Pendapat Imam Syafi’i Tentang Kisas

a. Jaifah , yaitu pelukaan yang sampai ke bagian dalam dari dada dan perut, baik pelukaan dari depan, belakang maupun dari samping. b. Ghair Jaifah, yaitu pelukaan yang tidak sampai ke bagian dalam dari dada atau perut, melainkan hanya pada bagian luarnya saja. 5. Tindakan selain yang telah disebutkan di atas Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah setiap tindakan pelanggaran, atau menyakiti yang tidak sampai merusak athraf atau menghilangkan manfaatnya, dan tidak pula menimbulkan luka atau syajjaj atau jirah 74 . Sebagai contoh dapat dikemukakan, seperti pemukulan pada bagian muka, tangan, kaki atau badan, tetapi tidak sampai menimbulkan atau mengakibatkan luka, melainkan hanya memar, muka merah atau terasa sakit. Hanafiyah sebenarnya hanya membagi tindak pidana atas selain jiwa ini kepada empat bagian, tanpa memasukkan bagian yang kelima karena bagian yang kelima ini adalah suatu tindakan yang tidak mengakibatkan luka pada athraf anggota badan, tidak menghilangkan manfaatnya, juga tidak menimbulkan luka syajjaj ,dan tidak pula luka pada jirah 75 .

D. Pendapat Imam Syafi’i Tentang Kisas

Siapa yang dijatuhi hukuman kisas dalam masalah pembunuhan maupun dalam masalah penganiayaan dalam hal ini Imam Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada kisas atas orang yang tidak wajib atasnya hudud hukuman-hukuman yang telah ditetapkan kadarnya. Orang yang memiliki kriteria seperti ini dari kaum laki-laki adalah yang belum pernah mimpi bersenggama, sedangkan dari kaum wanita adalah yang belum 74 Ibid ., h.50 75 Ibid ., mengalami haid atau yang usianya belum cukup 15 tahun dari keduanya, serta orang yang akalnya tidak sehat dengan sebab apapun kecuali karena mabuk. 76 Apabila seorang laki-laki baligh yang tidak dilarang membelanjakan hartanya yang diterima pengakuannya mengaku telah melakukan tindak kriminal secara sengaja dan ia memerinci tindak kriminal tersebut, lalu ia gila atau mengalami gangguan otak, maka kisas-kisas dilaksanakan atasnya. Adapun bila ia mengaku melakukan hal itu tanpa sengaja, maka ia harus mengganti kerugian yang ditimbulkan dengan hartanya. Akalnya yang terganggu tidak menghalangi untuk diambil hak orang lain darinya. Imam Syafi’i juga berpendapat apabila seseorang yang telah baligh mengaku telah melakukan tindak kriminal terhadap orang secara sengaja dan ia mengaku bahwa saat terjadinya tindak pidana itu ia masih di bawah umur, maka perkataannya dapat diterima di mana ia tidak dijatuhi hukuman kisas, namun ia tetap membayar kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya. Menurut Imam Syafi’i tindak pidana secara sengaja yang berlaku padanya kisas adalah pembunuhan yang dapat ditinjau dari tiga segi 77 Pertama, pembunuhan yang disengaja dan berlaku padanya hukum kisas, dalam hal ini ahli waris orang yang terbunuh dapat menuntut pelaku agar dihukum bunuh. Kedua, pembunuhan serupa sengaja namun tidak berlaku padanya hukum kisas. Ketiga, pembunuhan tanpa sengaja tidak berlaku padanya hukum kisas. Batasan tindak pidana yang berlaku padanya hukum kisas adalah seseorang yang dengan sengaja mendatangi orang lain lalu menghujamkan senjata yang biasa digunakan untuk menumpahkan darah dan dapat melukai daging seperti pedang atau 76 Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab al-Umm II, Jakarta, Pustaka Azzam, 2004, h. 570. 