3. Lima kekuatan bersaing Porter

Gambar 2.3. Lima kekuatan bersaing Porter

POTENTIAL ENTRANTS

Threat of new Entries Bargaining Power of

Bargaining Power of Suppliers

SUPPLIER BUYERS

Rivalry Among existing Firm

Threat of substitutes product or service

SUBSTITUTES

Sumber:Porter, (1998)

Kelima faktor kekuatan bersaing tersebut merupakan masalah konkrit yang juga harus dihadapi oleh suatu perguruan tinggi. Perihal ancaman masuknya pesaing-pesaing baru misalnya, dalam industri pendidikan tinggi sangat jelas dirasakan. Dari tahun ke tahun jumlah perguruan tinggi, khususnya PTS semakin bertambah. PTS baru selalu bermunculan dan menjamur baik di wilayah-wilayah kota maupun di daerah-daerah khususnya di Indonesia. Perguruan tinggi yang baru didirikan ini sesungguhnya dapat menjadi ancaman bagi perguruan tinggi yang sudah lama atau yang sudah ada, paling tidak dari sisi kapasitas daya serap dan pangsa pasar, jelas perebutan pangsa pasar semakin ketat dengan semakin bertambahnya jumlah perguruan tinggi tersebut, dan lebih-lebih jika yang baru tersebut mempunyai nilai unggul dibandingkan dengan perguruan tinggi yang sudah ada. Tidak menutup kemungkinan, jika perguruan tinggi yang baru tersebut dikelola dengan profesional akan lebih unggul dari perguruan tinggi yang sudah ada. Sehingga tidak ada jaminan, bahwa perguruan tinggi yang sudah lama berdiri adalah yang lebih baik dibandingkan dengan yang baru. Dalam hal ancaman dari produk pengganti juga merupakan hal yang harus mendapat perhatian penting. Menurut Kotler dan Goldgehn, Kotler (2001) bahwa: kepentingan untuk memprioritaskan kerja ketimbang sekolah, menjamurnya berbagai program-program pendidikan dan pelatihan di tempat kerja ( on-the-job training ), dan kursus-kursus singkat ( short course ) yang bersifat nonformal, merupakan beberapa produk pengganti yang dapat menjadi ancaman bagi suatu perguruan tinggi dalam membentuk keunggulan bersaingnya. Ancaman produk pengganti yang dimaksud bukan berarti bersifat negatif, tetapi lebih berupa suatu dorongan positif atau motivator bagi perguruan tinggi untuk Kelima faktor kekuatan bersaing tersebut merupakan masalah konkrit yang juga harus dihadapi oleh suatu perguruan tinggi. Perihal ancaman masuknya pesaing-pesaing baru misalnya, dalam industri pendidikan tinggi sangat jelas dirasakan. Dari tahun ke tahun jumlah perguruan tinggi, khususnya PTS semakin bertambah. PTS baru selalu bermunculan dan menjamur baik di wilayah-wilayah kota maupun di daerah-daerah khususnya di Indonesia. Perguruan tinggi yang baru didirikan ini sesungguhnya dapat menjadi ancaman bagi perguruan tinggi yang sudah lama atau yang sudah ada, paling tidak dari sisi kapasitas daya serap dan pangsa pasar, jelas perebutan pangsa pasar semakin ketat dengan semakin bertambahnya jumlah perguruan tinggi tersebut, dan lebih-lebih jika yang baru tersebut mempunyai nilai unggul dibandingkan dengan perguruan tinggi yang sudah ada. Tidak menutup kemungkinan, jika perguruan tinggi yang baru tersebut dikelola dengan profesional akan lebih unggul dari perguruan tinggi yang sudah ada. Sehingga tidak ada jaminan, bahwa perguruan tinggi yang sudah lama berdiri adalah yang lebih baik dibandingkan dengan yang baru. Dalam hal ancaman dari produk pengganti juga merupakan hal yang harus mendapat perhatian penting. Menurut Kotler dan Goldgehn, Kotler (2001) bahwa: kepentingan untuk memprioritaskan kerja ketimbang sekolah, menjamurnya berbagai program-program pendidikan dan pelatihan di tempat kerja ( on-the-job training ), dan kursus-kursus singkat ( short course ) yang bersifat nonformal, merupakan beberapa produk pengganti yang dapat menjadi ancaman bagi suatu perguruan tinggi dalam membentuk keunggulan bersaingnya. Ancaman produk pengganti yang dimaksud bukan berarti bersifat negatif, tetapi lebih berupa suatu dorongan positif atau motivator bagi perguruan tinggi untuk

Selanjutnya mengenai faktor kekuatan tawar menawar pembeli, adalah faktor kekuatan terutama berasal dari dunia kerja atau pasar kerja. Dilihat dari pasar atau dunia kerja ini, perguruan tinggi tentunya dituntut untuk mempunyai daya tawar ( bargaining position ) yang lebih tinggi atau paling tidak seimbang, bukan sebaliknya dunia kerja mempunyai posisi tawar yang lebih kuat sehingga seperti yang terjadi di kebanyakan output perguruan tinggi kita, dimana para lulusannya tidak mampu seluruhnya untuk diserap pasar dengan baik dan terjadi pengangguran lulusan perguruan tinggi yang semakin lama semakin membengkak. Hal ini dapat terjadi salah satu penyebabnya adalah karena masih lemahnya posisi tawar lulusan perguruan tinggi tersebut dibandingkan dengan dunia kerja. Kenyataan ini merupakan kelemahan riil yang selama ini dirasakan dan harus mendapatkan perhatian serius, baik oleh masyarakat pengelola perguruan tinggi itu sendiri, maupun oleh pihak pemerintah sebagai pengayom bagi masyarakat pada umumnya, khususnya bagi masyarakat pendidikan tinggi dalam menghasilkan output pendidikan yang bermutu.

