Analisis Pembentukan Nomina Dan Verba Yang Berasal Dari Adjektiva-I Bahasa Jepang : Keiyoushi Kara No Meishi To Doushi Wo Gokeisei Suru Bunseki
ANALISIS PEMBENTUKAN NOMINA DAN VERBA YANG
BERASAL DARI ADJEKTIVA-I BAHASA JEPANG
KEIYOUSHI KARA NO MEISHI TO DOUSHI WO GOKEISEI
SURU BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi
Persyaratan Mengikuti Ujian Sarjana
OLEH :
ARDIANSYAH CANIAGO
080708029
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(2)
ANALISIS PEMBENTUKAN NOMINA DAN VERBA YANG
BERASAL DARI ADJEKTIVA-I BAHASA JEPANG
KEIYOUSHI KARA NO MEISHI TO DOUSHI WO GOKEISEI
SURU BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera UtaraMedan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana
dalamBidang Ilmu Sastra Jepang
Pembimbing I Pembimbing II
Adriana Hasibuan., SS, M.Hum
NIP: 1962 0727 1987 03 2 005 NIP: 1967 0807 2005 01 1 001 Zulnaidi., SS, M.Hum.
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
Disetujui oleh:
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Departemen Sastra Jepang Ketua
NIP : 19600919 1988 03 1 001 Drs.Eman Kusdiyana, M.Hum
(4)
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala Puji hanya milik Allah SWT, Sang pencipta, pemilik, dan pengatur alam semesta yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pembentukan Nomina dan Verba yang Berasal dari Adjektiva-I Bahasa Jepang”yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun bantuan spirituil. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya, penghargaan serta penghormatan yang setingi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukan beliau untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada Beliau.
(5)
4. Bapak Zulnaidi, S.S, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.
5. Seluruh Dosen Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kesabaran telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang pasti berguna bagi penulis di masa depan.
6. Terima kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda yang dengan sabar mendampingi ananda didalam setiap detik kehidupan hingga saat ini. Sungguh tak sesuatu apapun yang dapat menggantikan kasih dan sayang yang kalian berikan. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada keduanya.
7. Abang-abang dan adik-adik ku yang selalu memberikan dorongan dan dukungan dalam segala kondisi. Semoga kalian selalu dalam lindungan dan ridho Allah SWT.
8. Teman-teman seperjuangan : Surya, Pakjen, Yochi, Aza, Dodi, Daher, Hepi, sukses selalu untuk kita semua. Juga untuk grup jajojajosajo ; Ndit, Neng, Ucil, Ika, Winda, Magna, Wilda, yang tiada bosan-bosannya untuk mengingatkan dan memberikan dukungan. Terimakasih telah mengukir kenangan yang akan abadi dalam ingatan kita semua. Untuk rekan-rekan sayap kanan : Iis, Asking, Melin, Cae, Rudy, Debby. Untuk kelompok sayap kiri : Ade, Dela, Asri, Fani, Anisa, Melani. Kelompok minoritas dan yang tiada berkelompok : Dea, Ella, Sylvia, Ester, Mini, Sri, Riska, Rina,
(6)
Odik. Mereka yang menjadi bintang ‘08 : Rika, Ali. Senang bisa mengenal dan melewati masa kuliah bersama kalian semua.
9. Seluruh kohai : Barry, Baim, Rauf, Rina, Dila, Fuji, Putri, Lina, Yola, Pedro, Liska, Mimi, senang menghabiskan sisa-sisa waktu kuliah yang panjang dan melelahkan bersama kalian.
10.Terkhusus untuk mereka yang menjadi tempat curahan penulis : Dewi Fitria, Septry Lee, terimakasih atas dukungan dan masukan-masukan yang bijaksana dari kalian.
11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dan memberikan dukungan pada penulis. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh ALLAH SWT.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, begitu juga dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri serta para pembaca.
Medan, Februari 2013
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………. i
DAFTAR ISI ……….. iv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….. 1
1.2 Perumusan Masalah ……….. 6
1.3 Batasan Masalah ……….. 7
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ……….. 8
1.4.1. Tinjauan Pustaka ……….. 8
1.4.2. Kerangka Teori ……….. 10
1.5 Tujuan dan Manfaat Penulisan ……….. 16
1.5.1. Tujuan Penulisan ……….. 16
1.5.2. Manfaat Penulisan ……….. 16
1.6 Metode Penelitian ……….. 17
BAB II. GAMBARAN UMUM TENTANG MORFOLOGI, MORFEM, PROSES MORFEMIS, ADJEKTIVA-I, NOMINA DAN VERBA BAHASA JEPANG
(8)
2.1.Pengertian Morfologi ……….. 18
2.2.Pengertian dan Jenis-Jenis Morfem ………... 19
2.2.1. Pengertian Morfem ……… 19
2.2.2. Jenis-jenis Morfem ……… 22
2.3.Afiksasi dan Jenis-jenis Afiks Bahasa Jepang……….……… 25
2.3.1.Pengertian Afiksasi ……… 25
2.3.2.Jenis-jenis Afiks ……… 25
2.4.Proses Morfemis Bahasa Jepang ……… 28
2.5.Pembentukan Kata Bahasa Jepang ……… 31
2.6.Adjektiva Bahasa jepang ……… 34
2.6.1.Defenisi dan Ciri-ciri Adjektiva ……… 34
2.6.2.Jenis-jenis Adjektiva ……… 35
2.7.Nomina Bahasa Jepang ……… 36
2.7.1.Defenisi dan Ciri-ciri Nomina ……… 36
2.7.2.Jenis-jenis Nomina ……… 37
2.8.Verba Bahasa Jepang ……… 38
2.8.1. Defenisi dan Ciri-ciri Verba ……… 38
2.8.2. Jenis-jenis Verba ……… 40
BAB III. ANALISIS PEMBENTUKAN NOMINA DAN VERBA YANG BERASAL DARI ADJEKTIVA-I BAHASA BAHASA JEPANG 3.1Pembentukan Nomina ……… 44
3.1.1 Akhiran /–sa/ ……… 44
(9)
3.2Pembentukan Verba ……… 54
3.2.1 Akhiran /–garu/ ……… 54
3.2.2 Akhiran /–mu/ ……… 58
3.2.3 Akhiran /-maru/ dan /–meru/ ……… 60
3.3Perbedaan Masing-masing Akhiran ……… 63
3.3.1 Akhiran /–sa/ dan /–mi/ ……… 63
3.3.2 Akhiran /–garu/ dan /–mu/ ……… 64
3.3.3 Akhiran /–maru/ dan /-meru/ ……… 65
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ……….. 67
4.2 Saran ……….. 69 DAFTAR PUSTAKA
(10)
ABSTRAK
Manusia dalam seluruh aspek kehidupannya tidak pernah lepas dari bahasa. Manusia membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi menyalurkan aspirasi, menyampaikan ide, gagasan dan keinginannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan.
