Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein yang kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya. Dengan mengalikan nilai tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi
berturut-turut sebagai berikut : 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16 nitrogen.
Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu : cara makro dan semimikro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan
besar contoh 1-3g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa Purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein.
Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisis protein cara Kjeldahl pada
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. Agus Krisno, 2001
2.4.1.1. Tahap Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO
2
dan H
2
O. Sedangkan nitrogennya N akan berubah menjadi NH
4 2
SO
4
. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator Selenium. Dengan penambahan bahan katalisator
tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-410
o
2.4.1.2. Tahap Destilasi
C. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna lagi.
Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia NH
3
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya
ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah asam borat 3 dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka
Universitas Sumatera Utara
diberi indikator misalnya BCG + MR dan atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi dengan ditandai destilat tidak bereaksi basis.
2.4.1.3. Tahap Titrasi
Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1N
mL HCl sampel – blanko N =
x N HCl x 14,008 x 100 berat sampel g x 1000
Setelah diperoleh N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
P = N x faktor konversi Slamet S, 1989
Reaksi penentuan kadar protein metode Kjeldahl : Tahap Destruksi
Se
C,H,O,N
n
+ H
2
SO
4 p
NH
4 2
SO
4
+ SO
2
+ CO
2g
+ H
2
larutan hijau bening O
Tahap Destilasi
dipanaskan
NH
4 2
SO
4
+ 2NaOH Na
2
SO
4
+ 2NH
4
dipanaskan
OH NH
4
OH NH
3g
+ H
2
O
dipanaskan
NH
3 g
NH
tashiro
3l
2NH
3
+ 4H
3
BO
3
NH
4 2
B
4
O
7
+ 5H
2
larutan hijau muda O
Tahap Titrasi NH
4 2
B
4
O
7
+ 2HCl 2NH
4
Cl + H
2
B
4
O
7
+ 5H
2
larutan ungu O
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Lowry Metode ini berdasarkan pada reaksi antara pereaksi Folin Ciocateau dengan gugus fenol
dari rantai samping asam amino tirosin Tyr yang ada pada rantai protein, sdan akan memberikan warna biru gelap pada larutan protein.
3. Metode Biuret Metode ini berdasarkan pada kekuatan basa dari larutan tembaga yang akan menghasilkan
warna ungu dari kompleks tembaga-protein. Sensitivitas dari metode ini adalah 0,1-5 mgmL. Adanya ammonia dan ammonium sulfat akan mengganggu ketelitian dari metode
ini. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 540 nm.
2.5. Sumber Protein