Untuk kekuatan pemasok, tercermin antara lain berasal dari masyarakat pemakai jasa pendidikan, terutama orang tua mahasiswa dan calon mahasiswa sebagai pengguna jasa pendidikan. Suatu perguruan tinggi harus mampu menyesuaikan dirinya dengan kemampuan sosial ekonomi masyarakat, tidak berorientasi pada kapitalisasi pendidikan tetapi lebih pada tujuan mulia pendidikan, yaitu bagaimana upaya untuk menciptakan kecerdasan masyarakat dan kemaslahatan pendidikan tinggi bagi masyarakat dalam jangka panjang bukan tujuan sesaat, sehingga perguruan tinggi tidak hanya berpihak bagi mereka yang Untuk kekuatan pemasok, tercermin antara lain berasal dari masyarakat pemakai jasa pendidikan, terutama orang tua mahasiswa dan calon mahasiswa sebagai pengguna jasa pendidikan. Suatu perguruan tinggi harus mampu menyesuaikan dirinya dengan kemampuan sosial ekonomi masyarakat, tidak berorientasi pada kapitalisasi pendidikan tetapi lebih pada tujuan mulia pendidikan, yaitu bagaimana upaya untuk menciptakan kecerdasan masyarakat dan kemaslahatan pendidikan tinggi bagi masyarakat dalam jangka panjang bukan tujuan sesaat, sehingga perguruan tinggi tidak hanya berpihak bagi mereka yang

Faktor lainnya yang juga akan mempengaruhi keunggulan bersaing perguruan tinggi adalah adanya kekuatan persaingan antar lembaga pendidikan yang sudah ada dalam industri pendidikan. Ketatnya tingkat persaingan antar perguruan tinggi yang sudah ada semakin lama semakin terasa secara jelas. Perguruan tinggi yang kurang mempunyai keunggulan terlihat semakin menurun kinerjanya dan tidak berkembang baik. Sebaliknya perguruan tinggi yang dikelola dengan cara yang profesional akan semakin kuat dan mapan sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi yang bermutu. Persaingan antar perguruan tinggi semakin kompleks menuntut setiap perguruan tinggi tersebut untuk lebih tanggap terhadap lingkungan persaingan, karena itu pengelolaan perguruan tinggi secara profesional mutlak diperlukan, dalam arti pengelolaan perguruan tinggi tersebut dilakukan secara efektif dan efisien. Harus menjadi perhatian bahwa, tujuan perguruan tinggi bukanlah berorientasi pada profit atau pencarian keuntungan, namun demikian bukan pula suatu badan amal, akan tetapi sesungguhnya perguruan tinggi sebagai suatu industri yang mempunyai tujuan mulia, selayaknya dikelola secara profesional, beradab, dan berkarsa tinggi untuk membentuk suatu perguruan tinggi yang mempunyai keunggulan bersaing.

Bagi perguruan tinggi, keunggulan bersaing dapat dibentuk melalui banyak cara. Kotler dan Fox (2001) menyatakan, dalam persaingannya suatu perguruan tinggi dapat menggunakan asset pemasaran (marketing asset) untuk membentuk keunggulan bersaing. Aset pemasaran tersebut antara lain adalah melalui aspek-aspek berikut :

a. Mutu program pendidikan ( program quality ), yaitu keunggulan bersaing perguruan tinggi dapat diciptakan dengan mengutamakan pada mutu program pendidikan yang ditawarkan. Tentunya mutu program pendidikan tersebut adalah yang tercermin dari mulai input, proses, output hingga outcome pendidikan yang dihasilkan.

b. Diferensiasi program pendidikan ( program uniqueness ), yaitu keunggulan karena keunikan atau diferensiasi program pendidikan yang ditawarkan. Jadi suatu perguruan tinggi dapat memiliki nilai keunggulan karena program pendidikan yang ditawarkannya berbeda dengan pesaing, dan selain berbeda juga program tersebut sesungguhnya dibutuhkan oleh suatu segmen pasar tertentu dalam jangka panjang.

c. Biaya atau harga ( price) , yaitu keunggulan karena biaya pendidikannya sesuai dan layak dengan program pendidikan serta jasa layanan pendidikan yang ditawarkannya. Biaya bukan berarti biayanya harus paling murah, atau sebaliknya sangat mahal, tetapi yang dimaksud adalah kesesuaian antara mutu program dan jasa layanan pendidikan yang ditawakan dengan biayanya, sehingga sesungguhnya jika dikalkulasi antara biaya ( cost) dan manfaat ( benefit ), maka akan memberikan hasil penilaian bahwa biaya pendidikannya layak, dan dirasakan lebih rendah dibandingkan pesaing.

d. Reputasi lembaga ( reputation ), yaitu keunggulan bersaing suatu perguruan tinggi dikarenakan adanya reputasi atau citra baik perguruan tinggi tersebut di mata masyarakatnya. Penilaian reputasi tersebut baik yang berasal dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal) perguruan tinggi. Pembentukan reputasi atau citra ini bukanlah sesuatu yang mudah, karena citra yang dibentuk merupakan akumulasi penilaian yang membutuhkan waktu tidak sebentar. Suatu perguruan tinggi yang sudah mempunyai citra kurang baik di mata masyarakatnya, sangat sulit untuk memulihkan citranya kearah yang lebih baik. Sebaliknya, citra baik suatu perguruan tinggi yang sudah terbentuk memerlukan upaya dan komitmen yang sungguh-sungguh

mempertahankan dan meningkatkannya.

untuk

e. SDM lembaga yang berkualifikasi baik, yaitu keunggulan bersaing karena suatu perguruan tinggi memiliki SDM, yaitu terdiri dari para pimpinan, dosen-dosen, karyawan, dan mahasiswanya yang berkualifikasi baik. SDM yang dimaksud terdiri dari para pimpinan yang profesional, dosen-dosen yang memenuhi dan memiliki kualifikasi yang memenuhi syarat dan kompetensi sangat baik, karyawan yang berkinerja tinggi, serta mahasiswa- mahasiswanya yang bermutu.

