harapan masyarakat agar perbuatan kejahatan itu tidak ada artinya hukuman tersebut karena masyarakat yang sekaligus merupakan tujuan syariat itu tidak akan tercapai
101
. Dengan perkataan lain hukuman ringan yang diberikan itu sama saja dengan
hukuman main-main karena hukuman ringan tersebut tidak akan mampu mematahkan nafsu berbuat kejahatan yang mendominasi akal sehatnya. Pelaku perbuatan kejahatan
tidak akan jera mengulang perbuatan kejahatan dan anggota masyarakat lain yang rendah akhlaknya tidak akan ada rasa takut dan rasa malu sedikitpun untuk berbuat
kejahatan dan agamapun akan dijadikan permainan untuk melakukan kejahatan
102
.
B. Permasalahan Sekitar Pencegahan Kejahatan
Beberapa aspek sosial yang oleh Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan
khususnya dalam masalah urban crime
103
, antara lain: a.
Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan kebodohan, ketiadaan atau kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yang
tidak cocok atau serasi. b.
Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek harapan karena 81 proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-
ketimpangan sosial. c.
Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga. d.
Keadaan-keadaan atau kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain.
101
Ibid ., h. 212
102
Ibid .,
103
Mulyana W. Kusumah, Kriminologi dan Masalah Kejahatan “Suatu Pengantar Ringkas”, Bandung, Armico, 1984, h. 140.
e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya
rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian atau kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan klan lingkungan pekerjaan.
f. Menurun atau mundurnya kualitas lingkungan perkotaan yang mendorong
peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan atau bertetangga.
g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk
berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya.
h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga
diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas. i.
Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian.
j. Dorongan-dorongan khususnya oleh mass media mengenai ide-ide dan sikap-
sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan hak atau sikap- sikap tidak toleransi.
Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan jelas merupakan masalah yang tidak dapat diatasi
semata-mata dengan penal
104
. Disinilah keterbatasan jalur penal klan oleh karena ltu harus ditunjang oleh jalur non-penal. Salah satu jalur non-penal untuk mengatasi
masalah-masalah sosial seperti yang dikemukakan diatas adalah lewat jalur kebijakan
104
Barda Nawawi, Upaya Non Penal dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Semarang,Raja Grafindo Persada, 1971, h. 152.
sosial
105
. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Jadi identik dengan kebijakan atau
perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan.
Penanganan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan ini sangat penting karena disinyalir dalam berbagai kongres PBB
106
, bahwa pembangunan itu sendiri dapat bersifat kriminogen apabila pembangunan itu :
a. Tidak direncanakan secara rasional, atau direncanakan secara timpang, tidak
memadai atau tidak seimbang. b.
Mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral. c.
Tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang menyeluruh atau integrasi.
Salah satu aspek kebijakan sosial yang kiranya patut mendapat perhatian ialah penggarapan masalah kesehatan jiwa social hygiene, baik secara individual sebagai
anggota masyarakat maupun kesehatan atau kesejahteraan keluarga termasuk masalah kesejahteraan anak dan remaja serta masyarakat luas pada umumnya
107
.
Prof. Soedarto, pernah juga mengemukakan bahwa kegiatan Karang Taruna dan
kegiatan Pramuka dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat dengan pendidikan agama merupakan upaya-upaya non-penal dalam mencegah dan menanggulangi
kejahatan
108
. Peranan pendidikan agama dan berbagai bentuk media penyuluhan keagamaan
adalah sangat penting dalam memperkuat kembali keyakinan dan kemampuan manusia
105
Ibid .,
106
Ibid .,
107
J.E. Sahetapy dan B. Mardjono Reksodiputro, Kejahatan, Penjahat, dan Reaksi Sosial, Bandung, Alumni, 1990, h. 82.
