5. Di akhir perendaman, tambahkan air bersih ke dalam biji kedelai yang telah menjadi
bubur. Rebus kedelai dengan air bekas rendaman dan ulangi sampai 3-5 kali menggunakan larutan garam 0,5-1. Saring hasil rebusan dengan kain saring setiap
kali perebusan selesai. Kualitas kecap kedelai paling bagus diperoleh dari hasil rebusan pertama, sedangkan kualitas kecap dari hasil rebusan kedua dan seterusnya telah
menurun. 6.
Tambahkan bumbu dan gula secukupnya pada tahap paling akhir. 7.
Saring sari kecap dengan kain saring. Masukkan ke dalam botol gelas atau kantong plastik. Kecap kedelai siap dikonsumsi atau dipasarkan. Adisarwanto, 2005
2.2.3. Syarat-Syarat Mutu Kecap
Tabel 2.3 Syarat-Syarat Mutu Kecap Manis dan Asin
Kecap Manis Kecap Asin
Bau, rasa, warna Garam
Sakarosa Protein
Reaksi Lakmus Zat Pemanis dan zat warna
buatan Asam Bensoatgaramnya
Bahan-bahan Berbahaya Normal
Max 10 Max 20
Min 2 Tidak alkali
Negatif Max 250 mgKg
Negatif Normal
Max 10 Max 10
Min 3 Tidak alkali
Negatif Max 250 mgKg
Negatif
Sumber : Nur Hidayat,dkk 2000
2.3. Limbah Kecap
Limbah industri kecap adalah sisa pembuatan kecap, hasil dari proses pemampatan campuran, pengemasan dan penyimpanan kecap. Bila produksi kecap dengan bahan baku
740 Kg campuran kacang kedelai dan tepung dihasilkan 220 Kg atau 3,3 limbah. Mempunyai massa seperti gel, berwarna coklat hingga hitam.
Limbah kecap umumnya dibuang begitu saja di lingkungan tanpa mengalami proses terlebih dahulu. Tingginya kadar garam dalam pembuatan kecap akan
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi degradasi limbah tersebut di lingkungan. Dengan adanya hujan maka dapat mengotori sumber air.
Pada musim panas dapat memberikan efek yang kurang baik yaitu mengganggu pernafasan karena debunya dapat diterbangkan angin dan sebagai sumber penyakit, karena
tempat bersarang tikus, kecoak dan lalat. Said, 1987 Ampas kecap merupakan limbah dari proses pembuatan kecap yang berbahan dasar
kedelai yang memiliki kandungan protein cukup tinggi. Nilai gizi yang terkandung adalah protein 10,32, lemak 6,93, air 52,98 dan abu 6,72.
http:www.dkp.go.idcontent.php?c=1931. Diakses tanggal 29 Juni 2007.
2.4. Protein
Nama biomolekul protein berasal dari kata “proteos” yang berarti utama. Kata ini pertama kali diberikan oleh Gerardus Mulder yang menganggap zat ini paling penting dari
semua molekul organik pada kehidupan manusia. Protein merupakan biomolekul yang sangat penting. Abdul Hamid, 2001
Protein merupakan kelompok nutrien yang amat penting. Senyawa ini didapatkan dalam sitoplasma pada semua sel hidup, baik binatang maupun tanaman. Protein adalah
substansi organik dan mereka mirip lemak maupun karbohidrat dalam hal kandungan unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi, semua protein juga mengandung
nitrogen, dan beberapa di antaranya mengandung belerang dan fosfor.Gaman P, 1981
Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen N yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini
dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein
kasar crude protein. Slamet S, 1989
2.4.1. Analisis Protein
Uji kualitatif protein dapat dilakukan dengan reaksi warna, di antaranya : 1.
Reaksi Millon
Universitas Sumatera Utara
Reaksi ini berdasarkan inti fenol bereaksi dengan reagensia Millon, memberikan warna merah.
2. Reaksi Sakaguchi
Reaksi ini berdasarkan adanya gugus guanidin dengan reagensia Sakaguchi, memberikan warna merah.
3. Reaksi Santoprotein
Reaksi ini untuk melihat adanya gugus fenil pada molekul protein, gugus fenil dengan asam nitrat membentuk senyawa nitro yang berwarna kuning setelah dipanaskan.
