Wilayah Kajian Posmodernisme

A. Wilayah Kajian Posmodernisme

Istilah postmodernist, pertama kali dilontarkan oleh Arnold Toynbee pada tahun 1939 lewat bukunya yang terkenal berjudul Study of History Toynbee yakin benar bahwa sebuah era sejarah baru telah dimulai. Sampai saat ini belum ada kesepakatan dalam pendefinisiannya, tetapi istilah tersebut berhasil menarik perhatian banyak orang di Barat. Pada tahun 1960, untuk pertama kalinya istilah itu berhasil diekspor ke benua Eropa sehingga banyak pemikir Eropa mulai tertarik pada pemikiran tersebut (Septian, 2007).

Muzairi (2009:148) menyatakan bahwa secara etimologis postmodern terdiri dari dua kata yaitu post dan modern. Kata post yang berarti (later or after) dan modern. Selain itu, menurut kubu postmodernisme lainnya post berarti melampaui kematian modernism.

Sedangkan menurut Aceng (2011:104) secara terminologis postmodern merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalanya memenuhi janji-janjinya. Postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas, yaitu akumulasi pengalaman peradaban Barat. Postmodernisme merupakan aliran pemikiran yang menjadi paradigma baru sebagai antithesis dari modernisme yang dianggap gagal dan tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.

Akan tetapi menurut Alwi Shihab (1999:201) bahwa postmodernisme adalah suatu gerakan kultural intelektual baru akibat rasa cemas terhadap janji janji gerakan modern yang dianggap gombal. Gerakan posmodern secara tidak langsung menghidupkan kembali pamor agama, namun gerakan ini mencakup spektrum luas dari berbagai kelompok yang ragam pemikiran, walaupun bersatu pada rasa kecemasan terhadap kehidupan masa kini. Sisi gelap dari gerakan ini menggambarkan rasa putus asa, yang berbicara tentang kehancuran yang tak terelakkan dan kebenaran serta kepastian yang tidak mungkin dicapai. Sisi cerah dari gerakan ini tetap melihat celah-celah optimisme dalam kehidupan masa depan.

Rachman (2001:152) menjelaskan bahwa postmodernisme didominasi pengertian-pengertian dan konsep-konsep mengenai pluralisme, fragmentaris, heteroganitas, indeterminasi, skeptisisme,

mendefenisikan postmodernisme dengan terlebih dahulu memahami modernisme yang akan memungkinkan mengukur postmodernisme. Akber S. Ahmed dalam bukunya, Postmodernisme Bahaya dan Harapan bagi Islam, modernisme diartikan sebagai fase terkini sejarah dunia ditandai dengan percaya pada sains, perencanaan, sekularisme dan kemajuan. Keinginan untuk simetri dan tertib, keinginan akan keseimbangan dan otoritas, telah juga menjadi karakternya.

Periode ini ditandai oleh keyakinannya terhadap masa depan, sebuah keyakinan bahwa utopia bisa dicapai. Gerakan menuju industrialisasi dan kepercayaan yang fisik, membentuk ideologi yang menekankan materialisme sebagai pola hidup. Formulasi kontemporer

postmodernisme menurut Ahmed merupakan fase khusus menggantikan modernisme, berakar pada dan diterangkan sejarah terakhir barat yang berada pada inti dominasi peradaban global abad ini.

(1996:109) mencoba mengidentifikasikan beberapa ciri utama postmodernisme dengan menekankan watak sosiologisnya. Ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut:

Terhadap hal ini

Ahmed

1. Berusaha memahami

postmodernisme berarti mengasumsikan pertanyaan tentang, hilangnya kepercayaan pada modernitas, semangat pluralisme, skeptisisme terhadap ortodoksi tradisional, dan akhirnya penolakan terhadap pandangan bahwa dunia adalah sebuah totalitas universal, pendekatan terhadap harapan akan solusi akhir dan jawaban sempurna.

era

2. Postmodernisme bersamaan dengan era media, dalam banyak cara yang bersifat mendasar, media adalah dinamika sentral, ciri pendefenisi dari postmodernisme.

3. Kaitan postmodernisme dengan revivalisme etno religius atau fundalisme perlu ditelaah oleh ilmuan sosial dan politik.

4. Walaupun apokaliptiknya klaim itu, kontinuitas dengan masa lalu tetap merupakan ciri kuat postmodernisme.

5. Karena sebagian penduduk menempati wilayah perkotaan, dan sebagian lebih besar lagi masih dipengaruhi oleh ide-ide yang berkembang dari wilayah ini. Maka metropolis menjadi sentral bagi postmodernisme.

6. Terdapat elemen kelas dalam postmodernisme dan demokrasi adalah syarat mutlak bagi perkembangannya.

7. Postmodernisme memberikan peluang bahkan mendorong penjajaran wacana, eklektisme berlebih-lebihan, percampuran berbagai citra.

8. Ide tentang bahasa sederhana terkadang terlewatkan oleh posmodenis,

mengklaim dapat menjangkaunya. Berdasarkan ciri-ciri utama postmodernisme, maka dapat dilihat bahwa kecenderungan yang ditekankan dalam literatur postmodernisme adalah rasa anarkinya, ketidakmenentuan dan keputusasaannya. Namun perlu bagi kita untuk menginterpretasikan postmodernisme dari segi positifnya yang berupa keberagamaan, kebebasan meneliti dan kemungkinan untuk mengetahui dan memahami satu sama lain.

meskipun

mereka

dipandang sebagai kesombongan intelektual, diskusi akademik yang jauh dari kehidupan nyata, tetapi sebagai fase historis manusia yang menawarkan kemungkinan yang belum ada sebelumnya kepada banyak orang, sebuah fase yang memberikan kemungkinan lebih mendekatkan beragam orang dan kultur ketimbang sebelumnya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat pula diartikan bahwa postmodernisme merupakan suatu paham yang mengkritisi dan melampaui nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh zaman sebelumnya terkhusus pada modernism yang dinilai gagal dan sebagai bentuk reaksi pemberontakan dan kritik atas janji modernisme.