Konsep Kompetensi
2.1.8 Konsep Kompetensi
Kompetensi bukanlah sebuah konsep yang baru. Di Amerika Serikat, konsep kompetensi modern mulai diperkenalkan pada awal tahun 70-an. McClelland mendefinisikan kompetensi ( Competency ) sebagai karasteristik yang mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap kinerja atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik. Menurut McClelland (2004), Kompetensi bisa dianalogikan seperti “gunung Es” dimana keterampilan dan pengetahuan membentuk puncaknya yang berada di air. Bagian yang ada di bawah permukaan air tidak terlihat dengan mata telanjang, namun menjadi pondasi yang memiliki pengaruh terhadap bentuk dari bagian yang diatas air. Peran s osial dan citra diri berada pada bagian “sadar” seseorang, sedangkan motif sese orang berada pada alam”bawah sadarnya”.
2.1.8.1. Karasteristik Kompetensi
Penetuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata, penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, suksesi perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan sumber daya manusia (BKN, 2003).
Sedangkan penjelasan lebih rinci dari masing-masing kompetensi menurut David McClelland (2004) adalah sebagai berikut:
- Keterampilan: keahlian/kecakapan melakukan sesuatu dengan baik. - Pengetahuan:informasi yang dimiliki/dikuasai seseorang dalam bidang tertentu - Peran sosial: citra yang diproyeksikan seseorang kepada orang lain - Citra Diri:persepsi individu tentang dirinya dalam bentuk melihat/memposisikan dirinya sebagai pemimpin - Sifat/pembawaan: karasteristik yang relatif konstan pada tingkah laku seseorang dalam bentuk menjadi pendengar yang baik. - Motif: pemikiran atau niat dasar yang konstan yang mendorong individu untuk bertindak atau berperilaku, dalam bentuk yang selalu dihargai, didorong untuk mempengaruhi orang lain.
Menurut Maarif (2003) penetapan karasteritik dan standar konpetensi dapat diperioritaskan pada pengetahuan, keterampilan dan sikap baik yang bersifat kompetensi keras maupun kompetensi lunak. soft/generic competensies . Menurut Spencer (1993) meliputi enam kelompok kempetensi, yaitu:
Kemampuan merencanakan dan mengimplementasikan (motivasi untuk berprestasi, perhatian terhadap kejelasan tugas, ketelitian dan kualitas kerja, proaktif dan
kemampuan mencari dan menggunakan informasi).
Kemampuan melayani (empati, berorientasi pada pelanggan)
Kemampuan memimpin (kemampuan mengembangkan orang lain, kemampuan mengarahkan kerjasama kelompok, kemampuan memimpin kelompok).
Kemampuan berpikir (berpikir analisis, berpikir
konseptual, keahlian teknis/profesional/manajerial).
Kemampuan
dewasa (kemampuan mengendalikan diri, fleksibilitas, kemitmen terhadap organisasi).
bersikap
2.1.8.2. Komponen Kompetensi
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN,2004), mengemukakan bahwa, cakupan kompetensi meliputi lima kemampuan, yaitu:
1. Kemampuan teknikal merupakam kemampuan yang berkaitan secara langsung dengan tugas pokok dan fungsi instansi;
manusia, analisis kebijakasanaan dan penyusunan rencana kegiatan. Kemampuan-kemampuan tersebut hendaknya dapat dimiliki oleh para pejabat sampai pada tingkat menguasai.
seperti
hubungan
2. Kemampuan manajerial, merupakan aspek kemampuan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi manajemen, seperti:
a. Tingkat kemampuan menetapkan sasaran kegiatan- kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya
b. Tingkat kemampuan dalam menetapkan tugas-tugas dalam upaya mencapai sasaran
c. Tingkat kemampuan dalam mendistribusikan tugas pada bawahan, tingkat kemampuan
dalam mengkoordinasikan tugas.
d. Tingkat kemampuann dalam melakukan bimbingan terhadap bawahan.
3. Kemapuan komunikasi, merupakan kemampuan komunikasi dengan pihak lain yang merupakan salah satu bagian dari kemampuan yang harus dimiliki oleh pejabat 3. Kemapuan komunikasi, merupakan kemampuan komunikasi dengan pihak lain yang merupakan salah satu bagian dari kemampuan yang harus dimiliki oleh pejabat
a. Kemampuan melakukan interaksi dengan masyarakat dan pihak ketiga lainnya, bernegosiasi dengan staf atau instansi lain, serta kemampuan melakukan presentasi
b. Kemampuan membangun hubungan dan jaringan yang baik dengan kalangan pejabat maupun dengan masyarakat;
c. Kemampuan dalam menuangkan konsep pemikiran ke dalam tulisan sehingga dapat berkumunikasi dengan pihak lain.
4. Kemapuan strategik, merupakan kemampuan melihat jauh ke depan sehingga dapat merumuskan berbagai kebijakan strategik yang meliputi:
- Kemampuan dalam mengantisipasi tuntutan masa mendatang, mengenali peluang dan kendala, dan menjabarkan berbagai kebijakan atasan - Kemampuan dalam memberikan kontribusi dan pemikiran strategis, kemampuan dalam berpikir sistematis. - Kemampuan dalam mengantisipasi tuntutan dimasa datang, mengenali peluang dan kendala dalam menjabarkan berbagai kebijakan atasan. - Kemampuan menjabarkan sasaran jangka panjang dalam melaksanakan tugas sehari-hari. - Kemampuan dalam mengambil keputusan pada waktu yang tepat sekalipun dalam situasi yang tidak menguntungkan,
kemampuan melakukan penyesuaian dalam tujuan strategik manakala terjadi perubahan.