Selain kelima unsur tersebut di atas, mungkin terdapat pula berbagai unsur lain sebagai asset pemasaran yang dapat membentuk keunggulan bersaing perguruan tinggi, yang tidak teridentifikasi dalam kelima aspek pada poin di atas. Tentunya untuk mendapatkan keunggulan bersaing, suatu perguruan tinggi dapat menekankan pada salah satu aspek atau beberapa aspek Selain kelima unsur tersebut di atas, mungkin terdapat pula berbagai unsur lain sebagai asset pemasaran yang dapat membentuk keunggulan bersaing perguruan tinggi, yang tidak teridentifikasi dalam kelima aspek pada poin di atas. Tentunya untuk mendapatkan keunggulan bersaing, suatu perguruan tinggi dapat menekankan pada salah satu aspek atau beberapa aspek

2.1.10.1. Keunggulan Bersaing PTS

Istilah mengenai keunggulan bersaing tidak selalu harus menjadi milik organisasi yang berorientasi pada profit saja melainkan juga dapat digunakan untuk organisasi nonprofit seperti perguruan tinggi. PTS sebagai institusi non-profit juga mengenal konsep keunggulan bersaing sebagai hasil kinerja jangka panjang PTS tersebut. Pada umumnya keunggulan bersaing muncul dari suatu proses jangka panjang (Ferdinand, 2003).

Konsep keunggulan bersaing ( competitive adva nta ge ) menurut Day dan Wensley (dalam Istanto,2010) diartikan sebagai kompetisi yang berbeda dalam keunggulan keahlian dan sumber daya. Secara luas menunjukkan apa yang diteliti di pasar yaitu keunggulan posisioning berdasarkan adanya customer va lue yang unggul atau pencapaian biaya relatif yang lebih rendah dan menghasilkan pangsa pasar dan kinerja yang menguntungkan.

Cravens (1996) mengemukakan bahwa keunggulan bersaing seharusnya dipandang sebagai suatu proses dinamis Cravens (1996) mengemukakan bahwa keunggulan bersaing seharusnya dipandang sebagai suatu proses dinamis

Ferdinand (2003) menjelaskan keunggulan bersaing merupakan cerminan kinerja jangka panjang suatu organisasi. Keunggulan berasaing merupakan suatu acuan posisi organisasi yang menjamin bagaimana keberlangsungan kinerja organisasi tersebut dimana dalam mencapai keunggulan kinerja tersebut, suatu organisasi menerapkan berbagai strategi agar mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja organisasi tersebut.

Dalam penelitian ini, keunggulan bersaing diukur dengan menggunakan pendekatan Best (1997) menjelaskan pada dasarnya ada tiga aspek utama keunggulan bersaing, yaitu: (1) keunggulan biaya ( cost advantage ), (2) keunggulan differensiasi ( differentiation advantage ), dan (3) keunggulan pemasaran ( marketing advantage ).

2.1.10.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing

Crown (2007) mengemukakan bahwa untuk mencapai keunggulan bersaing ( competitive advantage ) yaitu suatu posisi yang unggul dibandingkan pesaingnya yaitu memiliki nilai lebih yang dimiliki. Hal ini menunjukkan PTS yang memiliki keunggulan bersaing akan memiliki suatu nilai lebih dibandingkan pesaingnya, dan tentu saja untuk mencapai keunggulan ini tidaklah mudah dimana PTS harus mampu mengidentifikasi sumber keunggulan bersaing yang dimiliki, dan juga menganalisa lingkungan persaingan yan diharapkan mampu memiliki keunggulan dalam perencanaan strategi yang akan digunakan oleh PTS. Semakin kredibel PTS tersebut maka semakin kuat keunggulan bersaing yang dimiliki PTS tersebut (Frensidy,2007).

Liely Suharti, (2009) mengembangkan model untuk mencapai keunggulan bersaing, terdapat keterkaitan antara manajemen pengetahuan sebagai salah satu sumber keunggulan bersaing perguruan tinggi. Apabila suatu perguruan tinggi memiliki manajemen pengetahuan maupun lingkungan akademik secara keseluruhan yang baik akan menunjang peningkatan posisi keunggulan bersaing perguruan tinggi.

Selain itu adanya perubahan lingkungan juga mampu mempengaruhi keunggulan bersaing PTS. Lingkungan tersebut merupakan lingkungan yang berada di luar PTS, namun di pertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Beberapa hasil penelitian baik yang dilakukan di luar negeri maupun dalam negeri menyimpulkan bahwa lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi baik pada organisasi profit maupun organisasai non profit. (Emery &Trist dalam Robins 1997);

Wheelen & Hunger 2000 (Winardi & Karhi 1997) dalam Yurniwati, 2005)

Dari sudut pandang PTS adanya perubahan lingkungan merupakan faktor yang berada diluar kendali PTS, namun dapat memberikan peluang dan ancaman bagi PTS untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan PTS. Faktor lingkungan diatas tidak dapat dikendalikan PTS tanpa adanya strategi yang tepat dan sesuai dengan situasi perubahan lingkungan. Kemampuan PTS untuk menangkap setiap gejala dari perubahan lingkungan akan menjadi faktor penentu kesuksesan bagi PTS. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Gues (1989) 1992,1995 dalam Mulyono 2012, dan Dill (1999) yang menyimpulkan bahwa institusi perguruan tinggi harus melakukan adaptasi tertentu pada struktur dan prosesnya dalam usaha memperbaiki efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam lingkungan yang terus berubah.

