6 Variabel Keunggulan Bersaing dan Indikator Variabel

Tabel 3.6 Variabel Keunggulan Bersaing dan Indikator Variabel

Definisi Operasional No

Keunggulan Penetapan biaya pendidikan yang

relative rendah,

Biaya

terjangkau, dengan kesesuaian

mutu dan layanan program advantage ), studi dan pemanfaatan fasilitas

cost

Y2.1

yang ada. Keberanian perguruan tinggi dalam menciptakan kemitraan

Keunggulan dengan dunia kerja dan differensiasi

memberikan jaminan kepada Keunggulan

( differentiation mahasiswa berupa keahlian, 5 Bersaing

advantage) Y2.2 prestasi akademik, lulus tepat waktu dan masa tunggu yang cepat dalam dunia kerja, Kreativitas perguruan tinggi dalam mendesain informasi

Keunggulan yang menarik, mudah diingat, pemasaran gampang dikenali dan memiliki ( marketing reputasi atau citra yang baik advantage ). yang dikemas dalam bentuk

Y2.3

promosi lewat media cetak dan elektronik

Sumber : Desain Kuesioner, diolah, 2015

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian dan kerangka konseptual yang dikembangkan dalam penelitian ini, maka rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatory , yaitu bentuk penelitian yang akan menjelaskan hubungan kausalitas antara variabel exogenous yang terdiri dari Manajemen pengetahuan, aspek lingkungan dan Kompetensi dengan variable endogenous yang terdiri dari perencanaan strategis dan Keunggulan bersaing PTS. Penelitian ini juga menggunakan rancangan verifikasi yaitu memverifikasi variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian di obyek penelitian.

Untuk mengetahui hubungan antar variabel penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan data cross section yang dikumpulkan dengan metode survey, yaitu metode yang menggunakan instrumen kuesioner dan dalam pemilihan sampel dari populasi berdasarkan PTS sebagai suatu institusi pendidikan.

Dilihat dari dimensi waktu, maka penelitian ini bersifat cross sectional, yaitu informasi dari sebagian populasi ( sample responden ) dikumpulkan langsung ditempat kejadian secara empirik, dengan tujuan untuk mengetahui pendapat dari sebagian populasi terhadap objek yang sedang diteliti (Sekaran,2003).

Unit analisis dalam penelitian ini adalah PTS yang ada di Sulawesi Tenggara. Responden penelitian ini difokuskan pada Unsur pimpinan PTS (rektor dan wakil rektor I, II, III, dan IV; Dekan dan wakil dekan I,II, dan III; ketua dan wakil ketua I, II, dan III; direktur dan wakil direktur I, II, dan III;), dimana unsur Unit analisis dalam penelitian ini adalah PTS yang ada di Sulawesi Tenggara. Responden penelitian ini difokuskan pada Unsur pimpinan PTS (rektor dan wakil rektor I, II, III, dan IV; Dekan dan wakil dekan I,II, dan III; ketua dan wakil ketua I, II, dan III; direktur dan wakil direktur I, II, dan III;), dimana unsur

4.2 Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi penelitian di Sulawesi Tenggara dengan alasan:

1. Dari segi Lokasi, Sulawesi Tenggara masih dapat terjangkau geografis daerah Kendari, Kolaka, Konawe, Bau-Bau, dan Muna.

2. Dari segi persaingan PTS, persaingan di Kendari cukup ketat berkaitan dengan jumlah dan kualitas PTS yang ada baik di wilayah Kendari maupun sekitarnya.

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2015 sampai Desember 2015 terhadap PTS di Sulawesi Tenggara dengan rincian: Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi dan politeknik. Dengan kriteria sebagai berikut: (1) memperoleh izin penelitian pada instansi yang terkait (2) menghubungi responden yaitu para pejabat/unsur pimpinan pada PTS di Propinsi Sultra dan memberikan instrumen berupa angket (3) mengumpulan angket yang telah diisi oleh responden, (4) melakukan wawancara kepada responden yang dianggap memiliki kemampuan untuk menjelaskan fokus kajian penelitian, (5) melakukan editin terhadap angket dan (6) tabulasi dan analisa data.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Keterwakilan populasi oleh sampel dalam penelitian ini merupakan syarat penting untuk melakukan generalisasi, oleh karena itu keputusan dalam pengambilan sampel harus memperhatikan desain sampel dan ukuran sampel (sekaran,2003).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua PTS yang ada di Sulawesi Tenggara yang berjumlah 37 perguruan tinggi.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sampel representatif, yang akan memberikan hasil yang mempunyai kemampuan untuk digeneralisasi. Kriteria sampel yang representatif tergantung pada aspek yang saling berkaitan yaitu akurasi sampel dan keakuratan ( presisi ) sampel. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini menggunakan pendekatan non probability sampling . Teknik yang digunakan yaitu purposive sampling dengan metode judgement sampling .

Purposive sampling merupakan teknik pemilihan sampling purposive atau bertujuan secara subyektif. Pemilihan ini dilakukan karena peneliti memahami bahwa informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari kelompok sasaran tertentu yang mampu memberikan informasi yang dikehendaki sesuai dengan penelitian serta memiliki kriteria yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan peneliti. Metode judment sampling dipilih karena menggunakan pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan penelitian atau masalah penelitian yang dikembangkan. Dari 37 PTS dengan jumlah unsur pimpinan sebanyak 449 orang penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Setelah diketahui besarnya sub populasi (N) seluruh unsur pimpinan pada 37 PTS , maka besar sampel (n) dapat ditentukan yaitu 90 sampel unsur pimpinan

Tabel 4.1 Distribusi jumlah sampel

No. PT.yang dikelola masyarakat Jumlah Populasi Jumlah Sampel 1 2 3 4 1 Universitas

218/449x90 44 2 Sekolah Tinggi

120/449x90 24 3 Akademi

99/449x90 20 4 Politeknik

12/449x90 2 Jumlah

Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 90 sampel. Adapun unsur sampling dalam penelitian ini menggunakan kerangka sampling ( Sampling Frame ) yaitu daftar dari unsur sampling dalam populasi sampling. Kerangka sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu PTS dalam bentuk Univeritas, Sekolah Tinggi, Akademi dan Politeknik.

4.4 Data Penelitian

4.4.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti dari obyek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian melalui kuesioner yang diberikan kepada para unsur pimpinan PTS yang ditetapkan sebagai responden.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain dan telah tersedia pada saat penelitian dilakukan. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumentasi. Data dokumentasi berupa statuta perguruan tinggi, Rencana Strategik (Renstra) perguruan tinggi, Rencana Operasional (Renop) dan bluprint perguruan tinggi.

4.4.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Studi pustaka, dimaksudkan untuk mendapatkan kajian dasar teoritik yang relevan dengan masalah yang diteliti.

b. Kuesioner, pengumpulan data dengan menggunakan daftar pernyataan yang digunakan untuk mengetahui b. Kuesioner, pengumpulan data dengan menggunakan daftar pernyataan yang digunakan untuk mengetahui

c. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disebarkan ke PTS melalui dua cara: (1) peneliti menyerahkan langsung kepada PTS yang ada, baik melalui institusi maupun secara pribadi kepada pimpinan PTS di Sulawesi Tenggara. Kemudian melakukan kesepakatan untuk waktu pengembalian kuesioner. (2) Peneliti menyerahkan kuesioner melalui APTISI Kendari yang kemudian didistribusikan ke PTS yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini. Melalui dua cara tersebut, seluruh kuesioner didistribusikan.

d. Adapun pengembalian kuesioner oleh responden dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, peneliti langsung mengambil kuesioner yang telah diisi oleh responden secara langsung. Kedua, peneliti menyerahkan kuesioner kemudian mengambil beberapa hari kemudian sesuai kesepakatan dengan responden, ketiga, peneliti menerima kuesioner dari APTISI Kendari yang telah d. Adapun pengembalian kuesioner oleh responden dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, peneliti langsung mengambil kuesioner yang telah diisi oleh responden secara langsung. Kedua, peneliti menyerahkan kuesioner kemudian mengambil beberapa hari kemudian sesuai kesepakatan dengan responden, ketiga, peneliti menerima kuesioner dari APTISI Kendari yang telah

4.4.3 Skala dan pengukuran Data

Pengukuran data dalam penelitian ini menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden terhadap obyek (Nasir, 2009) penggunaan skala likert karena pertimbangan sebagai berikut: (1) mempunyai banyak kemudahan, (2) mempunyai reabiliti yang tinggi dalam mengaitkan subyek berdasarkan persepsi (3) flekxibel dibanding teknik yang lain, dan (4) aplikatif pada berbagai situasi. Pedoman untuk pengukuran semua variabel adalah dengan menggunakan 5 poin likert dimana jika terdapat jawaban dengan bobot rendah maka, diberikan skor 1 (satu) dan seterusnya sehingga jawaban yang berbobot tinggi diberi skor 5 (lima). Kategori dari setiap jawaban dengan kriteria sebagai berikut: sangat baik/sangat setuju (skor 5) Baik/Setuju (skor 4), Netral (skor 3), tidak Baik/Tidak Setuju (skor 2) sangat tidak Baik/Sangat Tidak Setuju (skor1) Malhotra, 2010 dan Cooper & Sehindler, 2003).

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Pengujian instrumen dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah instrumen yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik atau sesuai dengan standar metode penelitian. Mengingat pengumpulan data penelitian ini menggunakan kuesioner, maka keseriusan dan kesungguhan responden dalam menjawab pernyataan /pernyataan merupakan unsur penting. Keabsahan atau kesahihan data hasil penelitian sosial sangat ditentukan oleh instrumen yang digunakan.

a. Uji Validasi Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dengan kata lain mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti (Simamora, 2002). Validitas suatu indikator dapat diamati melalui dua cara, yaitu: Pertama, koefisien estimasi ( loading faktor ) dari suatu indikator terhadap construct tertentu yang besarnya ditentukan oleh standardized regresión weight . Koefisien dinyatakan valid, jika indikator yang digunakan dapat mengukur construct tertentu bilamana loading faktor ≥ 0.5 (Hair et.al ., 1989). Kedua nilai Critical Ratio (CR) dari regresión weight yang menunjukkan nilai t hitung pada tabel distribuís t dimana nilai CR ≥ 1.69 untuk tingkat signifikansi 5%, dan CR ≥ 2,63 untuk tingkat signifikansi 1% atau nilai probabilitas (p) regresión weight yang menunjukkan tingkat signifikansi dimana nilai P ≤ 0,10 untuk tingkat signifikansi 10%, P ≤ 0,05 untuk tingkat signifikansi 5%, dan p ≤ 0,01 untuk tingkat signifikansi 1%.

b. Uji reliabilities construct

Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan untuk menentukan apakah hasil kuesioner dapat dipercaya atau tidak. Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan menghitung nilai Alpha Cronbach. Menurut Ferdinand (2002), nilai batas tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah construct reliability

0.7. Selain itu sebagai kriteria pendukung dalam melihat konsistensi internal adalah reliabilitas construk yang diperoleh melalui loading faktor dalam Comfirmatory Faktor Analysis (CFA).

4.6 Metode Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan struktural atau structural equation modeling (SEM) berbasis variance Parsial Leasst Square (PLS) untuk mengetahui hubungan kausal antar variabel laten yang terdapat dalam persamaan struktural.

Untuk menganalisis data hasil survei, menginterpretasi hasil penelitian serta untuk menguji hipotesis, maka digunakan analisis deskriptif, pengujian model pengukuran, pengujian model overal, pengujian model struktural serta pengujian hubungan variabel terobservasi. Untuk memudahkan proses analisis digunakan beberapa program aplikasi statistik, antara lain SPSS ( Statistical Package for Service Solution ) dan AMOS ( Analisis Momen of Structure ) yang merupakan paket dalam program SEM ( Structural Equation Model ).

4.6.1 Analisis Parsial Least Square (PLS)

Parsial Least Square (PLS). merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi. PLS. Pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold. Beliau adalah pegawai dari Karl Joreskog (yang mengembangkan SEM). Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana teorinya lemah atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. Word (1985) menyebutkan PLS sebagai “ Soft Modelling ” PLS merupakan metode analisis yang powerfull kerana dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai kompirmasi teori juga dapat digunakan untuk merekomendasikan hubungan yang ada Parsial Least Square (PLS). merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi. PLS. Pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold. Beliau adalah pegawai dari Karl Joreskog (yang mengembangkan SEM). Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana teorinya lemah atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. Word (1985) menyebutkan PLS sebagai “ Soft Modelling ” PLS merupakan metode analisis yang powerfull kerana dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel tidak harus besar. PLS selain dapat digunakan sebagai kompirmasi teori juga dapat digunakan untuk merekomendasikan hubungan yang ada

Metode Struktural Equation Modeling (SEM) yang berbasis variance yang dikenal sebagai metode Pa rsial Least Square (PLS) alasan-alasan yang melatar belakangi pemilihan model analisis PLS sebagai berikut:

1. Metode atau konstruk yang dirancang pada kerangka konseptual penelitian ini, terlihat ada hubungan kausal berjenjang yaitu Manajemen Pengetahuan, Aspek Lingkungan dan Kompetensi terhadap perencanaan Strategik dan keunggulan bersaing. Dengan banyak hubungan dan berjenjang, maka permasalahan dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini hanya dapat diselesaikan dengan bantuan model berbentuk struktural.

2. Studi ini menggunakan variabel laten yang diukur melalui indikator. PLS cocok digunakan untuk mengkomfirmasi unidimensionalitas dari berbagai indikator untuk sebuah konstruk/konsep/faktor.

3. SEM yang berbasis variance dengan metode PLS merupakan

multivariat yang memungkingkan dilakukan analisis serangkaian dari beberapa variabel laten secara simultan sehingga memberikan efisiensi secara statistik.

teknik

analisis

4. PLS merupakan metode analisis yang Pa wer Full yang tidak didasarkan banyak asumsi dan memungkinkan dilakukan analisis dari berbagai indikator variabel laten baik indikator bersifat refleksif dan formatif.

5. Metode PLS lebih mudah dioperasikan, karena PLS tidak memerlukan asumsi distribusi tertentu, tidak memerlukan adanya modifikasi indeks dan goodness of fit karena dapat dilihat pada Q- Square Predictive.

Merujuk pada alasan-alasan pemilihan model analisis PLS dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa dalam penggunaan metode ini ada beberapa asumsi yang mendasari dalam penggunaannya. Asumsi PLS khususnya hanya berkaitan dengan pemodelan struktural, dan tidak terkait dengan pengujian hipotesis yaitu (1) hubungan antar variabel laten dalam inner model adalah linier dan adaptif (2).model struktur bersifat rekursif. Selain itu berhubungan dengan sampel size, maka sampel dalam PLS dapat diperkirakan dengan. (a) sepuluh kali jumlah jalur struktural ( Structural Path) pada inner model, dan (b). Sampel size kecil 30-50 atau sampel besar lebih dari 200.

Pengujian model empiris penelitian ini berbasis variance Parsial Least Square (PLS) dengan software SmartPLS. Pengujian goodness of fit dilakukan baik pada tahapan pengukuran variabel ( outer model ) dengan melihat nilai estimasi loading karena penelitian ini seluruh variabel laten diukur dengan indikator bersifat reflektif, maka evaluasi terhadap model pengukuran dapat dilakukan melalui Convergent validity.

Jika nilai estimasi loading > 0,70 dan nilai titik kritis ( Critical Ratio/CR) signifikan pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05. Discriminan validity dengan melihat nilai AVE ( Average Variance Extracted ) yang direkomendasikan nilai AVE lebih besar dari 0,50 dan nilai Composite reliability lebih besar atau sama dengan 0,70 (Solimun ,2010 dan Ghazali, 2008).

Goodness of fit untuk inner model dievaluasi dengan melihat persentase variance yang dijelaskan yaitu dengan melihat

R 2 (R- Square Variabel Eksogen) untuk konstruk laten, mengukur seberapa nilai observasi dihasilkan oleh model dan

juga estimasi parameternya. Nilai Q-Square > 0 menunjukkan model memiliki Predictive relevance , sebaliknya jika nilai Q- Squaare < 0 menunjukkan model kurang memiliki P redictive juga estimasi parameternya. Nilai Q-Square > 0 menunjukkan model memiliki Predictive relevance , sebaliknya jika nilai Q- Squaare < 0 menunjukkan model kurang memiliki P redictive

2 2 2 2 (I-R 2

1 ) (1-R 2 ).... (I-R p ) di mana R 1 , R 2 adalah R- Square variabel eksogen dalam meodel persamaan. Besaran Q 2 setara dengan koefisien determinan total R2m apda analisis jalur. Asumsi data terdistribusi bebas (distribution free ), model struktur pendekatan prediktif PLS dievaluasi dengan R-Square test untuk relevansi prediktif, t –statsistik dengan tingkat signifikansi setiap koefisien path.

4.6.2 Indikator Pengujian Model Struktural Pengaruh Variabel Mediasi

Berdasarkan kerangka konsep dan model hipotesis penelitian, maka penelitian menggunakan variabel Exogenius, endogenius dan variabel intervening (mediasi). Pengujian pengaruh mediasi bertujuan mendeteksi kedudukan variabel intervening dalam model. Pengujian mediasi dilakukan guna menentukan sifat hubungan antara variabel baik sebagai mediasi sempurna ( complete mediation) mediasi sebagian ( parsial mediation) dan bukan mediasi. Pengujian variabel mediasi dapat dilakukan melalui perkiraan nilai koefisien dan perbedaan koefisien. Pendekatan perbedaan koefisien menggunakan metode pemeriksaan dengan melakukan analisis tanpa melibatkan variabel mediasi.

Penelitian ini menggunakan metode perkalian nilai koefisien (sobel) yang didukung oleh pemeriksaan variabel mediasi penelitian ini dengan pendekatan perbedaan nilai koefisien dan signifikansi dilakukan sebagai berikut: (1) memeriksa pengaruh langsung variabel manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing, (2) memeriksa pengaruh variabel Manajemen pengetahuan terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing (3) memeriksa pengaruh langsung variabel Penelitian ini menggunakan metode perkalian nilai koefisien (sobel) yang didukung oleh pemeriksaan variabel mediasi penelitian ini dengan pendekatan perbedaan nilai koefisien dan signifikansi dilakukan sebagai berikut: (1) memeriksa pengaruh langsung variabel manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing, (2) memeriksa pengaruh variabel Manajemen pengetahuan terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing (3) memeriksa pengaruh langsung variabel

1. Jika nilai koefisien pengaruh antara manajemen pengetahuan terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing, aspek lingkungan terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing, kompetensi terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing signifikan maka dikatakan sebagai mediasi sempurna ( compelete mediation ).

2. Jika nilai koefisien pengaruh antara manajemen pengetahuan terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing, aspek lingkungan terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing, kompetensi terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing tidak signifikan maka dikatakan sebagai mediasi sebagian ( partial mediation ).

3. Jika koefisien pada (b), (c) signifikan dan pada (a) signifikan, dimana koefisien dari (a) hampir sama dengan (b) maka dikatakan bukan sebagai variabel mediasi.

4. Jika koefisien salah satu (c) atau (d) tidak signifikan atau keduanya tidak signifikan maka dikatakan bukan sebagai variabel mediasi.

Hasil pengujian pengaruh mediasi (tidak langsung) dapat pula dibuktikan dengan rumus sobel. Namun kelemahan pengujian pengaruh mediasi dengan menggunakan rumus sobel hanya dapat mendeteki sifat hubungan mediasi dan bukan mediasi, padahal dalam realita empiris sifat hubungan mediasi dapat dikelompokkan atas mediasi sempurna ( compelte mediation) mediasi sebagian ( partial mediation) dan bukan mediasi. Untuk kepentingan pengujian dalam penelitian menggunakan kedua cara tersebut karena pada prinsipnya hasil yang diperoleh saling mendukung. Pendekatan sobel test dan beberapa variance dalam menguji signifikansi indirect effects , dipopulerkan dan direkomendasikan oleh Baron dan Kenny (1986). Agar mendukung hasil evaluasi pengujian variabel mediasi peneliti juga melakukan pengujian dengan rumus Sobel (Solimun, 2012 sebagai berikut:

Z-Value = √

Dimana: ab adalah koefisien indirect effect yang diperoleh dari

perkalian antara direct effect a dan b

a adalah koefisien direct effect variabel eksogen (X) terhadap mediator (M)

b adalah koefisien direct effect variabel mediator (M) terhadap endogen (Y)

Sa adalah standar Error dari koefisien a Sb adalah standar Error dari koefisien b

4.6.3 Indikator Pengujian Model Struktural dan Hipotesis Penelitian

Pengujian hipotesis ( , dan λ) dilakukan dengan metode resampling bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser dan Stone (Solimun, 2012). Statistik uji yang digunakan adalah titik kritis sama dengan uji t. Penerapan metode resampling memungkinkan data terdistribusi bebas ( distribusi free ), sehingga tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (minimal 30). Sampel boostrap disarankan sebesar 500, karena dengan sampel boostrap 500 dapat menghasilkan pendugaan parameter yang bersifat stabil. Sedangkan besarnya sampel pada masing-masing boostrap disarankan lebih besar dari sampel orisinalnya.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. Pengujian dilakukan dengan titik kritis (CR): p-value < 0,05 (α=0,05) artinya taraf signifikansi estimasi parameter dalam pengujian hipotesis ditetapkan sebesar 95 % atau α = 0,05. Hasil pengujian dapat disimpulkan pada outter model signifikan menunjukkan bahwa indikator dipandang dapat digunakan instrumen pengukur variabel laten. Kemudian hasil pengujian pada inner model adalah signifikan, maka dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara variabel laten terhadap variabel laten lainnya.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum PTS di Sulawesi Tenggara

Secara kuantitas jumlah PTS di Sulawesi Tenggara mengalami penurunan pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014. Penurunan ini disebabkan salah satunya oleh ketidak mampuan PTS untuk bersaing dalam memperoleh peserta didik yang berdampak pada kelangsungan hidup perguruan tinggi tersebut. Namun pada tahun 2014 jumlah PTS mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013.

Tabel 5.1. Perkembangan Jumlah Perguruan Tinggi yang dikeloal masyarakat di Sulawesi Tenggara berdasarkan Bentuknya

Tahun No.

Bentuk Perguruan Tinggi 2013

1 Universitas 6 5 5 2 Sekolah Tinggi

Sumber : APTISI wilayah IX Sulawesi Tenggara, 2015

Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah PTS di Sulawesi Tenggara terjadi penurunan pada tahun 2015. Walaupun jumlah berdasarkan bentuknya, Universitas dan Sekolah Tinggi, jumlahnya tidak mengalami perubahan setiap tahunnya, namun Universitas dan Akademi mengalami penurunan. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah PTS meningkat.

Peningkatan ini terjadi pada PTS yang berbentuk akademi. Dengan adanya peningkatan jumlah PTS tersebut akan semakin mendorong persaingan antar perguruan tinggi menjadi semakin ketat.

Adapun jumlah PTS di Kabupaten/Kota Sulawesi Tenggara berdasarkan lokasi pada tahun 2015 sebagai berikut:

Tabel 5.2. Jumlah PTS Menurut Lokasi di Sulawesi Tenggara Tahun 2015

Kab/ Bentuk / jumlah PTS No

Kota Universitas Institut ST Akademi Politeknik Jlh 1 2 3 4 5 6 7 8

1 Kendari

9 13 1 25 2 Konawe

1 - 2 3 Kolaka

1 1 1 3 Bau- 4 Bau

2 1 - 5 5 Muna

1 1 - 2 Jumlah

5 13 18 2 37 Sumber: Kopertis Wilayah IX Sulawesi 2015

Berdasarkan tabel 5.2 tersebut dapat dilihat penyebaran PTS yang ada di Sulawesi Tenggara. Dimana Kota Kendari memiliki jumlah PTS terbanyak yaitu 25 PTS, kemudian kota Bau-Bau sebanyak 5 PTS. Sedangkan di kabupaten Kolaka memiliki 3 PTS dan Konawe serta Muna masing-masing memiliki 2 Perguruang Tinggi.

Jumlah program studi menurut jenjang dan bentuk PTS di Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.3. Jumlah Program Studi Menurut Jejang Dan Bentuk Perguran

Tinggi yang dikelola masyarakat Di Sulawesi Tenggara Tahun 2015 BENTUK

Jenjang Program Studi PEGURUAN No TINGGI YANG

D S3 Jumlah S2 S1 Profesi D DIKELOLA

IV III MASYARAKAT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sumber: Kopertis Wilayah IX Sulawesi 2015

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa jumlah program studi berdasarkan jenjang program studi S2 berjumlah 2 yang berada di dalam bentuk Universitas dan Sekolah Tinggi. Untuk Program studi jenjang S1 berjumlah 82 yang paling banyak berada di universitas berjumlah 54, kemudian diikuti oleh bentuk Sekolah Tinggi sebanyak 40 program studi. Untuk jenjang program studi profesi berjumlah 3 program studi dimana akademi memiliki 38 program studi dan sisanya berada di politeknik sejumlah 3 program studi. Program studi D IV secara keseluruhan berjumlah hanya 2 program studi dan hanya dimiliki oleh sekolah tinggi dan akademi sebanyak 1 program studi, kemudian jenjang program studi untuk D III berjumlah 46 yang didominasi oleh akademi sebanyak 37 dan kemudian diikuti secara berurutan oleh sekolah tinggi sebanyak 6 program studi, dan politeknik sebanyak

3 program studi.