5. Kemampuan etika dimaksudkan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan pertimbangan etika yang telah ditetapkan oleh organisasi yang meliputi;
- Pemahaman terhadap etika pegawai dalam melaksanakan tugas - Penekanan yang dilakukan terhadap penetapan etika pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsi instansi oleh staf - Perhatian instansi terhadap penetapan etika pegawai, pemahaman staf terhadap etika pegawai dan pelaksanaan etika pegawai dilaksanakan oleh staf.
Perkembangan teori dan empiris sekarang ini membuktikan bahwa PTS dengan kompetensi superior akan menghasilkan informasi yang lebih baik mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggannya dan juga lebih baik dalam membangun dan memasarkan barang atau jasa melalui aktivitas yang terkordinasi dengan baik. Lebih lanjut, kompetensi superior juga memberi PTS kemampuan untuk menghasilkan dan bertindak berdasarkan pengetahuan mengenai aksi dan reaksi pesaing, yang akan membantunya membangun keunggulan bersaing (Slater dan Naver, 1990; Touminen et al ., 1997).
Penggunaan sumber daya memiliki banyak keunggulan potensial bagi organisasi seperti pencapaian efisiensi yang lebih besar dan selanjutnya biaya yang lebih rendah, peningkatan kualitas dan kemungkinan pangsa pasar dan profitabilitas yang lebih besar (Collis, 1994). Pendekatan analitis yang disebut Resource-Based
View (RBV) menekankan peningkatan keunggulan bersaing berasal dari sumber daya strategis organisasi (Dierickx dan Coll, 1989; Barney, 1991; Peteraf, 1993; dan Teece et al ., 1997). Keunggulan bersaing ( competitive advantage ) View (RBV) menekankan peningkatan keunggulan bersaing berasal dari sumber daya strategis organisasi (Dierickx dan Coll, 1989; Barney, 1991; Peteraf, 1993; dan Teece et al ., 1997). Keunggulan bersaing ( competitive advantage )
Inti dari RBV adalah bahwa organisasi-organisasi berbeda secara fundamental karena memiliki seperangkat sumber daya (Grant, 2002; Fleisher dan Bensoussan, 2003). Pencapaian keunggulan bersaing yang paling efektif adalah dengan menggunakan kompetensi atau kapabilitas organisasi (Wernerfelt, 1984; Barney, 1986; Rumelt, 1991; Amit dan Schoemaker, 1993).
Pendekatan RBV menyatakan bahwa organisasi dapat mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan dan memperoleh keuntungan superior dengan memiliki atau mengendalikan aset-aset strategis baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Menurut pendekatan RBV, organisasi merupakan sekumpulan sumber daya strategis dan produktif yang unik, langka, kompleks, saling melengkapi dan sulit untuk ditiru para pesaing yang dapat dimanfaatkan sebagai elemen untuk mempertahankan strategi bersaingnya.
Teece et al ., (1997) melihat sumber daya sebagai “aset- aset khusus organisasi yang sulit, yang jika mungkin tidak dapat ditiru, di mana kompetensi dihasilkan dari integrasi asset-aset khusus organisasi ”. Kompetensi merupakan kemampuan dan pengetahuan organisasi yang menjadi dasar pemecahan masalah sehari-hari (Henderson dan Cockburn, 1994).
Definisi lain menyatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan organisasi untuk mengekploitasi sumber daya yang berbeda, dengan menggunakan berbagai proses organisasi untuk mencapai hasil yang diinginkan (Grant, 1991; Amit dan Schoemaker, 1993). Di mana Helfat dan Peteraf (2002) mendefinisikan sumber daya sebagai aset atau input untuk melakukan kegiatan produksi baik berwujud maupun tidak berwujud yang dimiliki dan dikendalikan oleh organisasi atau Definisi lain menyatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan organisasi untuk mengekploitasi sumber daya yang berbeda, dengan menggunakan berbagai proses organisasi untuk mencapai hasil yang diinginkan (Grant, 1991; Amit dan Schoemaker, 1993). Di mana Helfat dan Peteraf (2002) mendefinisikan sumber daya sebagai aset atau input untuk melakukan kegiatan produksi baik berwujud maupun tidak berwujud yang dimiliki dan dikendalikan oleh organisasi atau
Bogner dan Thomas (1994) mendefinisikan kompetensi inti sebagai keahlian khusus yang dimiliki organisasi dan pengetahuan yang diarahkan untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya. Selanjutnya kompetensi adalah keahlian yang memungkinkan organisasi mencapai dasar-dasar customer benefits
(Hamel dan Heene, 1994) melalui pembentukan, peningkatan, pembaharuan dan penggunaan sumber daya yang membawa pada keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Kompetensi didasarkan pada informasi, proses-proses berwujud dan tidak berwujud, dan mengembangkannya sepanjang waktu melalui interaksi yang kompleks di antara sumber daya (Amit dan Schoemaker, 1993). Kekuatan suatu organisasi yang tidak dapat dengan mudah ditandingi atau ditiru oleh pesaing disebut kompetensi (David, 2002). Kompetensi juga dinyatakan sebagai kemampuan mengorganisir pekerjaan dan menyampaikan nilai; kompetensi dapat meliputi komunikasi, keterlibatan dan Kompetensi didasarkan pada informasi, proses-proses berwujud dan tidak berwujud, dan mengembangkannya sepanjang waktu melalui interaksi yang kompleks di antara sumber daya (Amit dan Schoemaker, 1993). Kekuatan suatu organisasi yang tidak dapat dengan mudah ditandingi atau ditiru oleh pesaing disebut kompetensi (David, 2002). Kompetensi juga dinyatakan sebagai kemampuan mengorganisir pekerjaan dan menyampaikan nilai; kompetensi dapat meliputi komunikasi, keterlibatan dan
Barney (1991) menyajikan struktur yang lebih konkret dan komprehensif untuk mengidentifikasi pentingnya kompetensi untuk memperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Barney (1991) mengutarakan empat indikator sehingga kompetensi yang dimiliki organisasi dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan, yaitu: bernilai ( valuable) , merupakan kompetensi langka di antara organisasi- organisasi yang ada dan pesaing potensial ( rare ), tidak mudah ditiru ( inimitability ), dan tidak mudah digantikan ( non- substitutability ).