Dalam konsep keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Barney (1991) menjelaskan bahwa keunggulan bersaing dapat diperoleh dengan memperhatikan asset yang dimiliki. Dengan mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki oleh PTS akan diperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan ( sustained competitive advantage ). Kompetensi yang dimiliki akan menjadi sumber keunggulan bersaing ketika perguruan tinggi memiliki kompetensi yang bernilai, langka, sulit ditiru dan sulit untuk digantikan. Koordinasi sumber daya strategis yang tinggi menyebabkan PTS dapat meningkatkan kinerja, yang merupakan kunci dalam memperoleh keunggulan bersaing. Slater dan Narver (1994) menjelaskan bahwa bisnis yang mengaplikasikan kompetensi secara signifikan untuk memahami pesaing dan konsumennya serta mengkoordinasikan aktivitasnya ke seluruh fungsi bisnis bagi usaha penciptaan nilai secara terintegrasi akan meraih keunggulan kompetitif. Pendekatan RBV Dalam konsep keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Barney (1991) menjelaskan bahwa keunggulan bersaing dapat diperoleh dengan memperhatikan asset yang dimiliki. Dengan mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki oleh PTS akan diperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan ( sustained competitive advantage ). Kompetensi yang dimiliki akan menjadi sumber keunggulan bersaing ketika perguruan tinggi memiliki kompetensi yang bernilai, langka, sulit ditiru dan sulit untuk digantikan. Koordinasi sumber daya strategis yang tinggi menyebabkan PTS dapat meningkatkan kinerja, yang merupakan kunci dalam memperoleh keunggulan bersaing. Slater dan Narver (1994) menjelaskan bahwa bisnis yang mengaplikasikan kompetensi secara signifikan untuk memahami pesaing dan konsumennya serta mengkoordinasikan aktivitasnya ke seluruh fungsi bisnis bagi usaha penciptaan nilai secara terintegrasi akan meraih keunggulan kompetitif. Pendekatan RBV

Marie (2009) mengembangkan model keunggulan bersaing di lingkungan universitas. Dalam penelitiannya, Marie mencoba menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keunggulan bersaing, yaitu faktor kompetensi perguruan tinggi dengan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki. Selain aspek kompetensi, keunggulan bersaing juga dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada di dalam universitas. Yang dimaksud struktur sosial di dalam penelitiannya yaitu pimpinan universitas sebagai puncak piramida, tenaga pengajar dan mahasiswa.

Donald (2007) mengembangkan model membangun keunggulan bersaing universitas di Australia. Dalam modelnya, Donald mengembangkan bahwa keunggulan bersaing muncul dari hasil identifikasi dan evaluasi perencanaan strategik. Dimana untuk meningkatkan keunggulan bersaing menitik beratkan pada kompetensi yang dimiliki oleh Universitas di Australia dengan melihat asset dan kapabilitas yang dimiliki.

2.2 Penelitian Terdahulu

Angela martin, Kenedy, Stock, (2006) dalam Academic service climate as a source of Competitive Advantage , menjelaskan bagaimana aspek lingkungan di dalam perguruan tinggi mampu menciptakan keunggulan bersaing. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa aspek lingkungan dapat menjadi sumber keunggulan bersaing bagi universitas. Manajemen pengetahuan yang dibentuk melalui kepuasan kerja pegawai yang ada di universitas dan juga berdampak pada Angela martin, Kenedy, Stock, (2006) dalam Academic service climate as a source of Competitive Advantage , menjelaskan bagaimana aspek lingkungan di dalam perguruan tinggi mampu menciptakan keunggulan bersaing. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa aspek lingkungan dapat menjadi sumber keunggulan bersaing bagi universitas. Manajemen pengetahuan yang dibentuk melalui kepuasan kerja pegawai yang ada di universitas dan juga berdampak pada

François Marie Arouet, (2009) , dalam Competitive Advantage and the new higher education regime , menjelaskan keterkaitan bagaimana universitas membangun keunggulan bersaingnya. Hasil yang dikemukakan yaitu terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keunggulan bersaing sebuah universitas, yaitu struktur sosial, kompetensi yang dimiliki serta pemasaran yang dilakukan oleh universitas. Ketiga hal tersebut menjadi sumber keunggulan bersaing yang apabila dikelola dengan baik dan memiliki perencanaan yang baik maka dapat menimbulkan keunggulan posisional dibandingkan pesaingnya.

