BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dunia bisnis telah berkembang pesat ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi informasi, persaingan ketat, dan pertumbuhan inovasi yang
terus-menerus. Dalam rangka dapat bertahan, dengan cepat perusahaan- perusahaan mengubah bisnis yang berdasarkan labor based business bisnis
berdasarkan tenaga kerja ke arah knowledge based business bisnis berdasarkan pengetahuan, dengan karakteristik utamanya adalah ilmu pengetahuan. Seiring
dengan perubahan ekonomi yang memiliki karakteristik berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan knowledge
management maka keberhasilan suatu perusahaan tergantung pada suatu
penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri. Secara umum, intellectual capital digunakan untuk menunjukkan
perbedaan antara nilai pasar market value dan nilai buku book value suatu perusahaan. Sedangkan lebih spesifik lagi, intellectual capital adalah kepemilikan
pengetahuan, pengalaman yang diterapkan, teknologi organisasi, hubungan dengan pelanggan dan keahlian profesional yang dapat memberikan keunggulan
kompetitif perusahaan di pasar. Dalam berbagai literatur, definisi intellectual capital seringkali dimaknai
secara berbeda. Stewart 2002 menjelaskan bahwa intellectual capital dapat dipahami dalam tiga hal. Pertama, keseluruhan dari apapun yang seseorang
Universitas Sumatera Utara
ketahui di dalam perusahaan yang dapat memberikan keunggulan bersaing. Kedua,
materi intelektual – pengetahuan, informasi, intellectual property, pengalaman – yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. Ketiga, paket
pengetahuan yang bermanfaat. Sedangkan Heng 2001 dalam Sangkala 2006 mengartikan intellectual capital sebagai aset berbasis pengetahuan dalam
perusahaan yang menjadi basis kompetensi inti perusahaan yang dapat mempengaruhi perkembangan daya tahan dan keunggulan perusahaan.
Kelebihan dari perspektif intellectual capital adalah menyediakan kerangka kerja untuk menjelaskan proses penciptaan nilai value creation
process dalam kaitannya antara sumber daya dengan shareholders value. Selain
itu intellectual capital memberikan pandangan menyeluruh mengenai perusahaan dan lebih bersifat praktik daripada konseptual, artinya intellectual capital sangat
praktis dan dapat dilakukan dari pendekatan manajerial. Fenomena
intellectual capital mulai berkembang di Indonesia terutama
setelah munculnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.19 revisi 2000 tentang aktiva tidak berwujud. Meskipun tidak dinyatakan secara
eksplisit sebagai intellectual capital, namun lebih kurang intellectual capital telah mendapat perhatian. Menurut PSAK No.19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva
nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau
jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Peranan intellectual capital semakin strategis di tengah pemulihan krisis
global. Bahkan akhir-akhir ini intellectual capital memiliki peran kunci dalam
Universitas Sumatera Utara
upaya melakukan peningkatan value di berbagai perusahaan. Beberapa tahun terakhir ini sudah ada beberapa perusahaan yang melengkapi laporan kinerjanya
dengan laporan intellectual capital. Langkah ini didorong oleh kesadaran bahwa laporan keuangan tradisional telah kehilangan relevansinya. Perhatian perusahaan
terhadap pengelolaan intellectual capital beberapa tahun terakhir ini semakin besar. Hal ini disebabkan adanya kesadaran bahwa intellectual capital merupakan
landasan bagi perusahaan untuk unggul dan bertumbuh. Kesadaran ini antara lain ditandai dengan semakin seringnya istilah knowledge based company muncul
dalam wacana bisnis. Istilah tersebut ditujukan terhadap perusahaan yang lebih mengandalkan pengelolaan intellectual capital sebagai sumber keunggulan dan
long term growth -nya.
Knowledge based company adalah perusahaan yang diisi oleh komunitas
yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan. Komunitas ini memiliki kemampuan belajar, daya inovasi, dan kemampuan problem solving yang tinggi.
Ciri lainnya adalah perusahaan ini lebih mengandalkan knowledge dalam mempertajam daya saingnya. Hal ini digambarkan dengan semakin mengecilnya
investasi yang dialokasikannya untuk physical goods, sementara untuk soft factors mendapat alokasi investasi yang semakin besar. Investasi dalam soft factors ini
disebut sebagai investasi di bidang intellectual capital. Sebagai akibatnya, value dari knowledge based company utamanya ditentukan oleh intellectual capital
yang dimiliki dan dikelolanya. Pada sistem manajemen yang berbasis pengetahuan knowledge based ini,
maka modal yang konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan
Universitas Sumatera Utara
dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi. Dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis, yang nantinya akan
memberikan keunggulan bersaing Rupert, 1998 dalam Sawarjuwono dan Kadir,
2003.
Pulic 2000 mengajukan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambahan sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan Value Added
Intellectual Coeficient - VAIC™. Komponen utama dari VAIC dapat dilihat dari
sumber daya perusahaan – physical capital, human capital, dan structural capital. Penggunaan model Pulic VAIC™ menunjukkan bagaimana kemampuan
perusahaan dalam mengelola dan memaksimalkan kekayaan intelektualnya untuk menciptakan nilai value creation bagi perusahaan. Model ini dimulai dengan
kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added VA. VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai value creation. Penelitian ini mengukur kinerja intellectual capital pada perusahaan
perbankan dan kemudian membuat peringkat bank berdasarkan Business Performance Indicator
BPI yang diukur menggunakan VAIC™. VAIC™ dapat juga dianggap sebagai BPI Business Performance Indicator. Menurut Ulum
2008, hasil perhitungan kinerja intellectual capital berdasarkan model VAIC™ masing-masing bank selanjutnya diklasifikasikan ke dalam 4 kategori yang
didasarkan pada skor VAIC™ masing-masing bank, yaitu: 1 Top Performers –
Universitas Sumatera Utara
skor VAIC™ di atas 3; 2 Good Performers – skor VAIC™ antara 2,0 sampai dengan 2,99; 3 Common Performers – skor VAIC™ antara 1,5 sampai dengan
1,99; 4 Bad Performers – skor VAIC™ di bawah 1,5.
Pemilihan sektor perbankan sebagai sampel pada penelitian ini mengacu pada penelitian Ulum 2008; Kamath 2006; Mavridis 2004; serta Firer dan
William 2003. Sektor perbankan dipilih sebagai objek ideal penelitian tersebut karena: 1 tersaji laporan keuangan neraca, labarugi publikasi yang dapat
diakses setiap saat; 2 bisnis sektor perbankan adalah “intellectually” intensif Firer and William, 2003; dan 3 secara keseluruhan karyawan di sektor
perbankan “intellectually” lebih homogen dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya Kubo and Saka, 2002 dalam Ulum, 2008.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Kinerja Intellectual Capital Terhadap Estimasi Rangking Bank Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.”
B. Perumusan Masalah