanakan aktivitas
pembangunan di daerah, pada dasarnya memiliki karakteristik potensi ekonomi dan sosial yang hampir sama bahkan saling menguatkan. Kerjasama ini dimaksudkan agar
pembangunan daerah bisa berjalan secara optimal melalui penciptaan sinergi atas penggunaan potensi ekonomi yang ada. Untuk saat ini pembangunan di daerah
berlandaskan pada potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah. Pemanfaatan kedua potensi inilah yang perlu dikerjasamakan sehingga dapat menciptakan
suatu hasil atau manfaat yang lebih besar jika dibandingkan dengan bekerja sendiri Miraza, 2005.
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah terutama pemerintah daerah kabupatenkota mampu bekerjasama dengan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan perencanaan dan
pengembangan wilayah yang dapat dilihat dari pembangunan masyarakat yang mendiami wilayah tersebut sehingga memerlukan suatu keteraturan dan rambu-rambu yang nantinya
tidak melanggar koridor yang telah ditetapkan. Pentingnya perencanaan dan
Universitas Sumatera Utara
pengembangan wilayah terpadu yang akan mengkombinasikan semua potensi yang dimiliki oleh kabupatenkota, semakin terasa sejalan dengan banyaknya pemekaran
kabupatenkota di Indonesia. Meskipun masing-masing kabupatenkota memiliki keunggulan dan potensi kewilayahan yang akan membedakannya dengan wilayah lain yang
berdampingan, namun keunggulan itu idealnya dipadukan dengan keunggulan dari kawasan lain, sehingga synergy effect yang ditimbulkan akan semakin memperkuat kedua
kawasan tersebut Surya, 2006. Pengembangan wilayah dalam pembangunan adalah berbagai jenis kegiatan baik
yang tercakup dalam sektor pemerintah maupun dalam masyarakat, dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha-usaha untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup
masyarakat. Usaha-usaha tersebut pada dasarnya adalah bersifat meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan, baik melalui produk-produk maupun melalui berbagai jenis
kegiatan yang membawa pengaruh peningkatan kawasan Samosir, 2000. Peningkatan kawasan dapat pula diartikan sebagai peristiwa pengembangan wilayah pada wilayah yang
bersangkutan, sehingga keseluruhan usaha yang menjurus pada perbaikan dalam tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab berlangsungnya proses
perkembangan wilayah Purnomosidi, 1981. Perencanaan wilayah menyangkut pada bagaimana pemanfaatan wilayah, baik
potensi alam maupun potensi buatan, harus dilaksanakan secara fully dan efficiently agar pemanfaatan potensi dimaksud benar-benar berdampak pada kesejahteraan masyarakat
secara maksimal. Di samping itu kita juga perlu memikirkan bagaimana dunia usaha dapat berkiprah secara ekonomis serta pemerintah mendapatkan manfaat dari semua keadaan ini
bagi melangsungkan pemerintahan yang baik. Meskipun terdapat banyak konsep tentang perencanaan pembangunan wilayah tetapi pakar ekonomi wilayah sependapat bahwa
Universitas Sumatera Utara
tujuan pembangunan wilayah merupakan bagian dari tujuan pembangunan nasional yang antara lain adalah mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang lebih tepat dan
menyediakan kesempatan kerja yang cukup serta wilayah menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor jasa, industri, pertanian dan sektor lainnya dengan
memperhatikan dan menyelaraskan penggunaan potensi yang ada secara baik dan benar. Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan
pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan
tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, kita juga perlu memahami pengertian dari
pembangunan. Pembangunan development adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan
dan teknologi, kelembagaan, dan budaya Alexander 1994. Portes 1976 mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat baik ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung
pada level makro nasional dan mikro commuinitygroup. Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuanperbaikan progress, pertumbuhan dan
diversifikasi. Siagian 1983 dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan,
“Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai
suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk terus berkembang,
Universitas Sumatera Utara
baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan”.
Menurut Tikson 2005 adapun Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunani adalah pembangunan bisa berbeda untuk setiap negara. Di negara-
negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan pedesaan, dan
harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di negara-negsara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indikator pembangunan akan bergeser kepada faktor-
faktor sekunder dan tersier Sejumlah indikator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga
internasional antara lain pendapatan perkapita GNP atau PDB, struktur perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua indikator lainnya
yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup IKH atau PQLI dan Indeks Pembangunan Manusia
HDI. 2.6. Hubungan Antara
Corporate Social Responsibility CSR dengan Pembangunan
Salah satu inti dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU PT adalah bahwa dalam pembangunan Indonesia sekarang ini, bukan hanya
tanggung jawab pemerintah semata, pihak swasta juga berperan dalam melaksanakan pembangunan. Penetapan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas merupakan langkah positif dalam rangka mengatur keberadaan perusahaan yang beropersi serta memanfaatkan sumberdaya alam di suatu wilayah untuk lebih berperan
dalam pembangunan masyarakat dan wilayah sekitarnya. Keberadaan perusahaan di suatu wilayah diharapkan mampu memberikan dan mendatangkan dampak positif bagi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Program Kemitraan merupakan salah satu contoh kegiatan yang dapat dilakukan oleh perusahaan korporasi dalam berbagi pengalaman, teknologi, dan modal
dengan pengusaha kecil dan koperasi di sekitarnya. Kegiatan tersebut langsumg maupun tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat. Dengan
demikian perusahaan korporasi dapat berperan lebih besar dalam pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Pembangunan masyarakat merupakan wujud nyata dari
terjadinya sinergi program-program pembangunan yang dilakukan masyarakat, industriswastaperusahaankorporasi dengan pemerintah Sumaryo, 2009.