Bahasa ini ditelaah dalam kajian linguistik. Kajian linguistik bahasa Jepang terbagi ke dalam beberapa kategori seperti : onseigaku atau ‘fonologi’, keitairon atau ‘morfologi’, tougoron atau ‘sintaksis’ dan imiron atau ‘semantik’. Kemudian linguistik Jepang juga mengenal istilah shakai gengogaku atau ‘sosiolinguistik’.
Salah satu cabang linguistik yang telah disebut di atas adalah morfologi. dalam morfologi, yang menjadi pusat kajiannya adalah bentuk kata. Kata dalam bahasa Jepang terbagi atas 10 macam, yaitu : verba, adjektiva-I, adjektiva-na, nomina, adverbia, pronomina, kata sambung, kata seru, partikel dan verba bantu.
Dalam penelitian ini penulis memilih untuk meneliti tentang pembentukan nomina dan verba yang berasal dari adjektiva-I bahasa Jepang. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui proses pembentukan kata kerja dan kata benda yang berasal dari kata sifat, Mengetahui apakah semua keiyoushi dapat mengalami perubahan bentuk kelas kata atau tidak dan Mengetahui Perbedaan antara masing-masing nomina jadian dan verba jadian hasil pembentukan tersebut.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode induktif dan deskriptif analisis. metode induktif diterapkan manakala peneliti akan melakukan suatu penyimpulan setelah melakukan pengumpulan data dan analisis data. Sedangkan
(11)
metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta- fakta yang kemudian dianalisis.
Berdasarkan penelitian kepustakaan yang telah dilakukan penulis terhadap pembentukan nomina dan verba yang berasal dari adjektiva bahasa Jepang, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Pembentukan nomina jadian dalam bahasa Jepang disebut 名 詞 化 meishika. Akhiran yang digunakan untuk membentuk nomina jadian dari adjektiva adalah akhiran /–sa/ dan /–mi/. Sedangkan pembentukan verba jadian dalam bahasa Jepang diistilahkan dengan kata 動詞化 doushika. Dan akhiran yang digunakan untuk membentuk verba jadian dari adjektiva adalah akhiran /– garu/, /-mu/, /-maru/ dan /–meru/. Dalam proses pembentukannya, baik nomina maupun verba yang berasal dari adjektiva, dilakukan dengan menghilangkan akhiran /-i/ dan kemudian menambahkan akhiran pembentuk nomina dan verba tersebut setelah gokan dari adjektivanya. Dengan rumus umum sebagai berikut : 形容詞語幹 + /-さ/ → 派生名詞
形容詞語幹 + /-み/ → 派生名詞
形容詞語幹 + /-がる/ → 派生動詞
形容詞語幹 + /-む/ → 派生動詞
形容詞語幹 + /-まる/ → 派生動詞
(12)
Selain penambahan pada akhiran /–sa/ dan /–garu/ yang dapat ditambahkan pada hampir semua adjektiva bahasa Jepang, semua akhiran ini memiliki batasan terhadap adjektiva atau keiyoushi tertentu, artinya tidak dapat ditambahkan pada sembarang adjektiva.
Akhiran /–sa/ dan /–mi/, meskipun sama-sama menghasikan nomina jadian tetap memiliki perbedaan dalam penggunaannya. Akhiran /–sa/ digunakan sebagai ungkapan yang menunjukkan jumlah dan derajat/volume, sedangkan akhiran /–mi/ digunakan untuk mengkongkritkan atau metafora terhadap suatu keadaan.
Akhiran /–garu/ dan /–mu/ yang membentuk verba jadian dari kanjou keiyoushi juga memiliki perbedaan dalam pengunaannya. Verba jadian yang dibentuk dengan akhiran /–garu/ cenderung digunakan untuk keadaan yang terlihat dan terjadi pada tubuh dan pengungkapan perasaan pada lawan bicara, sedangkan verba jadian yang dibentuk dengan akhiran /–mu/ digunakan untuk keadaan yang tidak terlihat dan sesuatu yang terjadi secara mental atau dari dalam. Demikian juga akhiran /–maru/ dan /–meru/ yang sama-sama bisa ditambahakan hanya pada zokusei keiyoushi dengan jumlah dan kata-kata yang sama pun memiliki perbedaan. Penambahan akhiran /–maru/ menghasilkan verba intransitif (jidoushi) sedangkan penambahan akhiran /–meru/ menghasilkan verba transitif (tadoushi).
