Sumber Filsafat Islam suatu Pendekatan Holistik

B. Sumber Filsafat Islam suatu Pendekatan Holistik

Sumber filsafat Islam jauh berbeda dengan filsafat Barat. Filsafat Islam berdasarkan pendekatan yang utuh (holistik) meliputi: wahyu, akal, indra dan intuisi. Sementara sumber filsafat Barat mendasarkan filsafat hanya pada rasio, dan indra saja, dan menolah wahyu, sebab wahyu banyak bersifat subjektif berbeda dengan akal dan indra yang mendekati objektif. Berikut ini penjelasan filsafat Islam secara holistik.

a. Wahyu

Wahyu adalah pemberian langsung dari Tuhan kepada manusia dan mewujudkan dirinya dalam Kitab Suci Agama. Namun sebagian pemikiran Muslim ada yang menyamakan wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya Nabi dan Rasul yang dapat memperolehnya. (Abidin, 2011: 138)

Zar (2004: 93) mengatakan bahwa wahyu dalam Islam berupa Al-Quran sebagai himpunan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an adalah Kitab Suci Agama Islam yang berisikan tuntunan-tuntunan dan pedoman-pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan mereka agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akherat. Pada dasarnya Al-Qur an merupakan buku petunjuk dan pegangan keagamaan, namun diantara isinya mendorong umat Islam supaya banyak berfikir. Hal ini dimaksudkan agar mereka melampaui pemikiran akalnya sampai pada kesimpulan adanya Allah Pencipta alam semesta dan sebab dari segala kejadian di alam ini.

Al-Qur an merupakan pendorong utama lahirnya pemikiran filsafat dalam Islam. Pengertian yang terkandung filsafat sejalan dengan isi Al-Qur an.

Telah dikemukakan

bahwa

Dalam Al-Qur an terdapat ayat yang mendorong pemeluknya agar banyak berfikir dan menggunakan akalnya. Kata-kata yang dipakai dalam Al-Qur an dalam menggambarkan kegiatan berfikir diantaranya:

1) Kata-kata yang berasal dari aqala mengandung arti mengerti, mamahami, dan berfikir, terdapat lebih dari 45 ayat. Diantaranya surat Al-Baqarah [2]: 242, Al-Anfal [8]: 22 dan Al-Nahl [16]: 11-

2) Kata-kata yang berasal dari nazhara melihat secara abstrak dalam arti berfikir dan merenungkan atau menalar, terdapat dalam Al- Qur an lebih dari 30 ayat. Diantaranya surat Qaf [50]: 6-7, Al- Thariq [86]: 5-7, dan Al-Ghasiyah [88]: 17-20.

3) Kata yang berasal dari tadabbara mengandung arti merenungkan, terdapat dalam beberapa ayat, seperti surat Shad [38]: 29, dan Muhammad [47]: 24.

4) Kata-kata yang berasal dari tafakkara yang berarti berfikir, terdapat 16 ayat dalam Al-Qur an. Diantaranya dalam surat Al- nahl [16]: 68-69 dan Al-Jasiyah [45]: 12-13.

Jelaslah bahwa kata-kata yang terdapat dalam ayat-ayat Al- Qur an di atas dan juga ayat-ayat lainnya serta hadis-hadis mengandung anjuran dan mendorong umat Islam supaya banyak berfikir dan menggunakan akalnya. Akal dalam Islam menduduki posisi tertinggi dan terhormat. Oleh karena itu, berfikir dan menggunakan akal adalah ajaran yang jelas dan tegas dalam Islam. Jika dikatakan filsafat berfikir secara radikal, sampai kepada dasar segala dasar, maka pengertian ini sejalan dengan kandungan isi Al- Qur an yang mendorong pemeluknya untuk berfikir secara mendalam tentang segala sesuatu sehingga sampai pada dasar segala dasar yaitu Allah Pencipta alam semesta.

b. Akal

Menurut Achmadi (2007: 233), akal dalam Islam sangatlah dihargai sama dengan hati, bahkan tatkala di dunia Barat akal kalah total dari hati. Mengenai sifat dominasi, akal di Timur (Islam) dihargai, tetapi tidak sampai mendominasi jalan hidup sehingga orang Islam meninggalkan agama, lalu mengambil materialisme dan ateisme. Dalam dunia Islam akal berjalan bersama-sama dengan hati sejak kedatangan Islam, terutama sejak tahun 80-an sampai tahun 1200-an. Ini adalah tahun-tahun hidupnya filofof-filosof Islam jalur rasional seperti Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-ghazali, dan Ibnu Rusyd, dan yang lainnya.