Adapun jumlah mahasiswa berdasarkan bentuk PTS yang ada di Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut:

Tabel 5.4 Jumlah Mahasiswa Menurut Bentuk PTS di Sulawesi Tenggara Jumlah Mahasiswa

No Bentuk PTS 2014

1 Universitas 19,070 20.024 2 Sekolah Tinggi

Sumber: Kopertis Wilayah IX Sulawesi 2015

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan jumlah mahasiswa berdasarkan bentuk PTS yang ada di Sulawesi Tenggara. Secara keseluruhan terjadi peningkatan jumlah mahasiswa pada tahun 2015 sebesar 0,97% dibandingkan tahun 2014. Namun pada bentuk PTS lainnya mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2014.

5.2 Karakteristik Sampel Penelitian

Sebagai institusi pendidikan, karakteristik PTS dapat diamati dari sejumlah karakteristik institusi yang terdiri dari bentuk PTS dan lokasi PTS tersebut. Unit analisis dalam penelitian ini yaitu PTS yang ada di Sulawesi Tenggara. Responden dalam penelitian ini adalah pengambil keputusan ( decission maker ) pada perguruan tinggi masing-masing sejumlah

90 responden. Sebaran responden dari masing-masing karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut:

Karakteristik perguruan tinggi yang menjadi unit analisis responden berdasarkan bentuk PTS dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5 Karakteristik sampel PTS Uraian

Jumlah 1. Bentuk PTS

responden Persentase 1 2 3

Universitas 42 0,46 Sekolah Tinggi

Jumlah 90 100 2. Lokasi Perguruan Tinggi Yang

Jumlah Persentase Dikelola Masyarakat

responden

Kota Kendari 50 0,56 Kota Bau-Bau

22 0,24 Kabupaten Muna

11 0,12 Kabupaten Konawe

4 0,04 Kabupaten Kolaka

Total 90 100

Sumber: kuesioner penelitian, tahun 2015

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa Universitas mendominasi keseluruhan responden yang diteliti berdasarkan bentuk PTS yakni sebanyak 46%, sedangkan PTS yang berbentuk Sekolah Tinggi sebanyak 31%. Kemudian akademi sebanyak 21%, politeknik sebanyak 2%. Berdasarkan analisis crosstabulation diketahui bahwa PTS yang berbentuk universitas memiliki kemampuan bersaing dalam kategori cukup baik 10,2%, dan kategori baik sebanyak 17,3%. PTS yang berbentuk sekolah tinggi yang memiliki kemampuan bersaing dalam kategori cukup baik sebanyak 26% dan dalam kategori baik sebanyak 8,7%. Peguruan tinggi yang dikelola masyarakat yang berbentuk Tabel 5.5 menunjukkan bahwa Universitas mendominasi keseluruhan responden yang diteliti berdasarkan bentuk PTS yakni sebanyak 46%, sedangkan PTS yang berbentuk Sekolah Tinggi sebanyak 31%. Kemudian akademi sebanyak 21%, politeknik sebanyak 2%. Berdasarkan analisis crosstabulation diketahui bahwa PTS yang berbentuk universitas memiliki kemampuan bersaing dalam kategori cukup baik 10,2%, dan kategori baik sebanyak 17,3%. PTS yang berbentuk sekolah tinggi yang memiliki kemampuan bersaing dalam kategori cukup baik sebanyak 26% dan dalam kategori baik sebanyak 8,7%. Peguruan tinggi yang dikelola masyarakat yang berbentuk

Universitas sebagian besar memiliki perencanaan strategik yang baik sebanyak 16,5%, sangat baik 1,6% dan dalam kategori cukup baik sebanyak 9,4%. Sekolah tinggi mayoritas memiliki perencanaan strategik dalam kategori cukup baik sebanyak 30,7%, sedangkan yang memiliki kategori baik sebanyak 3,9%. Untuk akademi, seluruh sampel yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini memiliki perencanaan strategik dalam kategori cukup baik. Politeknik yang sebagian besar memiliki perencanaan strategik dalam kategori cukup baik yaitu sebanyak 3,9% dan baik sebanyak 0,5%. Karakteristik lokasi, diperoleh gambaran bahwa sebagian besar sampel perguruan tinggi berada di kota Kendari, yaitu sebanyak 55,6%. Kemudian kota Bau-Bau sebanyak 24,4%, Konawe sebanyak 12,2%, Kolaka 04,4%. Sedangkan kabupaten Muna sebanyak 3,3%, dari jumlah PTS yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

Sebagian besar PTS yang ada di Kota Kendari memiliki kemampuan bersaing yang tinggi yaitu sebanyak 21,3% dan yang memiliki kategori cukup baik sebanyak 18,1%. PTS di kota Bau- Bau yang memiliki kemampuan bersaing mayoritas berada pada kategori cukup baik yaitu sebanyak 3,9% dan kategori baik sebanyak 0,8%. Di Kabupaten Konawe, mayoritas PTS memiliki kemampuan bersaing pada kategori cukup baik yaitu sebanyak 0,8%, sedangkan di Kab. Kolaka mayoritas berada pada kategori cukup baik yaitu sebanyak 10,2% dan yang berkategori baik sebanyak 2,4%. Mayoritas PTS di Kabupaten Muna memiliki Sebagian besar PTS yang ada di Kota Kendari memiliki kemampuan bersaing yang tinggi yaitu sebanyak 21,3% dan yang memiliki kategori cukup baik sebanyak 18,1%. PTS di kota Bau- Bau yang memiliki kemampuan bersaing mayoritas berada pada kategori cukup baik yaitu sebanyak 3,9% dan kategori baik sebanyak 0,8%. Di Kabupaten Konawe, mayoritas PTS memiliki kemampuan bersaing pada kategori cukup baik yaitu sebanyak 0,8%, sedangkan di Kab. Kolaka mayoritas berada pada kategori cukup baik yaitu sebanyak 10,2% dan yang berkategori baik sebanyak 2,4%. Mayoritas PTS di Kabupaten Muna memiliki

Berdasarkan karakteristik lokasi PTS yang menjadi sampel, secara keseluruhan PTS memiliki perencanaan strategik dengan kategori cukup baik sebanyak 77,2%, kategori baik sebanyak 21,3% dan sangat baik sebanyak 1,6% dari 90 PTS yang menjadi sampel. Adapun penyebarannya yaitu di kota Kendari jumlah PTS yang memiliki perencanaan strategik dalam kategori cukup baik yaitu sebanyak 21,3%, kategori baik 16,5% dan sangat baik sebanyak 1,6%. Sedangkan untuk kota Bau-Bau memiliki kategori cukup baik sebanyak 15% dan baik sebanyak 2,4%. Begitu pula di Kabupaten Konawe, PTS yang ada memiliki kategori cukup baik sebanyak 10,2% dan kategori baik sebanyak 2,4%. Sedangkan kabupaten Kolaka untuk, PTS yang ada dikota tersebut hanya berada di dalam kategori cukup baik.

5.3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

5.3.1 Uji Validitas

Mengawali analisis dan pengujian model ini, maka akan dilakukan uji kecocokan goodness of fit dan uji validitas untuk menguji kesesuaian antara variabel unobservable dengan variabel laten sebagai berikut:

Uji validitas yang berarti uji ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam melakukan fungsi ukurannya (Sugiyono, 2008). Suatu instrumen dikatakan memiliki tingkat validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurannya sesuai dengan maksud pengukuran tersebut. Uji validitas instrumen tersebut akan menunjukkan kualitas dari keseluruhan proses pengumpulan data dalam suatu penelitian.

Uji validitas instrumen dapat dilakukan dengan menggunakan uji validitas konstruk yaitu menyusun indikator pengukuran operasional penelitian berdasarkan kerangka teori atau konsep yang digunakan. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa validitas konstruk dari sebuah instrumen penelitian yang digunakan dengan cara mengkorelasikan antara skor masing- masing item dengan total skor masing-masing item.

Jika instrumen pengukuran menggambarkan dimensi dan indikator yang sesuai atau relevan dengan konsep maupun variabelnya, maka instrumen tersebut memiliki validitas yang baik. Valid tidaknya suatu instrumen akan dilihat pada nilai p- value pada taraf 0,05 jika koefisien korelasi menunjukkan angka lebih kecil dari 0,05 maka instrumen tersebut dapat dikatakan valid. Dengan menggunakan softwar e SPSS hasil pengujiam validitas instrumen penelitian yang digunakan dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 5.6 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Penelitian (α=0,05)

Nilai Variabel Penelitian

Indikator Ket F

X1.1 0,782 Valid Manajemen Pengetahuan

X1.2 0,757 Valid

(X1)

X1.3 0,770 Valid X1.4 0,530 Valid X2.1 0,704 Valid

Exogenous X2.2 0,661 Valid Aspek Lingkungan X2.3 0,663 Valid

X2.4 0,612 Valid X3.1 0,774 Valid

Kompetensi (X3) X3.2 0,625 Valid X3.3 0,735 Valid

Variabel Penelitian Indikator Nilai Ket F

X3.4 0,673 Valid Y1.1

0,814 Valid Perencanaan Strategik

Y1.2 0,813 Valid

Y1.3 0,709 Valid Endogenous

(Y1)

Y1.4 0,744 Valid Y2.1

0,772 Keunggulan Bersaing

Valid Y2.2

0,668 Valid

(Y2)

Y2.3 0,882 Valid Sumber: lampiran 3, diolah 2015

Tabel 5.6 menunjukkan hasil pengujian validitas instrumen penelitian. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap indikator baik dari variabel exogenous dan endogenous memiliki p-value yang lebih kecil dari 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan sudah menunjukkan tingkat validitas yang baik, atau sudah sesuai dengan apa yang akan diukur.

5.3.2 Uji Reliabilitas

Pengukuran uji reliabilitas yaitu dengan menggunakan Cronbach’s Alpha. Dengan berdasar pada indikator Cronbach’s

Alpha > 0,8 maka model tersebut dapat diandalkan. Reliabilitas merupakan penerjemahan dari reliability yang berarti keterpercayaan, keterandalan, konsistensi. Sugiyono (2008) mengatakan bahwa reliabilitas atau keterandalan merupakan konsistensi atau stabilitas data atau temuan-temuan dalam pandangan penelitian data kuantitatif. Dengan kata lain penelitian yang dilakukan pada obyek yang sama dan menemukan hal yang sama maka kondisi tersebut dikatakan konsisten.

Hasil pengukuran dapat dikatakan dipercaya apabila dalam beberapa kali dilakukan pengukuran terhadap kelompok Hasil pengukuran dapat dikatakan dipercaya apabila dalam beberapa kali dilakukan pengukuran terhadap kelompok

Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha diukur berdasarkan skala 0 sampai 1. Jika skala tersebut dikelompokkan kedalam lima kelas dengan skala yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Nilai Cronbch’s Alpha 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang reliabel

2. Nilai Cronbch’s Alpha 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel

3. Nilai Cronbch’s Alpha 0,41 sampai dengan 0,60 berarti cukup reliabel

4. Nilai Cronbch’s Alpha 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel

5. Nilai Cronbch’s Alpha 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat reliabel

Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas dengan menggunakan metode Cronbach;s Alpha untuk menentukan apakah setiap instrumen penelitian yang digunakan memiliki tingkat reliabilitas atau tidak.

Dengan menggunakan software SPSS hasil reliabilitas instrumen penelitian yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.7 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel

Alpha Ket Cronbach

Manajemen Pengetahuan

0,912 Sangat Reliabel

(X1) Aspek

Exogenous Lingkungan 0,917 Sangat Reliabel

(X2) Kompetensi

0,760 Reliabel

(X3) Perencanaan

0,802 Reliabel Strategik (Y1) Endogenous Keunggulan

Sangat 0,909 Bersaing (Y2)

Reliabel Sumber: Lampiran 4, diolah 2015

Pada tabel 5.7 menunjukkan hasil pengujian reliabilitas instrumen penelitian. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semua variabel penelitian memiliki alpha cronbach yang lebih besar dari 0,7. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.

5.4 Deskripsi Variabel Penelitian

Pada bagian ini diarahkan untuk mendeskripsikan sebaran dari hasil penyebaran kuesioner responden terhadap variabel penelitian. Namun variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel laten, maka deskripsi akan dilakukan melalui dimensi dan indikator dari masing-masing variabel penelitian.

Deskripsi data bertujuan untuk menggambarkan karakteristik dan persepsi responden terhadap variabel yang dikembangkan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan Deskripsi data bertujuan untuk menggambarkan karakteristik dan persepsi responden terhadap variabel yang dikembangkan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan

Dasar interpretasi nilai rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini, mengacu pada interpretasi skor yang digunakan oleh Steven dalam Ferdinand, (2002) sebagaimana digambarkan pada Tabel berikut ini:

Tabel 5.8 Dasar Interpretasi Skor Item dalam Variabel Penelitian No.

Nilai Skor rata-rata Interpretasi Nilai jawaban

1 2 3 1 1,00 – 1,80

sangat tidak setuju/tidak 1

baik

2 1,81 – 2,60 Tidak setuju/Kurang baik 2 3 2,61 – 3,40

netral/cukup baik 3 4 3,41 – 4,20

setuju/baik 4 5 4,21 – 5,00

Sangat setuju/Sangat baik 5 Sumber: modifikasi dari Steven 2001, (dalam Ferdinand, 2002)

Nilai rata-rata jawaban responden per indikator dan variabel sebagaimana terlihat pada Tabel 5.8. Uraian dari analisis statistik deskriptif berdasarkan nilai rata-rata dari masing-masing variabel dapat dilihat pada bagian deskriptif variabel penelitian.

5.4.1 Variabel Manajemen Pengetahuan

Variabel manajemen pengetahuan memiliki empat dimensi pengukuran yang terdiri dari Data, Informasi, Pengetahuan, dan Tindakan. Persepsi perguruan tinggi terhadap data yang digunakan di dalam PTS diukur melalui 4 (empat)

item pernyataan. Pertama kebijakan akademik yang diterapkan di PTS, mendukung pengembangan dan penyelenggaraan program pendidikan, kedua, kebijakan mutu yang tersedia di PTS mendukung penjaminan mutu perguruan tinggi, dan ketiga, kebijakan tata pamong yang ada di PTS mendukung perbaikan program secara berkelanjutan. keempat, kebijakan pimpinan yang dilakukan di PTS mendukung pencapaian perguruan tinggi. Item yang memiliki rata-rata tertinggi yaitu kebijakan pimpinan PTS mendukung memutakhirkan pangkalan data setiap program studi/perguruan tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan mutu yang tersedia di PTS mendukung penjaminan mutu perguruan tinggi yang ada di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipersepsikan mampu memberikan dukungan terhadap keterbukaan antar karyawan baik tenaga pengajar maupun staff akademik dan staff lainnya. Hasil ini diindikasikan oleh besarnya rata-rata tertinggi yaitu sebesar 3,81. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa kebijakan pimpinan yang berlaku di PTS juga mendukung terciptanya sikap saling percaya antar karyawan di lingkup PTS secara keseluruhan, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata sedikit lebih rendah yaitu 3,60. Yakni tentang kebijakan akademik yang berlaku di PTS. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa manajemen pengetahuan yang berlaku di PTS sudah baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun demikian kebijakan pimpinan terhadap pengelola program studi kurang baik dengan nilai rata-rata 3,33. Hal ini secara keseluruhan jawaban responden tentang kontribusi data terhadap variabel manajemen pengetahuan ditandai dengan nilai rata-rata yakni sebesar 3,54 yang berkategori baik.

Tabel 5.9 Sebaran

Terhadap Variabel Manajemen Pengetahuan

Jawaban

Indikator Item

Frekuensi Jawaban Responden (f) dan Persentase (%)

Variabel (Butir) SS (5)

STS (1) Total Skor Rata-rata F %

F % X 1.1.1 19 21.11 30 33.33 31 34.44 6

6.67 4 4.44 324 3.60 Data

X 1.1.2 27 30.00 31 34.44 23 25.56 6 6.67 3 3.33 343 3.81 (X 1.1 )

X 1.1.3 12 13.33 30 33.33 34 37.78 10 11.11 4 4.44 306 3.40 X 1.1.4 12 13.33 30 33.33 29 32.22 14 15.56 5 5.56

3.54 X 1.2.1 14 15.56 25 27.78 31 34.44 14 15.56 6 6.67

Rata-rata Skor Indikator Data

297 3.30 Informasi

X 1.2.2 16 17.78 28 31.11 30 33.33 12 13.33 4 4.44 310 3.44 (X 1.2 )

X 1.2.3 20 22.22 28 31.11 28 31.11 11 12.22 3 3.33 321 3.57 X 1.2.4 18 20.00 28 31.11 28 31.11 13 14.44 3 3.33

3.45 X 1.3.1 18 20.00 23 25.56 34 37.78 11 12.22 4 4.44

Rata-rata Skor Indikator Informasi

310 3.44 X 1.3.2 17 18.89 31 34.44 28 31.11 10 11.11 4 4.44

317 3.52 Pengetahua

X 1.3.3 14 15.56 28 31.11 31 34.44 14 15.56 3 3.33 306 3.40 n

X 1.3.4 20 22.22 33 36.67 23 25.56 13 14.44 1 1.11 328 3.64 (X 1.3 )

X 1.3.5 18 20.00 29 32.22 23 25.56 17 18.89 3 3.33 312 3.47 X 1.3.6 21 23.33 34 37.78 18 20.00 12 13.33 5 5.56

3.51 X 1.4.1 17 18.89 35 38.89 20 22.22 15 16.67 3 3.33

Rata-rata Skor Indikator Pengetahuan

318 3.53 X 1.4.2 18 20.00 35 38.89 14 15.56 19 21.11 4 4.44

314 3.49 Tindakan

X 1.4.3 22 24.44 36 40.00 21 23.33 9 10.00 2 2.22 337 3.74 (X 1.4 )

X 1.4.4 24 26.67 27 30.00 25 27.78 11 12.22 3 3.33 328 3.64 X 1.4.5 20 22.22 29 32.22 27 30.00 10 11.11 4 4.44

3.60 Rata-rata Skor Variabel Manajemen Pengetahuan

Rata-rata Skor Indikator Tindakan

Sumber: data diolah,2015

Sebagaimana dengan informasi, persepsi responden PTS di Sulawesi Tenggara tentang informasi dievaluasi dengan 4 (empat) item pernyataan. Pertama adanya statuta PTS mendukung tercapainya visi misi, tujuan dan sasaran PTS. Kedua, adanya renstra PTS mendukung penerapan tatapamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan dan penjaminan PTS. Ketiga, adanya renop dan renip sebagai tolok ukur capaian program pengembangan PTS. Keempat, peraturan perundang-undangan yang mendukung pengembangan lembaga PTS. Dari keempat item tersebut, yang mempunyai rata-rata ( mean ) tertinggi yaitu adanya Rencana Operasional (Renop) dan Rencana Induk

Pengembangan (Renip) di dalam PTS mendukung pencapaian kinerja sebesar 3,57 dan masuk dalam kategori baik. Hal ini mengisyaratkan bahwa, dengan adanya renop dan renip yang dilaksanakan oleh PTS terhadap capaian yang dilaksanakan akan berdampak pada peningkatan kinerja karyawan karena dengan renop dan renip tersebut maka karyawan dapat memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab yang di evaluasi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan berupa peraturan pengembangan di dalam PTS sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, berdampak pada prestasi kerja karyawan. Disamping

adanya peraturan pengembangan yang jelas di dalam PTS akan mendukung prestasi kerja karyawan, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata yang sedikit lebih rendah yaitu 3,30 (kategori cukup baik). Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman tentang arah pengembangan PTS. Secara keseluruhan, segala jenis informasi yang ada di PTS di Sulawesi Tenggara telah sesuai nilai rata-rata yaitu 3,45 dengan berkategori baik namun masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

itu

dengan

Sebagaimana dengan pengetahuan yang digunakan dievaluasi melalui 6 (enam) item pernyataan . Pertama otonomi berbagi pengetahuan antar karyawan yang digunakan akomodatif terhadap keterbukaan antar karyawan, kedua otonomi karyawan yang digunakan akomodatif terhadap karyawan dalam meyelesaikan tugasnya, ketiga identitas pekerjaan yang digunakan akomodatif terhadap tumbuhnya sikap kepercayaan antar karyawan, dan keempat, identitas tugas yang digunakan akomodatif terhadap tanggung jawab karyawan. Kelima, umpan balik yang digunakan akomodatif terhadap prestasi karyawan. keenam, umpan balik yang digunakan akomodatif terhadap tanggung jawab karyawan. Dari keenam item pernyataan Sebagaimana dengan pengetahuan yang digunakan dievaluasi melalui 6 (enam) item pernyataan . Pertama otonomi berbagi pengetahuan antar karyawan yang digunakan akomodatif terhadap keterbukaan antar karyawan, kedua otonomi karyawan yang digunakan akomodatif terhadap karyawan dalam meyelesaikan tugasnya, ketiga identitas pekerjaan yang digunakan akomodatif terhadap tumbuhnya sikap kepercayaan antar karyawan, dan keempat, identitas tugas yang digunakan akomodatif terhadap tanggung jawab karyawan. Kelima, umpan balik yang digunakan akomodatif terhadap prestasi karyawan. keenam, umpan balik yang digunakan akomodatif terhadap tanggung jawab karyawan. Dari keenam item pernyataan

Persepsi perguruan tinggi tentang tindakan dievaluasi dengan menggunakan 5 (lima) item pernyataan. Pertama, gaji yang diberikan di PTS jumlahnya telah memadai dan adil. Kedua, gaji yang diberikan PTS berdasarka prestasi kerja. Ketiga, tunjangan jabatan yang diberikan PTS telah memadai dan adil. Keempat, karyawan telah diberikan wewenang oleh PTS sesuai dengan tanggung jawabnya. Dan kelima, pemahaman karyawan untuk bertindak yang diberikan PTS untuk mencapai keunggulan bersaing sudah cukup baik. Dari kelima item tersebut, yang memiliki nilai rata-rata ( mean ) tertinggi yaitu tunjangan jabatan yang diberikan PTS berdasarkan jumlahnya yaitu sebesar 3,74 dan masuk dalam kategori baik. Ini mengisyaratkan bahwa tunjangan jabatan yang diberikan berdasarkan tanggung jawab.

Disamping itu, gaji yang diberikan oleh PTS juga sudah sesuai dengan prestasi kerja, yang ditunjukkan oleh rata-rata ( mean ) yang terendah yaitu 3.49 dan masuk dalam kategori cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi kerja karyawan belum sepenuhnya dinilai dengan baik. Secara keseluruhan semua jenis gaji, tunjangan dan tanggung jawab yang diberikan oleh PTS telah memenuhi harapan atau sesuai dengan prestasi kerja mereka dan berada pada kategori baik. Hal ini diindikasikan oleh nilai rata-rata yang terkategori baik yaitu 3,60.

Dari seluruh uraian diatas mengenai variabel manajemen pengetahuan, dapat dikatakan bahwa variabel manajemen pengetahuan dipersepsikan berada pada kategori baik oleh PTS yang ada di Sulawesi Tenggara, yang ditunjukkan oleh nilai rata- rata ( mean ) variabel sebesar 3,52. Sedangkan pengetahuan merupakan indikator yang paling rendah dalam membentuk variabel manajemen pengetahuan dengan nilai rata-rata yaitu 3,51.

5.4.2 Variabel Aspek Lingkungan

Variabel Aspek lingkungan dideskripsikan melalui 4 (empat) indikator, yaitu aspek hukum dan regulasi, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek informasi. Adapun sebaran hasil kuesioner yang menggambarkan persepsi responden PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini terhadap masing-masing indikator tersebut.

Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara terhadap hukum dan regulasi sebagai indikator dari aspek lingkungan dapat diukur melalui 6 (enam) item pernyataan. Pertama, UU RI No 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas Akomodatif bagi PTS untuk dikelola dengan baik, kedua, UU RI no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen akomodatif bagi PT yang di kelola masyarakat untuk

meningkatkan kinerja dosen, dan ketiga UU RI no 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi akomodatif bagi PTS untuk mampu bersaing dengan PTN, keempat PP no 37 tahun 2009 tentang beban kerja dosen akomodatif bagi PT yang di kelola masyarakat untuk mengevaluasi kinerja dosen, kelima Kepmendikbud no 04 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Perguruan Tinggi akomodatif bagi PTS untuk mampu bersaing, keenam Permen no 049 tahun 2014 tentang standar nasional perguruan tinggi akomodatif bagi PTS untuk meningkatkan kinerja perguruan tinggi. Dari keenam item pernyataan tersebut yang menggambarkan hukum dan regulasi yang berasal dari luar lingkungan PTS maka dapat dilihat item pernyataan yang memiliki nilai mean tertinggi yakni penerapan UU RI No 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dan UU RI no 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi Akomodatif bagi PTS untuk dikelola dengan baik. Hal ini yang ditunjukkan oleh nilai mean sebesar 3,69 dan terkategori baik, hasil ini mengindikasikan bahwa, penerapan UU RI No 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dan UU RI no 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi Akomodatif bagi PTS di Sulawesi Tenggara untuk menunjang operasional PTS tersebut. Selain itu PTS di Sulawesi Tenggara yang ditunjukkan oleh nilai mean yang sedikit lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kelima mengenai penerapan Kepmendikbud no

04 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Perguruan Tinggi belum maksimal diterapkan bagi PTS untuk dapat bersaing. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata 3,43 dalam kategori baik. Secara keseluruhan persepsi PTS di Sulawesi Tenggara terhadap aspek hukum dan regulasinya cukup mempengaruhi pertimbangan yang dilakukan oleh PTS dalam menjalankan kegiatannya yang ditunjukkan oleh nilai mean sebesar 3,59.

Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara mengenai indikator aspek Ekonomi dapat dievaluasi melalui 4 (empat item pernyataan), yaitu pertama, penetapan biaya pendidikan oleh PTS dipengaruhi oleh pertimbangan inflasi; kedua, penetapan biaya pendidikan oleh PTS dipengaruhi oleh pertimbangan pertumbuhan ekonomi; ketiga, penetapan biaya pendidikan oleh PTS dipengaruhi oleh pola konsumsi masyarakat; dan keempat yaitu penetapan biaya pendidikan oleh PTS dipengaruhi oleh pertimbangan pendapatan masyarakat. Dari keempat item pernyataan yang berkaitan dengan aspek ekonomi tersebut, yang memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu penetapan biaya pendidikan oleh PTS dipengaruhi oleh pertimbangan pendapatan masyarakat yaitu sebesar 3,81. Hasil ini mengindikasikan bahwa PTS dalam mengambil keputusan untuk penetapan biaya pendidikan melihat adanya perubahan aspek ekonomi yang ada yakni berupa pertimbangan pendapatan masyarakat. Selain itu PTS di Sulawesi Tenggara hanya sebagian saja yang menggunakan pertimbangan pola konsumsi masyarakat sebagai pertimbangan dalam menetapkan biaya pendidikan yang ditunjukkan oleh nilai rata- rata sebesar 3,47 dan terkategori baik. Secara keseluruhan, aspek ekonomi dipersepsikan oleh PTS cukup mempengaruhi dalam berbagai pertimbangan pengambilan kebijakan yang ditunjukkan dengan nilai total aspek ekonomi sebesar 3,58.

Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara terhadap aspek sosial sebagai indikator dari aspek lingkungan dapat dievaluasi melalui tiga item pernyataan. Pertama, PTS mempertimbangkan persepsi masyarakat mengenai pentingnya perguruan tinggi; kedua, PTS mempertimbangkan preferensi masyarakat atas jasa perguruan tinggi; dan ketiga PTS mempertimbangkan perilaku masyarakat dalam menilai perguruan tinggi. Dari ketiga item pernyataaan tersebut yang memiliki nilai mean tertinggi yakni PTS Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara terhadap aspek sosial sebagai indikator dari aspek lingkungan dapat dievaluasi melalui tiga item pernyataan. Pertama, PTS mempertimbangkan persepsi masyarakat mengenai pentingnya perguruan tinggi; kedua, PTS mempertimbangkan preferensi masyarakat atas jasa perguruan tinggi; dan ketiga PTS mempertimbangkan perilaku masyarakat dalam menilai perguruan tinggi. Dari ketiga item pernyataaan tersebut yang memiliki nilai mean tertinggi yakni PTS

Tabel 5.10 Deskripsi Jawaban Terhadap Variabel Aspek

Lingkungan

Indikator Item Frekuensi Jawaban Responden (f) dan Persentase (%) Total Rata Variabel

(Butir) SS (5)

f % F % Skor -rata

X 2.1.1 18 20.00 38 42.22 24 26.67

4 4.44 2 2.22 331 3.68 Aspek Hukum

X 2.1.2 21 23.33 27 30.00 36 40.00

4 4.44 3 3.33 332 3.69 dan Regulasi

X 2.1.5 16 17.78 25 27.78 34 37.78 12 13.33 3 3.33 309 3.43 X 2.1.6 20 22.22 26 28.89 32 35.56 10 11.11 2

2.22 322 3.58 Rata-rata Skor Indikator Aspek Hukum dan Regulasi

3.59 X 2.2.1 19 21.11 29 32.22 28 31.11 10 11.11 4

4.44 319 3.54 Aspek Ekonomi

X 2.2.2 17 18.89 29 32.22 30 33.33 11 12.22 3 3.33 316 3.51 (X 2.2 )

X 2.2.3 20 22.22 21 23.33 34 37.78 11 12.22 4 4.44 312 3.47

X 2.2.4 24 26.67 31 34.44 30 33.33

4 4.44 1 1.11 343 3.81 Rata-rata Skor Indikator Aspek Ekonom

4 4.44 1 1.11 363 4.03 Aspek Sosial

X 2.3.3 19 21.11 30 33.33 24 26.67 16 17.78 1 1.11 320 3.56 Rata-rata Skor Indikator Aspek Sosial

3.73 X 2.4.1 18 20.00 29 32.22 25 27.78 14 15.56 4

4.44 313 3.48 Aspek

X 2.4.2 25 27.78 28 31.11 20 22.22 15 16.67 2 2.22 329 3.66 Teknologi (X 2.4 )

X 2.4.3 27 30.00 30 33.33 23 25.56

7 7.78 3 3.33 341 3.79 Rata-rata Skor Indikator Aspek Teknologi

3.64 Rata-rata Skor Variabel Aspek Lingkungan

Sumber: data diolah,2015

Indikator aspek teknologi dapat diukur melalui 3 (tiga) item pernyataan. Pertama, PTS menggunakan peralatan yang modern dan paling mutakhir. Kedua, PTS untuk meningkatkan kinerja dosen memanfaatkan perangkat lunak yang terbaru. Ketiga, PTS untuk mampu bersaing dengan PTN dapat mengembangkan hardware yang terbaru. Dari ketiga item pernyataan tersebut, item pernyataan ketiga yakni perguruan tinggi yang mengembangkan hardware yang terbaru yang merupakan item yang memiliki mean paling tinggi yakni sebesar 3,79 dan terkategori baik. Hasil ini mengindikasikan bahwa PTS yang ada di Sulawesi Tenggara telah mampu mengelola PTS dengan baik dan mengembangkan hardware terbaru. Hal ini menunjukkan bahwa PTS di Sulawesi Tenggara masih perlu peningkatan hardware dalam meningkatkan kinerja. Secara keseluruhan aspek teknologi yang ada dipersepsikan oleh PTS di Sulawesi Tenggara telah mampu mengakomodasi PTS dalam meningkatkan kinerja mereka. Hasil ini terlihat dari mean total aspek teknologi 3,79 dan terkategori baik.

Berdasarkan uraian di atas yang menjelaskan persepsi PTS terhadap indikator-indikator yang menggambarkan aspek lingkungan dapat dikatakan bahwa perubahan aspek lingkungan cukup mempengaruhi PTS di Sulawesi Tenggara. Hal ini ditunjukkan oleh nilai mean dari aspek lingkungan secara total yakni sebesar 3,64 dan terkategori tinggi. Sedangkan indikator yang paling dominan dalam membentuk variabel aspek ekonomi yakni aspek hukum dan regulasi yakni sebesar 3,59. Hal ini mengindikasikan bahwa aspek hukum dan regulasi memiliki pengaruh yang cukup besar bagi PTS di Sulawesi Tenggara.

5.4.3 Variabel Kompetensi

Variabel kompetensi dideskripsikan melalui 4 (empat) indikator, yaitu kualitas atau nilai kompetensi, kelangkaan kompetensi yang dimiliki, kesulitan untuk ditiru, dan kesulitan untuk digantikan. Adapun sebaran hasil jawaban responden PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini terhadap pernyataan pada masing-masing indikator tersebut

Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara mengenai indikator kualitas kompetensi yang dimiliki dapat dievaluasi dengan enam item pernyataan. Pertama, program studi yang dimiliki oleh PTS memiliki kualitas yang baik. kedua, program studi yang dimiliki PTS mampu memberikan nilai bagi PTS. Ketiga, keahlian dan kepakaran dosen yang dimiliki memiliki kualitas yang baik. keempat, tingkat keahlian dan kepakaran dosen yang dimiliki mampu memberikan nilai lebih kepada PTS Kelima, pelayanan akademik yang dimiliki PTS memiliki kualitas yang baik. dan keenam, pelayanan akademik yang dimiliki PTS mampu memberikan nilai lebih bagi PTS. Dari keenam item pernyataan tersebut, item pelayanan akademik yang dimiliki manpu memberikan nilai lebih kepada PTS, dengan nilai rata-rata yaitu sebesar 3,94. Hal ini memberikan penjelasan bahwa program studi yang dimiliki bagi PTS di Sulawesi Tenggara. Selain itu, PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel juga mengakui bahwa pelayanan yang dimiliki oleh PTS mampu memberikan nilai lebih bagi PTS, dengan nilai rata-rata yang sedikit lebih rendah, yaitu sebesar 3,61. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa indikator mengenai kualitas kompetensi yang dimiliki oleh PTS di Sulawesi Tenggara berada pada kategori cukup baik dengan nilai rata-rata ( mean ) 3,77. Ini mengisyaratkan bahwa aspek kualitas yang dimiliki oleh PTS sebagai bagian dari tingkat kompetensi yang dimiliki harus terus dibenahi dan ditingkatkan Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara mengenai indikator kualitas kompetensi yang dimiliki dapat dievaluasi dengan enam item pernyataan. Pertama, program studi yang dimiliki oleh PTS memiliki kualitas yang baik. kedua, program studi yang dimiliki PTS mampu memberikan nilai bagi PTS. Ketiga, keahlian dan kepakaran dosen yang dimiliki memiliki kualitas yang baik. keempat, tingkat keahlian dan kepakaran dosen yang dimiliki mampu memberikan nilai lebih kepada PTS Kelima, pelayanan akademik yang dimiliki PTS memiliki kualitas yang baik. dan keenam, pelayanan akademik yang dimiliki PTS mampu memberikan nilai lebih bagi PTS. Dari keenam item pernyataan tersebut, item pelayanan akademik yang dimiliki manpu memberikan nilai lebih kepada PTS, dengan nilai rata-rata yaitu sebesar 3,94. Hal ini memberikan penjelasan bahwa program studi yang dimiliki bagi PTS di Sulawesi Tenggara. Selain itu, PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel juga mengakui bahwa pelayanan yang dimiliki oleh PTS mampu memberikan nilai lebih bagi PTS, dengan nilai rata-rata yang sedikit lebih rendah, yaitu sebesar 3,61. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa indikator mengenai kualitas kompetensi yang dimiliki oleh PTS di Sulawesi Tenggara berada pada kategori cukup baik dengan nilai rata-rata ( mean ) 3,77. Ini mengisyaratkan bahwa aspek kualitas yang dimiliki oleh PTS sebagai bagian dari tingkat kompetensi yang dimiliki harus terus dibenahi dan ditingkatkan

Tabel 5.11 Deskripsi

Terhadap Variabel Kompetensi

Jawaban

Frekuensi Jawaban Responden (f) dan Persentase (%) Item

TS (2) STS (1) Total Rata- Indikator Variabel

f % F % Skor rata X 3.1.1 15 16.67 38 42.22 25 27.78 11 12.22 1 1.11

347 3.86 Nilai Kompetensi

X 3.1.6 30 33.33 29 32.22 28 31.11 2 2.22 1 1.11 355 3.94 (X 3.1 )

Rata-rata Skor Indikator Nilai Kompetensi 3.77 X 3.2.1 28 31.11 21 23.33 33 36.67 6 6.67 2 2.22

X 3.2.6 18 20.00 27 30.00 31 34.44 10 11.11 4 4.44 315 3.5 Kompetensi (X 3.2 )

Rata-rata Skor Indikator Kelangkaan Kompetensi 3.61 X 3.3.1 13 14.44 31 34.44 33 36.67 9 10.00 4 4.44

310 3.44 X 3.3.2 22 24.44 25 27.78 33 36.67 9 10.00 1 1.11

328 3.64 Tingkat Kesulitan

X 3.3.3 19 21.11 24 26.67 34 37.78 10 11.11 3 3.33 316 3.51 Ditiru (X 3.3 )

Rata-rata Skor Indikator Tingkat Kesulitan Ditiru 3.53 X 3.4.1 26 28.89 35 38.89 19 21.11 7 7.78 3 3.33

344 3.82 X 3.4.2 35 38.89 29 32.22 17 18.89 5 5.56 4 4.44

356 3.96 Tingkat Kesulitan

X 3.4.3 36 40.00 31 34.44 14 15.56 5 5.56 4 4.44 360 4 Digantikan (X 3.4 )

Rata-rata Skor Indikator Tingkat Kesulitan Digantikan 3.93 Rata-rata Skor Variabel Kompetensi

Sumber: data diolah 2015.

Persepsi PTS terhadap indikator kelangkaan kompetensi dapat dievaluasi melalui 6 (enam) item pernyataan. Pertama, kualitas program studi yang dimiliki oleh PTS sulit didapat atau diperoleh. Kedua, kualitas program studi yang dimiliki PTS memiliki keunikan atau kekhasan. Ketiga, tingkat kepakaran dan keahlian dosen yang dimiliki PTS sulit diperoleh atau didapatkan. Keempat, tingkat kepakaran dan keahlian dosen yang dimiliki PTS memiliki keunikan atau kekhasan. Kelima, pelayanan akademik yang dimiliki PTS sulit diperoleh atau didapatkan. Dan Persepsi PTS terhadap indikator kelangkaan kompetensi dapat dievaluasi melalui 6 (enam) item pernyataan. Pertama, kualitas program studi yang dimiliki oleh PTS sulit didapat atau diperoleh. Kedua, kualitas program studi yang dimiliki PTS memiliki keunikan atau kekhasan. Ketiga, tingkat kepakaran dan keahlian dosen yang dimiliki PTS sulit diperoleh atau didapatkan. Keempat, tingkat kepakaran dan keahlian dosen yang dimiliki PTS memiliki keunikan atau kekhasan. Kelima, pelayanan akademik yang dimiliki PTS sulit diperoleh atau didapatkan. Dan

Persepsi PTS terhadap indikator tingkat kesulitan ditiru dapat dievaluasi melalui tiga item pernyataan . Pertama, kualitas program studi yang dimiliki sulit ditiru PTS lainnya; kedua, tingkat keahlian dan kepakaran dosen yang dimiliki sulit ditiru oleh PTS lainnya, dan ketiga, pelayanan akademik yang dimiliki sulit ditiru oleh PTS lainnya. Dari ketiga item pernyataan tersebut yang memiliki nilai mean tertinggi yaitu tingkat keahlian dan kepakaran dosen yang dimiliki sulit ditiru oleh PTS lainnya yakni sebsar 3,64. Hasil ini mengindikasikan bahwa kepakaran dan keahlian yang dimiliki dosen yang ada sulit ditiru oleh PTS lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan yang bersifat tangible dan intangible yang dimiliki dosen. Dari segi tangible mungkin saja bisa ditiru namun yang melekat sebagai intangible akan sulit ditiru oleh PTS lainnya. Selain itu kualitas program studi yang dimiliki juga sulit ditiru oleh PTS lainnya. Hal ini Persepsi PTS terhadap indikator tingkat kesulitan ditiru dapat dievaluasi melalui tiga item pernyataan . Pertama, kualitas program studi yang dimiliki sulit ditiru PTS lainnya; kedua, tingkat keahlian dan kepakaran dosen yang dimiliki sulit ditiru oleh PTS lainnya, dan ketiga, pelayanan akademik yang dimiliki sulit ditiru oleh PTS lainnya. Dari ketiga item pernyataan tersebut yang memiliki nilai mean tertinggi yaitu tingkat keahlian dan kepakaran dosen yang dimiliki sulit ditiru oleh PTS lainnya yakni sebsar 3,64. Hasil ini mengindikasikan bahwa kepakaran dan keahlian yang dimiliki dosen yang ada sulit ditiru oleh PTS lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan yang bersifat tangible dan intangible yang dimiliki dosen. Dari segi tangible mungkin saja bisa ditiru namun yang melekat sebagai intangible akan sulit ditiru oleh PTS lainnya. Selain itu kualitas program studi yang dimiliki juga sulit ditiru oleh PTS lainnya. Hal ini

Sebagaimana dengan indikator kesulitan ditiru, persepsi PTS terhadap indikator kesulitan untuk digantikan dapat dievaluasi melalui tiga pernyataan, yakni pertama muatan program studi yang dimiliki tidak bisa digantikan oleh PTS lain; kedua, tingkat kepakaran dan keahlian dosen yang dimiliki tidak bisa digantikan oleh PTS lain; ketiga, layanan akademik yang dimiliki tidak bisa digantikan oleh PTS lain. Dari ketiga item pernyataan tersebut yang memiliki nilai mean tertinggi yaitu tingkat layanan akademik yang dimiliki tidak bisa digantikan oleh PTS lainnya yakni sebsar 4,00. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat layanan akademik yang dimiliki tidak bisa digantikan oleh PTS lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan yang bersifat tangible dan intangible yang dimiliki dosen. Dari segi tangible mungkin saja bisa digantikan, namun yang melekat sebagai intangible akan sulit ditiru oleh PTS lainnya. Secara keseluruhan item kesulitan untuk digantikan dipersepsikan baik oleh PTS di Sulawesi Tenggara. Hal ini ditunjukkan oleh nilai mean untuk indikator kesulitan untuk digantikan sebesar 3,93 dan terkategori baik.

Keseluruhan uraian di atas yang berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki oleh PTS yang ada di Sulawesi Tenggara yang menjadi bagian dari sample penelitian ini, dapat dikatakan bahwa variabel kompetensi dipersepsikan berada pada kategori cukup baik oleh perguran tinggi yang dikelola Keseluruhan uraian di atas yang berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki oleh PTS yang ada di Sulawesi Tenggara yang menjadi bagian dari sample penelitian ini, dapat dikatakan bahwa variabel kompetensi dipersepsikan berada pada kategori cukup baik oleh perguran tinggi yang dikelola

5.4.4 Variabel Perencanaan Strategik

Variabel perencanaan strategik dalam penelitian ini dideskripsikan melalui 4 (empat) indikator, yaitu kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, dan kelayakan implementasi dan keberlanjutan program. Adapun sebaran hasil tanggapan responden PTS di Sulawesi Tenggara.

Tabel 5.12 Deskripsi

Terhadap Variabel Perencanaan Strategik

Jawaban

Indikator Item Frekuensi Jawaban Responden (f) dan Persentase (%) TS (2)

Total Rata- Variabel

(Butir) SS (5)

f % F % Skor rata Y 1.1.1 21 23.33 34 37.78 24 26.67 10 11.11 1

dan Komitmen Y 1.1.2 20 22.22 30 33.33 22 24.44 16 17.78 2 2.22 320 3.56 Institusi (Y 1.1 )

8 8.89 4 4.44 355 3.94 Rata-rata Skor Indikator Kepemimpinan dan Komitmen Institusi

Y 1.1.3 37 41.11 27 30.00 14 15.56

3.74

4 4.44 4 4.44 356 3.96 Kualitas Evaluasi

Y 1.2.1 33 36.67 32 35.56 17 18.89

4 4.44 1 1.11 351 3.9 Diri (Y 1.2 )

Y 1.2.2 22 24.44 43 47.78 20 22.22

Y 1.2.3 18 20.00 29 32.22 31 34.44 11 12.22 1 1.11 322 3.58 Rata-rata Skor Indikator Kualitas Evaluasi Diri

3.81

8 8.89 3 3.33 322 3.58 Mutu dan

Y 1.3.1 16 17.78 34 37.78 29 32.22

Relevansi Y 1.3.2 17 18.89 25 27.78 32 35.56 11 12.22 5 5.56 308 3.42 Kegiatan (Y 1.3 )

2 2.22 1 1.11 360 4 Rata-rata Skor Indikator Mutu dan Relevansi Kegiatan

Y 1.3.3 28 31.11 38 42.22 21 23.33

3.67 Kelayakan

4 4.44 3 3.33 352 3.91 Implementasi dan

6 6.67 2 2.22 345 3.83 Program (Y 1.4 )

Y 1.4.3 26 28.89 33 36.67 23 25.56

Rata-rata Skor Indikator Kelayakan Implementasi dan Keberlanjutan

3.88 Rata-rata Skor Variabel Perencanaan Strategik

Program

3.77

Sumber: data diolah,2015

Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini mengenai indikator kepemimpinan dan komitmen organisasi sebagai bagian dari perencanaan strategik dapat diukur melalui 3 (tiga) item pernyataan. Pertama, PTS ketersediaan statuta sebagai komitmen institusi. Kedua PTS memiliki ketersediaan renstra, dan ketiga PTS memiliki perencanaa renstra sebagai komitmen penerapan GuG. Dari ketiga pernyataan di atas, pernyataan PTS memiliki aktivitas yang jelas sesuai dengan renstra memiliki nilai rata-rata ( mean ) yang paling tinggi yaitu 3,94 dan berada pada kategori baik. Hal ini mengindikasikan bahwa PTS di Sulawesi Tenggara memiliki aktivitas yang koheren dengan renstra yang dengan komitmen untuk melakukan oleh PTS saat ini memiliki tingkat kejelasan sesuai dengan perencanaan strategi yang ada. Selain itu PTS di Sulawesi Tenggara juga mengakui bahwa aktivitas yang dilakukan oleh perguruan tinggi memiliki ketersediaan resntra yang ada yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata yang sedikit lebih rendah yaitu sebesar 3,56 dan berada pada kategori baik. Secara keseluruhan, persepsi PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini mempersepsikan bahwa kepemimpinan dan komitmen institusi kegiatan yang dilakukan oleh PTS berada pada kategori baik yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata ( mean ) sebesar 3,74. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dan komitmen institusi yang dilakukan oleh PTS di Sulawesi Tenggara cukup sesuai dengan perencanaan strategik yang ada.

Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini mengenai indikator kualitas dan evaluasi diri sebagai bagian dari perencanaan strategik dapat diukur melalui 3 (tiga) item pernyataan. Pertama, PTS mampu mengidentifikasi kebutuhan terhadap perbaikan sesuai rencana strategik (Renstra)

yang ada. Kedua PTS memiliki data dan informasi tentang kebutuhan renstra, dan ketiga PTS mampu melihat peluang terhadap renstra yang ada. Dari ketiga pernyataan di atas, pernyataan PTS memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dengan renstra yang miliki dengan nilai rata-rata ( mean ) yang paling tinggi yaitu 3,96 dan berada pada kategori baik. Hal ini mengindikasikan bahwa PTS di Sulawesi Tenggara memiliki aktivitas yang koheren dengan renstra yang ada yang dilakukan oleh PTS saat ini memiliki tingkat kejelasan sesuai dengan perencanaan strategi yang ada. Selain itu PTS di Sulawesi Tenggara juga mengakui bahwa aktivitas yang dilakukan oleh perguruan tinggi memiliki ketersediaan resntra yang ada yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata yang sedikit lebih rendah yaitu sebesar 3,58 dan berada pada kategori baik. Secara keseluruhan, persepsi PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini mempersepsikan bahwa kualitas evaluasi diri yang dilakukan oleh PTS berada pada kategori cukup baik yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata ( mean ) sebesar 3,74. Hal ini menunjukkan bahwa mutu dan relevansi kegiatan yang dilakukan oleh PTS di Sulawesi Tenggara cukup sesuai dengan perencanaan strategik yang ada.

Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini mengenai indikator mutu dan relevansi kegiatan sebagai bagian dari perencanaan strategik dapat diukur melalui 3 (tiga) item pernyataan. Pertama, PTS memiliki aktivitas yang jelas sesuai rencana strategik (Renstra) yang ada. Kedua PTS memiliki aktivitas yang efektif sesuai dengan renstra, dan ketiga PTS memiliki aktivitas yang koheren dengan renstra yang ada. Dari ketiga pernyataan di atas, pernyataan PTS memiliki aktivitas yang jelas sesuai dengan renstra memiliki nilai rata-rata ( mean ) yang paling tinggi yaitu 4.00 dan berada pada kategori Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini mengenai indikator mutu dan relevansi kegiatan sebagai bagian dari perencanaan strategik dapat diukur melalui 3 (tiga) item pernyataan. Pertama, PTS memiliki aktivitas yang jelas sesuai rencana strategik (Renstra) yang ada. Kedua PTS memiliki aktivitas yang efektif sesuai dengan renstra, dan ketiga PTS memiliki aktivitas yang koheren dengan renstra yang ada. Dari ketiga pernyataan di atas, pernyataan PTS memiliki aktivitas yang jelas sesuai dengan renstra memiliki nilai rata-rata ( mean ) yang paling tinggi yaitu 4.00 dan berada pada kategori

Sedangkan untuk mengukur persepsi PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini mengenai kelayakan implementasi dan keberlanjutan program sebagai bagian dari perencanaan strategik dapat dievaluasi melalui 3 (tiga) item pernyataan. Pertama, PTS memiliki mekanisme yang jelas terhadap pelaksanaan renstra. Kedua, PTS memiliki kebijakan anggaran dalam pelaksanaan renstra. Ketiga, PTS memiliki kebijakan evaluasi berkala terhadap program renstra. Dari ketiga item pernyataan tersebut, item yang mempunyai nilai rata-rata tertinggi yaitu PTS memiliki mekanisme yang jelas terhadap pelaksanaan renstra sebesar 3,91. Hal ini memberikan makna bahwa PTS yang ada di Sulawesi Tenggara memiliki mekanisme perencanaan yang jelas untuk melaksanakan renstra. Disamping itu, PTS di Sulawesi Tenggara juga mengakui bahwa PTS memiliki kebijakan evaluasi dengan kategori rendah yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebesar 3,83. Hal ini Sedangkan untuk mengukur persepsi PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi sampel dalam penelitian ini mengenai kelayakan implementasi dan keberlanjutan program sebagai bagian dari perencanaan strategik dapat dievaluasi melalui 3 (tiga) item pernyataan. Pertama, PTS memiliki mekanisme yang jelas terhadap pelaksanaan renstra. Kedua, PTS memiliki kebijakan anggaran dalam pelaksanaan renstra. Ketiga, PTS memiliki kebijakan evaluasi berkala terhadap program renstra. Dari ketiga item pernyataan tersebut, item yang mempunyai nilai rata-rata tertinggi yaitu PTS memiliki mekanisme yang jelas terhadap pelaksanaan renstra sebesar 3,91. Hal ini memberikan makna bahwa PTS yang ada di Sulawesi Tenggara memiliki mekanisme perencanaan yang jelas untuk melaksanakan renstra. Disamping itu, PTS di Sulawesi Tenggara juga mengakui bahwa PTS memiliki kebijakan evaluasi dengan kategori rendah yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebesar 3,83. Hal ini

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa variabel perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara dipersepsikan berada pada kategori baik yang diindikasikan dengan nilai rata-rata ( mean ) variabel perencanaan strategik sebesar 3,77. Sedangkan kepemimpinan dan komitmen institusi merupakan indikator yang paling dominan dalam membentuk variabel perencanaan strategik dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 3,88.

5.4.5 Keunggulan Bersaing

Variabel keunggulan bersaing dideskripsikan sebagai posisi yang membedakan PTS dibandingkan pesaingnya. Variabel keunggulan bersaing diukur dengan menggunakan tiga dimensi pengukuran, yaitu keunggulan biaya, keunggulan differensiasi dan keunggulan pemasaran. Dimensi-dimensi tersebut merupakan gambaran dari kemampuan PTS dalam menciptakan keunggulan bersaing.

Tanggapan responden terhadap keunggulan bersaing yang dapat diukur melalui indikator keunggulan biaya dievaluasi melalui 5 (lima) item pernyataan. Pertama, PTS memiliki tingkat penetapan biaya yang relatif rendah; kedua, PTS memiliki tingkat penetapan biaya pendidikan yang relatif terjangkau; ketiga, Biaya pendidikan yang ditetapkan oleh PTS sesuai dengan mutu program studi yang ditawarkan; keempat, biaya pendidikan yang ditetapkan PTS sesuai dengan layanan jasa yang Tanggapan responden terhadap keunggulan bersaing yang dapat diukur melalui indikator keunggulan biaya dievaluasi melalui 5 (lima) item pernyataan. Pertama, PTS memiliki tingkat penetapan biaya yang relatif rendah; kedua, PTS memiliki tingkat penetapan biaya pendidikan yang relatif terjangkau; ketiga, Biaya pendidikan yang ditetapkan oleh PTS sesuai dengan mutu program studi yang ditawarkan; keempat, biaya pendidikan yang ditetapkan PTS sesuai dengan layanan jasa yang

Persepsi PTS di Sulawesi Tenggara terhadap indikator keunggulan differensiasi dapat dievaluasi melalui 7 (tujuh) item pernyataan. Pertama, PTS memiliki kemitraan dengan institusi di dunia kerja; kedua, PTS memiliki keragaman program studi yang ditawarkan; ketiga, mahasiswa lulusan PTS memiliki masa tunggu yang cepat dalam dunia kerja; keempat, mahasiswa yang lulus memiliki keahlian khusus dibidang akademik; kelima, kurikulum yang ditawarkan memiliki kelebihan dibandingkan PTS lain; keenam, mahasiswa memiliki reputasi yang baik dibidang akademik maupun non akademik; ketujuh, PTS memiliki masa studi mahasiswa lulus tepat waktu yang tinggi. Dari ketujuh item pernyataan tersebut, item yang memiliki nilai mean tertinggi yaitu mahasiswa memiliki reputasi yang baik dibidang akademik maupun non akademik yakni sebesar 4.01.

Hal ini mengindikasikan bahwa PTS di Sulawesi Tenggara memiliki nilai positif berupa mahasiswa yang berprestasi baik dibidang akademik maupun non akademik sehingga mampu memberikan nilai lebih bagi PTS tersebut. selain itu kurikulum yang ditawarkan juga memiliki nilai lebih sehingga mampu menunjang peningkatan prestasi mahasiswa dalam bidang akademik. Namun PTS di Sulawesi Tenggara juga mengakui bahwa masih sedikit PTS yang memiliki kemitraan dengan institusi di dunia kerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai mean yang terkategori baik yakni sebesar 3,79. Secara keseluruhan indikator keunggulan differensiasi PTS di Sulawesi Tenggara dapat dikatakan baik. hal ini ditunjukkan oleh nilai mean total indikator keunggulan differensiasi sebesar 3,89 dan terkategori baik.

Tabel 5.13 Deskripsi

Terhadap Variabel Keunggulan Bersaing

Jawaban

Frekuensi Jawaban Responden (f) dan Persentase Indikator Variabel

Total Rata- (Butir)

TS (2) STS (1) Skor rata

f % F % Y 2.1.1 15 16.67 42 46.67 24 26.67 8 8.89 1 1.11

332 3.69 Y 2.1.2 27 30.00 28 31.11 28 31.11 6 6.67 1 1.11

344 3.82 Keunggulan Biaya

Y 2.1.3 19 21.11 32 35.56 32 35.56 6 6.67 1 1.11 332 3.69 (Y 2.1 )

Y 2.1.4 27 30.00 35 38.89 20 22.22 7 7.78 1 1.11 350 3.89 Y 2.1.5 22 24.44 32 35.56 19 21.11 16 17.78 1 1.11

328 3.64 Rata-rata Skor Indikator Keunggulan Biaya

Y 2.2.4 26 28.89 39 43.33 19 21.11 5 5.56 1 1.11 354 3.93 Differensiasi (Y 2.2 )

Y 2.2.5 30 33.33 34 37.78 22 24.44 2 2.22 2 2.22 358 3.98 Y 2.2.6 26 28.89 35 38.89 20 22.22 8 8.89 1 1.11

347 3.86 Y 2.2.7 29 32.22 28 31.11 23 25.56 7 7.78 3 3.33

343 3.81 Rata-rata Skor Indikator Keunggulan Differensiasi

Y 2.3.3 18 20.00 42 46.67 21 23.33 7 7.78 2 2.22 337 3.74 Pemasaran (Y 2.3 )

Y 2.3.4 20 22.22 29 32.22 29 32.22 10 11.11 2 2.22 325 3.61 Y 2.3.5 23 25.56 33 36.67 27 30.00 3 3.33 4 4.44

338 3.76 Y 2.3.6 28 31.11 34 37.78 20 22.22 4 4.44 4 4.44

Frekuensi Jawaban Responden (f) dan Persentase Indikator Variabel

Total Rata- (Butir)

TS (2) STS (1) Skor rata

f % F % Y 2.3.7 38 42.22 25 27.78 22 24.44 2 2.22 3 3.33

320 3.56 Rata-rata Skor Indikator Keunggulan Pemasaran

3.73 Rata-rata Skor Variabel Keunggulan Bersaing

Sumber: data diolah,2015

Dari seluruh uraian di atas yang membahas indikator- indikator dari variabel keunggulan bersaing maka dapat dikatakan bahwa variabel keunggulan bersaing dipersepsikan berada pada kategori cukup baik oleh PTS di Sulawesi Tenggara yang diindikasikan oleh nilai rata-rata sebesar 3,79.

5.5 Hasil Uji Partial Least Square (PLS)

Metoda analisa data dalam penelitian menggunakan teknik analisa Partial Least Square (PLS) dengan program SmartPLS. Hasil analisa PLS dapat dilakukan dengan mengevaluasi model persamaan struktural.

Terdapat dua evaluasi mendasar dalam analisa PLS yaitu: Pertama, evaluasi model pengkuran ( outer model ) untuk mengetahuai validitas dan reliabilitas indicator- indicator yang mengukur variable laten, kriteria uji validitas dan uji reliabilitas instrument pada penelitian yang mengacu pada discriminant validity , comvergent validity, dan composite reliability. Kedua menilai inner model atau struktur model untuk melihat hubungan antar konstruk, nilai signifikansi dan R square dari model penelitian. Pengujian inner model dalam analisis Pa rtial Least Square (PLS) dilakukan melalui resampling bootsrap.

5.5.1 Uji Asumsi linearitas Instrumen

Sebelum melakukan evaluasi lebih lanjut dari Partial Least Square (PLS) Perlu dilakukan terlebih dahulu uji asumsi linieritas, yaitu menguji hubungan antar variable laten apakah memiliki hubungan linier. Pengujian asumsi lineritas dalam penelitian ini menggunakan metode Curve of Fit dengan program SPSS, hasilnya disajikan pada lampiran 3 Uji Linearitas Data.

Rujukan yang digunakan adalah prinsip parsimony, yaitu model dikatakan linear jika memenuhi salah satu dari kedua kemungkinan berikut; (1) model linear signifikan (sig model linear lebih kecil 0.05) dan (2) model linear non signifikan dan seluruh model yang mungkin juga non signifikan (sig model linear lebih kecil 0.05) dan sig model selain linear lebih besar

0.05. hasil pengujian asumsi linearitas disajikan dalam Tabel 5.14

Tabel 5.14 Hasil Pengujian Asumsi Linearitas Hubungan

Uji F p-value Kesimpulan Variabel

X1 Y1 52.575

Linear X1 Y2

Linear X2 Y1

Linear X2 Y2

Linear X3 Y1

Linear X3 Y2

Linear Y1

Linear Sumber: data diolah tahun 2015

Y2 119.747

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa sig model linear untuk ke tujuh hubungan variable laten lebih kecil dari 0.05 untuk semua model yang mungkin. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa asumsi linearitas atas instrument yang digunakan dapat terpenuhi.

5.5.2 Evaluasi Model Pengukuran ( Outer model )

Pengujian model pengkuran ( measrument model ) dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai variable ( observed variable ) yang merefleksikan sebuah konstruk atau variable laten yang tidak dapat diukur secara langsung baik pada data persepsi maupun ratio. Analisis atas indikator-indikator yang digunakan diuji agar memberikan makna.

Analisis secara empiris bertujuan untuk menvalidasi model dan reliabilitas konstruk yang mencerminkan parameter pada variabel laten yang dibangun berdasarkan teori dan kajian empiris. Penelitian ini menggunakan 5 (lima) variabel laten yaitu Manajemen Pengetahuan (X1), aspek lingkungan (X2), kompetensi (X3) perencanaan strategik (Y1) dan keunggulan bersaing (Y2) dengan indikator variable yang bersifat reflektif karena dianggap variabel laten dapat menjelaskan indikator.

Nilai bobot faktor (untuk indikator reflektif) dan outer weight (untuk indikator formatif) menunjukkan bobot dari setiap indikator sebagai pengukur dari setiap variable laten. Indikator dengan outer loading atau outer weight terbesar menunjukkan bahwa indikator tersebut merupakan pengukur variabel terkuat (dominan).

Evaluasi model pengukuran variabel laten dengan indikator reflektif dianalisis dengan melihat convergent validity . Pengujian convergent validity pada PLS dapat dilihat dari besaran outer loading setiap indikator terhadap variabel letennya. Outer loading di atas 0,70 sangat direkomendasikan, namun demikian nilai factor loading 0,50-0,60 masih dapat ditolerir (Solimun et.al 2010, Chin, et.al dalam Ghozali, 2006).

Berdasarkan uji pengukuran model di atas, dapat disimpulkan bahwa semua variable dalam penelitian ini adalah valid dan reliable, sehingga pengujian dapat dilanjutkan. Terdapat

3 (tiga) criteria untuk dapat menilai outer model yaitu discriminant validity , Composite reliability dan comvergent validity. Berdasarkan ketiga criteria penilaian model pengukuran dari hasil boostrapping pada metode PLS, maka pengujian model pengukuran terhadap setiap indikator dapat di jelaskan sebagai berikut:

a. Discriminant validity

Pengukuran discriminant validity bertujuan untuk menguji sampai seberapa jauh suatu konstruk laten benar-benar berbeda dengan konstruk lainnya. Nilai discriminant validity yang tinggi memberikan indikasi bahwa suatu konstruk adalah unik dan mampu menjelaskan fenomena yang diukur. Suatu konstruk dikatakan valid apabila nilai AVE lebih besar dari 0.50 (Fornell dan Lacker dalam Ghozali, 2006), cara menguji discriminant validity adalah membandingkan nilai akar kuadrat dari average

variance extracted ( √ ) dengan nilai korelasi antar konstruk. Hasil perhitungan nilai √ konstruk dan nilai korelasi antar konstruk disajikan pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15 Nilai AVE, √ dan Korelasi antar Konstruk

Laten

Korelasi Variabel Penelitian AVE

Manaj.

Aspek

Kompetensi Per Keunggulan

Strategik bersaing 1 2 3 4 5 6 7 8 Manaj. Pengetahuan (X1)

Aspek lingkungan (X2)

Kompetensi (X3) 0.582 0.763

1.000 Perencanaan Strategik (Y1)

Bersaing (Y2) 0.847 0.920

Sumber: Hasil Olahan data PLS tahun 2015

Hasil pengujian pada Tabel 5.15 menunjukkan bahwa masing-masing konstruk laten memiliki discriminant validity yang baik karena seluruh nilai korelasi antar konstruk lebih

rendah nilainya dibandingkan dengan nilai √ masing-masing konstruk laten. Selain itu diperoleh nilai √ variable Manajemen Pengetahuan, Aspek Lingkungan, Kompetensi,

perencanaan strategik dan keunggulan bersaing lebih besar dari korelasi variable laten bersangkutan dengan variable laten lainnya dan masih di atas 0,70 (batas toleransi).

Hal tersebut memberi makna bahwa konstruk variable laten manajemen pengetahuan, aspek lingkungan, kompetensi, manajemen strategik dan keunggulan bersaing memiliki discriminant validity . yang baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan konstruk laten dalam penelitian ini cukup unik dan mampu menjelaskan fenomena yang diukur.

Discriminant validity juga dapat diukur dengan menggunakan nilai cross loading . Jika nilai cross loading . Setiap indikator dari variable laten lebih besar dibandingkan dengan cross loading . Variabel lain, maka indikator tersebut dikatakan valid.

Tabel 5.16 Hasil komputerisasi program PLS nilai cross loading dalam penelitian ini

Kompetensi Perc. Keunggulan Symbol Pengetahuan

Manaj.

Aspek

Strategik Bersaing (X1)

(Y1) (Y2) 1 2 3 4 5 6

X1.1 0.841

X1.2 0.901

X1.3 0.945

X1.4 0.868

0.629 0.526 0.543 0.431 X2.1 0.733

Kompetensi Perc. Keunggulan Symbol Pengetahuan

Manaj.

Aspek

Strategik Bersaing (X1)

Lingkungan

(X3)

(Y1) (Y2) 1 2 3 4 5 6 X2.2 0.776

Sumber: data diolah tahun 2015

Berdasarkan pada Tabel 5.16 diperoleh bahwa semua indikator laten memberikan nilai yang baik, karena semua nilai cross loading di atas 0,50 dan signifikan pada 0,05 (lihat Tabel

5.16) nilai t-statistik lebih besar dari t-tabel 1,96). Dengan demikian, secara keseluruhan nilai cross loading indicator variabel manajemen pengetahuan, aspek lingkungan, kompetensi, perencanaan strategik dan keunggulan bersaing berada di atas nilai cross loading dari variabel laten lainnya. Sehingga instrument penelitian dikatakan valid.

b. Convergent Validity Convergent validity mengukur validitas indikator sebagai

pengukur variabel yang dapat dilihat dari outer loa ding dari masing-masing indikator variabel. Suatu indikator dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik, jika nilai outer loading di atas 0,70. Sedangkan nilai outer loading

0,50-0,60 masih dapat ditolerir untuk model yang masih dalam pengembangan, kecuali 0,50-0,60 masih dapat ditolerir untuk model yang masih dalam pengembangan, kecuali

Outer loading suatu indikator dengan nilai paling tinggi, berarti indikator tersebut merupakan pengukur terkuat atau terpenting dalam merefleksikan dari variabel laten yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya uraian terhadap pengujian hasil analisis dan evaluasi model pengukuran setiap variabel laten atau konstruk penelitian ini sebagai berikut:

5.4.1.1 Evaluasi Pengukuran Variabel Manajemen Pengetahuan

Hasil analisis PLS dalam penelitian meliputi outer model ( covergent validity dan composite reliability ) dan outer loading (analisis R-Square dan uji kausalitas). Untuk convergent validity dapat diketahui berdasarkan hasil outer loading yang menunjukkan bahwa seluruh indikator dari masing-masing variabel mempunyai nilai outer loading lebih dari 0,05, sehingga seluruh indikator merupakan bagian dari variabel. Hasil convergent validity untuk indikator dari masing-masing variabel lebih besar dari 0,70 sehingga variabel tersebut telah memenuhi composite validity.

manajemen pengetahuan direfleksikan melalui 4 (empat) indikator yaitu data, informasi, pengetahuan dan tindakan. Evaluasi outer model atau model pengukuran dapat dilihat dari nilai outer loading dari setiap indikator variabel manajemen pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 5.17.

Pengukuran

variabel

Tabel 5.17 Outer Loading Indikator Variabel Manajemen Pengetahuan Indikator

Outer Loading

22.877 Sumber: data diolahan dari PLS tahun 2015

Berdasarkan hasil model pengukuran yang disajikan pada Tabel 5.17 nampak bahwa keempat indikator yaitu: data, informasi, pengetahuan dan tindakan adalah valid dalam merefleksikan pengukuran variabel manajemen pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan nilai estimasi outer loading keempat indikator variabel tersebut secara keseluruhan positif dan signifikan dalam merefleksikan variabel manajemen pengetahuan.

Apabila dicermati nilai estimasi outer loading yang diperoleh, indikator Informasi adalah paling penting/kuat dalam merefleksikan variabel manajemen pengetahuan, karena memiliki outer loading paling besar yakni : 0,944 selain itu berdasarkan nilai t-statistik indikator Informasi memiliki nilai t-hitung terbesar 37.057 lebih besar dari nilai t-statistik 1,96.

Dengan demikian, indikator informasi paling kuat atau dominan untuk dapat digunakan dalam mengukur variabel manajemen pengetahuan. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat 94,4% Upaya dalam meningkatkan informasi terhadap pembentukan variabel manajemen pengetahuan, selanjutnya variabel pengetahuan dengan nilai loading faktornya sebesar 0,900 artinya pengetahuan memiliki kontribusi atau peran sebesar 90,0% dalam pembentukan variabel manajemen pengetahuan. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa manajemen Dengan demikian, indikator informasi paling kuat atau dominan untuk dapat digunakan dalam mengukur variabel manajemen pengetahuan. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat 94,4% Upaya dalam meningkatkan informasi terhadap pembentukan variabel manajemen pengetahuan, selanjutnya variabel pengetahuan dengan nilai loading faktornya sebesar 0,900 artinya pengetahuan memiliki kontribusi atau peran sebesar 90,0% dalam pembentukan variabel manajemen pengetahuan. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa manajemen

5.4.1.2 Evaluasi Pengukuran Variabel Aspek Lingkungan (X2)

Pengukuran variabel aspek lingkungan direfleksikan melalui 4 (empat) indikator aspek hukum dan regulasi, aspek ekonomi, aspek sosial, aspek informasi. Evaluasi outer model atau model pengukuran dapat dilihat dari nilai outer loading dari setiap indikator variabel aspek lingkungan.

Tabel 5.18 Outer Loading variabel Aspek Lingkungan Indikator

Outer Loading t-statistik 1 2 3

Aspek Hukum dan Regulasi 0,902 46.431

Aspek Ekonomi 0,936 48.126

Aspek Sosial 0,855 28.315 Aspek Informasi

0,875 36.339 Sumber: data diolahan dari PLS tahun 2015

Berdasarkan hasil model pengukuran yang disajikan pada Tabel 5.18 nampak bahwa indikator aspek ekonomi adalah valid untuk digunakan untuk merefleksikan pengukuran variabel aspek lingkungan. Apabila dicermati berdasarkan nilai estimasi outer loading yang diperoleh indikator aspek ekonomi dianggap paling penting/kuat dalam merefleksikan variabel aspek lingkungan karena memiliki outer loading paling besar yakni 0,936 selain itu, beradasarkan nilai t-statistik indikator aspek ekonomi memiliki nilai t-hitung terbesar yakni 48.126 lebih besar dari nilai t-statistik 1,96 dengan demikian indikator aspek ekonomi untuk dapat digunakan dalam mengukur variabel aspek lingkungan.

Hasil ini membuktikan bahwa terdapat 93.6% upaya unit pengelola dalam pembentukan variabel aspek ekonomi. Selanjutnya variabel aspek hukum dan regulasi dengan nilai loading vaktor sebesar 0.902 artinya aspek hukum dan regulasi memiliki kontribusi atau peran sebesar 90,2% dalam pembentukan variabel aspek lingkungan.

5.4.1.3 Evaluasi Pengukuran Variabel Kompetensi (X3)

Pengukuran variabel kompetensi direfleksikan melalui 4 (empat) indikator nilai kompetensi, kelangkaan kompetensi, tingkat kesulitan ditiru, tingkat kesulitan digantikan. Evaluasi outer model atau model pengukuran dapat dilihat dari nilai outer loading dari setiap indikator variabel kompetensi.

Tabel 5.19 Outer Loading variabel Kompetensi Indikator

t-statistik 1 2 3 Nilai Kompetensi

Outer Loading

20.966 Tingkat Kesulitan ditiru

Kelangkaan Kompetensi

12.586 digantikan Sumber: data diolahan dari PLS tahun 2015

Kesulitan

Berdasarkan hasil model pengukuran yang disajikan pada Tabel 5.19 nampak bahwa indikator nilai kompetensi adalah valid digunakan untuk merefleksikan pengukuran variabel kompetensi. Hal ini dibuktikan dengan nilai estimasi ouder loading variabel nilai kompetensi yang memiliki nilai lebih besar dari 0,70 yakni 0,833 selain itu, beradasarkan nilai t-statistik indikator nilai kompetensi memiliki nilai t-hitung terbesar yakni 28.068 lebih besar dari nilai t-statistik 1,96 dengan demikian indikator nilai Berdasarkan hasil model pengukuran yang disajikan pada Tabel 5.19 nampak bahwa indikator nilai kompetensi adalah valid digunakan untuk merefleksikan pengukuran variabel kompetensi. Hal ini dibuktikan dengan nilai estimasi ouder loading variabel nilai kompetensi yang memiliki nilai lebih besar dari 0,70 yakni 0,833 selain itu, beradasarkan nilai t-statistik indikator nilai kompetensi memiliki nilai t-hitung terbesar yakni 28.068 lebih besar dari nilai t-statistik 1,96 dengan demikian indikator nilai

Hasil ini membuktikan bahwa terdapat 83.3% upaya unit pengelola dalam pembentukan variabel kompetensi. Selanjutnya variabel kelangkaan kompetensi dengan nilai loading vaktor sebesar 0.818 artinya kelangkaan kompetensi memiliki kontribusi atau peran sebesar 81.8% dalam pembentukan variabel kompetensi

5.4.1.4 Evaluasi Pengukuran Variabel Perencanaan Strategik (Y1)

Pengukuran variabel perencanaan strategik direfleksikan melalui 4 (empat) indikator kemampuan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, kelayakan implementasi dan keberlanjutan program. Evaluasi outer model atau model pengukuran dapat dilihat dari nilai outer loading dari setiap indikator variabel perencanaan strategik dapat lihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20 Outer Loading variabel Perencaan Strategik Indikator

Outer t-statistik Loading 1 2 3

Kepemimpinan dan

0.719 13.214 institusi Kualitas evaluasi diri

komitmen

Mutu dan Relevansi Kegiatan 0.837 28.956

0.789 24.784 Keberlanjutan Program Sumber: data diolahan dari PLS tahun 2015

Kelayakan Implementasi

dan

Berdasarkan hasil model pengukuran yang disajikan pada Tabel 5.20 nampak bahwa indikator perencanaan strategik adalah Berdasarkan hasil model pengukuran yang disajikan pada Tabel 5.20 nampak bahwa indikator perencanaan strategik adalah

5.4.1.5 Evaluasi Pengukuran Variabel Keunggulan Bersaing (Y2)

Pengukuran variabel keunggulan bersaing direfleksikan melalui 3 (tiga) indikator keunggulan biaya, keunggulan deffrensiasi, keunggulan pemasaran. Evaluasi outer model atau model pengukuran dapat dilihat dari nilai outer loading dari setiap indikator variabel keunggulan bersaing dapat lihat pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21 Outer Loading variabel Keunggulan Bersaing Indikator

Outer Loading

t-statistik 1 2 3

Keunggulan Biaya

39.666 Keunggulan Differensiasi

Keunggulan Pemasaran

Sumber: data diolahan dari PLS tahun 2015

Berdasarkan hasil model pengukuran yang disajikan pada Tabel 5.21 nampak bahwa indikator keunggulan bersaing adalah valid digunakan untuk merefleksikan pengukuran variabel keunggulan bersaing. Hal ini dibuktikan dengan nilai estimasi ouder loading variabel keunggulan pemasaran yang memiliki nilai lebih besar dari 0,70 yakni 0,954 selain itu, beradasarkan nilai t-statistik indikator keunggulan pemasaran memiliki nilai t- hitung terbesar yakni 108.849 lebih besar dari nilai t-statistik 1,96 dengan demikian indikator keunggulan pemasaran untuk dapat digunakan dalam mengukur variabel keunggulan bersaing.