Kompetensi dalam studi ini mengacu pada pendapat Bogner dan Thomas (1994) yang mendefinisikan kompetensi inti sebagai keahlian khusus yang dimiliki organisasi dalam hal ini PTS dan pengetahuan yang diarahkan untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya. Dalam hal ini keahlian dan pengetahuan khusus yang dimiliki ditujukan pada keahlian dan pengetahuan yang dimiliki dosen, mengingat dosen memegang peran yang sangat penting dalam kesuksesan perguruan tinggi, selain itu, kompetensi dalam Kompetensi dalam studi ini mengacu pada pendapat Bogner dan Thomas (1994) yang mendefinisikan kompetensi inti sebagai keahlian khusus yang dimiliki organisasi dalam hal ini PTS dan pengetahuan yang diarahkan untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya. Dalam hal ini keahlian dan pengetahuan khusus yang dimiliki ditujukan pada keahlian dan pengetahuan yang dimiliki dosen, mengingat dosen memegang peran yang sangat penting dalam kesuksesan perguruan tinggi, selain itu, kompetensi dalam
Oliver (1997) memberikan perhatian pada sumber daya strategis dan berargumen bahwa sumber daya yang menghasilkan kompetensi haruslah langka, unik, khusus, tak berwujud, sulit diganti dan sulit ditiru. Meyer dan Utterback (1993) menekankan peran penting kompetensi
teknologi, penelitian dan pengembangan, kompetensi produksi dan manufaktur, serta kompetensi pemasaran. Selanjutnya Hamel dan Heene (1994) membagi kompetensi menjadi kompetensi akses-pasar, kompetensi yang berkaitan dengan integrasi, dan kompetensi dikaitkan dengan fungsionalitas. Hall (1994) percaya bahwa kemampuan fungsional, budaya, posisi, dan pengaturan sebagai pembentuk dan penentu keunggulan bersaing secara keseluruhan.
Berdasarkan berbagai penekanan tentang kompetensi di atas, studi ini fokus pada kompetensi pengetahuan sebagai dasar kompetensi inti. Selanjutnya, kompetensi pengetahuan tersebut haruslah langka, unik, khusus, tak berwujud, sulit diganti dan sulit ditiru (Oliver, 1997). Sehingga dimensi kompetensi yang digunakan dalam studi ini merupakan gabungan dari pendapat Oliver (1997) dan Barney (1991) yang terdiri dari: kompetensi yang bernilai, langka, sulit ditiru, dan sulit digantikan.
1. Bernilai ( valuable ) Kompetensi bernilai ( valuable competencies ) adalah kompetensi yang menciptakan nilai bagi suatu PTS dengan mengeksploitasi peluang-peluang atau menetralisir ancaman- ancaman dalam lingkungan eksternal PTS. Kompetensi dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan hanya ketika kompetensi tersebut bernilai ( valuable) . Kompetensi dikatakan bernilai ketika kompetensi tersebut menyebabkan PTS 1. Bernilai ( valuable ) Kompetensi bernilai ( valuable competencies ) adalah kompetensi yang menciptakan nilai bagi suatu PTS dengan mengeksploitasi peluang-peluang atau menetralisir ancaman- ancaman dalam lingkungan eksternal PTS. Kompetensi dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan hanya ketika kompetensi tersebut bernilai ( valuable) . Kompetensi dikatakan bernilai ketika kompetensi tersebut menyebabkan PTS
2. Langka ( rareness ) Kompetensi langka adalah kompetensi yang dimiliki oleh sedikit, jika ada, pesaing saat ini atau potensial. Kompetensi PTS yang bernilai namun dimiliki oleh sebagian besar pesaing yang ada atau pesaing potensial tidak dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Sebuah PTS dikatakan menikmati keunggulan bersaing ketika PTS tersebut dapat mengimplementasikan strategi penciptaan nilai yang tidak dapat dilakukan oleh sebagian besar PTS lainnya. Dengan kata lain, keunggulan
hanya ketika PTS mengembangkan dan mengeksploitasi kompetensi yang berbeda dari pesaingnya. Jika kompetensi yang bernilai tadi dimiliki oleh sebagian besar PTS, dan tiap-tiap PTS memiliki kemampuan untuk menggunakannya dengan cara dan teknik yang sama, dan selanjutnya mengimplementasikan strategi yang hampir sama maka dapat dikatakan tidak ada satupun PTS yang memiliki keunggulan bersaing.
bersaing
dihasilkan
3. Sulit Ditiru ( inimitability ) Kompetensi yang bernilai dan langka tersebut hanya dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan jika PTS lain yang tidak memilikinya, tidak dapat memperoleh kompetensi tersebut. Dalam istilah yang dibangun oleh Lippman dan Rumelt (1982) dan Barney (1986), kompetensi ini disebut sangat sulit ditiru ( imperfectly imiTabel ).
