atau siksaan. Kata lain yang menyerupai kata ‘iqab adalah kata ‘adzab yang juga berarti siksa, di samping berarti sakit dan pedih al-alam.
58
Sedangkan secara terminologi, ‘uqubah adalah sebutan bagi sesuatu yang menyakitkan atau tidak menyenangkan yang dikenakan atau ditimpakan kepada pelaku
tindak kejahatan dalam rangka mencegah menghalangi pelaku, atau suatu yang tidak menyenangkan atau menyakitkan yang disyariatkan oleh Allah untuk mencegah
timbulnya berbagai kerusakan atau mafasid.
59
C. Tindak Pidana Yang Dapat Dikenakan Pidana Kisas
Tindak pidana yang dapat dikenakan hukuman kisas antara lain: Pembunuhan. Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan, atau cara
membunuh .
60
Sedangkan pengertian membunuh adalah mematikan, menghilangkan menghabisi, mencabut nyawa.
61
Dalam bahasa Arab pembunuhan disebut al-qatlu berasal dari kata qatala yang sinonimnya amaaata
62
yang artinya mematikan. Dalam istilah pembunuhan didefinisikan oleh Wahbah al-Zuhaili yang mengutip pendapat
Syarbini Khatib sebagai berikut: “Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa
seseorang ”.
63
Abdul Qadir Audah memberikan definisi pembunuhan sebagai berikut:
1
4
Muhammad Amin Suma, “Hukum Pidana Islam: Visi, Misi dan Filosofinya dalam Perspektif Qur’an dan Sunnah
”, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Hukum Pidana Islam: Deskripsi, Analisis Perbandingan dan Kritik Konstruktif
, Fakultas Syariah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 23-24 Juni 1999, h. 12.
1
5
Ibid.,
60
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, h. 138.
61
Ibid.,
62
Ibrahim Unais, Al-Mu’jam al-Wasith, Juz II, Daar Ihya’ At-turats al-‘Arabi T.Th, h. 715.
63
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz VI, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1989, h.217.
“Pembunuhan adalah perbuatan manusia yang menghilangkan kehidupan yakni pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa manusia dengan sebab
perbuatan manusia yang lain ”.
64
Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan nyawa, baik perbuatan
tersebut dilakukan sengaja ataupun tidak disengaja. Pembunuhan merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara’. Hal ini didasarkan kepada firman Allah dalam al-Qur’an.
1. Surat al-Isra ayat 31:
G. sUI . B-4 P B-. P? B-4- -u ﻥ - Oﻥ CmTﻡP eGI B-.:A?Y ;--ﺕA? 2
ﺱW 6
XL 9
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar ” al-Israa: 31
2. Surat al-Isra ayat 33:
HNO ﺏ AP -Q = R ;--ﺕA?
2 ﺱW
6 XX
9
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan, melainkan dengan suatu alasan yang benar
” al-Israa: 33 3. Surat al-Furqan ayat 68:
HNO ﺏ AP -Q = R ;-- A? I 4 P Q ﻡ ;- A \ ?
01 ﻡ? ;-ﻥp A? ﻡ Y N
2 6
7h 9
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat pembalasan dosanya
” al-Furqan: 68 Larangan perbuatan juga terdapat pada beberapa hadits nabi, antara lain hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
ﺏ ﻡ
- ;
C: v
R -Q
-E 6
-ﺱ ;
- Q
ﺹ -Q
EG ?
ﺱ B
A O
Z :
-= ﻡ
Cw -ﻡ
CB 4
- Y
A P
E P
A -Q
? YHﻥ
R -ﺱ
; -
Q P
A ﺏb
x T
Cy 6
`HG -
p ﻥ
? R -
ﺏ ?
ﺕ -z
E -
-m l
e 2
EG N ﻡ 9
64
Audah, at-Tasyri’ al-Jina’i al-Islamiy, h. 6
“Dari Ibn Mas’ud r.a berkata: Rasulullah saw.telah bersabda: “Tidak halal darah seorang muslim yang telah menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah dan bahwa aku utusan-Nya, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: 1 Pezina Muhsan, 2 Membunuh, dan 3 Orang yang
meniggalkan agamanya dan memisahkan diri dari jama’ah
.” Muttafaqun alaihi
65
Dari beberapa ayat al-Qur’an dan al-Hadits tersebut, jelaslah bahwa pembunuhan merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara’, kecuali ada alasan yang
dibenarkan oleh hukum syara’. Selain pembunuhan tindak pidana yang dapat dikenakan kisas adalah tindak
pidana atas selain jiwa. Yang dimaksud dengan tindak pidana atas selain jiwa, seperti yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah:
“Setiap Perbuatan yang menyakiti orang lain yang mengenai badannya, tetap tidak sampai menghilangkan nyawanya
”.