4. Reaksi Biuret
Reaksi ini berdasarkan adanya dua atau lebih ikatan peptida dengan reagensia Biuret
memberikan warna lembayung. Pantjita H, 1993
Analisis protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya : 1. Metode Kjeldahl
Prinsip cara analisis Kjeldahl : Tahap I
: destruksi semua senyawa yang mengandung nitrogen oleh asam sulfat pekat hingga larutancairan berwarna hijau jernih dengan menambahkan
katalis yang berupa selenium mixture. Tahap II
: setelah diencerkan dalam volume tertentu, maka sebagian didestilasi dengan penambahan larutan pekat NaOH 30 agar terbebasnya NH
3
dari senyawa NH
4
Tahap III : titrasi destilat oleh larutan standar HCl hingga kembali berwarna ungu,
maka volume HCl akan ekuivalen dengan banyaknya NH sulfat pada tahap I, sehingga ikut dengan uap air dan
akan ditampung destilatnya dalam larutan asam borat 3 dan indikator tashiro yang semula berwarna ungu menjadi hijau.
4
yang terikat dengan asam borat dalam bentuk NH
4
Cl.
Universitas Sumatera Utara
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein yang kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya. Dengan mengalikan nilai tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi
berturut-turut sebagai berikut : 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16 nitrogen.
Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu : cara makro dan semimikro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan
besar contoh 1-3g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa Purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein.
Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan. Analisis protein cara Kjeldahl pada
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. Agus Krisno, 2001
2.4.1.1. Tahap Destruksi
Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO
2
dan H
2
O. Sedangkan nitrogennya N akan berubah menjadi NH
4 2
SO
4
. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator Selenium. Dengan penambahan bahan katalisator
tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-410
o
2.4.1.2. Tahap Destilasi
C. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna lagi.
Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia NH
3
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya
ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah asam borat 3 dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka
Universitas Sumatera Utara
diberi indikator misalnya BCG + MR dan atau PP. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi dengan ditandai destilat tidak bereaksi basis.
2.4.1.3. Tahap Titrasi
Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1N
mL HCl sampel – blanko N =
x N HCl x 14,008 x 100 berat sampel g x 1000
Setelah diperoleh N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
P = N x faktor konversi Slamet S, 1989
Reaksi penentuan kadar protein metode Kjeldahl : Tahap Destruksi
Se
C,H,O,N
n
+ H
2
SO
4 p
NH
4 2
SO
4
+ SO
2
+ CO
2g
+ H
2
larutan hijau bening O
Tahap Destilasi
dipanaskan
NH
4 2
SO
4
+ 2NaOH Na
2
SO
4
+ 2NH
4
dipanaskan
OH NH
4
OH NH
3g
+ H
2
O
dipanaskan
NH
3 g
NH
tashiro
3l
2NH
3
+ 4H
3
BO
3
NH
4 2
B
4
O
7
+ 5H
2
larutan hijau muda O
Tahap Titrasi NH
4 2
B
4
O
7
+ 2HCl 2NH
4
Cl + H
2
B
4
O
7
+ 5H
2
larutan ungu O
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Lowry Metode ini berdasarkan pada reaksi antara pereaksi Folin Ciocateau dengan gugus fenol
dari rantai samping asam amino tirosin Tyr yang ada pada rantai protein, sdan akan memberikan warna biru gelap pada larutan protein.
3. Metode Biuret Metode ini berdasarkan pada kekuatan basa dari larutan tembaga yang akan menghasilkan
warna ungu dari kompleks tembaga-protein. Sensitivitas dari metode ini adalah 0,1-5 mgmL. Adanya ammonia dan ammonium sulfat akan mengganggu ketelitian dari metode
ini. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 540 nm.
2.5. Sumber Protein
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah mapun mutu, seperti telur, susu daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati
adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi
tertinggi. Padi-padian dan hasilnya relatif rendah dalam protein, tetapi karena dimakan dalam
jumlah banyak, memberi sumbangan besar terhadap konsumsi protein sehari. Menurut catatan Biro Pusat Statistik tahun 1999, rata-rata 51,4 konsumsi protein penduduk sehari
berasal dari padi-padian. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya
merupakan 18,4 konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan. Kontribusinya rata-rata terhadap
konsumsi protein hanya 9,9. Protein hewani pada umumnya mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia. Akan tetapi harganya relatif mahal.
Untuk menjamin mutu protein dalam makanan sehari-hari, dianjurkan sepertiga bagian protein yang dibutuhkan berasal dari protein hewani.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Komposisi Asam Amino Esensial Beberapa Bahan Makanan Sumber Protein Hewani
Bhn Makanan Prot
Tripto fan g
Treo nin g
Isole usin g
Leu sin g
Lisin g
Fenila lanin g
Metio nin g
Valin g
Cistin g
Daging sapi 18.8
0.220 0.830
0.984 1.540
1.642 0.773
0.466 1.044
0.238 Daging ayam
21.3 0.259