4. Sulit Digantikan ( Insubstitutability ) Kompetensi yang sulit digantikan adalah kompetensi yang tidak memiliki ekuivalen strategis. Dua sumber daya PTS yang bernilai (atau dua kumpulan sumber daya PTS ) ekuivalen secara strategis ketika tiap sumber daya itu dapat dieksploitasi 4. Sulit Digantikan ( Insubstitutability ) Kompetensi yang sulit digantikan adalah kompetensi yang tidak memiliki ekuivalen strategis. Dua sumber daya PTS yang bernilai (atau dua kumpulan sumber daya PTS ) ekuivalen secara strategis ketika tiap sumber daya itu dapat dieksploitasi
Berdasarkan berbagai penekanan tentang kompetensi di atas, studi ini fokus pada kompetensi pengetahuan sebagai dasar kompetensi inti. Selanjutnya, kompetensi pengetahuan tersebut haruslah langka, unik, khusus, tak berwujud, sulit diganti dan sulit ditiru (Oliver, 1997). Sehingga dimensi kompetensi yang digunakan dalam studi ini merupakan gabungan dari pendapat Oliver (1997) dan Barney (1991) yang terdiri dari: kompetensi yang bernilai, langka, sulit ditiru, dan sulit digantikan.
2.1.9 Teori Perencanaan Stratejik
Mohammed A.M. Al-Awadh (1996) mencoba mengembangkan keunggulan bersaing yang dipengaruhi oleh faktor pemilihan rencana strategis dan lingkungan. Hasil yang diperoleh dengan pengelolaan lingkungan dan perencanaan strategi yang tepat di industri yang berada di Arab, maka menjadi modal bagi perusahaan dalam memperoleh keunggulan bersaing.
Dalam perkembangannya konsep mengenai strategis mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini antara lain ditandai dengan berbagai definisi dari para ahli yang merujuk pada strategis. Strategis didefinisikan sebagai ” the science of planning and directing military operation ”. Pearce and Robinson (2000) strategik merupakan rencana utama suatu organisasi yang bertujuan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah satu fokus strategis adalah memutuskan apakah Dalam perkembangannya konsep mengenai strategis mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini antara lain ditandai dengan berbagai definisi dari para ahli yang merujuk pada strategis. Strategis didefinisikan sebagai ” the science of planning and directing military operation ”. Pearce and Robinson (2000) strategik merupakan rencana utama suatu organisasi yang bertujuan untuk menciptakan keunggulan bersaing. Dengan demikian salah satu fokus strategis adalah memutuskan apakah
Jauch dan Glueck (1997) mengemukakan bahwa perencanaan strategis adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategis organisasi dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama organisasi dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi.
Strategi harus dilaksanakan secara efektif, sehingga rencana strategis harus dipadukan dengan masalah operasional. Dengan kata lain, kemungkinan berhasil diperbesar oleh kombinasi perencanaan strategik yang baik dengan pelaksanaan strategis yang baik pula (Jauch dan Glueck ,1997). Hill dan Jones
(1998) meninjau strategis dari dua sisi yaitu: pertama ‟‟S trstegy is
a specific pattern of decisions and action that’s managers take to achieve an organization’s goals”.strategis dipandang sebagai pola khusus dari keputusan dan tindakan yang diambil menejer untuk mencapai tujuan organisasi.
Kedua yang juga dikemukakan oleh Mintzberg (1985) dalam Hill dan Jones (1998) bahwa strategis merupakan pola di dalam arus keputusan atau tindakan. Lebih jauh Mintzberg menekankan bahwa strategis melibatkan lebih dari sekedar perencanaan seperangkat tindakan. Strategis juga ternyata melibatkan kesadaran bahwa strategis yang berhasil justru muncul dari dalam organisasi. Dalam praktiknya, strategis pada kebanyakan organisasi merupakan kombinasi dari apa yang direncanakan dan apa yang terjadi. Oleh karena itu tidak semua rencana strategis dapat diimplementasikan, karena ada kalanya stategis yang dikehendaki ( intended stategy ) tidak dapat dijalankan sepenuhnya ( unrealized stategy ). Hal ini disebabkan Kedua yang juga dikemukakan oleh Mintzberg (1985) dalam Hill dan Jones (1998) bahwa strategis merupakan pola di dalam arus keputusan atau tindakan. Lebih jauh Mintzberg menekankan bahwa strategis melibatkan lebih dari sekedar perencanaan seperangkat tindakan. Strategis juga ternyata melibatkan kesadaran bahwa strategis yang berhasil justru muncul dari dalam organisasi. Dalam praktiknya, strategis pada kebanyakan organisasi merupakan kombinasi dari apa yang direncanakan dan apa yang terjadi. Oleh karena itu tidak semua rencana strategis dapat diimplementasikan, karena ada kalanya stategis yang dikehendaki ( intended stategy ) tidak dapat dijalankan sepenuhnya ( unrealized stategy ). Hal ini disebabkan
Merujuk pada beberapa pendapat mengenai strategis, maka proses manajemen strategis merupakan implementasi dari strategis-strategi terpilih (merujuk pada sasaran dan pola pengambilan keputusan) serta biasanya berupa siklus yang cenderung berulang. Dengan kata lain proses manajemen strategis akan sangat bersifat kontekstual, dimensional yaitu sejalan dengan karakteristik organisasi yang menetapkan strategis- strategi tersebut.
Rencana strategis PTS adalah suatu rencana jangka panjang yang bersifat menyeluruh, memberikan rumusan ke mana PTS akan diarahkan, dan bagaimana sumberdaya dialokasikan untuk mencapai tujuan selama jangka waktu tertentu dalam berbagai kemungkinan keadaan lingkungan.
Perencanaan stratejik hadir sekitar pertengahan tahun 1960-an dan para pimpinan organisasi mengakui bahwa perencanaan stratejik merupakan ”the one best way” untuk memutuskan dan mengimplementasikan strategi yang dapat meningkatkan kompetitif pada setiap unit bisnis.