66
Pengertian ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili, bahwa tindak pidana atas selain jiwa adalah setiap tindakan melawan hukum atas badan
manusia, baik berupa pemotongan anggota badan, pelukaan, maupun pemukulan, sedangkan jiwa atau nyawa dan hidupnya masih tetap tidak terganggu.
67
Istilah tindak pidana atau selain jiwa ?: ﻡ e D digunakan secara jelas
oleh Hanafiah
68
. Istilah ini lebih luas daripada apa yang dikemukakan oleh Undang- Undang hukum pidana Mesir, yang menyebutnya dengan istilah pelukaan al-jarhu dan
pemukulan al-dharbu. Inti dari unsur tindak pidana atas selain jiwa, seperti yang dikemukakan dalam
definisi di atas adalah perbuatan yang menyakiti. Dengan demikian yang termasuk
65
Muhammad Ibn Isma’il Al-Kahlani, Subulus Salam Juz. III, Mesir, Mustafa al-Baaby Al- Halabiy, 1960, h. 260.
66
Ibid.,
67
Ibid.,
68
Muslich, Hukum Pidana Islam, h.45
dalam perbuatan menyakiti, setiap jenis pelanggaran yang bersifat menyakiti, atau merusak anggota badan manusia, seperti pelukaan, pemukulan, pencekikan,
pemotongan, dan penempelengan. Oleh karena sasaran tindak pidana ini adalah badan atau jasmani manusia maka perbuatan yang menyakiti perasaan orang tidak termasuk
dalam definisi di atas, karena perasaaan bukan jasmani dan sifatnya abstrak, tidak konkrit. Perbuatan yang menyakiti perasaan dapat dimasukkan dalam tindak pidana
penghinaan atau tindak pidana lain yang tergolong jarimah ta’zir. Ditinjau dari sasarannya tindak pidana atas selain jiwa dapat dibagi kepada lima
bagian
69
, yaitu: 1.
Penganiayaan atas anggota badan dan semacamnya. Adapun yang dimaksud dengan jenis yang pertama ini adalah tindakan perusakan terhadap anggota
badan dan anggota lain yang disetarakan dengan anggota badan athraf baik berupa pemotongan atau pelukaan. Dalam kelompok ini termasuk pemotongan
tangan, kaki, jari, kuku, hidung, zakar, biji pelir, telinga, bibir, pencongkelan mata, merontokkan gigi, pemotongan rambut, alis, bulu mata, jenggot, kumis,
bibir kemaluan perempuan, dan lidah. 2.
Menghilangkan manfaat anggota badan sedangkan jenisnya masih tetap utuh. Maksud dari jenis yang kedua ini adalah tindakan yang merusak manfaat dari
anggota badan, sedangkan jenis anggota badannya masih utuh. Dengan demikian, apabila anggota badannya hilang atau rusak, sehingga manfaatnya
juga ikut hilang maka perbuatannya termasuk kelompok pertama, yaitu perusakan anggota badan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
menghilangkan daya pendengaran penglihatan, penciuman, pembicaraan, suara,
69
Ibid ., h.47
rasa dzauq, penguyahan madhghun, pengeluaran mani imna’, penghamilan ihbal, persetubuhan ijma’, pengeluaran air seni ifdha’, daya gerak
bathsyu’, dan berjalan. 3.
Hukuman Syajjaj. Yang dimaksud dengan asy-syajjaj adalah pelukaan khusus pada bagian muka dan kepala. Sedangkan pelukaan atas badan selain muka
kepala termasuk kelompok keempat, yaitu jirrah. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa syajjaj adalah pelukaan pada
bagian muka dan kepala, tetapi khusus di bagian-bagian tulang saja, seperti dahi. Sedangkan pipi yang banyak dagingnya tidak termasuk syajjaj, tetapi ulama
yang lan berpendapat bahwa syajjaj adalah pelukaan pada bagian muka dan kepala secara mutlak.
