Kesimpulan Proses Litigasi Pengadilan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Di Indonesia terdapat dua ketentuan hukum yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa akad pembiayaan lembaga keuangan mikro BMT yaitu: a. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang pada dasarnya para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri cara dan proses pemeriksaan sengeketa yang mereka kehendaki. Pasal 1 butir 1 UU No. 30 Tahun 1999 tersebut menyebutkan: “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”, berarti eksistensi arbitrase mempunyai peran penting dalam menyelesaikan perkara-perkara lembaga keuangan syari`ah. b. UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyebutkan: “Peradilan Agama mempunyai kewenangan absolutnya dalam bidang : Perkawinan, Kewarisan, Wasiat, Hibah, Wakaf, Universitas Sumatera Utara Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi Syari`ah dan lainnya”, ekonomi syari`ah dimaksud juga termasuk lembaga keuangan mikro syari`ah BMT. c. Landasan hukum arbitrase adalah berdasarkan surat Al-Hujurat ayat 9 dan Surat An-Nisa ayat 35. 2. Litigasi atau penyelesaian sengketa melalui gugatan di pengadilan bukan satu- satunya lembaga atau cara yang dapat menyelesaikan sengketa, sebab tersedia beberapa alternatif untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan, yakni aribitrase dan Alternative Dispute Resolution ADR Ada dua opsi yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari`ah, yakni melalui proses litigasi di pengadilan atau non litigasi. Proses litigasi dapat ditempuh melalui Pengadilan agama, yakni lembaga kekuasaan kehakiman yang memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa dan mengadili sengketa ekonomi syari`ah. Sedangkan jalur non litigasi dapat ditempuh melalui Badan Arbitrase Syari`ah Nasional Basyarnas sebagai badan yang berkompeten menegakkan hukum Islam. 3. Penyelesaian sengketa akad pembiayaan lembaga keuangan mikro baitul maal wat tamwil dalam hal nasabah tidak melaksanakan kewajibannya maka BMT menyelesaikan secara silaturrahmi dan kekeluargaan, misalnya menambah waktu pembayaran atau menagih dengan cara memberi kesempatan sampai nasabah mampu waktu tidak terbatas. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga hubungan baik antara BMT dan nasabah. BMT dalam menangani nasabah yang tidak melaksanakan kewajibannya tidak pernah menempuh jalur Universitas Sumatera Utara hukum, karena penyelesaian melalui pengadilan akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Sedangkan pada umumnya nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan kepada BMT adalah pengusaha kecil yang besarnya jumlah pembiayaannya juga kecil. Sebagaimana halnya Pengadilan Agama, Basyarnas juga tidak menjadi pilihan BMT terhadap penyelesai sengketa mereka. Peran dan fungsi serta pemahaman mengenai Basyarnas belum diketahui oleh para pelaku yang terlibat dalam menjalankan usaha ekonomi syari`ah khususnya Lembaga Keuangan Mikro BMT ini.

B. Saran