Perencanaan stratejik merupakan cara yang melibatkan pemikiran melalui sebuah karya, penciptaan dari fungsi manajemen staf baru yaitu munculnya ahli perencanaan, dimana sistem perencanaan ini merupakan strategi yang bagus sebagai suatu tahapan strategi yang akan diterapkan para pelaku bisnis, manajer organisasi dan mengarahkan agar tidak membuat kekeliruan (Mintzberg,H.1994).
Menurut (Allison, Kaye,2005) definisi perencanaan stratejik adalah proses sistematik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan diantara stakeholder utama tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap terhadap lingkungan operasi. Perencanaan stratejik khususnya digunakan untuk mempertajam fokus organisasi, agar semua sumber organisasi digunakan secara optimal untuk melayani misi organisasi itu. Artinya bahwa perencanaan stratejik menjadi pedoman sebuah organisasi harus tanggap terhadap lingkungan yang dinamis dan sulit diramal. Perencanaan stratejik menekankan pentingnya membuat keputusan-keputusan yang menempatkan organisasi untuk berhasil menanggapi perubahan lingkungan. Fokus perencanaan stratejik adalah pada pengelolaan stratejik, artinya penerapan pemikiran stratejik pada tugas memimpin sebuah organisasi guna mencapai maksudnya.
Pemahaman lain dari perencanaan stratejik menurut Shrader,Taylor dan Dalton (1984) adalah perencanaan jangka panjang yang tertulis dimana didalamnya terdiri dari kesepakatan misi dan tujuan organisasi. Beberapa dimensi dari perencanaan stratejik telah dikemukakan Frederickson,(1986) menurut kategori yaitu: inisiasi proses, aturan tujuan, arti dan akhir dari hubungan, penjelasan dari pelaksanaan stratejik dan tingkat keputusan yang terintergrasi
Menurut Wheelen dan Hunger (2000) perencanaan strategik merupakan himpunan dari putusan dan tindakan manajerial yang menentukan performansi badan usaha dalam jangka panjang. Perencanaan strategik mencakup perumusan, implementasi, dan evaluasi atau pengendalian strategi. Dengan demikian, studi mengenai manajemen strategi menitikberatkan pada kegiatan untuk memantau dan mengevaluasi peluang dan kendala lingkungan, di samping kekuatan dan kelemahan Menurut Wheelen dan Hunger (2000) perencanaan strategik merupakan himpunan dari putusan dan tindakan manajerial yang menentukan performansi badan usaha dalam jangka panjang. Perencanaan strategik mencakup perumusan, implementasi, dan evaluasi atau pengendalian strategi. Dengan demikian, studi mengenai manajemen strategi menitikberatkan pada kegiatan untuk memantau dan mengevaluasi peluang dan kendala lingkungan, di samping kekuatan dan kelemahan
Di pihak lain, kebijakan bisnis merupakan studi yang sifatnya integratif dan komprehensif karena lebih cenderung melihat ke dalam organisasi, dengan menitikberatkan pada masalah efisiensi atas utilitas sumber daya yang dimiliki organisasi. Dengan demikian, kebijakan bisnis memfokuskan pada perumusan pedoman umum yang memungkinkan pencapaian yang lebih baik atas misi dan tujuan organisasi. Jadi, dalam manajemen strategis tercakup juga kebijakan bisnis, tetapi dengan penekanan yang lebih besar pada aspek lingkungan dan strategi.
Berdasarkan penelitian para pakar secara umum, disimpulkan bahwa perencana mengalahkan non-perencana, pemikirannya adalah bahwa organisasi yang memiliki rencana formal lebih unggul dibandingkan dengan rencana informal, karena proses penulisan rencana mengharuskan untuk menuangkan ide-ide dan tujuan-tujuan untuk dipikirkan secara matang (Hopkins and Hopkins,1997; Rue dan Ibrahim,1998; Shrader et al.1989). Pendapat ini juga didukung oleh Robinson dan pearce (1984) yang dikutip oleh Shrader et al . (1989) bahwa makin rumit proses perencanaan maka makin baik pula kinerja organisasi.
Proses perencanaan terdiri dari tiga komponen utama (Armstrong, 1982 dalam Shrader et al, 1989; Robinson and pearce,1984) yaitu : (1) perumusan, yang meliputi pengembangan misi, penentuan tujuan utama, penilaian lingkungan eksternal dan internal dan evaluasi serta pemilihan alternatif; (2) penerapan; dan (3) pengendalian
Kaitan selanjutnya mengenai pengembangan perencanaan stratejik adalah pada penciptaan keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Hal ini tercapai ketika kemampuan manajemen dan menggunakan kreasi dan mengimplentasikan strategi agar tahan pada keunggulan yang banyak terjadi peniruan, mampu menciptakan faktor hambatan dalam jangka waktu yang lama (Bharawaj, Varadarajan dan Fahy,1993; Grant,1995; Mahoney dan Pandian,1992; Rumelt,1984).