77 Ibid ., pisau karena senjata tersebut adalah senjata diperintahkan Allah untuk dibawa saat shalat khauf. 78 Imam Syafi’i juga berpendapat apabila seorang memukul orang lain dengan menggunakan bagian lain sisi yang tidak tajam dari pedang atau pisau dan tidak melukainya namun korban meninggal dunia maka dalam kasus ini pelaku tidak dijatuhkan hukuman mati 79 . Seseorang dapat dijatuhi hukuman mati karena membunuh dan apabila besi yang ia gunakan dapat melukai atau mengoyakkan badan seperti batu yang besar. Apabila seseorang memukul orang lain dengan menggunakan sisi tajam pedang atau pisau dan korban tidak terluka namun ia meninggal dunia maka dalam kasus ini pelaku diharuskan membayar denda dan tidak dijatuhi hukuman mati. Jika seseorang memukul orang lain dengan menggunakan batu yang tidak bersisi tajam dan ukurannya relatif ringan, lalu batu itu dipukulkan ke kepala korban dan korban meninggal dunia maka dalam kasus ini pelaku tidak dijatuhi hukuman mati jika pelaku memukuli korban dengan batu itu dan menimbulkan luka di kepala yang umumnya dapat membawa kepada kematian maka pelaku dijatuhi hukuman mati sebab batu dapat melukai dengan sebab ukurannya yang berat sekiranya batu itu memiliki sisi tajam lalu melukai korban sehingga meninggal dunia, maka pelaku dijatuhi hukuman mati 80 . Adapun sesuatu yang lebih berat dari ini maka bila dipukulkan, ditindihkan atau dijatuhkan kepada seseorang, maka orang itu tidak akan bertahan hidup. Apabila seseorang menggunakan benda seperti ini untuk memukul atau melempar orang lain dan korban tidak mampu keluar darinya atau benda itu ditimpakan kepadanya lalu korban meninggal dunia maka dalam kasus ini berlaku hukum kisas. Sebagai contoh seseorang yang memukul orang lain dengan menggunakan kayu yang besar dan dapat melukai 78 Ibid ., h. 571 79 Ibid ., 80 Ibid ., kepala, dada maupun pinggang korban hingga membunuhnya, atau pelaku menggunakan benda lain yang mirip dengan ini dimana umumnya orang yang dipukul dengan benda itu tidak akan bertahan hidup maka dalam kasus ini pelaku dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi sebagaimana cara ia membunuh korban. Begitu pula apabila seseorang menyalakan api lalu melempar orang lain ke dalam api itu dalam keadaan terikat atau ia mengikat orang lain dan melemparkan ke air dan korban meninggal dunia saat itu juga atau meninggal beberapa waktu kemudian akibat sakit yang ia derita karena penganiayaan itu maka dalam kasus ini pelaku dihukum mati. Imam syafi’i berpendapat barang siapa mengalami penganiayaan dari seseorang, maka hendaknya diperhatikan waktu terjadinya peristiwa itu. Apaila umumnya apa yang menimpanya dapat membunuh seseorang, maka pelaku dijatuhi hukuman mati. Dan apabila seseorang menempatkan orang lain dalam suatu ruangan tanpa menyisakan lubang yang dapat digunakan untuk mengirim makanan dan minuman kepada orang itu hingga berhari-hari lalu korban meninggal dunia atau ia memenjarakan orang itu di suatu tempat meski bukan dalam tembok tertutup lalu ia melarang untuk diberikan kepada korban makanan dan minuman selama waktu yang umumnya orang akan meninggal dunia dalam masa tersebut tanpa makan dan minum hingga akhirnya korban meninggal dunia maka pelaku dijatuhi