Jauch dan Gluech (1997) menjelaskan bahwa perumusan strategis dimulai dari bagaimana suatu organisasi melakukan analisis lingkungan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perencanaan strategik. Perencanaan strategik tersebut kemudian dijabarkan dalam visi, dan misi organisasi kedalam sasaran strategis organisasi yang hendak dicapai. Demikian pula yang dikemukakan oleh Wheelen dan Hunger (2000) dimana perencanaan strategik diputuskan perubahan- perubahan yang menyangkut tujuan organisasi, sumber-sumber yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut serta kebijaksanaan yang mengatur perolehan dan penggunaan sumber- sumber tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Rue dan Ibrahim (1998) yang berjudul the relationship between planning sophistication and performance in small business , mencoba menjelaskan bagaimana keterkaitan antara perencanaan strategik yang dilakukan oleh organisasi dengan pencapaian kinerja. Hasil penelitiannya yang menggunakan metode analisis ANOVA Penelitian yang dilakukan oleh Rue dan Ibrahim (1998) yang berjudul the relationship between planning sophistication and performance in small business , mencoba menjelaskan bagaimana keterkaitan antara perencanaan strategik yang dilakukan oleh organisasi dengan pencapaian kinerja. Hasil penelitiannya yang menggunakan metode analisis ANOVA

Penelitian lain yang menjelaskan pentingnya perencanaan strategis bagi suatu organisasi atau institusi yaitu penelitian yang dilakukan oleh Miller dan cardinal (1994) dalam penelitian yang berjudul The strategic Planning/finance interfance . Penelitian yang dilakukan juga menggunakan metode ANOVA dan skala pengukuran yang digunakan menggunakan skala Likert. Hasil penelitian tersebut juga menjelaskan bagaimana perencanaan stratgik memiliki keterkaitan yang positif dengan kinerja organisasi yang berujung pada keunggulan bersaing organisasi tersebut. Penelitian ini menjelaskan bagaimana pentingnya suatu perencanaan strategik terhadap keunggulan bersaing.

Porter (1996) dalam Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitors , menjelaskan bahwa kinerja merupakan „jantung‟ keunggulan bersaing ( competitive advantage) dalam pasar yang kompetitif. Dan bagaimana organisasi menggunakan strategis untuk beradaptasi dengan lingkungannya merupakan makna dari orientasi strategis ( strategic orientation) , Perencanaan strategik dalam sistem manajemen strategis menempati posisi yang krusial. Dalam lingkungan bisnis yang dinamis dan kompleks Organisasi perlu menyusun perencanaan strategik. Pada tahap perencanaan strategik dijabarkan strategis pilihan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi kedalam sasaran-sasaran strategis ( strategic objective ).

Donald J. Bradmore (2007) dalam penelitiannya yang berjudul The quest of Australian Public University for Competitive Advantage in a global higher education environment menjelaskan bagaimana keunggulan bersaing diperguruan tinggi Donald J. Bradmore (2007) dalam penelitiannya yang berjudul The quest of Australian Public University for Competitive Advantage in a global higher education environment menjelaskan bagaimana keunggulan bersaing diperguruan tinggi

Penelitian yang dilakukan oleh Willie and Shirley (1999) berjudul Strategic Planning-Financial Perfomance Relationship ” Entrepreneurship Teory and Prectie , menjelaskan hubungan manajerial dengan faktor ekternal berupa lingkungan, faktor- faktor organisasi terhadap kinerja organisasi. Dimana hasil penelitian menjelaskan bahwa perencanaan strategik yang dilakukan oleh organisasi akan berdampak kepada kinerja. Hasil penelitiannya juga memperlihatkan adanya pengaruh timbal balik antara intensitas pelaksanaan perencanaan strategik dengan kinerja .

James. W.L. & Hatten,K.J., (1994) dalam Evaluating the Performance Effects of Miles’ and Snow’s Strategy Archetypes i n

Banking menjelaskan bahwa kinerja merupakan fungsi dari strategis ( performance = strategisc archetype). Demikian pula Fredianto dan Zulaikha (2001) mengemukakan bahwa stratergi merupakan alat ( vehicle) untuk melakukan adaptasi dan merupakan faktor penentu utama ( key determina nt ) kinerja organisasi.

Mohammed A.M. Al-Awadh (1996) dalam competitive strategies and barriers to achieving competitive advantage:a study of two saudi arabian industries , mencoba mengembangkan keunggulan bersaing yang dipengaruhi oleh faktor pemilihan rencana strategis dan lingkungan. Hasil yang diperoleh dengan pengelolaan lingkungan dan perencanaan strategi yang tepat di industri yang berada di Arab, maka menjadi modal bagi organisasi dalam memperoleh keunggulan bersaing.

Miliken, (1990) menjelaskan perubahan lingkungan adalah kondisi lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi operasional organisasi, yang mana untuk organisasi yang organis tepat dalam lingkungan yang tidak stabil, sebaliknya organisasi yang mekanistis tepat dalam lingkungan yang stabil. Dalam keadaan percepatan perubahan lingkungan yang tinggi akan mengarah dan menghasilkan perubahan lingkungan yang semakin tinggi pula, sehingga menyulitkan manajemen dalam mendapatkan informasi yang relevan, valid, akurat dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan (Miliken, 1990).

Yurniwaty (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh lingkungan bisnis dan perencanaan strategik terhadap kinerja perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa secara langsung lingkungan bisnis eksternal berpengaruh terhadap Kinerja perusahaan Perencanaan strategik berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Secara tak langsung lingkungan bisnis eksternal melalui perencanaan strategik berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Mediaty (2007) dalam penelitiannya yang berjudul analisis lingkungan strategis, budaya dan perencanaan strategis terhadap kinerja Perusahaan Daerah Air Minum di Sulawesi Selatan menggambarkan bahwa lingkungan strategis yang ada mampu mempengaruhi perencanaan strategis dan kinerja PDAM di Sulawesi Selatan. Hasil ini menunjukkan adanya keterkaitan antara lingkungan strategik dengan perencanaan stratgik untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Covin (1990) dalam Competitive Aggressiveness, Enviromental Contect, and Small Firm Performance (Aktan dan Bolut, 2008) menggambarkan lingkungan organisasi kedalam sebuah kontinum, dari kondisi yang menguntungkan ( benign environment) sampai kondisi tidak ramah ( hostile environment )

Lingkungan yang tidak ramah dipandang sebagai kondisi yang negatif dan penuh perubahan yang berada diluar kendali organisasi yang ditandai dengan iklim industri yang tidak menentu, persaingan yang ketat, perubahan yang mendadak, terputus putus ( discontinuous change) , Dalam kondisi lingkungan seperti ini peluang yang tersedia ( exploiTabel opportunitias) relatif sedikit. Sebaliknya kondisi lingkungan external yang menguntungkan

menggambarkan kondisi sektor-sektor lingkungan eksternal yang relatif stabil, aman, dan tersedia peluang pasar dan sumber investasi yang berlimpah.