Hasil ini membuktikan bahwa terdapat 95.4% upaya unit pengelola dalam pembentukan variabel keunggulan bersaing. Selanjutnya variabel keunggulan diffrensiasi dengan nilai loading vaktor sebesar 0.904 artinya keunggulan diffrensiasi memiliki kontribusi atau peran sebesar 90.4% dalam pembentukan variabel keunggulan bersaing.

c. Composite Reliability Composite reliability menguji nilai reliability antar

indikator dari konstruk yang membentuknya. Hasil composite reliability dikatakan baik, jika nilainya di atas 0,70.

Tabel 5.22 Hasil Pengujian Reliabilitas Model Pengukuran Instrumen Variabel

composite reliability Hasil 1 2 3

Reliable Aspek Lingkungan

Manajemen pengetahuan

Reliable Kompotensi

Reliable Perencanaan Strategik

Reliable Keunggulan Bersaing

Reliable Sumber: data diolahan dari PLS

Hasil pengujian pada Tabel 5.22 diperoleh nilai composite reliability variabel manajemen pengetahuan, aspek lingkungan, komptensi, perencanaan strategic, keunggulan bersaing menunjukkan bahwa keempat variabel laten yang dianalisis memiliki reliabilitas yang baik karena nilainya lebih besar dari 0,70. Dengan demikian, seluruh instrument yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria atau layak untuk digunakan dalam pengukuran semua variabel laten yakni manajemen pengetahuan, aspek lingkungan, kompetensi, perencanaan strategic, keunggulan bersaing karena memiliki kesesuaian dan keandalan yang tinggi. Begitu juga masing- masing indikator semuanya signifikan pada 0,05, karena memiliki nilai t-statistik lebih besar dari t-tabel 1,96.

Berdasarkan hasil evaluasi convergent validity dan discriminant reliability dari indikator, dapat disimpulkan bahwa semua indikator sebagai pengukur variabel laten dari masing- masing yang merupakan pengukur yang reliable.

5.5.3 Evaluasi Goodness Of Fit Model

Pengujian Goodness of Fit Model pada model structural dievaluasi dengan memeperhatikan persentase varian yang

dijelaskan, yaitu melihat nilai R 2 untuk variabel laten dependen

2 dengan menggunakan nilai predictive relevance (Q 2 ). Besaran Q dengan rentang 0<Q 2 <1, semakin mendekati nilai 1, berarti model

semakin baik, demikian juga sebaliknya apabila dibawah 0 (nol) menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

Untuk menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square setiap variabel laten. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel independen tertentu Untuk menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square setiap variabel laten. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel independen tertentu

Tabel 5.23 Hasil Pengujian Goodness of Fit Model struktural

Variabel Dependen R-Square 1 2 3

1 Manajemen pengetahuan -

2 Aspek lingkungan

3 Kompetensi

4 Perencaan strategik

5 Keunggulan bersaing

Sumber: data diolahan dari PLS tahun 2015

Berdasarkan nilai koefisien determinant (R2) yang disajikan dalam Tabel 5.23 di atas dapat diketahui nilai Q2 dengan perhitungan sebagai berikut:

2 2 Q 2 = 1-(1-R

1 )(1-R 2 )

2 2 = {(1-0,699 )(1-0,619 )}

2 2 = 1-{(0,699 )(0,619 )} = 0,813 (81,3%)

Berdasarkan hasil perhitungan data persepsi diketahui nilai 2 predictive relevance (Q ) = 0,813 atau 81,3%. Artinya

akurasi atau ketepatan model penelitian ini dapat menjelaskan keragaman variabel manajemen pengetahuan, aspek lingkungan dan kompetensi terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing sebesar 81,3%. Sisanya 18,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model penelitian ini. Model ini

dapat digunakan untuk pengujian hipotesis. Artinya nilai Q 2 yang diperoleh dapat dikatakan model yang terbentuk dan memiliki

akurasi atau ketepatan model yang baik karena diperoleh nilai di atas 60%. Hal ini berarti model dalam penelitian ini dikatakan akurasi atau ketepatan model yang baik karena diperoleh nilai di atas 60%. Hal ini berarti model dalam penelitian ini dikatakan

5.5.4 Hasil Pengujian Model Struktural dan Hipotesis penelitian

Model structural ( inner model ) dievaluasi dengan melihat nilai koefisien parameter jalur hubungan antara variabel laten. Pengujian model structural ( inner model ) dilakukan setelah model hubungan yang dibangun dalam penelitian ini, sesuai dengan data hasil observasi dan kesesuaian model secara keseluruhan ( goodness of fit model ).

Tujuan pengujian terhadap model hubungan structural untuk mengetahui hubungan antara variabel laten yang di rancang dalam penelitian ini. Dari output model PLS, pengujian model structural dan hipotesis dilakukan dengan melihat nilai estimasi koefisien jalur dan nilai titik kritis (t-statistik) yang signifikan pada p-value<0,05. Hasil analisis data secara lengkap dapat dilihat pada output model PLS (lampiran 4)

a. Pengujian Koefisien Jalur dan Hipotesis

Pengujian inner model ( structural model ) bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji t- pada setiap jalur dan titik kritis (t-statistik). Hasil analisis menggunakan program PLS sebagaimana disajikan dalam gambar 5.1

Gambar 5.1 Model

Variabel Penelitian (Manajemen

Keseluruhan

pengetahuan, Kompetensi, Perencanaan Strategik, Dan Keunggulan Bersaing)

Ket : * Signifikan pada taraf 0,05

5.6 Pengujian Hipotesis

Berdasarkan model empirik yang dikembangkan dalam penelitian ini, maka dapat dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan melalui pengujian koefisien jalur pada model persamaan struktural.

Tabel 5.24 Pengujian Hipotesis

Koefisien Hipotesis

P- Independen

Jalur Value Keterangan 1 2 3 4 5 6

4,752 0,032 diterima pengetahuan

7.391 0,003 diterima 6 Kompetensi

5 Kompetensi

Perencanaan Strategik

2.792 0,049 diterima Perencanaan

Keunggulan Bersaing

Keunggulan

4.713 0,034 diterima Sumber : Lampiran 4, diolah 2015

7 Strategik

Bersaing

Tabel 5.24 di atas merupakan pengujian hipotesis dengan melihat tingkat signifikansi berdasarkan pengaruh langsung ( direct effect ), variabel Manajemen Pengetahuan mempunyai pengaruh signifikan terhadap perencanaan strategik. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik manajemen pengetahuan akan membuat perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara menjadi semakin baik. Variabel aspek lingkungan terhadap perencanaan strategik memperkuat dan mendukung kebanyakan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa aspek lingkungan yang terdiri dari aspek hukum dan regulasi, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek teknologi akan menuntut PTS untuk

melakukan perumusan dan perencanaan strategik sehingga mampu mengembangkan berbagai strategi yang efektif dan efisien untuk memperbaiki PTS secara terus-menerus ( continuous improvement ).

Kompetensi memiliki pengaruh signifikan terhadap perencanaan strategik. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat kompetensi yang dimiliki, maka akan meningkatkan pula perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara. Sedangkan perencanaan strategik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing. Hasil ini menunjukkan bahwa perencanaan strategik yang baik akan mampu membuat keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara akan menjadi semakin baik pula.

Dari keseluruhan jalur yang dihipotesiskan dalam penelitian ini, terdapat lima jalur yang signifikan dan dua variabel yang tidak signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut:

Gambar 5.1 Model Berdasarkan Hasil Pengujian Hipotesis

Manajemen Pengetahuan

Aspek Lingkungan

H7 Keunggulan Diterima

H3 Perencanaan

Strategik

Diterima Bersaing

H4 H5 Ditolak

Diterima

H6 Diterima

Kompetensi

Sumber: data diolah 2015

Adapun interpretasi dari pengujian hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut:

5.6.1 Pengujian Hipotesis 1

Hipotesis pertama penelitian ini adalah diduga manajemen pengetahuan berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa manajemen pengetahuan mempunyai pengaruh signifikan terhadap perencanaan strategik dengan nilai p value sebesar 0,032 < 0,05 dengan nilai koefisien sebesar 4.752. bertanda positif, dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa manajemen pengetahuan

berpengaruh positif terhadap perencanaan stategik dapat diterima. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik manajemen pengetahuan akan membuat perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara menjadi semakin baik.

5.6.2 Pengujian Hipotesis 2

Hipotesis kedua penelitian ini adalah diduga manajemen pengetahuan berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa manajemen pengetahuan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai p value 0,689 > 0,05 dengan nilai koefisien sebesar 0,068. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa manajemen pengetahuan berpengaruh langsung terhadap keunggulan bersaing tidak diterima (ditolak). Hasil ini menjelaskan bahwa adanya manajemen pengetahuan yang baik secara langsung tidak dapat meningkatkan keunggulan bersaing, namun manajemen pengetahuan mampu meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik dengan nilai Hipotesis kedua penelitian ini adalah diduga manajemen pengetahuan berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa manajemen pengetahuan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai p value 0,689 > 0,05 dengan nilai koefisien sebesar 0,068. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa manajemen pengetahuan berpengaruh langsung terhadap keunggulan bersaing tidak diterima (ditolak). Hasil ini menjelaskan bahwa adanya manajemen pengetahuan yang baik secara langsung tidak dapat meningkatkan keunggulan bersaing, namun manajemen pengetahuan mampu meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik dengan nilai

5.6.3 Pengujian Hipotesis 3

Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah diduga aspek lingkungan berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa aspek lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap perencanaan strategik dengan nilai p-value sebesar 0,020 < 0,05, dengan nilai koefisien sebesar 2.556. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa aspek lingkungan berpengaruh terhadap perencanaan strategik dapat diterima. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik PTS di Sulawesi Tenggara merespon aspek lingkungan eksternal maka akan semakin baik pula perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara.

Hipotesis ketiga penelitian ini adalah diduga aspek lingkungan berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara diterima.

5.6.4 Pengujian Hipotesis 4

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa aspek lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai p value 0,568 > 0,05 dengan nilai koefisien sebesar 1.072. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa aspek lingkungan berpengaruh langsung terhadap keunggulan bersaing tidak dapat diterima (tolak). Hasil ini menjelaskan bahwa adanya aspek lingkungan yang baik Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa aspek lingkungan memiliki pengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai p value 0,568 > 0,05 dengan nilai koefisien sebesar 1.072. Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa aspek lingkungan berpengaruh langsung terhadap keunggulan bersaing tidak dapat diterima (tolak). Hasil ini menjelaskan bahwa adanya aspek lingkungan yang baik

5.6.5 Pengujian Hipotesis 5

Hipotesis kelima dalam penelitian ini adalah diduga kompetensi berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa kompetensi memiliki pengaruh signifikan terhadap perencanaan strategik dengan nilai p-value sebesar 0,003 < 0,05, dengan nilai koefisien sebesar 7.391. Dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap perencanaan strategik dapat diterima. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat kompetensi yang dimiliki maka akan meningkatkan pula perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara.

5.6.6 Pengujian Hipotesis 6

Hipotesis keenam dalam penelitian ini adalah diduga kompetensi berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai p-value sebesar 0,049 < 0,05, dengan nilai koefisien sebesar 2.792. Dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap keungglan bersaing dapat diterima. Hasil Hipotesis keenam dalam penelitian ini adalah diduga kompetensi berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai p-value sebesar 0,049 < 0,05, dengan nilai koefisien sebesar 2.792. Dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap keungglan bersaing dapat diterima. Hasil

5.6.7 Pengujian Hipotesis 7

Hipotesis ketujuh dalam penelitian ini adalah perencanaan strategik berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa perencanaan strategik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing dengan nilai p- value sebesar 0,034 < 0,05, dengan nilai koefisien sebesar 4,713. Dengan demikian hipotesis ketujuh yang menyatakan bahwa perencanaan strategik berpengaruh terhadap keunggulan bersaing dapat diterima. Hasil ini menunjukkan bahwa perencanaan strategik yang baik akan mampu membuat keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara akan menjadi semakin baik pula.

5.7 Pengaruh Tidak Langsung ( Indirect Effect ) Hubungan Antar Variabel

Pengaruh tidak langsung ( indirect effect ) merupakan pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel lainnya melalui variabel intervening.

Tabel 5.25 Pengaruh Indirect Effect Variabel Penelitian Variabel

Variabel Variabel Nilai Independen

Dependen Intervening 1 2 3 4

Manajemen Keunggulan Perencanaan 0,019 pengetahuan

Bersaing Strategik Aspek

Keunggulan Perencanaan 0,010 Lingkungan

Bersaing Strategik Kompetensi

Keunggulan Perencanaan 0,008 Bersaing

strategik

Sumber : Lampiran 4, diolah 2015

5.7.1 Pengaruh Manajemen pengetahuan Terhadap Keunggulan Bersaing Melalui Perencanaan Strategik

Tabel 5.25 menunjukkan besarnya pengaruh tidak langsung ( indirect effect ) Variabel Manajemen Pengetahuan memiliki pengaruh langsung yang tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing, Pengaruh tidak langsung variabel manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik adalah 0,019. Hasil ini mengindikasikan bahwa manajemen pengetahuan dapat meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik yang baik sebesar 0,019 dimana hasil penelitian ini didukung dengan temuan yang dikemukakan oleh martin et al (2006), Hasil ini menjelaskan bahwa manajemen pengetahuan yang baik secara langsung dapat meningkatkan keunggulan bersaing, namun manajemen pengetahuan mampu meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik manajemen pengetahuan akan mempengaruhi perencanaan strategik yang semakin baik pula yang pada akhirnya akan mempengaruhi peningkatan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

5.7.2 Pengaruh Aspek Lingkungan Terhadap Keunggulan Bersaing Melalui Perencanaan Strategik

Pengaruh tidak langsung variabel aspek lingkungan terhadap keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik adalah 0,010. Hasil ini mengindikasikan bahwa aspek lingkungan yang ada diluar organisasi dapat meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik yang baik sebesar 0,010 Variabel Aspek lingkungan memiliki pengaruh langsung yang tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing, dimana hasil penelitian ini didukung dengan temuan yang dikemukakan oleh martin et al (2006), Hasil ini menjelaskan bahwa aspek lingkungan yang baik secara langsung dapat meningkatkan keunggulan bersaing, namun aspek lingkungan mampu meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik aspek lingkungan akan mempengaruhi perencanaan strategik yang semakin baik pula yang pada akhirnya akan mempengaruhi peningkatan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

5.7.3 Pengaruh Kompetensi Terhadap Keunggulan Bersaing Melalui Perencanaan Strategik

Pengaruh tidak langsung variabel kompetensi terhadap keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik adalah 0,008. Hasil ini mengindikasikan

bahwa kompetensi dapat meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik yang baik sebesar 0,008, kompetensi memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap keunggulan bersaing. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat kompetensi yang dimiliki maka akan semakin baik juga keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Selain itu, kompetensi juga mampu mempengaruhi keunggulan bersaing secara tidak langsung bahwa kompetensi dapat meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik yang baik sebesar 0,008, kompetensi memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap keunggulan bersaing. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat kompetensi yang dimiliki maka akan semakin baik juga keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Selain itu, kompetensi juga mampu mempengaruhi keunggulan bersaing secara tidak langsung

5.8 Pengaruh Total ( Total Effect) Antar Variabel

Total pengaruh adalah hasil penjumlahan dari pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung variabel penelitian. Adapun hasil dari total pengaruh dapat dilihat pada tabel 5.26.

Tabel 5.26 Total Effect Variabel Penelitian Variabel Independen

Variabel Dependen Nilai 1 2 3

Manajemen pengetahuan Keunggulan Bersaing 0,208 Aspek Lingkungan

Keunggulan Bersaing 0,010 Kompetensi

Keunggulan Bersaing 0,092 Sumber : Lampiran 4, diolah 2015

5.8.1 Pengaruh Total Variabel Manajemen pengetahuan Terhadap Keunggulan Bersaing

Pengaruh total variabel manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing adalah 0,208. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen pengetahuan dapat meningkatkan keunggulan bersaing melalui gabungan pengaruh langsung dan tidak langsung sebesar 0,208.

5.8.2 Pengaruh Total Variabel Aspek Lingkungan Terhadap Keunggulan Bersaing

Pengaruh total variabel aspek lingkungan terhadap keunggulan bersaing adalah 0,010. Hal ini menunjukkan bahwa aspek lingkungan dapat meningkatkan keunggulan bersaing Pengaruh total variabel aspek lingkungan terhadap keunggulan bersaing adalah 0,010. Hal ini menunjukkan bahwa aspek lingkungan dapat meningkatkan keunggulan bersaing

5.8.3 Pengaruh Total Variabel Kompetensi Terhadap Keunggulan Bersaing

Pengaruh total variabel kompetensi terhadap keunggulan bersaing adalah 0,092. Hal ini menunjukkan bahwa aspek lingkungan dapat meningkatkan keunggulan bersaing melalui gabungan pengaruh langsung dan tidak langsung sebesar 0,092.

5.9 Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis penelitian, maka pembahasan akan dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil penelitian berupa kuatnya pengaruh variabel exogenous yaitu manajemen pengetahuan dengan indikator pengukuran data, informasi, pengetahuan, dan tindakan. Variabel aspek lingkungan yang terdiri dari indikator aspek hukum dan regulasi, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek teknologi. Variabel kompetensi yang terdiri dari indikator kualitas kompetensi, kelangkaan kompetensi, kesulitan untuk ditiru, dan kesulitan untuk digantikan.

Variabel endogenous intervening yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perencanaan strategik yang terdiri dari indikator kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, dan kelayakan implementasi dan keberlanjutan program. Sedangkan variabel endogenous independent yaitu Keunggulan Bersaing yang terdiri dari indikator keunggulan biaya, keunggulan differensiasi dan keunggulan pemasaran.

Pembahasan pada bagian ini diawali dengan pembahasan mengenai hubungan antar variabel exogenous dan endogenous Pembahasan pada bagian ini diawali dengan pembahasan mengenai hubungan antar variabel exogenous dan endogenous

5.9.1 Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap Perencanaan Strategik PTS di Sulawesi Tenggara

Nonaka dan Takeuchi (1995) memandang manajemen pengetahuan sebagai suatu kepribadian organisasi seperti apa yang dilihat para anggotanya. Dengan demikian menurut Nonaka dan Takeuchi, manajemen pengetahuan tertentu adalah pengetahuan yang dilihat para pegawai dalam organisasi tersebut. Pendapat Nonaka dan Takeuchi ini tampaknya dipekuat Jewell dan Siegall (1989) yang menyatakan bahwa konsep manajemen pengetahuan didasarkan pada persepsi pribadi. Dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa manajemen pengetahuan suatu organisasi terletak pada persepsi pegawainya.

Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa manajemen pengetahuan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perencanaan strategik. Hasil ini memberikan indikasi bahwa pelaksanaan atau penciptaan manajemen pengetahuan yang baik dan continue dengan kebijakan pimpinan, praktek manajemen, teknologi yang digunakan, dan sistem penghargaan akan membuat PTS di Sulawesi Tenggara memiliki kepemimpinan dan komitmen institusi yang baik, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, serta kelayakan implementasi dan keberlanjutan program yang merupakan cerminan dari perencanaan strategik. Temuan ini menunjukkan bahwa semakin baik manajemen pengetahuan yang dimiliki oleh PTS, maka akan semakin baik pula perencanaan strategik PTS.

PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini memiliki fokus utama pada penyelanggara PTS di Sulawesi Tenggara yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini memiliki fokus utama pada penyelanggara

Pengaruh positif yang muncul karena PTS yang memiliki manajemen pengetahuan yang baik, dimana hasil ini mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Nonaka dan Takeuchi (1980) mengenai manajemen pengetahuan yang baik dapat tercipta apabila data, informasi, pengetahuan dan tindakan yang ada memiliki otonomi sehingga akan menciptakan adanya keterbukaan di dalam institusi tersebut.

Semakin besar otonomi dan kebebasan menentukan tindakan sendiri yang diberikan pada individu dan semakin banyak perhatian pihak manejer yang ditujukan pada para pegawainya, akan semakin baik cara kerjanya. Baiknya manajemen pengetahuan tersebut ditunjukkan dengan adanya sikap keterbukaan, penuh kepercayaan dan tanggungjawab. Selain itu, sejalan dengan George dan Bishop 1980 mengungkapkan bahwa organisasi yang kecil selalu mempunyai pengetahuan yang lebih terbuka, saling mempercayai dan saling bergantung, sedangkan organisasi yang besar justru sebaliknya.

Selain itu, masih menurut Nonaka dan Takeuchi (1980) dalam menciptakan manajemen pengetahuan yang baik juga diciptakan melalui praktek menejemen pengetahuan yang dilakukan organisasi. Seorang pimpinan yang lebih banyak menekankan ketersediaan data, informasi, pengetahuan dan tindakan, para pegawainya tampaknya lebih berhasil menciptakan manajemen pengetahuan yang berorientasi pada prestasi. Di pihak lain pimpinan yang menekankan pada peraturan justru menjadikan pegawai memiliki sikap tidak bertanggung jawab.

Mondy (1980) manambahkan faktor yang membentuk manajemen pengetahuan yaitu sistem penghargaan. Dengan adanya sitem penghargaan yang baik juga akan berdampak pada kepuasan yang dirasakan karyawan sehingga akan menciptakan penguasaan pengetahuan yang baik. Adapun sistem penghargaan ini terdiri dari gaji maupun tunjangan yang diterima oleh karyawan.

Temuan penelitian ini dapat diartikan bahwa PTS di Sulawesi Tenggara telah melakukan upaya-upaya yang cukup baik yang dapat dilihat dalam menciptakan manajemen pengetahuan yang mencakup data, informasi, pengetahuan, dan tindakan. Jika dilihat dari nilai estimasi masing-masing indikator manajemen pengetahuan yang mempengaruhi perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara, maka indikator data, hal ini sangat beralasan karena PTS sebagai sebuah institusi pendidikan bergantung pada data yang ada dalam menciptakan suatu manajemen pengetahuan yang baik.