(13)
要指
人間は人生の要素の中で言語と離れることができない。人間は話し 言葉それとも書き言葉でコミュニケーションのための道具として、他人に 意見、意志を伝えるために言語が要る。
言語は言語学の中に学ばれる。日本語の言語学は四つの部分に分け られている。それは、音声学、形態論、統語論、意味論である。そして、 日本語の言語学に社会言語学もある。
その一つの言語学の部分は形態論である。形態論では語形の分析が 中心となる。日本語の中で品詞分類は十つの部分に分けられている。それ は、名詞、動詞、形容詞、形容動詞、副詞、連体詞、感動詞、接続詞、助 詞、助動詞である。
この研究の中で筆者は形容詞からの名詞と動詞を語形成する分析を 選んだ。そして、この研究の目的は形容詞からの名詞と動詞を語形成する のを知るため、すべての形容詞が名詞または動詞になれるかと知るため、 そのあと、別々の派生名詞と派生動詞はどう違うと知るためである。
この論文の中で筆者は帰納法き の う ほ うときじゅつてきぶんせきほう記述的分析法を使っている。帰納法 は資料を集め、分析したあとで結論しようときに使われている。記述的分 析法は事実を説明したあとで、分析しに使われている。
(14)
筆者が形容詞からの名詞と動詞を語形成する研究文献ぶんけん
日本語の言語学の中で派生名詞を語形成するのは「名詞化」と呼ば れる。形容詞からの名詞を語形成するために、名詞化接尾辞「-さ」と 「-み」を使われている。日本語の言語学の中で派生動詞を語形成するの は「動詞化」と呼ばれる。形容詞からの動詞を語形成するために、動詞化 接尾辞「-がる」、「-む」、「-まる」、「-める」を使われている。 語形成の中で形容詞からの名詞と動詞も同じフォームを持っている。それ は「-い」の接尾辞を消し、そのあと形容詞語幹に名詞化接尾辞または動 詞化接尾辞を付加することである。一般的にフォームはこのような派生 により、取れ る結論はこれである。
規則き そ くによってし ょ り
形容詞語幹 + /-さ/ → 派生名詞 処理することができる。
形容詞語幹 + /-み/ → 派生名詞
形容詞語幹 + /-がる/ → 派生動詞
形容詞語幹 + /-む/ → 派生動詞
形容詞語幹 + /-まる/ → 派生動詞
(15)
ほとんどすべての形容詞に付加することができる「-さ」と「-が る」の接尾辞の以外に他の接尾辞はいろいろな制限を持っている。すなわ ち、ほかの接尾辞はすべての形容詞に勝手に付加することができない。
両方の「-さ」と「-み」の接尾辞は名詞を派生するけれども使い 分けを持っている。名詞化接尾辞「-さ」は状態・程度の 抽 象ちゅうしょう的な意味 を表すものであるが名詞化接尾辞「-み」は状態・性質や、その状態にな っているところを表すものである。すなわち、「-さ」が基本的に「すりょう数量
表現」と「程度表現」に属する名詞であるが「-み」は基本的に「比喩ひ ゆ
感情形容詞からの動詞を派生する「-がる」と「―む」の接尾辞は 使い分けがある。「-がる」を付加したから派生動詞は体に目に見える様 子の表現、感情を言葉や表情に表し、相手に伝えようとする場面によく使 われるが「-む」を付加したから派生動詞は心の中だけの、目に見えない 表 現」に属する名詞である。
事象 じしょう
またはせいしんてき精神的な出来事によく使われる。同じ数と同じ一部の属性形容 詞にしか付加されない「-まる」と「-める」の接尾辞も使い分けがある。 「-まる」を付加した派生動詞は自動詞として使われるが「-める」を付 加した派生動詞は他動詞として使われる。
(16)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam seluruh aspek kehidupannya tidak pernah lepas dari bahasa. Manusia membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi menyalurkan aspirasi, menyampaikan ide, gagasan dan keinginannya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Para ahli bahasa telah menghasilkan berbagai defenisi mengenai bahasa, salah satunya adalah Gorys Keraf (1984:16) yang menyatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Hal tersebut didukung oleh pedapat Abdul Chaer (1988:1), beliau berpendapat bahasa adalah lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Yang dimaksud arbitrer disini adalah bahasa itu memiliki struktur dan kaidah tertentu dalam penggunaannya. Selain itu bahasa juga bersifat konvensional, maksudnya adalah bahasa itu telah disepakati bersama oleh masyarakat penggunanya.
Kajian bahasa ditelaah dalam linguistik. Abdul Chaer (2007:1) mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Defenisi ini mendukung teori Martinet dalam Abdul Chaer (2007:2) yang mengatakan bahwa linguistik adalah telaah ilmiah mengenai bahasa.
(17)
Kata linguistik ini pada dasarnya berasal dari bahasa latin lingua yang berarti bahasa. Istilah linguistics dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kata language yang berarti bahasa. Seperti dalam bahasa Perancis, istilah linguistique berkaitan dengan kata langage yang juga berarti bahasa. Dalam bahasa Indonesia “linguistik” adalah nama bidang ilmu, dengan kata sifatnya adalah “linguistis” atau “linguistik” (Verhaar, 2008:3). Para ahli bahasa sering menyebut ilmu linguistik sebagai “linguistik umum”. Artinya linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia atau bahasa Jepang saja), tapi linguistik itu menyangkut bahasa pada umumnya.
Linguistik ini dalam bahasa Jepang disebut 言語学 (gengogaku). Sama hal-nya dengan bahasa-bahasa lainnya, bahasa Jepang membagi kajian linguistiknya ke dalam beberapa kategori seperti 音 声 学(onseigaku) atau ‘fonologi’ yang memfokuskan kajiannya pada bunyi bahasa, 形態論 (keitairon) atau ‘morfologi’ yang memfokuskan kajiannya pada bentuk kata, 統 語 論 (tougoron) atau ‘sintaksis’ yang memfokuskan kajiannya pada kalimat dan 意味 論 (imiron) atau ‘semantik’ yang memfokuskan kajiannya pada makna. Kesemuanya termasuk dalam ruang lingkup linguistik dalam. Kemudian linguistik Jepang juga mengenal istilah 社 会 言 語 学 (shakai gengogaku) atau ‘sosiolinguistik’, sebuah istilah untuk cabang linguistik luar yang mengkaji bahasa dari sudut pandang masyarakat sebagai pengguna bahasanya.
Salah satu cabang linguistik yang telah disebut di atas adalah morfologi. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2008:97). Sedangkan yang
(18)
menjadi pusat kajian morfologi adalah bentuk kata, sesuai dengan pendapat koizumi (1993:89) yang menyatakan bahwa 形態論では、語形の分析が中心 と な る”keitairon de wa, gokei no bunseki ga chuushin to naru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat berarti : dalam morfologi, yang menjadi pusat kajiannya adalah bentuk kata.
Kata dalam bahasa Jepang, sama hal-nya dengan berbagai bahasa di dunia ini terbagi dalam beberapa jenis. Motojiro dalam Sudjianto (2004:147) mengklasifikasikan kelas kata bahasa Jepang 10 jenis, yaitu :
• Doushi (動詞/verba)
• Keiyoushi (形容詞/adjektiva-i)
• Keiyoudoushi (形容動詞/adjektiva-na) • Meishi (名詞/nomina)
• Fukushi (副詞/adverbia) • Rentaishi (連体詞/pra nomina) • Setsuzokushi (接続詞/kata sambung) • Kandoushi (感動し/kata seru) • Joushi (助詞/partikel)
• Joudoushi (助動詞/verba bantu)
Salah satu jenis kata yang menarik untuk diteliti dari 10 jenis kata tersebut adalah adjektiva-I atau 形容詞 ‘keiyoushi’. Keiyoushi adalah golongan kata sifat yang berakhiran –I dalam bahasa Jepang. Selain karena adjektiva ini sering berperan sebagai predikat dalam kalimat, adjektiva dalam bahasa Jepang juga
(19)
mengalami berbagai perubahan bentuk layaknya verba. Dalam kajian yang lebih kompleks, adjektiva juga tidak jarang mengalami perubahan kelas kata ketika terjadi proses morfologis sehingga menjadi kata baru dengan identitas yang berbeda.