Penelitian yang dilakukan oleh Willie and Shirley (1999) berjudul Strategic Planning-Financial Perfomance Relationship ” Entrepreneurship Teory and Prectie , menjelaskan hubungan manajerial dengan faktor eksternal berupa lingkungan, faktor- faktor organisasi terhadap kinerja organisasi. Dimana hasil penelitian menjelaskan bahwa perencanaan strategik yang dilakukan oleh organisasi akan berdampak kepada kinerja sebagai keunggulan bersaing.

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual dan Hipotesis

Bharadwadj, Varadarajan, dan Fahy (1993) menjelaskan mengenai keunggulan bersaing berkelanjutan dalam industri jasa tergantung kepada kemampuan organisasi mampu mengelola, memperoleh dan meningkatkan peran dari berbagai sumber daya dan

kompetensi organisasionalnya. Dalam prakteknya keunggulan-keunggulan tersebut akan dimoderasi berbagai faktor yang dapat dikenali sebagai faktor karakteristik jasa dan industri jasa serta karakteristik dalam sebuah industri yang berupaya terus membangun keunggulan bersaing posisionalnya.

Untuk mencapai keunggulan mengharuskan PTS mengetahui dan mengkaji kekuatan internalnya dan kekuatan- kekuatan di dalam struktur tersebut. Pencapaian prestasi kompetitif merupakan hasil dari kemampuan lembaga/dosen/ administrasi secara bersama menanggulangi kelima faktor persaingan dengan cara lebih baik dibanding pesaingnya.

3.1.1 Konseptual Penelitian

Dalam penelitian ini melihat bagaimana keunggulan bersaing yang dibentuk perencanaan strategis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu manajemen pengetahuan, aspek lingkungan dan kompetensi. Selain itu keunggulan bersaing juga ditentukan oleh faktor manajemen pengetahuan yang ada di PTS, aspek lingkungan eksternal dan tingkat kompetensi yang dimiliki oleh PTS tersebut secara langsung.

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Manajemen Pengetahuan (X1) Aspek Lingkungan (X2), Kompetensi (X3), Perencanaan Strategik (Y1), Keunggulan Bersaing (Y2)

PENGETAHUAN

H1 H3 KEUNGGULAN

ASPEK

PERENCANAAN

STRATEGIK

H7 BERSAING

LINGKUNGAN

(Y2) (X2)

(Y1)

H4

H5 H6

KOMPETENSI

(X3)

Sumber : Hasil Rumusan Kerangka Konseptual, 2015

3.1.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, kajian tinjauan pustaka, kajian empiris dan kerangka konseptual dalam penelitian ini, maka dihipotesiskan beberapa faktor yang mempengaruhi Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, kajian tinjauan pustaka, kajian empiris dan kerangka konseptual dalam penelitian ini, maka dihipotesiskan beberapa faktor yang mempengaruhi

1. Manajemen

pengetahuan

berpengaruh terhadap

perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara

2. Manajemen pengetahuan berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara:

3. Aspek lingkungan berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara

4. Aspek lingkungan berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara:

5. Kompetensi berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara

6. Kompetensi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara:

7. Perencanaan strategik berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

3.2 Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap

Perencanaan Strategik dan Keunggulan Bersaing

Manajemen Pengetahuan disebuah institusi pendidikan seperti PTS, merupakan salah satu komponen penting yang akan mempengaruhi kemampuan bersaing di dalam pasar kompetitif. Dengan manajemen pengetahuan yang baik, akan berdampak pada penciptaan nilai positif bagi dosen dan staff, dimana keduanya merupakan sumber keunggulan bersaing.

Chong, et al . (2011) Berdasarkan indikator penelitian yang telah dilakukan terdapat 9 faktor pendukung manajemen pengetahuan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja Chong, et al . (2011) Berdasarkan indikator penelitian yang telah dilakukan terdapat 9 faktor pendukung manajemen pengetahuan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja

Orang tersebut akan mengembangkan perencanaan strategis sesuai lingkungan bisnis yang dikelolanya. Martin et all (2006), menjelaskan dalam mencapai keunggulan bersaing, terdapat keterkaitan antara manajemen pengetahuan sebagai salah satu sumber keunggulan bersaing baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila suatu organisasi memiliki manajemen pengetahuan yang baik akan menunjang peningkatan posisi keunggulan bersaing organisasi tersebut.

Keunggulan bersaing dan perencanaan strategik PTS dapat tergantung dari bagaimana PTS mengelola kondisi internal PTS tersebut (Kotler, Heskett,1992; Angela martin, Kenedy, Stock, 2006).

