BAB III PERIHAL PENCEGAHAN KEJAHATAN
DAN PERMASALAHANNYA
A. Pengertian Pencegahan Kejahatan
Pencegahan berasal dari kata ‘cegah’ yang berarti dicegah dan ditangkal untuk melakukan sesuatu atau dikenai larangan. Mencegah berarti menahan sesuatu agar tidak
terjadi, tidak menurutkan, merintangi, melarang, mengikhtiarkan supaya jangan terjadi.
92
Pencegahan berarti proses atau cara perbuatan mencegah, penegahan, penolakan.
93
Kejahatan berasal dari kata ‘jahat’ yang berarti sangat jelek, buruk, sangat tidak baik kelakuan, tabiat, perbuatan. Kejahatan berarti perbuatan jahat, sifat yang
jahat, dosa, perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan untuk melakukan demikian.
94
Masyarakat pada umumnya pasti memandang perilaku kejahatan adalah perbuatan buruk karena manusia berakal sehat pada dasarnya menginginkan kehidupan
dirinya dan keluarga adalah kehidupan yang aman dan nyaman bahkan tidak ada perilaku yang berkaitan dengan kejahatan sama sekali
95
. Masalah kebutuhan hidup ekonomi saja sudah merupakan persoalan yang besar, rumit, yang membutuhkan
ketekunan, pemusatan perhatian, dan kerja keras. Untuk bisa memusatkan perhatian pada pekerjaan mencari nafkah secara halal membutuhkan kehidupan keluarga yang
tenang dan nyaman serta berjalan normal tanpa gangguan. Setiap orang dewasa yang
92
Kamus Besar Bahasa Indonesia , h. 871
93
Ibid.,
94
Ibid.,
95
JE Sahetapi dan B.Mardjono Reksodiputro, Kejahatan, Penjahat, dan Reaksi Sosial, Bandung, Alumni, 1990, h. 71.
berakal sehat sudah pasti tidak menginginkan anak-anaknya, sanak saudara, atau orang tuanya melakukan tindakan kejahatan, misalnya dia bisa membunuh atau menganiaya
orang untuk merampas harta orang lain yang mana dikarenakan kebutuhan ekonomi yang mendesak. Karena itu, seharusnya diri sendiri tidak melakukan kejahatan bukan
karena ia nantinya akan mendapat hukuman tapi dampak negatifnya sangat besar terutama keluarga, orang tua, atau saudaranya dan masyarakat yang mana pelaku akan
lebih banyak merasakan nestapa. Setiap orang berakal sehat pasti tidak menginginkan nestapa terjadi padanya atau keluarganya. Apa yang buruk bagi kita juga buruk bagi
orang lain dan apa yang diinginkan baik untuk kita dan keluarga kita juga diinginkan baik oleh orang lain dan keluarganya
96
. Manusia sebagai makhluk sosial tidak boleh berpikir subjektif untuk
kepentiingan dirinya dan keluarganya saja. Tetapi merugikan kepentingan orang lain. Hal ini sesuai dengan hadits nabi Muhammad SAW yang sangat populer, yaitu:
A -
~ ﻡ
- Y
- -.
B -
O I
G E
ﻡ -
O Z
E 2
EG N ﻡ 9
“Tidak beriman seseorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai diri sendiri”. H.R Muttafaq ‘Alaihi
97
Jadi harus ada keseimbangan antara kepentingan individu dan sosial, hanya yang menjadi masalah adakalanya orang dalam kondisi tertentu yaitu dalam keadaan
nafsu untuk berbuat kejahatan dominan dari akal sehatnya maka pada waktu itu akal sehatnya tidak berfungsi sehingga ia melakukan kejahatan tersebut.
Dalam situasi dan kondisi nafsu manusia yang memuncak, perbuatan kejahatan bukan saja akan menutupi akal sehat tapi juga akan menutupi keimanan yang telah
96
Ibid .,
97
Muhammad Fuad al-Baqi, al-Lu’lu wa al-Marjan, Jilid I, t.k: daar al-Fikri, tth. 11.
bersemi di dalam hati manusia dan menghilangkan rasa malu dan rasa bersalah untuk berbuat kejahatan
98
. Aturan hukum pidana Islam yang memandang perilaku kejahatan sebagai
perbuatan yang sangat buruk dan keji sifatnya yang diharamkan Allah merupakan aturan hukum yang sangat sesuai dengan akal sehat serta dapat dipandang adil karena di
dalamnya terdapat keseimbangan antara hak-hak dan kewajiban manusia sebagai individu dengan individu yang lain dalam masyarakat dan adanya keseimbangan antara
kejahatan yang dilakukan dengan hukuman terhadap pelakunya
99
. Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban individu dengan individu lain dalam
masyarakat merupakan jaminan dapat terciptanya ketertiban, ketentraman dan kenyamanan hidup dalam masyarakat sehingga terpelihara kehidupan agama, manusia,
akal sehat, serta kehormatan keluarga dan anak keturunan manusia dan harta benda kekayaan manusia, terhindar dari perbuatan kejahatan berperan bagi terwujudnya
kelima tujuan syariat tersebut karena maraknya perilaku kejahatan berperan bagi rusaknya kelima tujuan syariat tersebut dalam masyarakat
100
. Jika masyarakat atau akal sehat manusia memandang perbuatan kejahatan adalah perbuatan buruk atau sangat
buruk maka sudah barang tentu mestinya masyarakat atau manusia akal sehat menginginkan perbuatan kriminal tersebut tidak terjadi dalam masyarakat karena
hukuman terhadap perbuatan kejahatan yang dibutuhkan masyarakat secara logika akal sehat adalah hukuman yang keras yang bernilai daya preventif dan edukatif yang paling
tinggi, sebab apabila hukuman terhadap pelaku kejahatan tersebut tidak keras atau hanya ringan-ringan saja yang tidak bernilai daya preventif dan edukatif tinggi maka
98
Reksodiputro, Kejahatan, Penjahat, dan Reaksi Sosial, h. 72
99
Ibid ., h. 211
100
Ibid .,
harapan masyarakat agar perbuatan kejahatan itu tidak ada artinya hukuman tersebut karena masyarakat yang sekaligus merupakan tujuan syariat itu tidak akan tercapai
101
. Dengan perkataan lain hukuman ringan yang diberikan itu sama saja dengan
hukuman main-main karena hukuman ringan tersebut tidak akan mampu mematahkan nafsu berbuat kejahatan yang mendominasi akal sehatnya. Pelaku perbuatan kejahatan
tidak akan jera mengulang perbuatan kejahatan dan anggota masyarakat lain yang rendah akhlaknya tidak akan ada rasa takut dan rasa malu sedikitpun untuk berbuat
kejahatan dan agamapun akan dijadikan permainan untuk melakukan kejahatan
102
.
B. Permasalahan Sekitar Pencegahan Kejahatan