Contoh :
悲しい(形容詞/adjektiva) + /-がる/ 悲しがる(動詞/verba)
+ /-む/ 悲しむ(動詞/verba)
高い(形容詞/adjektiva) + /-み/ 高み(名詞/nomina)
+ /-さ/ 高さ(名詞/nomina)
広い(形容詞/adjektiva) + /-まる/ 広まる(動詞/verba)
+ /-める/ 広める(動詞/verba)
Permasalahan tentang pembentukan kata seperti yang dicontohkan di atas disebut pembentukan kata secara derivatif. Pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya (Abdul Chaer, 2007:175). berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa derivasi adalah perubahan kelas kata setelah proses morfologi.
Dengan demikian, contoh di atas dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut: kata 悲 し い kanashii ‘sedih’ yang tergabung dalam kelas adjektiva-i atau keiyoushi, setelah mengalami proses morfologi dapat berubah menjadi kata 悲しがるkanashigaru dan 悲しむkanashimu yang merupakan
(20)
kata yang tergabung dalam kelas doushi atau verba. Kemudian kata 高いtakai ‘tinggi’ yang juga merupakan golongan adjektiva-i atau keiyoushi, setelah mengalami proses morfologi dapat berubah menjadi kata 高さtakasa dan 高 み takami yang jelas merupakan kata yang tergabung dalam kelas nomina. Hal yang sama juga terjadi pada kata広いhiroi ‘luas’ yang berubah menjadi広まる hiromaru yang merupakan kelas verba.
Pembubuhan akhiran /-さ/、/-み/、/-がる/、/-む/、/-める/ dan / -まる/ dalam istilah linguistik disebut dengan proses afiksasi. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar kata atau bentuk dasar (Chaer, 2007:177).
Terjadinya macam-macam perubahan kelas kata dari kelas adjektiva ke kelas nomina dan kelas verba ini-lah yang melatar-belakangi penelitian berjudul “Analisis Pembentukan Nomina dan Verba yang Berasal dari Adjektiva-I Bahasa Jepang” ini. Selain mengkaji tentang proses pembentukan verba dan nomina dari adjektiva ini, adanya keragaman ini memungkinkan pula adanya perbedaan dalam fungsi gramatikal dalam kata tersebut. Disamping itu, penelitian yang memfokuskan kajiannya pada adjektiva ini tergolong sangat sedikit sehingga penulis mengambil kesempatan ini untuk mengkaji lebih dalam tentang adjektiva ini.
(21)
1.2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, akan dikaji tentang pembentukan kata, khususnya dalam pembentukan verba (doushi) dan nomina (meishi) yang berasal dari adjektiva (i-keiyoushi) bahasa Jepang. Dalam proses penbentukannya, terdapat berbagai jenis perubahan bentuk dalam satu kelas kata. Maksudnya, untuk membentuk nomina dari adjektiva ada berbagai macam cara seperti yang telah disebutkan pada contoh dalam latar belakang masalah. Sama halnya dengan pembentukan verba, juga mempunyai bermacam-macam pola. Hal ini, secara otomatis juga memungkinkan maksud atau fungsi yang bermacam-macam untuk setiap hasil kata bentukan tersebut. Inilah yang akan menjadi objek kajian dalam penelitian ini.
Untuk membahas permasalahan mengenai pembentukan kata serta fungsi gramatikalnya, maka penulis telah membuat suatu rumusan masalah berupa rangkaian pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana pembentukan nomina (meishi) dan verba (doushi) yang berasal dari adjektiva-i (i-keiyoushi) dalam bahasa Jepang?
2. Apakah pembubuhan sufiks-sufiks ini dapat dilakukan pada semua adjektiva atau terbatas pada adjektiva-adjektiva tertentu?
3. Apakah perbedaan antara masing-masing nomina jadian dan verba jadian yang dibentuk dengan pembubuhan sufiks-sufiks tersebut?
(22)
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis membuat ruang lingkup permasalahan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan masalah tidak meluas sehingga objek pembahasan dapat menjadi lebih jelas.
Pembahasan mengenai pembentukan kata merupakan ruang lingkup dari kajian morfologi, yaitu dalam sub-kajian proses morfologi dan dalam cakupan yang lebih spesifik lagi dalam kajian afiksasi. Dan oleh sebab itu, maka penulis merasa perlu untuk membahas proses morfologi dan afiksasi sebelum masuk ke pembahasan tentang pembentukan kata ini. selain itu, perlu kiranya untuk membahas tentang adjektiva-I atau keiyoushi dan seluk-beluknya sebagai objek kajian dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk lebih memberikan pemahaman tentang objek kajian yang dikaji.
Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penulis membatasi permasalahan pada hal-hal berikut :
1. Proses morfologi dalam bahasa Jepang 2. Afiksasi dalam bahasa Jepang
3. Adjektiva-I, nomina dan verba bahasa Jepang
4. Pembentukan nomina (meishi) dan verba (doushi) dan yang berasal dari adjektiva-I (keiyoushi)
(23)
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1.Tinjauan Pustaka
Kajian tentang pembentukan kata ini erat kaitannya dengan kajian linguistik. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa yaang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Abdul Chaer, 2003:1). Sedangkan untuk menguasai suatu bahasa, kita harus memahami tata bahasa dari suatu bahasa tersebut. Nagano Masaru dalam Situmorang (2007:1) menyatakan yang dimaksud dengan tata bahasa adalah aturan yang berhubungan dengan struktur pengutaraan bahasa.
Salah satu cabang linguistik yang telah disebut di atas adalah morfologi. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal (Verhaar, 2008:97). Sedangkan yang menjadi pusat kajian morfologi adalah bentuk kata, sesuai dengan pendapat koizumi (1993:89) yang menyatakan bahwa 形態論では、語形の分析が中心 と な る”keitairon de wa, gokei no bunseki ga chuushin to naru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dapat berarti : dalam morfologi, yang menjadi pusat kajiannya adalah bentuk kata.