Perencanaan strategi merupakan sebuah rencana tertulis jangka panjang, yang didalamnya menyatakan misi organisasi dan pernyataan tujuan organisasi. Perencanaan strategi juga dianggap memberikan substansi dimana kinerja organisasi dapat dikontrol dan diukur (Rue dan Ibrahim,1998; Shrader et al. 1989). Ditambahkan pula menurut (Hopkins and Hopkins,1997) perencanaan strategi adalah sebagai proses penggunaan kriteria sistematis dan investigasi yang sangat teliti untuk merumuskan, menetapkan
strategi serta mendokumentasikan harapan-harapan organisasi secara formal. Perencanaan strategi biasanya mencakup periode waktu satu sampai lima tahun (Matthews &Scott,1995; Rue & Ibrahim,1998; Robinson and pearce,1997; Shrader et al ,1984). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan stratejik menjadi pedoman sebuah organisasi untuk tanggap terhadap lingkungan yang dinamis dan sulit diramal. Perencanaan stratejik menekankan pentingnya membuat keputusan-keputusan yang menempatkan organisasi untuk berhasil menanggapi perubahan lingkungan. Proses perencanaan strategi ini adalah suatu pemikiran stratejik ( strategic thinking ) dari para pemilik usaha. Perencanaan strategi tidak harus bersifat formal namun pemikiran stratejik ini setidaknya mensistesiskan intuisi dan kreativitas wirausaha kedalam visi masa depan (Rambat,2002).
dan
mengendalikan
Terdapat dua proses dalam sistem perencanaan strategik, yaitu pertama proses mental creation yang meliputi empat tahap : (1) perumusan strategi, (2) perencanaan strategi, (3) penyusunan program, dan (4) penyusunan anggaran,
Proses yang kedua adalah proses physical creation yang meliputi dua tahap yaitu implementasi, dan pemantauan. Untuk mengetahui penggambaran secara jelas sistem perencanaan strategik dapat dilihat seperti pada Gambar 2.3 sebagai berikut :
Gambar 2.1. Sistem Perencanaan Strategik
Perumusan Hasil
Analisis
Lingkungan
Strategik Makro dan Industri, Misi Visi dan Keyakinan dasar, Nilai dasar, Tujuan dan Strategik
Rencana Strategik: Perencanaan
Sasaran strategik
Strategik
Target
Inisiatif Strategik
Men tal creation procces
Penyusunan Program
Program
Sistem manajemen strategik
phisical creation procces
Implementasi
Pelaksanaan Rencana
Pemantauan
Umpan Balik
Sumber : Mulyadi (2001)
Secara teknis, perumusan strategi dapat ditentukan melalui tiga tahap ( three-stage ) kerangka kerja. Model tersebut dapat digunakan untuk membantu para ahli strategi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi-strategi Secara teknis, perumusan strategi dapat ditentukan melalui tiga tahap ( three-stage ) kerangka kerja. Model tersebut dapat digunakan untuk membantu para ahli strategi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi-strategi
Gambar 2.2 Tiga Tahap Pelaksanaan untuk Menentukan Strategi Utama
Sumber: Husein Umar (2005)
Perencanaan strategik dapat dipandang sebagai hal yang mencakup tiga macam elemen utama. Pertama , terdapat adanya analisis strategis dimana penyusun strategis yang bersangkutan berupaya untuk memahami posisi strategis organisasi yang bersangkutan. Kedua , terdapat pula adanya pilihan strategis yang berhubungan dengan perumusan aneka macam arah tindakan, evaluasinya, dan pilihan antara mereka. Ketiga , terdapat implementasi strategis yang berhubungan dengan merencanakan bagaimana pilihan strategis dapat dilaksanakan.
Konsep manajemen modern menunjukkan bahwa badan usaha atau organisasi yang melakukan suatu kegiatan ekonomi tidaklah berdiri sendiri, melainkan, berada dalam lingkungan ( environment ) yang saling berpengaruh. Suatu organisasi akan selalu berada di tengah lingkungan yang terdiri dari pemerintah, masyarakat sosial, pelanggan, pemasok, pegawai, atau karyawan, dan industri sejenis yang merupakan pesaing. Kemampuan PTS menempatkan
lingkungan dengan memperhitungkan dan mengevaluasi kondisi dirinya dari faktor- faktor lingkungan yang berpengaruh dan saling mempengaruhi didalam proses pengambilan keputusan untuk suatu rencana tindakan ataupun kebijakan dalam mengelola organisasi adalah suatu bentuk manajemen strategis
posisinya
dalam
Setiap organisasi termasuk PTS penting memahami operasionalisasi
dipandang mampu meningkatkan
manajemen
yang
dalam menghadapi ketidakpastian. Berdasarkan hasil studi di luar negeri, ditemukan bahwa perencanaan strategik dapat membantu meningkatkan kinerja organisasi. Karena dengan menggunakan pendekatan tersebut aktivitas organisasi dapat dikontrol dan indikator keberhasilannya dapat diukur (Andersen, Torben Juul, 2000). Menyimpulkan bahwa perencanaan strategik menguntungkan
kinerja
usahanya usahanya
Penelitian ini menggunakan konsep perencanaan strategik yang digunakan oleh BAN-PT dalam menilai renstra PTS (panduan hibah renstra PTS dikti 2013) yang terdiri dari 4 (empat) kriteria penilaian.
2.1.8.3. Perencanaan Strategik Perguruan Tinggi yang di Kelola Masyarakat (PTS)
Pendidikan Tinggi semakin dibutuhkan oleh masyarakat dan negara karena semakin bergesernya perekonomian dunia pada ekonomi berbasis pengetahuan. Perguruan tinggi juga dipandang sebagai salah satu sumber inovasi dan solusi bagi kemajuan bangsa, baik melalui temuan di bidang industri, pertanian, kesehatan, infrastruktur, maupun sosial-ekonomi secara luas. Saat ini, Ditjen Dikti mengelola sekitar 3.100 perguruan tinggi yang berbentuk Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Akademi, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh Masyarakat.