H1 : Manajemen pengetahuan berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara H2 : Manajemen pengetahuan berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara:

3.3 Pengaruh Aspek Lingkungan Terhadap Perencanaan Strategik dan Keunggulan Bersaing

Ketidakpastian lingkungan ( environment uncertainty ) mengacu pada kondisi lingkungan makro yang sulit diramalkan perubahannya. Lingkungan makro adalah lingkungan yang berada diluar organisasi dan perlu dianalisis untuk menentukan kesempatan ( opportunities ) dan ancaman ( threath ) yang akan dihadapi

perspektif untuk mengkonseptualisasikan lingkungan makro. Pertama; perspektif yang memandang lingkungan makro sebagai wahana yang menyediakan sumberdaya ( resources ) (Tan dan Latschert, 1994).

Menurut Hari.S. (2006) Lingkungan yang dihadapi organisasi perlu dianalisis, maksudnya adalah untuk mencoba mengidentifikasi peluang ( opportunities ) yang perlu dengan segera mendapat tanggapan dan perhatian eksekutif, dan disaat yang sama diarahkan untuk mengetahui ancaman ( thr eats ) yang perlu mendapatkan antisipasi. Untuk itu dalam analisis lingkungan, manajemen berusaha untuk mengidentifikasi sejumlah variabel pokok yang berada diluar kendali organisasi yang diperkirakan memiliki pengaruh nyata.

Secara teoritis jika suatu organisasi melakukan analisis terhadap tekanan lingkungan yang ada di sekitar organisasi atau organisasi akan dapat membantu perencanaan strategik yang dilakukan organisasi, sebagaimana dijelaskan oleh (Jauch & Glueck, 1997); (Wheelen and Hunger, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Willie and Shirley (1999) berjudul Strategic Planning-Financial Perfomance Relationship ” Entrepreneurship Teory and Prectie , menjelaskan pengaruh manajerial dengan faktor eksternal berupa lingkungan, faktor-faktor organisasi terhadap kinerja organisasi. Dimana hasil penelitian menjelaskan Secara teoritis jika suatu organisasi melakukan analisis terhadap tekanan lingkungan yang ada di sekitar organisasi atau organisasi akan dapat membantu perencanaan strategik yang dilakukan organisasi, sebagaimana dijelaskan oleh (Jauch & Glueck, 1997); (Wheelen and Hunger, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Willie and Shirley (1999) berjudul Strategic Planning-Financial Perfomance Relationship ” Entrepreneurship Teory and Prectie , menjelaskan pengaruh manajerial dengan faktor eksternal berupa lingkungan, faktor-faktor organisasi terhadap kinerja organisasi. Dimana hasil penelitian menjelaskan

Keunggulan bersaing yang dimiliki oleh PTS dipengaruhi juga oleh perencanaan strategik yang dilakukan dengan memperhatikan aspek tekanan lingkungan PTS (Hitt, et all ,2001; Robins,1994;Pearce and Robinson (,2000); Elenkov (1997).

H3 : Aspek lingkungan berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara. H4 : Aspek lingkungan berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara:

3.4 Pengaruh Kompetensi Terhadap Perencanaan Strategik dan Keunggulan Bersaing

Pendekatan analitis yang disebut Resource-Based View (RBV) menekankan peningkatan keunggulan bersaing berasal dari sumber daya strategis organisasi (Dierickx dan Coll, 1989; Barney, 1991; Peteraf, 1993; dan Teece et al ., 1997 dalam ferdinand 2002). Keunggulan bersaing ( competitive advantage ) memungkinkan organisasi memperoleh kinerja unggul pada jangka waktu tertentu. Inti dari RBV adalah bahwa organisasi- organisasi berbeda secara fundamental karena memiliki seperangkat sumber daya (Grant, 2002; Fleisher dan Bensoussan, 2003). Pencapaian keunggulan bersaing yang paling efektif adalah dengan menggunakan kompetensi atau kapabilitas organisasi (Wernerfelt, 1984; Barney, 1986; Rumelt, 1991; Amit dan Schoemaker, 1993).

Pendekatan RBV menyatakan bahwa organisasi dapat mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan dan memperoleh keuntungan superior dengan memiliki atau Pendekatan RBV menyatakan bahwa organisasi dapat mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan dan memperoleh keuntungan superior dengan memiliki atau

Donald J. Bradmore (2007) yang menjelaskan bagaimana keunggulan bersaing diperguruan tinggi dibentuk dari kompetensi yang dimiliki oleh universitas. Kompetensi yang dimaksud yaitu bagaimana universitas mampu mengelola asset dan kapabilitas yang dimiliki agar menciptakan keunggulan bersaing. Dengan mengetahui asset dan kapabilitas yang dimiliki, maka PTS mampu membuat perencanaan stratgik yang sesuai sehingga mampu meningkatkan keunggulan bersaing PTS, dimana dalam perencanaan strategik dijabarkan strategis pilihan untuk mewujudkan visi dan misi PTS kedalam sasaran-sasaran strategis ( strategic objective ).

Beberapa pandangan dan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh keungulan bersaing, PTS harus mengetahui dan mengkaji kekuatan internal yang mereka miliki. Secara khusus akan terlihat bagaimana dampak dari kekuatan internal dalam hal ini kompetensi yang dimiliki oleh PTS terhadap keunggulan bersaing dan perencanaan strategik (Pitts and Lei,2003; Wernerfelt, 1984; Barney, 1986; Rumelt,1991; Amit and Schoemaker, 1993).

H5 : Kompetensi berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara H6 : Kompetensi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

3.5 Pengaruh Perencanaan Strategik terhadap Keunggulan Bersaing

Isu mendasar dalam strategi adalah cara dimana organisasi mencapai dan

mempertahankan keuntungan kompetitif. Strategi meliputi keputusan dan aktivitas yang memungkinkan bisnis dalam sebuah portofolio organisasi untuk mencapai dan mempertahankan keuntungan kompetitif dan meningkatkan kinerjanya (Barney 1991).