Data di dalam PTS berdampak pada penciptaan Manajemen Pengetahuan PTS. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam PTS, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pimpinan akan menciptakan adanya keterbukaan antar karyawan baik dosen maupun karyawan non dosen. Kebijakan-kebijakan tersebut akomodatif terhadap terciptanya keterbukaan antar karyawan. Dalam hal ini kebijakan yang dibuat memberikan ruang bagi karyawan untuk saling terbuka dan menjalankan tugasnya masing-masing. Selain itu kebijakan-kebijakan PTS yang ada juga bersifat akomodatif terhadap tanggung jawab karyawan dalam menyelesaikan tugasnya serta mampu menciptakan adanya sikap kepercayaan antar karyawan di dalam PTS. Dengan kata lain kebijakan-kebijakan yang dibuat lebih menekankan pada adanya otonomi namun masih dalam koridor penyelesaian tugas Data di dalam PTS berdampak pada penciptaan Manajemen Pengetahuan PTS. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam PTS, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pimpinan akan menciptakan adanya keterbukaan antar karyawan baik dosen maupun karyawan non dosen. Kebijakan-kebijakan tersebut akomodatif terhadap terciptanya keterbukaan antar karyawan. Dalam hal ini kebijakan yang dibuat memberikan ruang bagi karyawan untuk saling terbuka dan menjalankan tugasnya masing-masing. Selain itu kebijakan-kebijakan PTS yang ada juga bersifat akomodatif terhadap tanggung jawab karyawan dalam menyelesaikan tugasnya serta mampu menciptakan adanya sikap kepercayaan antar karyawan di dalam PTS. Dengan kata lain kebijakan-kebijakan yang dibuat lebih menekankan pada adanya otonomi namun masih dalam koridor penyelesaian tugas

Praktek pimpinan di dalam PTS juga berdampak pada penciptaan manajemen pengetahuan PTS. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator informasi yang ada di dalam PTS merupakan dimensi yang paling dominan dalam membentuk manajemen pengetahuan PTS. Dalam hal ini, pimpinan memberikan informasi bagi karyawan baik dosen maupun non dosen untuk mengembangkan prestasi kerjanya dan tanggung jawab masing-masing. Dalam prakteknya pimpinan juga memberikan pengetahuan yang jelas sehingga akomodatif bagi karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya serta mengetahui tanggung jawabnya masing-masing. Pimpinan juga tidak hanya memberikan pengetahuan, namun juga memberikan tindakan kepada karyawan secara keseluruhan. Hal ini berguna untuk mengetahui bagaimana kendala yang dihadapi oleh karyawan secara keseluruhan maupun dapat menjadi bahan evaluasi untuk menilai prestasi kerja karyawan.

Selain itu untuk membangun manajemen pengetahuan PTS yang baik juga harus memperhatikan bagaimana tingkat pengetahuan yang digunakan dalam PTS saat ini. Pengetahuan merupakan salah satu aspek yang dapat menunjang operasional sebuah PTS. Dengan melihat aspek pengetahuan yang digunakan dan dimiliki saat ini, maka secara umum pemanfaatan pengetahuan mampu menyediakan adanya keterbukaan antar karyawan berupa sistem intranet yang memudahkan seluruh karyawan untuk mengevaluasi kinerjanya masing-masing. Pengetahuan yang digunakan juga bersifat akomodtif terhadap karyawan dalam menyelesaikan tugasnya sehingga memudahkan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu bentuknya Selain itu untuk membangun manajemen pengetahuan PTS yang baik juga harus memperhatikan bagaimana tingkat pengetahuan yang digunakan dalam PTS saat ini. Pengetahuan merupakan salah satu aspek yang dapat menunjang operasional sebuah PTS. Dengan melihat aspek pengetahuan yang digunakan dan dimiliki saat ini, maka secara umum pemanfaatan pengetahuan mampu menyediakan adanya keterbukaan antar karyawan berupa sistem intranet yang memudahkan seluruh karyawan untuk mengevaluasi kinerjanya masing-masing. Pengetahuan yang digunakan juga bersifat akomodtif terhadap karyawan dalam menyelesaikan tugasnya sehingga memudahkan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu bentuknya

Sistem informasi yang ada di dalam PTS juga mampu mempengaruhi manajemen pengetahuan PTS tersebut. Hal ini berkaitan dengan gaji atau honor yang memadai serta adil berdasarkan prestasi kerja masing-masing. Adanya sistem tunjangan jabatan yang diberikan juga dirasakan cukup sehingga karyawan merasakan kesesuaian informasi yang diberikan saat ini akan menciptakan kepuasan sehingga mampu mempengaruhi terciptanya manajemen pengetahuan PTS.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pandangan yang mengatakan bahwa, sistem informasi berupa gaji dapat digunakan untuk memotivasi karyawan. Jika suatu organisasi memiliki struktur yang kurang sesuai maka akan dapat mengurangi nilai mereka terhadap organisasi (Gupta dan Shaw, 1998, dalam Laan, 2013). Selain itu ketika karyawan merasa jika mereka tidak memperoleh gaji secara adil maka akan berdampak pada kinerja mereka (Ferin dan Dirks, 2003) dan kepuasan mereka (Jaques dan Roussel,1999 dalam Laan, 2013).

Apabila telah terbentuk manajemen pengetahuan PTS maka juga akan berdampak pada perencanaan strategik PTS sebagaimana yang dikemukakan oleh Pearce dan Robinson (1998) dan Kotter dan Heskett (1992).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Najmi (2012) dimana dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dalam satu indikator yang mampu mendorong implementasi suatu strategi yaitu data, informasi, pengetahuan, dan tindakan di dalam suatu organisasi akan mendorong kultur organisasi tersebut sehingga mampu memfasilitasi implementasi strategi organisasi.

Hasil deskriptif penelitian ini juga menunjukkan bahwa manajemen pengetahuan dipersepsikan cukup baik oleh PTS di Sulawesi Tenggara yang berada pada kategori tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan perencanaan strategik yang baik salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu manajemen pengetahuan yang meliputi Data, Informasi, pengetahuan dan tindakan di dalam PTS di Sulawesi Tenggara. Adapun indikator yang dominan yaitu informasi.

5.9.2 Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap

Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

Pengaruh manajemen pengetahuan tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Hasil ini memberikan bukti bahwa meskipun PTS memiliki Data, Informasi dan pengetahuan, yang baik serta tindakan yang memadai, namun belum memberikan dampak langsung secara positif terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Hasil ini tidak sesuai dengan literatur di dalam studi sebelumnya yang menyatakan bahwa manajemen pengetahuan yang baik akan mendorong meningkatkan kinerja suatu organisasi yang berdampak pada daya saing organisasi. Secara empirik, literatur tersebut membahas bagaimana manajemen pengetahuan suatu organisasi akan berdampak pada peningkatan keunggulan bersaing organisasi yang merupakan cerminan dari kinerja organisasi tersebut. Kemudian secara empirik Martin et al (2006) mengemukakan bahwa keunggulan bersaing dapat tercipta apabila organisasi tersebut memiliki manajemen pengetahuan yang baik. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh penelitian yang dilakukan Susilowati (2005) dimana manajemen pengetahuan yang diperoleh dari penataan kondisi internal akan menghasilkan keunggulan bersaing.

Adanya perbedaan indikator yang digunakan dengan literatur sebelumnya dalam mengukur konstruk tersebut tentu akan berdampak pada hasil yang kemungkinan berbeda pula. Selain perbedaan tersebut, hasil yang berbeda ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan lokasi penelitian, dimana lokasi penelitian ini mengukur keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Dalam penelitian ini, pimpinan PTS memandang data PTS yang mendorong terciptanya keterbukaan dan akomodatif bagi karyawan dalam melaksanakan tanggung jawabnya serta kebijakan yang mendorong munculnya kepercayaan antar karyawan tidak berpengaruh langsung terhadap keunggulan bersaing. Dimana data yang ada di PTS tersebut akan membentuk keunggulan bersaing namun melalui tahapan-tahapan sebelum menjadi keunggulan bersaing.

Begitu pula dengan pengetahuan di dalam PTS, informasi yang digunakan, dan tindakan tidak berdampak langsung terhadap terbentuknya keunggulan bersaing PTS.

Hasil temuan dalam penelitian ini juga dapat diartikan bahwa manajemen pengetahuan PTS bukanlah faktor yang secara langsung mendorong terciptanya keunggulan bersaing, sebab PTS memandang bahwa manajemen pengetahuan tidak secara langsung membentuk keunggulan bersaing PTS tersebut. Tidak adanya pengaruh manajemen pengetahuan dengan keunggulan bersaing secara langsung dapat disebabkan karena PTS memiliki manajemen pengetahuan yang baik namun tidak otomatis akan menciptakan keunggulan bersaing secara langsung.

Dengan penelusuran lebih jauh mengenai variabel penelitian, ternyata Najmi (2012) mengemukakan bahwa manajemen pengetahuan sebagai bagian dari kepemimpinan strategik belum memiliki dampak terhadap kinerja suatu Dengan penelusuran lebih jauh mengenai variabel penelitian, ternyata Najmi (2012) mengemukakan bahwa manajemen pengetahuan sebagai bagian dari kepemimpinan strategik belum memiliki dampak terhadap kinerja suatu

Berdasarkan hasil pengujian variabel intervening dalam penelitian ini, terbukti pengaruh manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik adalah signifikan dan positif, sedangkan pengaruh manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing tanpa melalui perencanaan strategik adalah tidak signifikan. Hasil pengujian ini membuktikan bahwa manajemen pengetahuan mampu mempengaruhi keunggulan bersaing jika melalui perencanaan strategik dengan nilai pengaruh tidak langsung sebesar 0,009. Hasil ini juga dapat mengindiksikan bahwa perencanaan strategik mampu memediasi secara sempurna ( complete mediation ) pengaruh manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Temuan ini memberikan bukti bahwa manajemen pengetahuan ternyata bukan determinan langsung dari keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara, namun keberadaanya merupakan determinan penting bagi perencanaan strategik menuju keunggulan bersaing PTS. Hasil ini mengindikasikan bahwa data, informasi, pengetahuan dan tindakan yang dikreasi dalam manajemen pengetahuan akan mampu memperbaiki atau meningkatkan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara jika melalui perencanaan strategik, yang diukur dengan kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, serta Temuan ini memberikan bukti bahwa manajemen pengetahuan ternyata bukan determinan langsung dari keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara, namun keberadaanya merupakan determinan penting bagi perencanaan strategik menuju keunggulan bersaing PTS. Hasil ini mengindikasikan bahwa data, informasi, pengetahuan dan tindakan yang dikreasi dalam manajemen pengetahuan akan mampu memperbaiki atau meningkatkan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara jika melalui perencanaan strategik, yang diukur dengan kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, serta

Hasil ini menggambarkan bahwa, aktivitas organisasi yang didalamnya mencakup data yang lengkap, informasi dan pengetahuan, serta tindakan yang ada ternyata secara tidak langsung meningkatkan keungulan bersaing suatu organisasi dalam hal ini PTS di Sulawesi Tenggara. Namun manajemen pengetahuan mampu secara langsung mempengaruhi perencanaan strategik suatu perguruan tinggi dalam aktivitasnya yang meliputi kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, serta kelayakan implementasi dan keberlanjutan program, yang selanjutnya akan berdampak pada keunggulan bersaing PTS yang tercermin dalam standar-standar kualitas dan kinerja perguruan tinggi yang dikeluarkan oleh BAN-PT berupa akreditasi program studi dan institusi.

Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja yang berdampak pada keunggulan bersaing, PTS di Sulawesi Tenggara harus menekankan pada manajemen pengetahuan dan perencanaan strategik sebagai suatu perencanaan berbentuk renstra (rencana strategi) dalam meningkatkan fungsi dan tugas dari PTS sebagai institusi non-profit yang bergerak di bidang pendidikan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa manajemen pengetahuan dan perencanaan strategik adalah fungsi organisasi yang akan berimplikasi positif terhadap peningkatan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Hasil analisis dalam penelitian ini tentang pengaruh manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara, memperlihatkan bahwa manajemen pengetahuan yang dimiliki oleh perguruan tinggi bukanlah Hasil analisis dalam penelitian ini tentang pengaruh manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara, memperlihatkan bahwa manajemen pengetahuan yang dimiliki oleh perguruan tinggi bukanlah

5.9.3 Pengaruh Aspek Lingkungan Terhadap Perencanaan Strategik PTS di Sulawesi Tenggara

Secara teoritis jika suatu organisasi melakukan analisis terhadap aspek lingkungan yang ada di sekitar organisasi atau organisasi akan dapat membantu perencanaan strategik yang dilakukan organisasi, sebagaimana dijelaskan oleh (Jauch & Glueck, 1997); (Wheelen and Hunger, 2000). Pandangan tersebut mengindikasikan bahwa aspek lingkungan yang sebagai hasil analisis lingkungan eksternal akan mempengaruhi perencanaan strategik dan sekaligus mendukung hasil penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji signifikansi yang dilakukan dalam penelitian ini, hubungan variabel exogenous Aspek lingkungan terhadap

variabel endogenous perencanaan strategik, menunjukkan bahwa aspek lingkungan memberikan hasil yang positif dan signifikan terhadap perencanaan strategik. Secara teoritis jika suatu organisasi melakukan analisis terhadap aspek lingkungan yang ada di sekitar organisasi atau perusahaan akan dapat membantu perencanaan strategik yang dilakukan organisasi. Sebagaimana dijelaskan oleh Jauch & Glueck, (1997); Wheelen and Hunger, (2000), perumusan strategis yang dimulai dengan analisis terhadap aspek lingkungan tidak dapat dipisahkan dari proses perencanaan startegis perusahaan yang kemudian pada tahap perencanaan strategis akan dijabarkan strategi pilihan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi kedalam sasaran-sasaran strategis.

Adapun aspek-aspek yang dimaksud yaitu dari aspek hukum dan regulasi yang berupa peraturan-peraturan dan undang- undang tentang perguruan tinggi dimana PTS mampu menyelaraskan perencanaan strategik PTS dengan peraturan dan undang-undang tersebut. Kehadiran Undang-Undang (UU) No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (PT) justru semakin memperkuat keberadaan PTS (PTS) yang selama ini dinilai dianak tirikan oleh pemerintah oleh beberapa pihak. Kemudian UU RI no 20 tahun 2003 juga dipandang akomodatif terhadap pengelolaan PTS . Sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi, Perguruan Tinggi mempunyai peran dan fungsi strategis dalam mewujudkan amanat Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian, posisi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sejajar dengan PTS.

Kemudian di dalam PP RI no 37 tahun 2009 tentang beban kerja dosen cukup akomodatif bagi PTS untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja dosen, dimana beban kerja dosen diukur berdasarkan satuan kredit semester. Dengan adanya PP ini maka dapat meratakan beban kerja dosen di masing-masing PTS sehingga memiliki acuan dalam mengukur dan mengevaluasi beban kerja dosen. Kemudian UU RI no 14 akomodatif terhadap peningkatan kinerja dosen Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menjelaskan bahwa dosen harus memiliki kualifikasi akademik minimum: (a) lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan (b) lulusan program doktor untuk program pascasarjana.

Aspek lainnya adalah aspek ekonomi, dimana dalam aspek ekonomi, PTS memperhatikan bagaimana kebijakan PTS dalam menetapkan tarif biaya pendidikan yang dirasakan cukup penting dan berkaitan dengan kemampuan masyarakat dan berdampak pada kelangsungan ekonomi PTS. Aspek sosial juga menjadi perhatian bagi PTS dalam mengelola kegiatannya, dimana PTS juga melihat aspek sosial yang ada dimasyarakat terkait persepsi masyarakat mengenai PTS. Dengan mengetahui bagaimana persepsi masyarakat mengenai PTS dan pendidikan, maka PTS mampu melakukan perencanaan yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat.

Kemudian aspek yang terakhir yaitu aspek yang bersifat teknologi. PTS cukup memperhatikan adanya perkembangan teknologi yang berkembang. PTS merasa bahwa teknologi merupakan salah satu cara untuk memenangi persaingan dimana teknologi dipandang sebagai sumber daya yang harus selalu diikuti perkembangannya dan perlu melakukan perencanaan strategik yang tepat yang mampu bersaing. Dalam hal ini PTS mempertimbangkan aspek

kemutahiran teknologi dan pengembangan teknologi tersebut. Temuan ini mengindikasikan bahwa PTS responsif terhadap aspek lingkungan sehingga melakukan antisipasi dan perubahan strategi yang dituangkan dalam perencanaan strategik. Perencanaan strategis akan sangat bermanfaat bagi organisasi, seperti argument dari (Willie 1999) yang mengemukakan perencanaan strategis yang baik berisi sekurang-kurangnya gambaran lingkungan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang. Hal ini diperlukan agar PTS dapat mengantisipasi kemungkinan perubahan lingkungan yang akan terjadi dimasa mendatang, sehingga diharapkan strategi yang telah disusun tidak kemutahiran teknologi dan pengembangan teknologi tersebut. Temuan ini mengindikasikan bahwa PTS responsif terhadap aspek lingkungan sehingga melakukan antisipasi dan perubahan strategi yang dituangkan dalam perencanaan strategik. Perencanaan strategis akan sangat bermanfaat bagi organisasi, seperti argument dari (Willie 1999) yang mengemukakan perencanaan strategis yang baik berisi sekurang-kurangnya gambaran lingkungan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang. Hal ini diperlukan agar PTS dapat mengantisipasi kemungkinan perubahan lingkungan yang akan terjadi dimasa mendatang, sehingga diharapkan strategi yang telah disusun tidak

Bruce R,Barringer dan Bluedorn, Allen. C.(1999), menemukan bahwa ada hubungan positif antara intensitas pengelolaan perusahaan dengan intensitas scanning lingkungan. Perencanaan strategik yang baik, berisi sekurang-kurangnya gambaran lingkungan bisnis perusahaan saat ini dan yang akan datang. Selanjutnya juga dibahas bagaimana perusahaan beroperasi dalam lingkungan bisnis yang demikian perlu memperlihatkan sumberdaya yang diperlukan, pasar yang akan dimasuki, perubahan dalam biaya dan teknologi yang diperlukan.

Responsifnya PTS terhadap aspek lingkungan ini sejalan dengan teori kontijensi yaitu lingkungan dengan sifatnya yang penuh dengan ketidakpastian memerlukan strategi bersaing yang tepat, yang tertuang dalam perencanaan strategik yang disusun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Elnkov dan Lee & Miller, 1996) yaitu perencanaan strategik harus mampu memenuhi tuntutan lingkungan yang mana jika tidak tercipta antara perencanaan strategis dengan lingkungan akan menurunkan kinerja. Selanjutnya hasil penelitian ini juga sependapat dengan pendapat Mulyadi (2001) yang menjelaskan bahwa dalam lingkungan bisnis yang dinamis dan kompleks perusahaan perlu menyusun perencanaan strategis agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Kemampuan PTS untuk menangkap setiap gejala dari perubahan lingkungan akan menjadi faktor penentu kesuksesan bagi PTS. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Dill (1999) yang menyimpulkan bahwa institusi perguruan tinggi harus melakukan adaptasi tertentu pada struktur dan prosesnya dalam usaha memperbaiki efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam Kemampuan PTS untuk menangkap setiap gejala dari perubahan lingkungan akan menjadi faktor penentu kesuksesan bagi PTS. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Dill (1999) yang menyimpulkan bahwa institusi perguruan tinggi harus melakukan adaptasi tertentu pada struktur dan prosesnya dalam usaha memperbaiki efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam

Penelitian ini memberikan gambaran bahwa aspek lingkungan berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS. Dalam teori PEST aspek lingkungan dikelompokkan menjadi lingkungan hukum dan regulasi, lingkungan ekonomi dan sosial atau masyarakat, dan teknologi.

Berdasarkan hasil deskripsi dimensi dari Aspek lingkungan menunjukkan bahwa aspek ekonomi merupakan aspek yang paling dominan dalam aspek lingkungan yang mempengaruhi perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara. Hasil ini dapat mengindikasikan bahwa ekonomi yang ada saat ini secara umum seharusnya mampu mendukung PTS untuk memperbaiki pengelolaan dan kinerja mereka sehingga mampu berkembang dengan baik.

5.9.4 Pengaruh Aspek Lingkungan Terhadap Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

Pengaruh Aspek Lingkungan tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Hasil ini memberikan bukti bahwa meskipun PTS memiliki aspek hukum dan regulasi yang baik, aspek Informasi yang baik serta aspek sosial yang baik, namun belum memberikan dampak langsung secara positif terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Hasil ini sesuai dengan literatur di dalam studi sebelumnya yang menyatakan bahwa aspek lingkungan yang baik akan mendorong meningkatkan kinerja suatu organisasi yang berdampak pada daya saing organisasi. Secara empirik, literatur tersebut membahas bagaimana aspek lingkungan suatu organisasi akan berdampak pada peningkatan keunggulan bersaing Hasil ini sesuai dengan literatur di dalam studi sebelumnya yang menyatakan bahwa aspek lingkungan yang baik akan mendorong meningkatkan kinerja suatu organisasi yang berdampak pada daya saing organisasi. Secara empirik, literatur tersebut membahas bagaimana aspek lingkungan suatu organisasi akan berdampak pada peningkatan keunggulan bersaing

Adanya perbedaan indikator yang digunakan dengan literatur sebelumnya dalam mengukur konstruk tersebut tentu akan berdampak pada hasil yang kemungkinan berbeda pula. Selain perbedaan tersebut, hasil yang berbeda ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan lokasi penelitian, dimana lokasi penelitian ini mengukur keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Dalam penelitian ini, pimpinan PTS memandang data PTS yang mendorong terciptanya keterbukaan dan akomodatif bagi karyawan dalam melaksanakan tanggung jawabnya serta kebijakan yang mendorong munculnya kepercayaan antar karyawan tidak berpengaruh langsung terhadap keunggulan bersaing. Dimana aspek hukum dan regulasi yang ada di PTS tersebut akan membentuk keunggulan bersaing namun melalui tahapan-tahapan sebelum menjadi keunggulan bersaing. Begitu pula dengan aspek sosial di dalam PTS, aspek informasi yang digunakan tidak berdampak langsung terhadap terbentuknya keunggulan bersaing PTS.

Hasil temuan dalam penelitian ini juga dapat diartikan bahwa aspek lingkungan PTS bukanlah faktor yang secara langsung mendorong terciptanya keunggulan bersaing, sebab PTS memandang bahwa aspek lingkungan tidak secara langsung membentuk keunggulan bersaing PTS tersebut. Tidak adanya Hasil temuan dalam penelitian ini juga dapat diartikan bahwa aspek lingkungan PTS bukanlah faktor yang secara langsung mendorong terciptanya keunggulan bersaing, sebab PTS memandang bahwa aspek lingkungan tidak secara langsung membentuk keunggulan bersaing PTS tersebut. Tidak adanya

Dengan penelusuran lebih jauh mengenai variabel penelitian, ternyata Wheelen and Hunger (2000) mengemukakan bahwa aspek lingkungan sebagai bagian dari kepemimpinan strategik belum memiliki dampak terhadap kinerja suatu organisasi. Nampaknya penelitian tersebut mendukung hasil penelitian ini walaupun memiliki obyek penelitian yang berbeda yaitu rumah sakit. Dalam penelitian yang dikutip oleh Wheelen and Hunger (2000), aspek lingkungan sebagai bagian dari konsep kepemimpinan strategik memiliki pengaruh baik secara langsung dan tidak langsung terhadap kinerja suatu organisasi (Jauch & Glueck, 1997); (Wheelen and Hunger, 2000). Willie and Shirley (1999), (Hitt, et all , 2001; Robins, 1994; Pearce and Robinson, 2000); Elenkov (1997).

Berdasarkan hasil pengujian variabel intervening dalam penelitian ini, terbukti pengaruh aspek lingkungan terhadap keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik adalah signifikan sedangkan pengaruh aspek lingkungan terhadap keunggulan bersaing tanpa melalui perencanaan strategik adalah tidak signifikan. Hasil pengujian ini membuktikan bahwa aspek lingkungan mampu mempengaruhi keunggulan bersaing jika melalui perencanaan strategik dengan nilai pengaruh tidak langsung sebesar 0,009. Hasil ini juga dapat mengindikasikan bahwa perencanaan strategik mampu memediasi secara sempurna ( complete mediation ) pengaruh aspek lingkungan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Temuan ini memberikan bukti bahwa aspek lingkungan ternyata bukan determinan langsung dari keunggulan bersaing

PTS di Sulawesi Tenggara, namun keberadaanya merupakan determinan penting bagi perencanaan strategik menuju keunggulan bersaing PTS. Hasil ini mengindikasikan bahwa aspek hukum dan regulasi, aspek ekonomi, aspek sosial, aspek informasi yang dikreasi dalam aspek lingkungan akan mampu memperbaiki atau meningkatkan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara melalui perencanaan strategik, yang diukur dengan kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, serta kelayakan implementasi dan keberlanjutan program. Semakin baik penerapan aspek lingkungan maka akan semakin baik atau mampu meningkatkan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara melalui perencanaan strategik.

Hasil ini menggambarkan bahwa, aktivitas organisasi yang didalamnya mencakup aspek hukum dan regulasinya yang lengkap, aspek ekonomi dan aspek sosial, serta aspek informasi yang ada ternyata secara tidak langsung meningkatkan keungulan bersaing suatu organisasi dalam hal ini PTS di Sulawesi Tenggara. Namun aspek lingkungan mampu secara langsung mempengaruhi perencanaan strategik suatu perguruan tinggi dalam aktivitasnya yang meliputi kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, serta kelayakan implementasi dan keberlanjutan program, yang selanjutnya akan berdampak pada keunggulan bersaing PTS yang tercermin dalam standar-standar kualitas dan kinerja perguruan tinggi yang dikeluarkan oleh BAN-PT berupa akreditasi program studi dan institusi.

Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja yang berdampak pada keunggulan bersaing, PTS di Sulawesi Tenggara harus menekankan pada aspek lingkungan dan perencanaan strategik sebagai suatu perencanaan berbentuk renstra (rencana Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja yang berdampak pada keunggulan bersaing, PTS di Sulawesi Tenggara harus menekankan pada aspek lingkungan dan perencanaan strategik sebagai suatu perencanaan berbentuk renstra (rencana

Hasil analisis dalam penelitian ini tentang pengaruh aspek lingkungan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara, memperlihatkan bahwa aspek lingkungan yang dimiliki oleh perguruan tinggi bukanlah determinan keunggulan bersaing secara langsung, namun aspek lingkungan yang dimiliki oleh PTS mampu menjadi determinan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara apabila melalui perencanaan strategik sebagai mediasinya.

5.9.5 Pengaruh Kompetensi Terhadap Perencanaan Strategik PTS di Sulawesi Tenggara

Kompetensi dalam studi ini mengacu pada pendapat Bogner dan Thomas (1994) serta Oliver (1997) dan Barney (1991) yang dimana kompetensi inti sebagai keahlian khusus dan pengetahuan yang dimiliki oleh PTS yang diarahkan untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen dan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya

Hasil pengujian hipotesis mengungkapkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perencanaan strategik. Hasil ini mengindikasikan bahwa perencanaan strategik yang dilakukan bergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh organisasi dalam hal ini perguruan tinggi. Pengaruh positif muncul karena organisasi memiliki kompetensi yang bernilai langka, sulit untuk ditiru dan sulit untuk digantikan yang berdampak pada perencanaan strategik Hasil pengujian hipotesis mengungkapkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perencanaan strategik. Hasil ini mengindikasikan bahwa perencanaan strategik yang dilakukan bergantung pada kompetensi yang dimiliki oleh organisasi dalam hal ini perguruan tinggi. Pengaruh positif muncul karena organisasi memiliki kompetensi yang bernilai langka, sulit untuk ditiru dan sulit untuk digantikan yang berdampak pada perencanaan strategik

Hasil penelitian ini, bila dikonfirmasi dengan beberapa pendapat dan penelitian yang mengkaji keterkaitan antara kompetensi dan perencanaan strategik (Pitts and Lei, 2003, dan Wernerfelt,1984 dalam suryanto, 2008;, Barney 1986, Rumelt 1991, Amit and Schoemaker dalam ferdinand, 2002), nampak hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian tersebut. Kemudian Hopkins (1997) menjelaskan mengenai hubungan antara faktor keahlian dengan perencanaan strategik. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat keahlian PTS dalam hal kompetensi akan mempengaruhi perencanaan strategik yang dilakukan PTS . Berkualitasnya perencanaan yang dilakukan PTS bergantung pada tingkat keahlian yang dimiliki.

Kualitas kompetensi yang dimiliki PTS terkait dengan program studi yang dimiliki PTS memiliki kualitas yang baik. selain itu kualitas kompetensi PTS juga dapat diukur dengan tingkat kepakaran dosen dan kualitas pelayanan yang dimiliki PTS. Dengan memiliki kualitas kompetensi yang baik maka PTS mampu menyusun perencanaan strategik yang baik dimulai dari perumusan hingga tahap pengendalian perencanaan strategik.

Kelangkaan kompetensi yang dimiliki PTS merujuk pada kemampuan PTS berdasarkan program studi, kepakaran dosen dan kualitas pelayanan akademik yang memiliki keunikan dan ciri khas serta sulit diperoleh. Dengan memiliki kelangkaan kompetensi PTS yang tidak dimiliki perguruan tinggi lain yang akan berdampak pada perencanaan strategik yang dilakukan PTS untuk membuat strategi bersaing.

Kompetensi yang dimiliki PTS juga bersifat sulit untuk ditiru juga memudahkan PTS dalam melakukan perencanaan strategik. Hal ini disebabkan oleh program studi, keahlian dan kepakaran dosen serta pelayanan akademik yang ada di PTS sulit untuk ditiru oleh perguruan tinggi lain. Kompetensi yang dimiliki oleh PTS juga memiliki kesulitan ditiru, hal ini akan membantu PTS menyusun perencanaan strategik yang tepat sehingga memudahkan PTS dalam melakukan strategi bersaing.

Penelitian ini menemukan bahwa faktor nilai kompetensi, kelangkaan, kesulitan ditiru dan kompetensi sulit digantikan yang dimiliki oleh PTS di Sulawesi Tenggara adalah signifikan, sehingga PTS dapat memfokuskan membangun kompetensi yang dimiliki untuk mendukung perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara. Selanjutnya, faktor yang paling kritis yaitu mendorong terciptanya kompetensi yang bernilai sehingga mampu memfasilitasi perencanaan strategik PTS.

Hasil penelitian deskriptif menunjukkan bahwa tingkat kompetensi PTS di Sulawesi Tenggara cukup baik yang dipersepsikan pada kategori tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki, salah satu upaya yang dapat menjadi perhatian untuk ditingkatkan yaitu nilai kompetensi tersebut baik dari segi program studi, tenaga pengajar, dan pelayanan akademik yang ada di PTS tersebut.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa indikator nilai kompetensi merupakan indikator yang paling dominan. Hasil ini mengindikasikan bahwa kualitas kompetensi yang dimiliki akan sangat berdampak pada perencanaan strategik. Adapun kompetensi yang bernilai dapat diperoleh dengan sistem perekrutan yang baik dan penempatan yang tepat serta sistem yang baik.

5.9.6 Pengaruh Kompetensi Terhadap Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

Selain berpengaruh terhadap perencanaan strategik, hasil analisis pengaruh kompetensi terhadap keunggulan bersaing melalui pengujian model struktural juga memperlihatkan bahwa kompetensi juga berpengaruh secara langsung terhadap keunggulan bersaing. Hasil ini diperkuat oleh hasil pengujian hipotesis yang mengungkapkan bahwa kompetensi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Hasil ini mengindikasikan bahwa kemampuan berupa kompetensi yang dimiliki akan berdampak pada keunggulan bersaing suatu PTS. Pengaruh yang timbul, karena perguruan tinggi memiliki kompetensi yang bernilai, kelangkaan, sulit ditiru dan sulit untuk digantikan sehingga kompetensi yang dimiliki tersebut menunjang keunggulan bersaing dalam PTS.

Jika dilihat dari masing-masing indikator kompetensi, maka nilai kompetensi dipersepsikan memiliki pengaruh yang dominan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas kompetensi yang bernilai akan mendorong terciptanya kemampuan PTS dalam bersaing.

Hasil penelitian ini mendukung teori Resource Ba sed View (RBV) dimana pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki secara maksimal oleh suatu organisasi akan meningkatkan kemampuan bersaing suatu organisasi (Barney, 1991). juga menyajikan struktur yang lebih konkret dan komprehensif untuk mengidentifikasi pentingnya kompetensi untuk memperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan.

Sejalan dengan hasil penelitian ini, Donald J. Bradmore (2007) dalam penelitiannya yang berjudul The quest of Australian Public University for Competitive Advantage in a global higher Sejalan dengan hasil penelitian ini, Donald J. Bradmore (2007) dalam penelitiannya yang berjudul The quest of Australian Public University for Competitive Advantage in a global higher

Kompetensi bernilai ( valuable competencies ) adalah kompetensi yang menciptakan nilai bagi suatu PTS dengan mengeksploitasi peluang-peluang atau menetralisir ancaman- ancaman dalam lingkungan eksternal PTS. Kompetensi dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan hanya ketika kompetensi tersebut bernilai ( valuable ). Kualitas kompetensi dapat dilihat dari program studi yang dimiliki, kualitas keahlian dan kepakaran dosen serta pelayanan akademik yang diberikan oleh PTS.

Kompetensi langka adalah kompetensi yang dimiliki oleh sedikit, jika ada, pesaing saat ini atau potensial. Kompetensi yang bernilai namun dimiliki oleh sebagian besar pesaing yang ada atau pesaing potensial tidak dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Sebuah PTS dikatakan menikmati keunggulan bersaing

ketika PTS tersebut dapat mengimplementasikan strategi penciptaan nilai yang tidak dapat dilakukan oleh sebagian besar perguruan tinggi yang dikelola masyarakat lainnya. Dengan kata lain, keunggulan bersaing dihasilkan hanya ketika perguruan tingggi yang dikelola masyarakat mengembangkan dan mengeksploitasi kompetensi yang berbeda dari pesaingnya.

Kompetensi yang bernilai dan langka tersebut hanya dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan jika PTS lain yang tidak memilikinya, tidak dapat memperoleh kompetensi tersebut. Dalam istilah yang dibangun oleh Lippman dan Rumelt (1982) dan Barney (1986), kompetensi ini disebut Kompetensi yang bernilai dan langka tersebut hanya dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan jika PTS lain yang tidak memilikinya, tidak dapat memperoleh kompetensi tersebut. Dalam istilah yang dibangun oleh Lippman dan Rumelt (1982) dan Barney (1986), kompetensi ini disebut

Kompetensi yang sulit digantikan adalah kompetensi yang tidak memiliki ekuivalen strategis. Dua sumber daya PTS yang bernilai (atau dua kumpulan sumber daya) PTS ekuivalen secara strategis ketika tiap sumber daya itu dapat dieksploitasi secara terpisah untuk mengimplementasikan strategi-strategi yang sama. Secara umum, nilai strategis dari kompetensi meningkatkan kesulitan untuk menggantikannya. Semakin tidak terlihat suatu kompetensi, semakin sulit bagi PTS untuk mencari penggantinya dan semakin besar tantangan bagi para pesaing untuk meniru strategi penciptaan nilai PTS. Hal ini dapat dilihat dari muatan program studi, tingkat kepakaran dosen dan pelayanan akademik yang tidak bisa digantikan oleh PTS lain.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini memberikan gambaran bahwa kompetensi yang dimiliki oleh suatu PTS di Sulawesi Tenggara akan berdampak secara langsung terhadap keunggulan bersaing yang dimiliki PTS tersebut, dimana kompetensi tersebut diyakini dapat memberikan value yang berbeda dengan pesaingnya.

Selain berpengaruh secara langsung, kompetensi juga mempengaruhi keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara melalui perencanaan strategik. Hasil ini ditunjukkan oleh pengujian hipotesis variabel kompetensi terhadap keunggulan bersaing dengan melibatkan variabel perencanaan strategik adalah signifikan dimana hubungan antara kompetensi dan perencanaan strategik secara langsung memiliki hasil signifikan dan juga pengaruh kompetensi tanpa melibatkan variabel perencanaan Selain berpengaruh secara langsung, kompetensi juga mempengaruhi keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara melalui perencanaan strategik. Hasil ini ditunjukkan oleh pengujian hipotesis variabel kompetensi terhadap keunggulan bersaing dengan melibatkan variabel perencanaan strategik adalah signifikan dimana hubungan antara kompetensi dan perencanaan strategik secara langsung memiliki hasil signifikan dan juga pengaruh kompetensi tanpa melibatkan variabel perencanaan

Hasil ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Donald J. Bradmore (2007) yang menjelaskan bagaimana keunggulan bersaing diperguruan tinggi dibentuk dari kompetensi yang dimiliki oleh perguruan tinggi tersebut. Kompetensi yang dimaksud yaitu bagaimana PTS mampu mengelola asset dan kapabilitas yang dimiliki agar menciptakan keunggulan bersaing. Dengan mengetahui asset dan kapabilitas yang dimiliki, maka PTS mampu membuat perencanaan strategik yang sesuai sehingga mampu meningkatkan keunggulan bersaing PTS, dimana dalam perencanaan strategik dijabarkan strategis pilihan untuk mewujudkan visi dan misi PTS kedalam sasaran-sasaran strategis ( strategic objective ).

Temuan penelitian ini juga sejalan dengan temuan yang dikemukakan oleh suryanto (2008) dimana dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja perguruan tinggi. Dimana kinerja merupakan cerminan dari keunggulan bersaing (Ferdinand, 2002). Penelitian ini membuktikan bahwa apabila perguruan tinggi memiliki kompetensi yang baik, maka kinerja perguruan tinggi tersebut akan mengalami peningkatan pula. Hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian yang menyatakan bahwa kompetensi

berpengaruh terhadap kinerja seperti (Pitts dan Lei, 2003),

(Wernerfelt, 1984), (Barney, 1986), (Rumelt, 1991), (Amit dan Schoemaker, 1993), (Slater dan Naver, 1990), (Touminen et al., 1997),

Hasil analisis dalam penelitian ini tentang pengaruh kompetensi terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara, memperlihatkan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh perguruan tinggi merupakan determianan keunggulan bersaing secara langsung maupun determinan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara apabila melalui perencanaan strategik sebagai mediasinya.

5.9.7 Pengaruh

Perencanaan

Strategik Terhadap

Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

Hasil pengujian hipotesis pengaruh variabel perencanaan strategik terhadap variabel keunggulan bersaing mengungkapkan bahwa perencanaan strategik terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Ini menunjukkan bahwa pencapaian keunggulan bersaing suatu perguruan tinggi sangat tergantung dari perencanaan strategik yang dilakukan oleh PTS tersebut. Pengaruh positif muncul karena perencanaan strategik yang dilakukan berorientasi kepada kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi kegiatan, serta kelayakan implementasi dan keberlanjutan program. Dengan demikian, perencanaan strategik berdampak positif terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Jika dilihat dari masing-masing indikator yang membentuk perencanaan strategik PTS yang dikembangkan berdasarkan panduan program hibah rencana strategic (renstra) PTS yang berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS, maka indikator kelayakan implementasi dan keberlanjutan program Jika dilihat dari masing-masing indikator yang membentuk perencanaan strategik PTS yang dikembangkan berdasarkan panduan program hibah rencana strategic (renstra) PTS yang berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS, maka indikator kelayakan implementasi dan keberlanjutan program

Jauch dan Glueck (1997) mengemukakan bahwa strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi organisasi dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama organisasi dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Strategi harus dilaksanakan secara efektif, sehingga rencana strategi harus dipadukan dengan masalah operasional. Dengan kata lain, kemungkinan berhasil diperbesar oleh kombinasi perencanaan strategi yang baik dengan pelaksanaan strategi yang baik pula.

Porter (1996) dalam Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitors , menjelaskan bahwa kinerja merupakan „jantung‟ keunggulan bersaing ( competitive advantage) dalam pasar yang kompetitif. Dan bagaimana perusahaan menggunakan strategis untuk beradaptasi dengan lingkungannya merupakan makna dari orientasi strategis ( strategic orientation) , Perencanaan strategik dalam sistem manajemen strategis menempati posisi yang krusial. Dalam lingkungan bisnis yang dinamis dan kompleks perusahaan perlu menyusun perencanaan strategik. Pada tahap perencanaan strategik dijabarkan strategis pilihan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi kedalam sasaran-sasaran strategis ( strategic objective ).

Perecanaan strategik yang baik dan tepat akan mampu meningkatkan kinerja organisasi yang berdampak pada keunggulan bersaing organisasi tersebut (Best, 1997). Adanya perencanaan stratejik yang baik, suatu organisasi akan dengan mudah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rue dan Ibrahim (1998) Perecanaan strategik yang baik dan tepat akan mampu meningkatkan kinerja organisasi yang berdampak pada keunggulan bersaing organisasi tersebut (Best, 1997). Adanya perencanaan stratejik yang baik, suatu organisasi akan dengan mudah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rue dan Ibrahim (1998)

Mohammed A.M. Al-Awadh (1996) dalam competitive strategies and barriers to achieving competitive advantage:a study of two saudi arabian industries , mencoba mengembangkan keunggulan bersaing yang dipengaruhi oleh faktor pemilihan rencana strategis dan lingkungan. Hasil yang diperoleh dengan pengelolaan lingkungan dan perencanaan strategi yang tepat di industri yang berada di Arab, maka menjadi modal bagi perusahaan dalam memperoleh keunggulan bersaing.

Dengan demikian untuk memiliki keunggulan bersaing maka PTS harus memiliki perencanaan strategik yang baik. Perencanaan ini termasuk didalamnya yaitu penetapan visi misi dan program-program pengembangan karyawan serta memiliki kurikulum yang baik. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan strategik PTS akan berdampak pada keunggulan bersaing PTS. Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan positif perencanaan stratejik dan keunggulan bersaing. Semakin baik perencanaan strategik yang dilakukan akan meningkatkan kinerja PTS yang akan meningkatkan keunggulan bersaing.

Hasil deskriptif penelitian ini juga menunjukkan bahwa perencanaan dipersepsikan cukup baik oleh PTS di Sulawesi Tenggara yang berada pada kategori sedang. Oleh karena itu untuk meningkatkan keunggulan bersaing yang baik salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu perencanaan strategik yang meliputi kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi program, serta kelayakan implementasi dan keberlanjutan program di dalam perencanaan strategik di dalam PTS di Sulawesi Tenggara. Adapun faktor Hasil deskriptif penelitian ini juga menunjukkan bahwa perencanaan dipersepsikan cukup baik oleh PTS di Sulawesi Tenggara yang berada pada kategori sedang. Oleh karena itu untuk meningkatkan keunggulan bersaing yang baik salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian yaitu perencanaan strategik yang meliputi kepemimpinan dan komitmen institusi, kualitas evaluasi diri, mutu dan relevansi program, serta kelayakan implementasi dan keberlanjutan program di dalam perencanaan strategik di dalam PTS di Sulawesi Tenggara. Adapun faktor

5.9.8 Analisis Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa keunggulan bersaing merupakan cerminan dari kinerja jangka panjang suatu organisasi (Ferdinand, 2002). Suatu keunggulan bersaing dapat diperoleh dengan memperhatikan aspek sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi tersebut, sejalan dengan teori resource based view dimana menekankan pada pemberdayaan dan pengelolaan asset dan sumberdaya yang dimiliki secara maksimal untuk mencapai suatu kinerja yang baik. Dalam upaya mencapai suatu posisi keunggulan bersaing, organisasi tidak terlepas dari faktor-faktor baik secara internal maupun eksternal yang ada, untuk meningkatkan kinerja mereka. Dengan memperhatikan berbagai aspek yang membentuk keunggulan bersaing maka diharapkan suatu organisasi mampu dikelola dengan baik agar mampu meningkatkan daya saing mereka, dimana pengelolaan tersebut dapat dilakukan melalui proses perencanaan yang baik, penerapan serta melakukan evaluasi dari kegiatan mereka. Dengan kata lain, untuk mencapai kinerja yang menciptakan keunggulan bersaing, suatu organisasi mempertimbangkan aspek kebijakan, perencanaan serta sumberdaya yang dimiliki.

Dengan melihat fenomena-fenomena tersebut membuktikan bahwa PTS memiliki kemampuan bersaing yang relatif biasa, dimana hanya beberapa PTS saja yang memenuhi standar kualitas secara institusi, itupun dengan jumlah yang Dengan melihat fenomena-fenomena tersebut membuktikan bahwa PTS memiliki kemampuan bersaing yang relatif biasa, dimana hanya beberapa PTS saja yang memenuhi standar kualitas secara institusi, itupun dengan jumlah yang

Berdasarkan beberapa literatur serta penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya, maka penelitian ini berangkat dari point dimana keunggulan bersaing dipengaruhi oleh manajemen pengetahuan, aspek lingkungan dan kompetensi serta perencanaan strategik, yang dimiliki oleh PTS tersebut.

Manajemen pengetahuan sebagai salah satu determinan dalam membentuk kinerja dan keunggulan bersaing suatu organisasi tidak dapat dipisahkan dari kondisi internal perguruan tinggi tersebut. Melalui penciptaan manajemen pengetahuan yang baik, maka suatu organisasi dipercaya akan mampu memberikan kontribusi terhadap kinerja dan keunggulan bersaing organisasi tersebut. Hasil analisis memperlihatkan bahwa manajemen pengetahuan yang dimiliki, memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara secara langsung, namun manajemen pengetahuan mampu memberikan pengaruh terhadap keunggualn bersaing suatu PTS melalui perencanaan strategik.

Manajemen pengetahuan PTS dipersepsikan cukup baik oleh PTS di Sulawesi Tenggara berada pada kategori baik oleh PTS yang ada di Sulawesi Tenggara, Adapun berdasarkan indikator, manajemen pengetahuan yang ada di PTS tersebut yang teridiri dari data, Informasi, pengetahuan dan tindakan sudah baik yang ditunjukkan oleh kategori sedang.

Struktur kebijakan di dalam PTS juga berdampak pada penciptaan manajemen pengetahuan PTS . Hal ini menunjukkan Struktur kebijakan di dalam PTS juga berdampak pada penciptaan manajemen pengetahuan PTS . Hal ini menunjukkan

menciptakan adanya keterbukaan dan kepercayaan. Praktek pimpinan di dalam PTS juga berdampak pada penciptaan manajemen pengetahuan PTS. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator informasi yang baik yang ada di dalam PTS merupakan dimensi yang paling dominan dalam membentuk manajemen pengetahuan PTS. Dalam hal ini, pimpinan memberikan kebebasan atau otonomi bagi karyawan baik dosen maupun non dosen untuk mengembangkan prestasi kerjanya dan tanggung jawab masing-masing. Dalam prakteknya pimpinan juga memberikan identitas pekerjaan yang jelas sehingga akomodatif bagi karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya serta mengetahui tanggung jawabnya masing-masing. Pimpinan juga tidak hanya bersifat otoriter, namun juga memberikan umpan balik kepada karyawan secara keseluruhan. Hal ini berguna untuk mengetahui bagaimana kendala yang dihadapi oleh karyawan secara keseluruhan maupun dapat menjadi bahan evaluasi untuk menilai prestasi kerja karyawan.

mampu

Selain itu teknologi yang digunakan juga mampu mempengaruhi manajemen pengetahuan PTS tersebut. hal ini berkaitan dengan pemanfaatan teknologi yang ada untuk memudahkan kinerja karyawan dan proses belajar mengajar. Selain itu teknologi yang tersedia juga dipersepsikan mampu meningkatkan kreativitas karyawan.

Sistem penghargaan yang ada di dalam PTS juga mampu mempengaruhi manajemen pengetahuan PTS tersebut. Hal ini berkaitan dengan gaji atau honor yang memadai serta adil berdasarkan prestasi kerja masing-masing. Adanya sistem tunjangan jabatan yang diberikan juga dirasakan cukup sehingga karyawan merasakan kesesuaian penghargaan yang diberikan saat ini akan menciptakan kepuasan sehingga mampu mempengaruhi terciptanya manajemen pengetahuan PTS.

Demikian dapat disimpulan bahwa manajemen pengetahuan yang ada di PTS di Sulawesi Tenggara sudah cukup baik, namun manajemen pengetahuan perguruan tinggi tersebut mampu menjadi determinan keunggulan bersaing jika melalui perencanaan strategik, dan tidak memiliki pengaruh langsung terbentuknya keunggulan bersaing suatu PTS di Sulawesi Tenggara.

Aspek Lingkungan merupakan aspek yang tidak terlepas dari fokus PTS. Aspek lingkungan yang dimaksud merupakan perubahan yang berasal dari luar organisasi. Responsifnya PTS terhadap perubahan aspek lingkungan ini sejalan dengan teori kontijensi yaitu lingkungan dengan sifatnya yang penuh dengan ketidakpastian yang memerlukan strategi bersaing yang tepat, yang tertuang dalam perencanaan strategik yang disusun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Elnkov dan Lee & Miller, 1996) yaitu perencanaan strategik harus mampu memenuhi tuntutan lingkungan yang mana jika tidak tercipta antara perencanaan Aspek Lingkungan merupakan aspek yang tidak terlepas dari fokus PTS. Aspek lingkungan yang dimaksud merupakan perubahan yang berasal dari luar organisasi. Responsifnya PTS terhadap perubahan aspek lingkungan ini sejalan dengan teori kontijensi yaitu lingkungan dengan sifatnya yang penuh dengan ketidakpastian yang memerlukan strategi bersaing yang tepat, yang tertuang dalam perencanaan strategik yang disusun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Elnkov dan Lee & Miller, 1996) yaitu perencanaan strategik harus mampu memenuhi tuntutan lingkungan yang mana jika tidak tercipta antara perencanaan

Kemampuan PTS untuk menangkap setiap gejala dari perubahan lingkungan akan menjadi faktor penentu kesuksesan bagi PTS. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Dill (1999) yang menyimpulkan bahwa institusi perguruan tinggi harus melakukan adaptasi tertentu pada struktur dan prosesnya dalam usaha memperbaiki efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam lingkungan yang terus berubah dan melakukan perencanaan strategik yang tepat.

Adapun aspek hukum dan regulasi yang ada ternyata belum seluruhnya mampu diadopsi dengan baik oleh beberapa PTS yang ada di Sulawesi Tenggara. Hal ini terlihat dari beberapa PTS yang kesulitan dalam memenuhi standar-standar yang ditetapkan walaupun menurut PTS regulasi yang ada sebenarnya telah baik dan menunjang PTS untuk dikelola dengan baik.