Keberadaan PTS salah satunya adalah membantu upaya peningkatan akses serta menaikkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi. Peran perguruan tinggi dalam menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan pengembangan IPTEK, perlu dikelola secara baik sesuai Keberadaan PTS salah satunya adalah membantu upaya peningkatan akses serta menaikkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi. Peran perguruan tinggi dalam menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan pengembangan IPTEK, perlu dikelola secara baik sesuai
Adapun kriteria penilaian komponen utama dalam program panduan hibah renstra PTS yang diselenggarakan oleh dikti yaitu; (1) Kepemimpinan dan komitmen institusi (2) Kualitas evaluasi diri (3) Mutu dan relevansi kegiatan (4) Kelayakan implementasi dan keberlanjutan program.
Program ini dimaksudkan untuk mendorong perguruan tinggi dalam merencanakan pengembangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya serta sejalan dengan rencana strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
2.1.8.4. Manfaat Perencanaan strategik
Dalam pendekatan manajemen strategic/ perencanaan strategik, manajer pada semua level perusahaan/organisasi berintraksi dalam perencanaan dan implementasinya. Karena itu penilaian yang akurat mengenai dampak formulasi strategic terhadap kinerja tidak hanya memerlukan kreteria evaluasi keuangan tetapi juga non keuangan, yaitu pengukuran dampak yang berbasis perilaku. Faktanya, mendorong konsekuensi perilaku yang positif memungkinkan perusahaan untuk mencapai tujuan keuangan, beberapa dampak perilaku manajemen strategic meningkatkan kesejahteraan meliputi (pearce & FRobinson, 2007):
1) Aktivitas formulasi strategic memeprkuat kemampuan
perusahaan untuk mencegah timbulnya masalah.
2) Keputusan strategic berbasis kelompok kemungkinan besar akan diambil dari alternative terbaik yang tersedia.
3) Keterlibatan karyawan dalam formulasi strategic meningkatkan pemahaman mereka mengenai hubungan antara produktivitas dengan imbalan pada setiap rencana strategic, sehingga hal ini meningkatkan motivasi mereka.
4) Kesenjangan dan tumpan tindih aktivitas antar individu dan kelompok akan berkurang karena partisipasi dalam formulasi strategic menglarifikasi perbedaan peran.
5) Resistensi terhadap perubahan akan berkurang. Perusahaan yang akan melaksanakan perencaan strategic
formal mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berhasil dari pada mereka yang tidak melaksanakan, dengan beberapa alas an berikut (Jouch & Glueck, 2004):
1) Manajemen
merupakan satu cara mensitematisasi berbagai keputusan bisnis yang paling penting. Bisnis mencakup risiko besar dan manajemen strategic berusaha menyediakan data sehingga spekulasi yang beralasan dan berdasar informasi dapat dilakukan bila diperlukan.
strategic
2) Manajemen strategic membantu mendidik para manajer agar menjadi pengambil keputusan yang lebih baik. Hal ini juga membantu meneliti masalah pokok perusahaan.
3) Manajemen
membantu meningkatkan komunikasi perusahaan, koordinasi proyek, alokasi sumber daya, dan perencanaan jangka pendek seperti penyusunan anggaran.
strategic
Dengan mensimulasikan penerapan manajemen strategic dalam kasus dan permainan, maka manajemen strategic membantu membina pengetahuan tentang manajemen dan mengembangkan sikap yang diperlukan untuk menjadi ahli bisnis dan praktisi yang berhasil. Organisasi yang menrapkan manajemen strategic secara umum lebih unggul dari organisasi yang tidak menerapkan (Wheelen &Hungar, 2004).
Manajemen strategic dengan demikian, dapat berfungsi sebagai sarana mengkomunikasikan tujuan organisasi dan cara untuk mencapai tujuan tersebut, kepada pemilik, eksekutif, karyawan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Berbagai pihak khususnya yang memilii kepentingan langsung terhadap organisasi, dapat lebih memahami peluang dan tantangan organisasi yang dihadapi. Mereka akan memiliki kepekaan yang cukup terhadap lingkungan, dan disaat yang bersamaan memiliki kesiapan yang cukup pula jika suatu saat perusahaan memutuskan untuk melakukan peruabahan internal. Karena itu mereka diharapkan memiliki sikap yang proaktif atau tidak sekedar reaktif dalam menyikapi perubahan lingkungan bisnis.
2.1.10 Teori Keunggulan Bersaing
Keunggulan bersaing sebuah PTS harus didasarkan pada sumber daya khusus yang menjadi penghalang ( barriers ) aktivitas peniruan dan ancaman pengganti ( imitation dan substitution ) produk atau jasa PTS . Meningkatnya tekanan persaingan dapat menurunkan keunggulan bersaing PTS. Hal ini mengindikasikan bahwa bagi sebuah PTS, agar tetap bertahan hidup ( survive ) di tengah tekanan persaingan yang semakin tajam, PTS harus mengambil tindakan yang dapat mempertahankan dan memperkuat kompetensinya yang unik (Reed dan DeFillipi, 1990, ferdinand, 2002).
Organisasi atau institusi yang berada di dalam persaingan yang sama secara strategis biasanya memiliki sumber daya, fisik, manusia, organisasi, yang homogen (sama), baik jumlah maupun jenisnya. Konsekuensinya mereka akan menerapkan strategi yang sama dan memperbaiki efektivitas dan efisiensi mereka dengan cara yang sama pula. Pada kondisi seperti ini justru keunggulan bersaing berkelanjutan yang dimiliki oleh sebuah PTS tidak dapat eksis. Ada dua alasan yang menyebabkan keunggulan bersaing berkelanjutan tidak dapat eksis ketika sumber daya PTS pada industri secara sempurna homogen dan berpindah-pindah.
Alasan pertama yang menyebabkan keunggulan bersaing berkelanjutan tidak dapat eksis ketika sumber daya organisasi pada industri secara sempurna homogen dan berpindah-pindah adalah apa yang disebut dengan keunggulan penggerak pertama (Lieberman dan Montgomery, 1988, Barney, 1991).