hukuman mati. 81 Adapun bila korban meninggal pada masa yang umumnya seseorang tetap hidup tanpa makan dan minum, maka pelaku tidak dijatuhi hukuman mati, tapi harus membayar denda. Dalam hal penganiayaan fisik secara sengaja yang tidak mencapai tingkat pembunuhan Imam Syafi’i berpendapat bahwa penganiayaan fisik yang tidak mencapai tingkat pembunuhan berbeda dengan hukuman pembunuhan itu sendiri dalam sebagian 81 Ibid ., h. 572 perkara yang dilakukan secara sengaja 82 . Apabila seseorang dengan sengaja menusuk mata orang lain dengan jari tangannya hingga mencungkilnya maka pelaku dijatuhi hukuman yang serupa dengan perbuatannya atau kisas. Demikian pula apabila seseorang memasukkan jari tangannya di mata orang lain hingga mata orang itu mengalami cedera sampai akhirnya ia buta maka pelaku dijatuhi hukuman yang sama dengan perbuatannya 83 . Allah telah menetapkan hukum yang adil juga telah menyamakan diantara hamba-hambaNya baik yang berstatus sosial tinggi maupun yang berstatus sosial rendah di hadapan hukum Allah SWT berfirman dalam surat al-Maidah ayat 50 : ;- ;- C=; H 5- Q ﻡ - Y ﻡ? ;-| eG l B5-O+Y 2 f n 6 q} 9 “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin ? al-Maidah : 50 Sesungguhnya Islam diturunkan pada saat sebagian bangsa Arab saling membalas karena pembunuhan atau penganiayaan maka diturunkan pada mereka firman-Nya: ﺏ - ? H -O ﺏ Z -O R+ -[ -B-5G -. ;-ﻡ \ 4ZY ﺏ - Hﺕ + --Rﺵ EGIY ﻡ -E R- + `ﻥ- ﺏ `ﻥ- ? EG P ] :Y? S?- --BGY ]c \ -E+ 01 ﺏ d + ]e ? B-5Hﺏ Hﻡ --3Gaﺕ 01 C bﺏ 2 f 6 Lgh 9 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa 82 Ibid ., 83 Ibid ., yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih” al- Baqarah:178 Imam Syafi’i berkata siapa saja yang membunuh seseorang maka ahli waris korban berhak memilih antara membunuh pelaku pembunuhan atau mengambil diyat atau memberi maaf tanpa mengambil diyat 84 . Allah SWT telah mengirimkan firmanNya: ;--ﺕA? EHG; D + ﻡ;-Mﻡ - ﻡ? HNO ﺏ AP -Q = R ;- ﻡ . -EﻥP R+ S -T+ ﻥ U-ﺱ 2 ﺱW 6 XX 9 “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar, dan barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”. al-Israa: 33 Apabila ahli waris orang yang dibunuh memilih mengambil diyat dan tidak melakukan kisas maka pembunuh harus menerima keputusan ini baik ia tidak menyukainya karena sesungguhnya Allah SWT hanya memberi kekuasaan kepada ahli waris. Adapun yang memegang kekuasaan ini adalah seluruh ahli waris yang terdiri dari isteri dan selainnya. Tidak boleh bagi wali memutuskan untuk menuntut bunuh atas pelaku pembunuhan hingga berkumpul seluruh ahli waris. Ahli waris yang tidak berada di tempat ditunggu hingga hadir atau menunjuk wakil dan ahli waris yang masih kecil ditunggu hingga baligh adapun pembunuh tetap ditahan hingga ahli waris yang tidak berada di tempat hadir dan yang masih kecil menjadi baligh. Apabila ahli waris yang tidak hadir atau masih kecil maupun yang telah baligh meninggal dunia sebelum mereka berkumpul untuk menentukan hukuman atas pelaku pembunuhan anggota keluarga 84 Ibid., h. 575 mereka maka ahli waris yang tersisa tetap berhak memilih antara menuntut hukuman bunuh atau denda atau memberi maaf tanpa diyat 85 . Apabila satu kelompok yang terdiri beberapa orang memukuli satu orang secara bersama-sama hingga meninggal dunia namun satu orang diantara