Berbicara tentang pembentukan kata, maka secara otomatis kita harus membicarakan pula tentang proses morfemis atau proses morfologi. Proses morfemis adalah apabila 2 buah morfem disatukan, mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi dengan cara 付加 (fuka/penambahan), 消除 (sukujo/penghapusan), 重複 (jufuku/pengulangan) dan ゼロ接辞 (zero setsuji/imbuhan kosong) (Situmorang, 2007:11). Sedangkan menurut Parera (1994:18) proses morfemis merupakan proses pembentukan kata
(24)
bermorfem jamak baik derivatif maupun inflektif. Pada umumnya proses morfemis dibedakan atas :
• Proses morfemis afiksasi
• Proses morfemis pergantian atau perubahan internal • Proses morfemis pengulangan
• Proses morfemis zero • Proses morfemis suplesi
• Proses morfemis suprasegmental
Kemudian proses morfemis ini menghasilkan kata. Pada dasarnya, kata yang terbentuk dari proses morfemis ini adalah verba (doushi), nomina (meishi) dan adjektiva (keiyoushi). Sutedi (2003:44) mengatakan, adjektiva atau keiyoushi, yaitu adjektiiva, mengalami perubahan bentuk, dan bisa berdiri sendiri. Sedangkan Situmorang (2007:25) mendefenisikan keiyoushi berdasarkan huruf kanjinya sebagai kata bentuk keadaan, yang berasal dari kanji 形 (kei/katachi) yang berarti bentuk, kanji 容 (you/youshu) yang berarti keadaan dan kanji 詞 (shi/kotoba) yang berarti kata. Disamping itu terdapat juga kelas nomina atau meishi dan kelas verba atau doushi. Masuoka Takashi (1992:33) mengatakan bahwa : 日本の名詞は、「人名詞」、「物名詞」、「事態名詞」、「場所名詞」、 「方向名詞」、「時間名詞」という基本的な意味に分けて考えることができ る。”Nihon no meishi wa, (hito meishi), (butsu meishi), (jitai meishi), (basho meishi), (houkou meishi), (jikan meishi) to iu kihonteki na imi ni wakete kangaeru koto ga dekiru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti : Nomina bahasa Jepang adalah yang makna dasarnya dapat dibagi atas kata nama orang, nama benda, nama tempat, hal dan waktu. Sedangkan verba bahasa Jepang
(25)
menurut Matsuoka Takashi (1992:12) adalah ; 動詞の基本的な性格は単独で述 語の動きし、文中での動きの違いに応じて活用することである。”Doushi no kihonteki na seikaku wa tandoku de jutsugo no ugokishi, bunchuu de ugoki no chigai ni oujite katsuyou suru koto de aru”, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti : verba adalah kata yang sifat dasarnya cenderung berperan sebagai predikat dalam kalimat tunggal dan mengalami perubahan bentuk.
Dalam penelitian ini kajian akan difokuskan pada perubahan kelas kata yang terjadi pada adjektiva yang menjadi nomina dan verba akibat dari proses morfologi dalam bahasa jepang.
1.4.2.Kerangka Teori
Dalam sebuah penelitian dibutuhkan landasan berfikir untuk menganalisis dan memecahkan suatu masalah. Sehingga perlu disusun pokok-pokok pikiran yang dimuat dalam kerangka teori yang menjelaskan jenis penelitian dan bidang kajian serta gambaran umum penelitian yang ingin dicapai.
Penelitian ini akan mengkaji tentang proses pembentukan kata yang menyebabkan perubahan kelas kata akibat dari proses morfemis afiksasi atau yang dalam bahasa Jepang tergabung dalam proses morfemis fuka. Afiksasi adalah peleburan afiks (imbuhan) pada morfem dasar (Verhaar, 2008:98). Sejalan dengan teori Verhaar, Abdul Chaer juga berpendapat bahwa afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar kata atau bentuk dasar (2007:177). Sedangkan afiks ini dalam bahasa jepang disebut 接辞 (setsuji).
(26)
Selanjutnya Verhaar membagi afiks ini ke dalam 4 bagian, yaitu : • Prefiks (awalan)
• Sufiks (akhiran) • Infiks (sisipan) • Konfiks (simulfiks)
Sedikit berbeda dengan Verhaar, Koizumi (1993:94-96) membagi afiks (setsuji) berdasarkan pembagian setsuji formal 接辞の形式的分類’setsuji no keishikiteki bunrui’ dan pembagian setsuji berdasarkan isi 接辞の内容的分類 ‘setsuji no naiyouteki bunrui’. Berdasarkan pembagian setsuji formal, setsuji terbagi atas :
• 接頭辞 (settouji), yaitu setsuji yang ditambahkan sebelum gokan. Contoh :
真 (settouji) + 心 (gokan) → 真心
• 接尾辞 (setsubiji), yaitu setsuji yang ditambahkan setelah gokan. Contoh :
立たされた → gokan + shieki setsubiji + ukemi setsubiji + kako setsubiji
• 接中辞 (setsuchuuji), yaitu setsuji yang disisipkan di tengah gokan. Contoh :
見る → 見える
Dengan gokan adalah bagian depan dari sebuah kata yang ditulis dengan huruf kanji dan tidak mengalami perubahan (Sutedi, 2003:43). Sedangkan
(27)
Koizumi sendiri memaknai gokan sebagai 具体的で個別的な意味をもつ形態 素 ”kihonteki de kobetsuteki na imi wo motsu keitaisou” (1993:95) yaitu : morfem yang memiliki satu persatu makna secara praktis.
Sedangkan pembagian setsuji berdasarkan isi, Koizumi membaginya atas : • 派生接辞 (hasei setsuji) yaitu setsuji yang dapat mengganti kelas
kata dan dalam kelas kata yang sama dapat memberi sifat khusus. Terbagi atas setsuji yang dapat mengganti kelas kata dan setsuji yang memberi sifat khusus dalam kelas kata yang sama.
Contoh :
1. Setsuji yang dapat mengganti kelas kata
「女」 (名詞) → 「女らしい」(形容詞の「らしい」)
「広い」(形容詞)→ 「広さ」(名詞化する「さ」)
「広い」(形容詞)→「広まる」(動詞化する「まる」)
2. Setsuji yang memberi sifat khusus dalam kelas kata yang sama 「読む」→ 読ませる/yom-ase-ru/の使役接辞/ase
「読む」→ 読まれる/yom-are-ru/の受身接辞/are
• 屈 折 接 辞 (kussetsu setsuji), yaitu setsuji yang memberikan perubahan sistematis pada kata dalam kelas kata yang sama berdasarkan kategori gramatikal.
(28)
Kemudian, Verhaar juga menjelaskan (2008:107) bahwa proses afiksasi ini memiliki 2 fungsi utama, yaitu :
1. Fleksi, yaitu afiksasi yang membentukkan alternan-alternan dari bentuk yang tetap merupakan kata, atau unsur leksikal, yang sama.