Salah satu contoh yang nyata yaitu akreditasi. Umumnya apabila PTS mengacu pada semua regulasi yang ada maka niscaya PTS tersebut mampu meningkatkan kinerja dan memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan BAN PT. Namun pada kenyataannya hanya beberapa aspek saja yang mampu terpenuhi. Misalnya dalam aturan pengelolaan pendirian perguruan tinggi harus memiliki syarat minimum salah satunya fasilitas yang disediakan. Beberapa PTS yang ada karena memiliki keterbatasan hanya memandang sebagai prasyarat minimal saja tanpa mampu meningkatkan fasilitas dan keterbaharuan fasilitas tersebut.

Selain itu dari segi tenaga pengajar yang jelas tertuang dalam aturan undang-undang perguruan tinggi, namun kenyataannya di beberapa PTS tenaga pengajar yang ada belum sepenuhnya memenuhi seperti yang disyaratkan. Begitu juga dengan undang-undang untuk mengevaluasi dosen. Walaupun memiliki aturan yang jelas namun belum semua tenaga pengajar mampu memenuhi tridharma yang meliputi pengajaran, penelitian dan pengabdian. Adanya pandangan bahwa tugas dosen hanya mengajar masih menjadi masalah utama sehingga fungsi lain masih terbengkalai. Walaupun sekarang Dikti telah megeluarkan aturan BKD namun masih saja beberapa dosen di perguruan tinggi belum merespon dengan baik. hal ini perlu komitmen dari PTS yang ada di Sulawesi Tenggara untuk memperbaiki pengelolaan mereka.

Aspek ekonomi, PTS dalam menetapkan biaya pendidikan juga memperhatikan aspek ekonomi baik berupa inflasi maupun kemampuan masyarakat. Banyak PTS yang tetap memfokuskan pada penetapan biaya yang rendah namun mengalami kendala jangka panjang yang berdampak pada kemampuan finansial untuk operasional perguruan tinggi. Begitu pula apabila biaya yang ditetapkan tanpa melihat aspek ekonomi masyarakat juga akan terjadi kesenjangan antara biaya operasional PTS tersebut.

Pandangan masyarakat terhadap perguruan tinggi juga menjadi fokus. Kesadaran akan pentingnya pendidikan dan perguruan tinggi juga mampu mempengaruhi bagaimana PTS merespon perubahan dan gejala sosial tersebut. selain itu dengan adanya perkembangan teknologi juga tidak dapat dipungkiri akan mempengaruhi perguruan tinggi dalam mengambil kebijakan. Sebagaimana mestinya, semakin berkembangnya teknologi dan Pandangan masyarakat terhadap perguruan tinggi juga menjadi fokus. Kesadaran akan pentingnya pendidikan dan perguruan tinggi juga mampu mempengaruhi bagaimana PTS merespon perubahan dan gejala sosial tersebut. selain itu dengan adanya perkembangan teknologi juga tidak dapat dipungkiri akan mempengaruhi perguruan tinggi dalam mengambil kebijakan. Sebagaimana mestinya, semakin berkembangnya teknologi dan

Apabila PTS tidak mampu merespon aspek perubahan lingkungan yang ada tersebut, maka secara tidak langsung PTS tersebut akan semakin tertinggal dari persaingan di dunia pendidikan.

Faktor lain yang dipertimbangkan dalam meningkatkan keunggulan bersaing PTS yaitu tingkat kompetensi yang dimiliki oleh organisasi. Kompetensi yang dimiliki oleh PTS di Sulawesi Tenggara merupakan kompetensi yang sifatnya memiliki nilai dan langka. Kompetensi sebagai bagian penting dari sumberdaya yang dimiliki oleh PTS dimana bentuk kompetensi ini terwujud dalam program studi yang dimiliki, tenaga pengajar serta pelayanan akademik.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kompetensi merupakan determinan langsung dalam membentuk keunggulan bersaing PTS. Selain itu, secara langsung, ternyata kompetensi juga menjadi determinan keunggulan bersaing jika melalui perencanaan strategik. Hal ini disebabkan oleh kompetensi merupakan sumber keunggulan bersaing yang memegang peranan kunci. PTS dalam membentuk kompetensi yang juga terdiri dari sumberdaya yang superior, kemampuan yang superior dan proses yang superior dalam hal pembelajaran akan mampu meningkatkan kinerja dan daya saing perguruan tinggi.

manajemen pengetahuan, kompetensi juga menjadi determinan dalam membentuk atau meningkatkan kinerja atau keunggulan bersaing melalui perencanaan strategi. Dalam tatanan organisasi, kompetensi menjadi tanggung jawab institusi, oleh karena itu institusi perguruan tinggi atau pengambil kebijakan institusi diharapkan mampu memperbaiki dan meningkatkan kompetensi yang

Sebagaimana

dengan dengan

Berdasarkan hasil analisis, PTS di Sulawesi Tenggara memiliki nilai kualitas kompetensi yang baik, sedangkan dari segi kelangkaan, kompetensi yang dimiliki PTS berada pada kategori cukup baik. secara keseluruhan, kompetensi yang dimiliki oleh perguruan tingi yang dikelola masyarakat di Sulawesi Tenggara dipersepsikan dalam keadaan cukup baik. Dengan demikian diharapkan bagi para pimpinan PTS lebih meningkatkan kompetensi yang mereka miliki melalui suatu perencanaan dan evaluasi serta analisis terhadap kebutuhan dan menyesuaikan dengan keadaan saat ini.

Apabila faktor manajemen pengetahuan dan kompetensi mampu menjadi determinan langsung terhadap keunggulan bersaing, faktor perencanaan strategik selain mampu menjadi determinan langsung terhadp keunggulan bersaing, perencanaan strategik juga mampu menjadi mediasi total dari manajemen pengetahuan dan kompetensi dalam membentuk keunggulan bersaing perguruan tinggi di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan uji analisis dapat dilihat bahwa perencanaan strategik memediasi manajemen pengetahuan dan kompetensi secara positif dan signifikan terhadap keunggulan bersaing serta menjadi determinan langsung secara positif terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara .

mengenai perencanaan strategik, secara keseluruhan perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara dipersepsikan pada kategori cukup baik. Dimana semua kategori pengukuran perencanaan strategik berdasarkan pedoman hibah renstra dari Dikti menunjukkan bahwa semua kategori berada pada kategrori sedang, namun pada kategori kualitas evaluasi diri memiliki kategori rendah. Hasil ini

Berdasarkan

penelusuran penelusuran

Kualitas evaluasi diri yang rendah ini seharusnya menjadi perhatian bagi para PTS di Sulawesi Tenggara karena menyangkut pada kemampuan PTS dalam mengidentifikasi kebutuhan terhadap perbaikan renstra, memiliki data yang berkaitan dengan kebutuhan perbaikan renstra, dan kemampuan PTS untuk melihat peluang untuk melakukan perbaikan renstra.

Secara keseluruhan, untuk mewujudkan keunggulan bersaing yang baik, mengacu pada teori keunggulan bersaing porter, PTS memiliki tiga alternatif strategi yaitu cost leadership, differentiation, dan focus , strategi ini yang menjadi rujukan best dalam mendefinisikan konsep keunggulan bersaing yakni keunggulan biaya, keunggulan differensiasi dan keunggulan pemasaran. Pada dimensi keunggulan biaya, walaupun sebagian besar PTS memiliki penetapan biaya yang terjangkau, namun ada beberapa PTS yang dalam menetapkan biaya pendidikan yang cukup relatif tinggi. Kemudian di dalam penyusunan, penggunaan dan pengendalian biaya, mayoritas PTS memiliki perencanaan, penggunaan dan pengendalian biaya yang jelas, efektif dan efisien, namun masih terdapat beberapa PTS yang dalam penetapan biaya pendidikan dirasakan kurang memberikan benefit yang sesuai dengan cost yang dibayarkan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari biaya pendidikan yang ditetapkan oleh PTS, belum seluruhnya mampu memenuhi harapan dari segi pelayanan yang diberikan dan fasilitas yang disediakan.

Keunggulan Biaya atau harga ( price) , yaitu keunggulan karena biaya pendidikannya sesuai dan layak dengan program pendidikan serta jasa layanan pendidikan yang ditawarkannya. Biaya bukan berarti biayanya harus paling murah, atau sebaliknya sangat mahal, tetapi yang dimaksud adalah kesesuaian antara Keunggulan Biaya atau harga ( price) , yaitu keunggulan karena biaya pendidikannya sesuai dan layak dengan program pendidikan serta jasa layanan pendidikan yang ditawarkannya. Biaya bukan berarti biayanya harus paling murah, atau sebaliknya sangat mahal, tetapi yang dimaksud adalah kesesuaian antara

Pada dimensi keunggulan differensiatif, masih sedikit PTS memiliki kemitraan dengan institusi di dunia kerja dan keragaman program studi. Namun beberapa PTS tidak memiliki posisi keunggulan differensiatif yang kuat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya nilai mean yang relatif rendah di dalam variabel keunggulan bersaing.

Keunggulan pemasaran PTS dapat ditempuh dengan melakukan berbagai promosi baik secara intensif maupun keragaman media. Keunggulan pemasaran ini berdampak pada bagaimana posisi PTS di mata calon mahasiswa maupun dunia kerja. Semakin dikenal baik dan positif sebuah PTS akan menjadi keunggulan tersendiri PTS tersebut dibandingkan pesaingnya.

Pada dimensi keunggulan pemasaran, sebagian besar PTS yang ada di Sulawesi Tenggara memiliki posisi yang baik di mata mahasiswa maupun di dunia kerja. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya PTS yang mudah dikenali dan diingat oleh para mahasiswa maupun calon mahasiswa serta calon pengguna lulusan di dunia kerja.

Berdasarkan hasil pengukuran dimensi yang membentuk konstruk keunggulan bersaing dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden melihat keunggulan pemasaran yang mendominasi. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar PTS memfokuskan perhatian mereka, bagaimana dalam menciptakan Berdasarkan hasil pengukuran dimensi yang membentuk konstruk keunggulan bersaing dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden melihat keunggulan pemasaran yang mendominasi. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar PTS memfokuskan perhatian mereka, bagaimana dalam menciptakan

Hasil ini didukung oleh adanya fenomena bahwa dengan ketatnya persaingan perguruan tinggi di Sulawesi Tenggara akan mendorong munculnya persaingan secara lebih atraktif. Namun persaingan ini dapat dipandang sebagai pendorong untuk PTS meningkatkan kualitas mereka. Inovasi dibidang pemasaran di PTS memang lagi kreatif-kreatifnya. Panitia penerimaan mahasiswa baru tidak hanya difungsikan sekedar mengurusi hal administrasi dan seleksi ketat semata, namun mereka diefektifkan jauh-jauh hari sebelum tahun ajaran baru untuk mengedukasi dan melakukan kampanye terhadap target-targetnya (calon mahasiswa potensial). Dalam hal ini, tentunya mereka awali dengan melakukan riset mengenai trend masyarakat konsumen pendidikan. Dan pada tahap selanjutnya adalah berinovasi untuk mengedukasi pasar dan menghasilkan input yang sesuai standar target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kini PTS memang harus lebih aktif untuk menggaet input-input yang berkualitas. Hal ini dalam rangka kompetisi tadi. Tak heran jika pilihan berinovasi dengan memajukan waktu perekrutan calon mahasiswa dan membuka jalur khusus siswa berprestasi, menjadi strategi baru bagi beberapa PTS. Hal ini juga didukung oleh pola perilaku. Perilaku konsumen pendidikan di Sulawesi Tenggara yang memang masih cenderung loyal atau masih primordial dalam konteks pendidikan tinggi. Ini adalah kekuatan tersendiri untuk pemasaran brand PTS. Ditunjang dengan interland yang belum terlalu valuable kualitas Kini PTS memang harus lebih aktif untuk menggaet input-input yang berkualitas. Hal ini dalam rangka kompetisi tadi. Tak heran jika pilihan berinovasi dengan memajukan waktu perekrutan calon mahasiswa dan membuka jalur khusus siswa berprestasi, menjadi strategi baru bagi beberapa PTS. Hal ini juga didukung oleh pola perilaku. Perilaku konsumen pendidikan di Sulawesi Tenggara yang memang masih cenderung loyal atau masih primordial dalam konteks pendidikan tinggi. Ini adalah kekuatan tersendiri untuk pemasaran brand PTS. Ditunjang dengan interland yang belum terlalu valuable kualitas

Calon mahasiswa perguruan tinggi masih senang bersekolah di Sulawesi Tenggara yang merupakan kampung halaman ketimbang harus hijrah ke luar provinsi. Calon mahasiswa mempertimbangkan ada faktor-faktor motivasi lain dalam hal memutuskan target PTS yang dipilih. Dalam konteks ini, positioning sebuah institusi pendidikan merupakan aspek perhatian besar dari konsumennya.

PTS yang memposisikan dirinya sebagai PTS unggulan, tentu memiliki bargaining positioning yang lebih baik. Namun tren calon mahasiswa dewasa ini ternyata tidak hanya melihat positioning PTS: unggulan, andalan dan favorit sebagai satu- satunya pertimbangan untuk memutuskan memilih PTS tersebut.

Pertimbangan positioning PTS gaul dan bonafide ternyata menjadi fenomena baru dalam pemasaran institusi pendidikan. Hal ini penting mendapat respon manajemen PTS. Berkualitas, disiplin namun tetap gaul cenderung pula menjadi idealisme calon mahasiswa. PTS yang bonafide, dengan infrastruktur yang lebih mendukung, ruangan ber-AC, fasilitas teknologi yang memadai, kini memang suatu tuntutan pasar yang menjadi kewajiban untuk dieksekusi oleh PTS , dalam rangka memasarkan institusinya.

Hal ini karena ternyata perilaku konsumen, relatif ingin suasana dinamis dalam lingkungan sekolahnya. Calon mahasiswa ingin tahu banyak tentang teknologi pendidikan mutakhir, sehingga perguruan tinggi lagi-lagi dituntut menawarkan inovasi dalam content of product yang ditawarkannya.

Content tersebut termasuk pula seberapa besar apresiasi pimpinan PTS terhadap aktifitas yang kreatif dan dinamis. Namun demikian, bukan berarti ingin memasuki area kapitalisasi pendidikan, namun lebih beroientasi pada analisis tren pemasaran Content tersebut termasuk pula seberapa besar apresiasi pimpinan PTS terhadap aktifitas yang kreatif dan dinamis. Namun demikian, bukan berarti ingin memasuki area kapitalisasi pendidikan, namun lebih beroientasi pada analisis tren pemasaran

Kepuasan konsumen pendidikan terhadap kinerja perguruan tinggi menjadi keniscayaan untuk menjadi telaah evaluasi. Over promise and under delivery adalah kesalahan pemasaran. Ketidak sesuaian ekspektasi konsumen dan realitas yang ada, akan membentuk citra buruk bagi PTS. Hal ini patut diwaspadai karena masyarakat kita juga memiliki kemampuan socializing yang kuat.

Komunikasi negatif melalui word of mouth dalam event dan forum sosial akan sangat efektif memberikan pencitraan buruk kepada PTS dan begitu juga sebaliknya, jika memang terjadi ketidakpuasan tadi. Oleh karena itu, harus ada quality assurance dari institusi pendidikan untuk calon konsumen potensial terhadap produk yang ditawarkan oleh PTS di Sulawesi Tenggara.

5.10 Temuan Empiris dan Teoritis Penelitian

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan manajemen strategik dan penerapannya untuk organisasi jasa non profit seperti PTS. Dimana hasil penelitian ini menguji pengaruh dan memverifikasi bagaimana manajemen pengetahuan, aspek lingkungan dan kompetensi, terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Pertama, Manajemen Pengetahuan mempunyai pengaruh signifikan terhadap perencanaan strategik. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik manajemen pengetahuan akan membuat perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara menjadi semakin baik.

Kedua, Manajemen Pengetahuan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing, Keunggulan bersaing sesuai dengan Resources-based View (RBV) tidak tergantung pada sumber alam, teknologi atau skala ekonomi sumber daya sepanjang itu mudah ditiru oleh pesaing, Keunggulan Bersaing lebih tergantung pada sumber daya yang: bernilai, langkah dan sulit ditiru yang dimiliki oleh organisasi itu sendiri (Stiles and Kulvisae Chana, 2006). Karena itu penting untuk memperhitungkan aspek pengelolaan sumber daya manusia ( Human Resources/HR ) dalam strategi perusahaan terutama dalam konteks The Human capital pool ( the collaction of employee capabilities ) (Stiles and Kulvisae Chana, 2006). Hasil ini tidak signifikan karena manajemen pengetahuan harus diintegrasikan pada sumber-sumber keunggulan bersaing agar tercipta daya saing yang berkalanjutan. Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa manajemen pengetahuan yang baik secara langsung dapat meningkatkan keunggulan bersaing, hal ini membuktikan bahwa manajemen pengetahuan pada PTS bukanlah determinan keunggulan bersaing secara langsung terhadap keunggulan bersaing. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik manajemen pengetahuan akan mempengaruhi perencanaan strategik, akan semakin baik pula yang pada akhirnya akan mempengaruhi peningkatan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

lingkungan terhadap perencanaan strategik memperkuat dan mendukung kebanyakan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa aspek lingkungan yang terdiri dari aspek hukum dan regulasi, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek teknologi akan menuntut PTS untuk

melakukan perumusan dan perencanaan strategik sehingga mampu mengembangkan berbagai strategi yang efektif dan melakukan perumusan dan perencanaan strategik sehingga mampu mengembangkan berbagai strategi yang efektif dan

Keempat, Aspek lingkungan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap keunggulan bersaing, dimana hasil penelitian ini bertentangan dengan temuan yang dikemukakan oleh martin et al (2006), Hasil ini menjelaskan bahwa aspek lingkungan yang baik secara langsung dapat meningkatkan keunggulan bersaing, namun aspek lingkungan mampu meningkatkan keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin baik aspek lingkungan akan mempengaruhi perencanaan strategik yang semakin baik pula yang pada akhirnya akan mempengaruhi peningkatan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Kelima, kompetensi memiliki pengaruh signifikan terhadap perencanaan strategik. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat kompetensi yang dimiliki, maka akan meningkatkan pula perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara.

Keenam, kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing Hasil ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat kompetensi yang dimiliki maka akan semakin baik juga keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara. Selain itu, kompetensi juga mampu mempengaruhi keunggulan bersaing secara tidak langsung melalui perencanaan strategi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh PTS di Sulawesi Tenggara mendorong terciptanya perencanaan strategik yang baik sehingga berdampak pada keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

Ketujuh, perencanaan strategik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing. Hasil ini menunjukkan bahwa perencanaan strategik yang baik akan mampu membuat Ketujuh, perencanaan strategik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing. Hasil ini menunjukkan bahwa perencanaan strategik yang baik akan mampu membuat

Secara empiris model yang dikembangkan dalam penelitian ini mampu menjelaskan bahwa keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara tidak hanya tergantung atau dipengaruhi oleh kinerja individual atau kinerja tim saja, namun dipengaruhi oleh faktor yang lebih luas dan kompleks yaitu manajemen pengetahuan, aspek lingkungan, kompetensi serta perencanaan strategik yang dilakukan PTS tersebut.

Temuan-temuan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, dapat mengkonfirmasi teori the resource based view (Barney, 1991) , dimana dalam teori ini menekankan pentingnya sumberdaya yang dimiliki oleh suatu organisasi dapat menjadi sumber untuk merencanakan dan mengimplementasikan strategik, yang dapat meningkatkan kinerja dan keunggulan bersaing organisasi tersebut. kemudian temuan selanjutnya yaitu bertentangan dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh martin et al., (2006) yang menyatakan bahwa keunggulan bersaing suatu perguruan tinggi dapat dibentuk melalui manajemen pengetahuan perguruan tinggi tersebut, berlawanan dengan temuan dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa manajemen pengetahuan justru bukanlah determinan langsung dari keunggulan bersaing suatu perguruan tinggi, namun manajemen pengetahuan mampu mempengaruhi keunggulan bersaing suatu PTS melalui perencanaan strategik.

5.11 Implikasi Penelitian

Pada bagian ini akan dipaparkan implikasi penelitian baik secara teoritis maupun empiris seperti yang telah dijelaskan dalam penelitian ini bahwa manajemen pengetahuan merupakan

variabel yang tidak berpengaruh signifikan terhadap keunggulan bersaing secara langsung, namun mampu mempengaruhi keunggulan bersaing melalui perencanaan strategik. Hasil ini berimplikasi bagi para peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan cakupan yang lebih luas dengan substansi yang sama untuk membantu mengkaji manajemen pengetahuan PTS sehingga akan diperoleh gambaran yang lebih luas tentang peranan variabel manajemen pengetahuan terhadap tingkat perencanaan strategik dan keunggulan bersaing di PTS. Kemudian implikasi lain yaitu bagi para pimpinan PTS atau pengambil kebijakan di PTS hendaknya mempertimbangkan lebih lanjut mengenai kebijakan-kebijakan yang dapat membantu menciptakan manajemen pengetahuan yang baik di lingkungan PTS. selain itu dalam melakukan perencanaan strategik pimpinan mempertimbangkan kondisi internal PTS berupa manajemen pengetahuan PTS tersebut. Selain itu, pimpinan sebaiknya memperhatikan faktor internal berupa manajemen pengetahuan yang dimiliki dalam menyusun rencana strategik guna mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki guna meningkatkan keunggulan bersaing PTS tersebut.

Sesuai dengan hasil analisis dalam penelitian ini, variabel aspek lingkungan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perecanaan strategik dan keunggulan bersaing PTS. Hasil penelitian ini berimplikasi pada perlunya para peneliti yang akan datang melakukan penelitian lanjutan mengenai substansi aspek perubahan lingkungan namun cakupan yang lebih luas untuk mampu memperoleh gambaran komprehensif tentang lingkungan di luar PTS terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing PTS. Hasil penelitian ini juga berimplikasi kepada pimpinan PTS atau pengambil keputusan di PTS agar memperhatikan aspek lingkungan yang ada sehingga mampu Sesuai dengan hasil analisis dalam penelitian ini, variabel aspek lingkungan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perecanaan strategik dan keunggulan bersaing PTS. Hasil penelitian ini berimplikasi pada perlunya para peneliti yang akan datang melakukan penelitian lanjutan mengenai substansi aspek perubahan lingkungan namun cakupan yang lebih luas untuk mampu memperoleh gambaran komprehensif tentang lingkungan di luar PTS terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing PTS. Hasil penelitian ini juga berimplikasi kepada pimpinan PTS atau pengambil keputusan di PTS agar memperhatikan aspek lingkungan yang ada sehingga mampu

Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa variabel kompetensi yang dimiliki PTS mampu mempengaruhi perencanaan strategik dan keunggulan bersaing PTS. Hasil ini berimplikasi pada perlunya ada penelitian di masa yang akan datang dengan memiliki substansi yang sama namun memiliki cakupan yang lebih luas untuk mengkaji fenomena mengenai tingkat kompetensi yang dimiliki mampu memberikan kontribusi terhadap perencanaan strategik dan keunggulan bersaing. Kemudian bagi pimpinan PTS atau pengambil kebijakan di PTS hendaknya melakukan perbaikan atau pengembangan kompetensi yang dimiliki oleh PTS sehingga mampu menghasilkan perencanaan strategik yang baik serta tingkat keunggulan PTS yang baik. Selain itu, pimpinan sebaiknya memperhatikan faktor internal berupa kompetensi yang dimiliki dalam menyusun rencana strategik guna mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki guna meningkatkan keunggulan bersaing PTS tersebut.

5.12 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kepada peneliti yang akan melakukan penelitian terkait dengan obyek penelitian ini untuk melakukan Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kepada peneliti yang akan melakukan penelitian terkait dengan obyek penelitian ini untuk melakukan

1 Studi ini dilakukan dengan beberapa keterbatasan, bahwa sampel yang digunakan adalah PTS yang mungkin saja akan memiliki bias dalam implikasi empirisnya. Studi ini juga hanya menggunakan responden unsur pimpinan perguruan PTS, karena itu implikasi temuan penelitian ini mungkin berbeda jika diadopsi bagi organisasi bisnis maupun organisasi sektor publik lainnya.

2 Penelitian ini hanya meneliti PTS dalam lingkup Sulawesi Tenggara, akan lebih baik jika diperluas untuk cakupan nasional Kopertis Wilayah IX Sulawesi dan juga terhadap PTN sehingga dapat dikaji bagaimana manajemen pengetahuan, aspek lingkungan dan kompetensi terhadap perencanaan strategik serta keunggulan bersaing PTS.

3 Peneliti tidak mengklasifikasi responden berdasarkan bentuk PTS, khususnya klasifikasi perguruan tinggi berdasarkan akademi, politeknik, universitas maupun sekolah tinggi padahal kemungkinan terdapat latar belakang dan karakteristik yang berbeda.

4 Desain penelitian dalam bentuk cross-section juga memberikan keterbatasan bagi penelitian ini karena ketidakmampuannya untuk mengamati secara mendalam berbagai aspek hubungan dan pengaruh yang tercipta selama suatu kurun waktu tertentu.

BAB VI PENUTUP