Selama ini terkesan pembangunan merupakan tanggung jawab daripada pemerintah saja. Walaupun ada pihak swasta yang ikut berpartisipasi, hanya berbentuk hibah ataupun
derma saja sehingga kegiatan yang dilaksanakan hanya untuk sekali pelaksanaan program saja atau tidak berkelanjutan. Corporate Social Responsibility CSR merupakan wujud
dari tanggung jawab sosial perusahaan untuk berkontribusi signifikan atas pembangunan daerah yang berkelanjutan. Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang
mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara
keseluruhan. Dalam proses pembangunan, peranan pendidikan amatlah strategis. Pelaksanaan pembangunan memerlukan biaya yang besar sedangkan sumber pembiayaaan
pembangunan daerah terbatas. Oleh karena itu, salah satu solusi dalam permasalahan pembiayaan pembangunan yaitu diperlukan kerjasama dan harmonisasi yang baik antara
pihak pemerintah dan swasta dalam kesuksesan pembangunan daerah. Purwono, et.al 2000 mengemukakan bahwa salah satu sumber pembiayaan
pembangunan daerah adalah peningkatan kerjasama antara pemerintah dan swasta diantaranya melalui skema Public Private Partnership PPP atau selanjutnya disebut
Universitas Sumatera Utara
sebagai Kerjasama Pemerintah dan Swasta KPS dan skema Corporate Social Responsibility CSR. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu disusun suatu skema
yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.Penyusunan skema tersebut perlu memperhatikan tiga 3 pilar utama yaitu :
Pilar 1: Pelaksanaan Corporate Social Responsibility CSR harus didasarkan pada paradigma bahwa keberadaan dana CSR tidak dipahami sebagai sumber
penerimaan bagi APBD, namun harus lebih diletakkan pada perannya dalam mengurangi beban pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan.
Pilar 2: Pelaksanaan Corporate Social Responsibility CSR ini merupakan bagian yang terintegrasi dengan pendekatan perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-
up bottom-up planning, dimana program Kabupaten disusun berdasarkan kehendak masyarakat.
Pilar 3: Pelaksanaan Corporate Social Responsibility
CSR harus mampu
mengakomodasi kondisi dan karakteristik pelaksanaan CSR yang berkembang di masyarakat.
Atas pertimbangan tersebut, terdapat dua 2 alternatif skema Corporate Social Responsibility CSR yang memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu: Model
Partisipatif Pasif dan Model Partisipatif Aktif. Maksud partisipatif karena pelaksanaan kedua model tersebut dicangkokkan pada mekanisme perencanaan pembangunan daerah
yang bersifat bottom-up. Pada Model Partisipatif Pasif, desa diharapkan telah membuat perencanaan pembangunan tahunan yang dilengkapi dengan sumber pembiayaannya,
termasuk yang dibiayai melalui skemaprogram Pelaksanaan Corporate Social Responsibility CSR yang telah dilakukan oleh perusahaan. Pembicaraan dan proses
negosiasi pembiayaan kegiatan melalui Corporate Social Responsibility CSR diserahkan
Universitas Sumatera Utara
kepada pihak pemerintah desa dan perusahaan. Sedangkan, untuk Model Partisipatif Aktif perusahaan bersama pihak-pihak terkait melakukan proses aktif untuk melakukan proses
negosiasi dan distribusi serta alokasi dana Corporate Social Responsibility CSR melalui sebuah forum yang dibentuk untuk tujuan tersebut.
Penguatan kelembagaan menjadi syarat penting bagi suksesnya skema pelaksanaan Corporate Social Responsibility CSR ini. Berdasarkan pertimbangan di atas maka dalam
rangka mengoptimalkan alternatif sumber pembiayaan pembangunan daerah diperlukan langkah-langkah berikut: i pemetaan program Corporate Social Responsibility CSR
berdasarkan wilayah untuk mengetahui hambatan dan potensi daerah dalam mengoptimalkan peran Corporate Social Responsibility CSR dalam pembiayan
pembangunan daerah ii melakukan penguatan kelembagaan pemerintahan desa melalui edukasi dan pendampingan dalam menyusun RKAT Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan dengan memanfaatkan berbagai alternatif sumber pembiayaan secara optimal. Hal ini sangat relevan diterapkan pada Model Partisipasi Pasif, iii membentuk Forum
Pelaksana Corporate Social Responsibility CSR bagi kawasan atau daerah yang sesuai untuk diterapkannya model Partisipasi Aktif, iv melakukan optimalisasi Pendapatan Asli
Daerah PAD di antaranya melalui intensifikasi penerimaan pajak retribusi serta pemanfaatan aset daerah dengan skema Public Private Partnership PPP untuk
meningkatkan kemandirian fiskal daerah dalam mendukung pembiayaan pembangunan.
2.7. Kerangka Pemikiran