2. Derivasi, yaitu afiksasi yang menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa infleksi adalah fungsi dari afiksasi yang tidak mengakibatkan perubahan kelas kata dari kata asalnya, sedangkan derivasi adalah fungsi dari afiksasi yang mengakibatkan perubahan kelas kata dari kata asalnya. Derivasi inilah yang akan menjadi topik dalam penelitian ini, karena yang menjadi pembahasan adalah perubahan kelas kata pada adjektiva-I (keiyoushi) setelah terjadi proses morfologi afiksasi menjadi verba (doushi) dan nomina (meishi).
Pembentukan nomina dari adjektiva dalam bahasa Jepang dilakukan dengan menambahkan akhiran (sufiks) /-さ/ ‘/-sa/’ dan /-み/ ‘/-mi/’. Ting-chi dan Yi-chen (2010 : 126) menyatakan bahwa 名詞化接尾辞「-さ」は、前接す る形容詞や形容名詞語幹の語種・語形成・語義内容を問わず、ほとんどす べての語幹に後接する上に、性質・状態・程度などの抽象的な意味を表し て、意味・概念的にも比較的透明であるので、レキシコン(lexicon)の 中に一々リストする必要はなく、「A(N)-さ → N」のような一般的な派生 規則によって処理することができる。”Meishika setsubiji (-sa) wa, zensetsu suru keiyoushi ya keiyoumeishi gokan no goshuu-gokeisei-goginaiyou wo towazu,
(29)
hotondo subete no gokan ni gosetsu suru ue ni, seishitsu-jotai-teido nado no chuushouteki na imi wo arawashite, imi- gainenteki ni mo hikakuteki toumei de aru no de, rekishikon no naka ni ichi-ichi risuto suru hitsuyou wa naku, (A<N>-sa <N> no youna ippanteki na haseikisoku ni yotte shori suru koto ga dekiru”. Dari penjelasan Ting-chi dan Yi-chen diatas dapat diketahui bahwa akhiran /–sa/ dapat dibubuhkan pada hampir semua gokan dari adjektiva bahasa Jepang sehingga tidak perlu dibuat list. Sedangkan makna dari akhiran /–sa/ ini adalah menunjukkan derajat, tingkat dan keadaan sesuatu. Kemudian dijelaskan pula bahwa pembentukan nomina dengan akhiran /–sa/ ini membentuk pola umum A – sa N.
Kemudian Ting-chi dan Yi-chen (2010 : 127-128) menjelaskan 「-み」は 単純形容詞にしか付加できず。さらに、品詞の種類も形容詞に限られ、形 容名詞には付加されず、語種も大和言葉の固有語彙に限られ、漢語語彙や 外 来 語 語 彙 に は 付 加 さ れ な い 。 「-み 」 は こ の よ う に 生 産 性 (productivity)が極端に低く、どのような形容詞語幹が「-み」を取る のかについての予測や一般化も難しいので、レキシコンの中に一々リスト しなければならないと思われる。”(-mi) wa tanjun keiyoushi ni shika fuka dekizu. Sara ni, hinshi no shuurui mo keiyoushi ni kagirare, keiyoumeishi ni wa fukasarezu, goshuu mo yamato kotoba no koyuu goi ni kagirare, kango goi ya gairaigo goi ni wa fukasarenai. (-mi) wa kono youni seisansei ga kyokutan ni hikuku, dono youna keiyoushi gokan ga (-mi) wo toru no ka nit suite no yousoku ya ippanka mo muzukashii no de, rekishikon no naka ni ichi-ichi risuto shinakereba naranai to omowareru”. Maksudnya adalah bahwa penambahan
(30)
akhiran /–mi/ memiliki banyak batasan, tidak seperti akhiran /–sa/ sehingga gokan keiyoushi mana yang dapat ditambahkan akhiran /–mi/ ini harus harus dibuat list satu per satu.
Kemudian keduanya juga menjelaskan tentang batasan dalam pembentukan verba dari adjektiva bahasa Jepang, 接尾辞「-ガル」を取るものが もっとも多く、しかもその語幹は感覚と情意形容詞を含む感情形容詞と願 望を表す補助形容詞の「-たい」が連用形の動詞語幹に後接する「動詞-た い」のほとんどすべてに許され、一部の評価形容詞・属性形容詞・次元形 容詞・関係形容詞などにも許される。接尾辞「-ム」を取るものの語例の数 が非常に少なく、その語幹は感情形容詞に限られる。 接尾辞「-マル・-メ ル」を取るものも語例が少なく、その語幹はおもに次元と 評価形容詞に限 られる。”Setsubiji (-garu) wo toru mono ga mottomo ooku, shika mo sono gokan wa kankaku to joui keiyoushi wo fukumu kanjou keiyoushi to ganbou wo arawasu hojou keiyoushi no (-tai) ga renyoukei no doushi gokan ni setsuji suru (doushi-tai) no hotondo subete ni mo yurusare, ichibu no hyouka zokusei keiyoushi-jigen keiyoushi-kankei keiyoushi nado nimo yurusareru . Setsubiji (-mu) wo toru mono no gorei no kazu ga hijou ni sukunaku, sono gokan wa kanjou keiyoushi ni kagirareru. Setsubiji (-maru/-meru) wo toru mono mo gorei ga sukunaku, sono gokan wa omo ni jigen to hyouka keiyoushi ni kagirareru”. Maksudnya adalah dalam pembentukan verba dari adjektiva terdapat berbagai batasan. Untuk akhiran /–garu/ dapat ditambahkan pada kanjou keiyoushi, sebagian zokusei keiyoushi dan adjektiva jadian /–tai/. Sedangkan dalam pembentukan verba yang ditambahkan
(31)
akhiran /–mu/ hanya boleh pada kanjou keiyoushi saja. Dan untuk akhiran /–maru/ dan /–meru/ hanya boleh untuk jigen dan hyouka keiyoushi saja.
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1 . Mengetahui proses pembentukan kata kerja dan kata benda yang berasal dari kata sifat.
2 . Mengetahui apakah semua keiyoushi dapat mengalami perubahan bentuk kelas kata atau tidak.
3 . Mengetahui Perbedaan antara masing-masing nomina jadian dan verba jadian hasil pembentukan dari sufiksasi tersebut.
1.5.2.Manfaat Penelitian
Dan manfaat dari penelitian ini adalah :
1 . Menambah pengetahuan mengenai kata sifat (keiyoushi) beserta perubahannya ke dalam kelas kata yang lain
2 . Membantu menambah referensi yang berkaitan dengan linguistik bahasa Jepang, khususnya dalam bidang kajian morfologi untuk menunjang proses pembelajaran bahasa Jepang.