Penggerak pertama adalah organisasi dalam sebuah industri yang untuk pertama kalinya melaksanakan strategi yang dapat menghasilkan keunggulan bersaing berkelanjutan melebihi organisasi lain. Organisasi yang masuk kategori ini mungkin mendapatkan akses atas saluran distribusi, mengembangkan kebijaksanaan
dengan pelanggan atau mengembangkan reputasi positif, sebelum semua organisasi melaksanakan strategi selanjutnya. Untuk bisa menjadi penggerak pertama dalam pelaksanaan strategi, sebuah organisasi harus memiliki pengetahuan mengenai peluang yang berhubungan dengan pelaksanaan strategi yang tidak dimiliki oleh organisasi lain dalam sebuah industri atau oleh organisasi yang masuk secara potensial (Lieberman dan Montgomery, 1988 , Barney, 1991).
yang
bagus
Alasan kedua yang menyebabkan keunggulan bersaing berkelanjutan tidak dapat eksis ketika sumber daya organisasi pada industri secara sempurna homogen dan berpindah-pindah Alasan kedua yang menyebabkan keunggulan bersaing berkelanjutan tidak dapat eksis ketika sumber daya organisasi pada industri secara sempurna homogen dan berpindah-pindah
Pencarian akan posisi saing yang berkelanjutan di dalam suatu industri, mensyaratkan organisasi untuk memahami dan memprediksikan rivalitas, atau perilaku pasar interaktif (Scherer & Ross, 1990 dalam ferdinand,2002). Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa tindakan dan respon memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja (Chen & Hambrick, 1995, ferdinand 2002). Semakin besar jumlah gerakan bersaing yang diawali suatu organisasi, maka semakin baik kinerjanya.
Berdasarkan studi yang dikembangkan oleh Hal (1994), dapat dikemukakan bahwa keunggulan bersaing berkelanjutan memiliki dua aspek utama, yaitu pertama berkaitan dengan sustainabilitas dari sumber daya kunci yang digunakan dan yang kedua yaitu durabilitas dari superioritas yang dimiliki oleh berbagai sumber daya kunci tersebut atas apa yang dimiliki pesaing. Secara khusus akan nampak bagaimana dampak dari Berdasarkan studi yang dikembangkan oleh Hal (1994), dapat dikemukakan bahwa keunggulan bersaing berkelanjutan memiliki dua aspek utama, yaitu pertama berkaitan dengan sustainabilitas dari sumber daya kunci yang digunakan dan yang kedua yaitu durabilitas dari superioritas yang dimiliki oleh berbagai sumber daya kunci tersebut atas apa yang dimiliki pesaing. Secara khusus akan nampak bagaimana dampak dari
Porter (1996) mengaitkan strategi dengan upaya organisasi untuk mencapai keunggulan bersaing, bahkan dikatakan bahwa strategi adalah alat penting dalam rangka mencapai keunggulan bersaing. Hal tersebut sejalan dengan tujuan strategi yaitu untuk mempertahankan atau mencapai suatu posisi keunggulan dibandingkan dengan pihak pesaing (Karhi Nisjar, 1997). Implikasi dari kajian tersebut adalah bahwa organisasi dikatakan masih meraih suatu keunggulan apabila ia dapat memanfaatkan peluang-peluang dari lingkungannya, yang memungkinkan organisasi untuk menarik keuntungan-keuntungan dari bidang-bidang yang menjadi kekuatannya.
Organisasi dikatakan memiliki keunggulan bersaing ketika melaksanakan strategi yang menciptakan nilai yang tidak secara simultan dilaksanakan oleh pesaing yang potensial (Ferdinand, 2003). Sebelumnya, Porter, Ferdinand, 2003) telah menjelaskan bahwa keunggulan bersaing dapat dilanjutkan melalui penegakan halangan untuk masuk oleh pesaing potensial, seperti skala dan cakupan ekonomi, pengaruh kurva pengalaman atau pembelajaran, diferensiasi produk, persyaratan modal, dan biaya karena berpindahnya pembeli. Disamping itu, kerangka pikir Porter juga mengakui ancaman produk pengganti, seperti halnya bargaining power pembeli dan supplier sebagai moderator potensial dalam mencapai keunggulan bersaing.
Untuk mencapai keunggulan kompetitif semua organisasi tidak akan lepas dari lingkungan struktur industri. Struktur industri mempunyai kekuatan saling tarik menarik bagi peserta di dalamnya yang mampu menjadikan peserta unggul (prestasi pada setiap lini) dan memimpin pasar, atau sebaliknya, keluar dari arena. Untuk memahami keunggulan kompetitif serta bagaimana Untuk mencapai keunggulan kompetitif semua organisasi tidak akan lepas dari lingkungan struktur industri. Struktur industri mempunyai kekuatan saling tarik menarik bagi peserta di dalamnya yang mampu menjadikan peserta unggul (prestasi pada setiap lini) dan memimpin pasar, atau sebaliknya, keluar dari arena. Untuk memahami keunggulan kompetitif serta bagaimana
Secara umum Porter (1998) menyatakan, bahwa dalam suatu industri apakah itu menghasilkan produk atau jasa, kemampuan suatu organisasi atau organisasi dalam persaingan akan ditentukan oleh lima kekuatan bersaing yaitu: (1) Ancaman masuknya pesaing-pesaing baru; (2) Ancaman dari produk pengganti; (3) Kekuatan tawar-menawar pembeli; (4) Kekuatan tawar-menawar pemasok; dan (5) Persaingan diantara para pesaing yang ada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
2.1 mengenai lima kekuatan bersaing menurut Porter.