Porter (1998) mengaitkan strategi dengan upaya organisasi untuk mencapai keunggulan bersaing, dikatakan bahwa strategi adalah alat penting dalam rangka mencapai keunggulan bersaing. Hal tersebut sejalan dengan tujuan strategi yaitu untuk mempertahankan atau mencapai suatu posisi keunggulan dibandingkan dengan pihak pesaing.

Jauch dan Glueck (1998) mengemukakan bahwa strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi organisasi dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama organisasi dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Strategi harus dilaksanakan secara efektif, sehingga rencana strategi harus dipadukan dengan masalah operasional. Dengan kata lain, kemungkinan berhasil diperbesar oleh kombinasi perencanaan strategi yang baik dengan pelaksanaan strategi yang baik pula.

Mohammed A.M. Al-Awadh (1996) dalam competitive strategies and barriers to achieving competitive advantage:a study of two saudi arabian industries , mencoba mengembangkan keunggulan bersaing yang dipengaruhi oleh faktor pemilihan rencana strategis dan lingkungan. Hasil yang diperoleh dengan pengelolaan lingkungan dan perencanaan strategi yang tepat di industri yang berada di Arab, maka menjadi modal bagi organisasi dalam memperoleh keunggulan bersaing.

Sejumlah besar literatur telah menunjukkan bahwa implementasi perencanaan strategik yang efektif memungkinkan banyak bisnis kecil mencapai keberhasilan. Dalam lingkungan bisnis yang dinamis dan kompleks Organisasi perlu menyusun perencanaan strategik. Pada tahap perencanaan strategik dijabarkan strategis pilihan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi kedalam sasaran-sasaran strategis ( strategic objective ).

Sebagai upaya untuk meningkatkan keunggulan bersaing, perlu ditelaah lebih jauh mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sebuah perencanaan stratejik sehingga mampu menciptakan nilai keunggulan yang kompetitif (Al-Awadh, (1996); sandy D. Jap, (2000); Rue & Ibrahim,(1998); Matthews &Scott,(1995); Shrader et al,( 1998). Secara khusus akan nampak bagaimana perencanaan stratgik akan berdampak terhadap keunggulan bersaing PTS .

H7 : Perencanaan

strategik

berpengaruh terhadap

keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

Berdasarkan konseptual penelitian tersebut maka secara rinci prediksi sifat pengaruh atau pengaruh antar variabel dalam penelitian, dengan membandingkan hasil kajian penelitian sebelumnya:

Tabel 3.1 Kedudukan Variabel Penelitian, Sifat Pengaruh antar Variabel dan Penelitian yang Mendukung

No Kedudukan

Penelitian/buku Variabel Yang

Kedudukan Prediksi

Pendukung Mempengaruhi

Beccera Fernandes dan Pengetahuan

Perencanaan

positif

strategik (Y1) Sabherwal 2001),Chong (X1)

et,. Al 2011),Tseng and Fang (2011)

Angela martin, Kenedy, Pengetahuan

2 Manajemen Keunggulan

positif

Stock, 2006) (X1)

bersaing

(Y2)

Miliken (1990), Covin Lingkungan

3 Aspek Perencanaan

Positif

(dalam Aktan dan Bolut (X2)

Strategik

(Y1)

1995), Yurniwati (2001), Mediaty

(2007), Al Awadh (1996) 4 Aspek

Angela martin, Kenedy, Lingkungan

Keunggulan

Positif

Stock, (2006),Emery (X2)

bersaing

(Y2)

&Trist dalam Robins (1997);

Wheelen & Hunger 2000 (Winardi & Karhi

1997) dalam Yurniwati, 2005) 5 Kompetensi

Pitts and Lei (X3)

(dalam suryanto dwi, 2008), Barney (1986), Rumelt (1991), Amit and Schoemaker

(dalam ferdinand, 2002) 6 Kompetensi

Donald J (X3)

Keunggulan

positif

Bersaing PTS Bradmore,2007) (Y2)

Francois Marie, 2009) Ferdinand

(2002), Suryanto dwi (2008), Barney (1991), Arouet (1999)

Al-Awadh, (1996) sandy strategik (Y1)

7 Perencanaan Keunggulan

positif

Bersaing PTS D. Jap, (2000), Rue &

No Kedudukan

Penelitian/buku Variabel Yang

Kedudukan Prediksi

Pendukung Mempengaruhi

Ibrahim,(1998); tegrity Inc (2009), Willie dan shirly (1999),

Sumber : Hasil Olahan 2015

Kerangka teoritis dan tabel 3.1. menjelaskan bagaimana keterkaitan dan kedudukan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, baik variabel exogenous yang terdiri dari manajemen pengetahuan, Aspek lingkungan, dan kompetensi, maupun variabel endogenous yang terdiri dari perencanaan strategik dan keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

3.6 Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) variabel exogenous dan 2 (dua) variabel endogenous. Kelima variabel penelitian ini bersifat variabel laten yang tidak dapat diukur secara langsung sehingga perlu diturunkan menjadi beberapa indikator. Indikator yang digunakan merupakan indikator yang bersifat perspektif, pandangan dan sikap responden terkait dengan variabel penelitian. Dalam hal ini, instrumen yang digunakan yaitu kuesioner yang pengukurannya menggunakan skala Likert dengan opsi jawaban 1-5. Dimana kriteria skala pengukuran: Sangat baik/Sangat setuju skor 5, Baik/Setuju skor 4, Netral skor 3, Tidak Baik/Tidak Setuju skor 2, Sangat tidak Baik/Sangat Tidak Setuju skor 1.