108
Ibid .,
untuk mengikuti jalan kebenaran dan kebaikan
109
. Dengan pendidikan dan penyuluhan agama yang efektif, tidak hanya diharapkan terbinanya pribadi manusia yanag sehat
jiwa atau rohaninya tapi juga terbinanya keluarga yang sehat dan lingkungan sosial yang sehat. Pembinaan dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat memang tidak berarti
semata-mata kesehatan rohani atau mental, tapi juga kesehatan budaya dan nilai-nilai pandangan hidup kemasyarakatan
110
. Ini berarti penggarapan kesehatan masyarakat atau lingkungan sosial yang sehat tidak harus berorientasi pada pendekatan religius tapi juga
berorientasi pada pendekatan identitas budaya nasional. Disamping upaya-upaya non-penal dapat ditempuh dengan menyehatkan
masyarakat lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada didalam masyarakat itu sendiri, dapat pula upaya non-penal itu digali dari berbagai
sumber lainnya yang juga mempunyai potensi efek-preventif
111
. Sumber lain itu misalnya media pers atau media massa, pemanfaatan kemajuan teknologi dikenal
dengan istilah techno-prevention dan pemanfaatan potensi efek preventif dari aparat penegak hukum. Mengenai yang terakhir ini Prof. Soedarto menyatakan bahwa
kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan secara kontinyu termasuk upaya non-penal yang mempunyai pengaruh preventis bagi penjahat pelanggar hukum
112
. Sehubungan dengan hal ini, kegiatan razia atau operasi yang dilakukan pihak
kepolisian di beberapa tempat tertentu dan kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat atau kegiatan komunikatif-edukatif dengan masyarakat perlu diefektitkan
113
. Kegiatan operasi-operasi untuk pemberantasan kejahatan bukan merupakan hal yang
baru di kepolisian, misalnya operasi atau razia pemilikan senjata api gelap, operasi
109
Ibid ., h. 157
110
Ibid .,
111
Ibid ., h. 159
112
Ibid ., h. 160
113
Ibid .,
penembakan pelaku kejahatan residivis dan lain-lain
114
.Kegiatan ini mempunyai tujuan ganda yakni pertama sebagai upaya jangka pendek untuk dalam waktu singkat
menekan peningkatan angka kejahatan dan kedua menciptakan pemenuhan kebutuhan warga masyarakat atas rasa aman.
Kegiatan itu seringkali juga memperlihatkan tanggapan kelembagaan aparat keamanan atas kecemasan bahkan rasa takut atas kejahatan fear of crime yang diyakini
dalam proses pengendalian sosial
115
. Keberhasilan dan efektivitas langkah-langkah operasional polisi jelas hanya
dapat dicapai dengan dukungan kedua aspek lain yaitu lingkungan tempat polisi bekerja dan faktor intern polisi
116
. Dalam hubungan itu, maka hubungan polisi dengan masyarakat harus senantiasa diperhitungkan kedalam rencana-rencana operasi dan
dikonkritkan dalarm bentuk tim kerja ini memerlukan syarat telah berjalannya pengembangan gagasan mengenai tanggung jawab bersama atas bekerjanya tata
peradilan pidana dan telah terciptanya pengertian bersama dengan masyarakat. Faktor intern polisi yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas serta
efektivitasnya
117
, yakni perbandingan rasional antara sumber daya yang dicapai. Persyaratan lainnya terletak pada unsur operasional, seperti stabilitas patroli dalam
wilayah-wilayah geografsis yang rawan serta interaksi maksimal dengan masyarakat dan unsur-unsur organisasional seperti kesatuan supervisi dan peningkatan
profesionalisme. Penghukuman yang merupakan pencegahan dari segi represif juga tidak boleh
mengabaikan segi pembinaan dengan dasar pemikiran bahwa prilaku hanya mungkin
114
Soedjono D, Konsepsi Kriminologi Dalam Usaha Penanggulangan Kejahatan “Crime Pervention”
, Bandung, Alumni, 1970, h. 119.
115
Ibid .,
116
Ibid .,
117
Ibid .,
melalui interaksi maksimal dengan kehidupan masyarakat dan pelaksanannya tidak dapat dipisahkan dari strategi perencanaan sosial yang lebih luas. Perlu juga kiranya
penyuluhan hukum bagi masyarakat yang bertujuan untuk sedikit demi sedikit mengurangi proses stigmatisasi atau proses pemberian cap terhadap pelanggar hukum
dan bekas narapidana
118
. Kejahatan adalah suatu persoalan yang selalu melekat dimana masyarakat itu
ada
119
. kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun. Segala daya
upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau mengurangi meningkatnya jumlah kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai
warga masyarakat yang baik. Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi
kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia.
Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensi dukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan
120
. Hal itu menjadi tugas dari setiap kita, karena kita adalah bagian dari masyarakat.
C. Kaitan Penegakkan Hukum Dengan Pencegahan Kejahatan