70
Adapun organ-organ tubuh yang termasuk kelompok anggota badan, meskipun ada pada bagian muka, seperti mata, telinga, dan lain-
lain tidak termasuk syajjaj. Menurut Imam Abu Hanifah
71
, syajjaj itu ada sebelas macam: a
Al-Kharishah, yaitu pelukaan atas kulit, tetapi tidak sampai mengeluarkan darah.
b Ad-Dami’ah,
yaitu pelukaan yang mengakibatkan pendarahan, tetapi darahnya tidak sampai mengalir, melainkan seperti air mata.
c Ad-Damiyah, yaitu pelukaan yang berakibat mengalirkan darah.
d Al-Badhi’ah, yaitu pelukaan yang sampai memotong daging.
e Al-Mutalahimah,
yaitu pelukaan yang memotong daging lebih dalam daripada al-Badhi’ah.
70
Audah, at-Tasyri’ al-Jina’i al-Islamiy, h.206
71
Muslich, Hukum Pidana Islam, h.48.
f As-Simhaq
, yaitu pelukaan yang memotong daging lebih dalam lagi, sehingga kulit halus selaput antar daging dan tulang kelihatan. Selaputnya
itu sendiri disebit simhaq. g
Al-Mudhihah, yaitu pelukaan yang lebih dalam, sehingga memotong atau merobek selaput tersebut sehingga tulangnya kelihatan.
h Al-Hasyimah, yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi, sehingga memotong
atau memecahkan tulang. i
Al-Munqilah , yaitu pelukaan yang bukan hanya sekedar memotong tulang,
tetapi sampai memindahkan posisi tulang dari tempat asalnya. j
Al-Ammah , yaitu pelukaan yang lebih dalam lagi sehingga sampai kepada
ummud dimagh { ﻡ
= , yaitu selaput antara tulang dan otak. k
Ad-Damighah, yaitu pelukaan yang merobek selaput antara tulang dan otak sehingga otangknya kelihatan.
Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, sebenarnya jenis syajjaj yang disepakati oleh para fuqaha adah sepuluh macam
72
, yaitu tanpa memasukkan jenis yang kesebelas yaitu ad-Damighah. Hal ini karena ad-Damighah itu
pelukaan yang merobek selaput otak, sehingga karenanya otak tersebut akan berhamburan, dan kemungkinan mengakibatkan kematian. Itulah sebabnya ad-
Damighah tidak dimasukkan ke dalam kelompok syajjaj.
4. Al-Jirah,
adalah pelukaan pada anggota badan selain wajah, kepala, dan atraf
73
. Anggota badan yang pelukaannya termasuk jirah ini meliputi leher, dada, perut,
sampai batas pinggul. Al-Jirah ini ada dua macam, yaitu:
72
Ibid ., h. 49
73
Ibid .,
a. Jaifah
, yaitu pelukaan yang sampai ke bagian dalam dari dada dan perut, baik pelukaan dari depan, belakang maupun dari samping.
b. Ghair Jaifah, yaitu pelukaan yang tidak sampai ke bagian dalam dari dada
atau perut, melainkan hanya pada bagian luarnya saja. 5.
Tindakan selain yang telah disebutkan di atas Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah setiap tindakan
pelanggaran, atau menyakiti yang tidak sampai merusak athraf atau menghilangkan manfaatnya, dan tidak pula menimbulkan luka atau syajjaj atau
jirah
74
. Sebagai contoh dapat dikemukakan, seperti pemukulan pada bagian muka, tangan, kaki atau badan, tetapi tidak sampai menimbulkan atau
mengakibatkan luka, melainkan hanya memar, muka merah atau terasa sakit. Hanafiyah sebenarnya hanya membagi tindak pidana atas selain jiwa ini
kepada empat bagian, tanpa memasukkan bagian yang kelima karena bagian yang kelima ini adalah suatu tindakan yang tidak mengakibatkan luka pada athraf
anggota badan, tidak menghilangkan manfaatnya, juga tidak menimbulkan luka syajjaj
,dan tidak pula luka pada jirah
75
.
D. Pendapat Imam Syafi’i Tentang Kisas