(32)
1.6. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Peneliitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu (Isyandi, 2003:13)
Data diperoleh dari studi kepustakaan dengan sumber data berasal dari kamus dan berbagai referensi dari buku-buku berbahasa Jepang, bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Kemudian mencatat dan mengumpulkan semua adjektiva-i (keiyoushi) yang muncul dalam buku-buku referensi tersebut.
Data-data dalam penelitian ini adalah adjektiva-i (keiyoushi) yang dikumpulkan melalui berbagai sumber. Buku-buku ini merupakan hasil studi kepustaan di perpustakaan USU, perpustakaan Jurusan Sastra Jepang, perpustaan Konsulat Jendral Jepang di Medan dan koleksi pribadi penulis. Selain itu, penulis juga mengambil beberapa referensi dari beberapa situs web dan blog.
Setelah data terkumpul data dan teori pendukung yang memuat adjektiva (keiyoushi) dan pembentukan verba dan nomina yang berasal dari adjektiva tersebut serta penjelasan mengenai fungsi gramatikalnya, kemudian penulis langsung melakukan analisis deskripsi tentang proses pembentukan kata tersebut serta fungsi gramatikal untuk tiap-tiap bentuk dari hasil pembentukan kata tersebut untuk menentukan perbedaan yang terdapan antara berbagai akhiran tersebut. Dan terakhir menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang telah dianalisis.
(33)
BAB II
GAMBARAN UMUM MORFOLOGI, MORFEM, AFIKSASI, PROSES MORFEMIS, VERBA, NOMINA DAN ADJEKTIVA BAHASA JEPANG
2.1 Pengertian Morfologi
Morfologi adalah cabang dari dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya (Sutedi, 2004:42). Morfologi ini dalam bahasa jepang diistilahkan dengan kata 形 態 論 keitairon. Koizumi (1993:89) mendefenisikan kaitairon sebagai :意味を担う最初の言語形式を「形態素」と 呼ぶが、形態論はこの形態素を扱う部門である。 “imi wo ninau saisho no gengokeishiki wo [keitaisou] to yobu ga, keitairon wa kono keitaisou wo atsukau bumon de aru”. Artinya : keitairon (morfologi) adalah bidang ilmu yang mengkaji tentang satuan bahasa terkecil yang memiliki makna yang disebut morfem (keitaisou).
Sedangkan objek yang dikaji dalam morfologi ini adalah kata 語/単語 (go/tango) sebagai satuan paling besar dan morfem (keitaiso) sebagai satuan terkecil. Sesuai dengan yang diungkapkan Koizumi (1993:89) 形態論では語形の 分析が中心となる。 “keitairon de wa gokei no bunseki ga chuushin to naru”. Yang bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dapat berarti : “dalam Morfologi, yang menjadi pusat penelitiannya adalah tentang bentuk kata”.
(34)
Sebelum melangkah lebih jauh tentang morfologi ini, akan lebih baik untuk mengetahui apa itu kata dan morfem sebagai objek kajian dari morfologi ini. Leonard Bloomfield dalam Parera (1998:2) menyatakan bahwa “a word is minimum free form”. Yang dimaksud free form disini adalah : sebagai suatu bentuk yang dapat diujarkan, tersendiri dan bermakna, tapi bentuk itu tidak dapat dipisahkan atas bagian-bagian yang satu diantara (mungkin juga semua) tidak dapat diujarkan tersendiri. Kata secara morfologis terbagi atas dua macam, yaitu : kata bermorfem tunggal dan kata bermorfem jamak.
Contoh :
Quick dan Quickly
Quick adalah contoh kata bermorfem tunggal dalam bahasa Inggris, sedangkan kata quickly adalah contoh kata bermorfem jamak. Selanjutnya untuk morfem dan seluk-beluknya akan dibahas dalam sub-bab tersendiri.
2.2 Pengertian dan Jenis-jenis Morfem
2.2.1 Pengertian Morfem
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, morfologi hanya mengkaji kata dan morfem sebagai ruang lingkup kajiannya. Para ahli telah banyak menghasilkan berbagai defenisi tentang morfem. Bloomfield dalam Parera (1989:14) menyatakan morfem sebagai berikut : “a linguistic form which bears no partical phonetic-semantic resemblance to any other form, is a simple form or a morpheme”
(35)
Artinya : satu bentuk bahasa yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain manapun juga, baik bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem. Contoh :
Dancing /dance/ + /-ing/ Dances /dance/ + /-s/
Pelaut /pe-/ + /laut/ Lautan /laut/ + /-an/
Dalam contoh di atas terdapat kata dancing dan pelaut. Kata dancing terdiri dari 2 satuan, yaitu /dance/ dan /-ing/. Sedangkan kata pelaut terdiri dari satuan /pe-/ dan satuan /laut/. Banyak kata-kata lain yang juga terdiri dari satuan tersebut, seperti kata dances yang terdiri dari satuan /dance/ dan satuan /-s/ dan lautan yang terdiri dari satuan /laut/ dan satuan /-an/ yang telah tertulis di atas. Maka satuan satuan terkecil itulah yang disebut morfem.
Dalam bahasa Jepang, morfem ini disebut dengan 形 態 素 Keitaisou. Menurut Sutedi (2003:41) morfem (keitaisou) adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipisahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Hal senada juga diungkapkan oleh Koizumi (1993:90) yang mengatakana bahwa 形 態 素 は 「 意 味 を 担 う 最 初 の 言 語 形 式 」 で あ る 。 “keitaisou wa [imi wo ninau saisho no gengo keishiki] de aru”. Artinya : morfem adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki makna. Sedangkan satuan bahasa disini beliau melanjutkan 言語形式というのは、音素連続で示される音形
(36)
(表現)とそれに対する特定の意味(内容)とが結びついたものである。 “gengokeishiki to iu no wa, onsourenzoku de shimesareru onkei (hyougen) to sore ni tai suru tokutei no imi (naiyou) to ga musubi tsuita mono de aru” yang artinya : satuan bahasa disini adalah pelekatan makna khusus dengan ujar yang dihasilkan melalui proses morfemis.