mereka menggunakan besi satu orang menggunakan tongkat yang ringan satu orang menggunakan batu atau cambuk lalu orang yang dipukuli meninggal dunia akibat perbuatan mereka maka mereka semua dianggap telah memukul secara sengaja namun tidak ada kisas atas mereka karena kita tidak tahu pasti pukulan mana yang mengakibatkan kematian 86 . Imam Syafi’i berpendapat apabila masing-masing keluarga korban yang dibunuh mengajukan bukti bahwa anggota keluarganya dibunuh terlebih dahulu maka yang dijadikan pegangan adalah perkataan si pelaku pembunuhan 87 . Apabila pelaku tidak membuat pengakuan tentang siapa yang lebih dahulu yang dibunuh maka saya menyukai bila Imam mengundi diantara keluarga para korban itu siapa saja yang menang undian maka anggota keluarganyalah yang dinyatakan lebih dahulu dibunuh sementara keluarga korban yang lain berhak mendapatkan diyat dari harta pelaku pembunuhan itu. Demikian pula apabila si pelaku membunuh para korban itu secara bersamaan saya menyukai bila imam mengundi untuk menentukan siapa yang mendapatkan bayaran diyat dan dibalas dengan kisas. 88 Apabila seseorang memotong satu tangan korban dan memotong kaki korban yang lain serta membunuh korban ketiga kemudian para wali korban itu menuntut dilaksanakan kisas maka terlebih dahulu dipotong tangan dan kakinya setelah itu dibunuh. 85 Ibid ., 86 Ibid ., h. 576 87 Ibid ., h. 588 88 Ibid ., h. 588. Batasan kisas untuk kejahatan yang tidak mencapai tingkat pembunuhan dalam hal ini Imam Syafi’i berpendapat bahwa kisas pada kejahatan yang tidak mencapai tingkat pembunuhan ada dua hal, yaitu luka dibalas dengan luka dan anggota badan dibalas dengan anggota badan. 89 Apabila seseorang melukai orang lain hingga terlihat tulang yang terbentang antara dua telinga korban sementara jarak antara dua telinga korban lebih lebar dari pada jarak antara dua telinga pelaku maka yang diperhatikan adalah tempat tumbuh rambut hingga kedua telinga sebab kepala adalah salah satu anggota tubuh yang batasannya tidak lebih dari tempat tumbuh rambut. Oleh karena itu adalah satu bagian dari anggota tubuh maka kisas tidak dapat dilebihkan darinya ke anggota tubuh yang lain, demikian pula halnya dengan semua anggota tubuh, diperhatikan panjang anggota tubuh itu tanpa berlebihan pada anggota tubuh lain. Apabila korban dilukai dengan bentuk luka bulat maka pelaku dilukai dengan luka yang sama seperti itu. Demikian pula apabila luka berbentuk memanjang, maka pelaku dilukai seperti itu. Apabila seseorang menampar mata orang lain hingga penglihatannya rusak maka pelaku dapat ditampar pula pada matanya bila tamparan ini dapat merusak penglihatannya maka persoalan telah selesai tapi bila tamparan itu tidak merusak penglihatannya maka didatangkan para ahli untuk merusak penglihatan si pelaku dengan cara yang tidak menimbulkan rasa sakit hingga batas maksimal. 90 Kisas pada anggota badan didasarkan pada nama 91 bukan didasarkan pada panjang pendeknya anggota badan yang terpotong, tangan dipotong karena memotong tangan kaki dengan kaki serta telinga dengan telinga. Begitu pula mata dicungkil dengan sebab mencungkil mata dan gigi dicabut apabila pelaku mencabut gigi korban sebab baik mata maupun gigi termasuk angota badan. 89 Ibid., h.613 90 Ibid., h.614 91 Ibid., h. 615.

BAB III PERIHAL PENCEGAHAN KEJAHATAN