Dari dorongan ini berkembanglah filsafat dan sains islami yang kelak diteruskan ke Barat. Selain itu al-qur an juga menghargai rasa atau hati. Ayat-ayat Al-Qur an banyak juga yang tidak dapat dipahami dengan akal, yang hanya mungkin dipahami dengan rasa. Oleh karena itu, pengetahuan yang berbasis rasa cukup berkembang dalam masyarakat Islam. Yang disebut jalur rasa adalah jalur tashawwuf.

Al-Qur an

menghargai

akal.

Tashawuf dalam Islam muncul karena banyak sebab antara lain pengaruh Agama Kristen, pengaruh filsafat Yunani, juga pengaruh filsafat Abad Pertengahan. Agama Kristen yang mengajarkan zuhud atau membenci dunia amat mungkin berpengaruh pada kemunculan sufi dalam dunia Islam. Filsafat Yunani, seperti teori zuhudnya Phytagoras, juga sangat mungkin berpengaruh pada orang Islam karena orang Islam telah mengetahui ajaran itu. Filsafat Abad Pertengahan terutama yang tergambar di dalam ajaran Plotinus, Anselmus, dan Agustinus yang amat mengutamakan kehidupan ascetic dan kecintaan kepada Tuhan, bahkan kebersatuan dengan Tuhan, sangat mungkin telah mempengaruhi para sufi Islam. Akan tetapi, yang lebih penting dari pengaruh itu adalah pengaruh al-Qur an itu sendiri.

Al-Qur an mengandung berbagai ayat yang memotivasi untuk tashawwuf, seperti Al-Baqarah 186, Al-Baqarah 115, 16, dan Al-Anfal ayat 17. Ayat-ayat itu mendorong orang Islam untuk berada lebih dekat dengan Tuhan. Ayat-ayat lain menyuruh untuk membersihkan batin, ayat yang tidak dapat dipahami oleh akal, juga merupakan ayat-ayat Al-Qur an yang mendorong munculnya tashawwuf dalam Islam, (Zar, 2004: 127).

c. Indra

Indra dapat digunakan oleh manusia untuk meperoleh ilmu pengetahun. Apa sajakah Instrumen itu? Diantara alat yang dimiliki manusia manusia untuk memperoleh pengetahuan adalah Indra manusia memiliki beragam indera seperti penglihatan (mata), pendengaran (telinga), perabaan (kulit) pengcap (lidah), penciuman (hidung). Untuk memperoleh pengetahuan yang sempurna beragam indra tersebut harus ada pada manusia karena apabila manusia kehilangan satu bentuk indera maka ia kehilangan satu ilmu, (Qamar, 2005: 57). Tetapi menrut Ibnu Sina (dalam Nasution, 2001) menyatakan bahwa indara manusia bukan hanya mata, telinga, hidung, kulit dan lidah melainkan hati termasuk indra.

Dalam filsafat Islam, benar bahwa dengan indra manusai bisa mengetahui, tetapi pengetahuan itu tidak akan sempurna tanpa kekuatan lain yang disebut dengan rasio, akal, pikiran. Oleh karena itu dalam usaha memahami dan mengetahui sesuatu keduanya mesti ada dan kita selalu membutuhkan keduanya. tetapi, apakah dengan kedua instrumen tersebut manusia telah mampu memperoleh pengetahuan dengan sempurna? jawaban terkait hal ini berbeda- beda, akan tetapi dalam filsafat Islam, jawabannya tidak. Manusia membuthkan satu intrumen lagi yang disebut dengan intuisi .

4. Intuisi

Intuisi bisa disebut juga ilham atau inspirasi yang muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan yang begitu indah dan bahkan pada saat memancing.

Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba- tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu, (Rahayu, 2013).