Contoh :
大学Daigaku 大/dai-/ + 学/-gaku/
Secara makna,kata daigaku terdiri dari 2 satuan, yaitu 大dai dan 学gaku. Banyak kata-kata lain yang menggunakan kudua satuan terkecil tersebut seperti kata 大 臣(daijin) yang berarti menteri, juga kata 学 校(gakkou) yang berarti sekolah. Tapi kedua satuan tersebut tidak dapat dipecah lagi menjadi satuan yang lebih kecil yang mengandung makna. Satuan terkecil /dai-/ yang secara leksikal bermakna ‘besar’ dan /-gaku/ yang secara leksikal bermakna ‘ilmu/belajar’, masing-masing merupakan satu morfem.
Secara sederhana Ramlan (1987:36-43) menjelaskan morfem sebagai berikut :
1. Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti atau makna kata yang sama merupakan satu morfem.
2. Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara fonologik.
(37)
3. Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dianggap satu morfem apabila mempunyai arti atau makna yang sama dan mempunyai distribusi komplementer.
4. Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama itu berbeda artinya, tentu saja merupakan morfem yang berbeda.
5. Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero.
6. Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
2.2.2. Jenis-jenis Morfem
Sama dengan berbagai hal lainnya yang berhubungan dengan linguistik, morfem juga terbagi atas berbagai macam jenis. Secara umum, Koizumi (1993:93) membagi morfem bahasa Jepang ke dalam 2 besar, yaitu :
(1) 自由形Jiyuukei (morfem bebas) (2) 結合形Ketsugoukei (morfem terikat)
Selanjutnya Koizumi menjelaskan bahwa yang disebut jiyuukei adalah 単 独で発語をなす形態素。“tandoku de hatsugo wo nasu keitaisou” yang artinya : morfem bebas adalah morfem yang dapat membentuk ujaran dalam bentuk
(38)
tunggal. Sedangkan yang dimaksud ketsugoukei adalah 単独で発語をなさず、 常に他の形態素と結びついて用いられる形態素。“tandoku de hatsugo wo nasazu, jou ni hoka no keitaisou to musubuitsute mochiirareru kaitaisou” yang artinya : morfem terikat adalah morfem yang digunakan untuk mengikat morfem lain dan tidak dapat menjadi ujaran dalam bentuk tunggal.
Dari kedua jenis morfem di atas, kita dapat membentuk kata-kata dengan pola sebagai berikut :
• 自由形Jiyuukei
Contoh : ヤマyama ‘gunung’
• 自由形 + 結合形Jiyuukei + ketsugoukei Contoh : シロ.イshiro + /-i/ ‘putih’ • 結合形 + 結合形Ketsugoukei + ketsugoukei
Contoh : カイ.テkai + /-te/ ‘menulis’ • 自由形 + 自由形Jiyuukei + jiyuukei
Contoh : ヤマ.ミチyamamichi ‘jalan gunung’
Selain itu berdasarkan isinya, Koizumi (1993:95) juga membagi morfem ke dalam 2 macam, yaitu :
(1) 語幹 (Gokan) (2) 接辞(Setsuji)
Selanjutnya Koizumi menjelaskan bahwa yang dimaksud gokan disini adalah 具 体 的 で 個 別 的 な 意 味 を 持 つ 形 態 素 の 異 形 態 。“gutaiteki de
(39)
kobetsuteki na imi wo motsu keitaisou no ikeitai” yang artinya : gokan adalah morfem berubah yang memiliki satu-persatu makna secara praktis. Sedangkan setsuji adalah 文法的な関係を指す形態素の異形態。“bunpouteki na kankei wo sasu keitaisou no ikeitai” yang artinya : setsuji adalah morfem berubah yang menunjukkan hubungan gramatikal.
Contoh :
お金Okane (uang)
書くKaku (menulis)
Dalam contoh diatas, /o-/ dalam kata okane dan /–u/ dalam kata kaku merupakan setsuji yang menunjukkan hubungan gramatikal. /-o/ dalam kata okane menunjukkan hubungan gramatikal yang membentuk ungkapan sonkeigo. Sedangkan /-u/ dalam kata kaku adalah setsuji yang menunjukkan hubungan gramatikal yang menunjukkan bahwa kata kaku adalah verba yang menunjukkan masa sekarang atau bentuk fuutsuukei. Sedangkan kane dan /kaԚ-/ adalah gokan atau dasar kata yang memberi makna pada kata tersebut.
2.3. Afiksasi dan Jenis-jenis Afiks Bahasa Jepang
2.3.1. Pengertian Afiksasi
Afiksasi adalah peleburan afiks (imbuhan) pada morfem dasar (Verhaar, 2008:98). Sejalan dengan pendapat Verhaar, Abdul Chaer juga berpendapat bahwa afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar kata atau
(40)
bentuk dasar (2007:177). Kemudian, Verhaar juga menjelaskan (2008:107) bahwa proses afiksasi ini memiliki 2 fungsi utama, yaitu :
3. Fleksi, yaitu afiksasi yang membentukkan alternan-alternan dari bentuk yang tetap merupakan kata, atau unsur leksikal, yang sama.
4. Derivasi, yaitu afiksasi yang menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu.
Dalam bahasa Jepang, afiks disebut dengan 接 辞 setsuji. Setsuji ini menurut Koizumi (1993:95) adalah 文法的な関係を指す形態素の異形態。
“bunpouteki na kankei wo sasu keitaisou no ikeitai” yang artinya : setsuji adalah morfem berubah yang menunjukkan hubungan gramatikal.
2.3.2. Jenis-jenis Afiks
Secara umum, Koizumi (1993:94-96) membagi setsuji atas 2 kategori, yaitu:
(1) Jenis-jenis afiks (setsuji) berdasarkan bentuk formal 接辞の形式的分類 ‘setsuji no keishikiteki bunrui’.
(2) Jenis-jenis afiks (setsuji) berdasarkan isi接辞の内容的分類 ‘setsuji no naiyouteki bunrui’.
(41)
• 接 頭 辞 Settouji (prefiks/awalan), yaitu setsuji yang ditambahkan sebelum gokan. Disebut juga awalan. Dalam bahasa Jepang terdapat banyak settouji, diantaranya yang paling banyak adalah settouji yang menyatakan rasa hormat yang dipakai dalam pola-pola尊敬語 sonkeigo (ragam bahasa hormat).
Contoh :
/真-/ (settouji) + 心 (gokan) → 真心
• 接 中 辞 Setsuchuuji (infiks/sisipan), yaitu setsuji yang disisipkan ditengah gokan. Pada umumnya, setsuchuuji ini terdapat pada bentuk 自 動詞jidoushi (intransitive) dan 他動詞tadoushi (transitif) dalam verba bahasa Jepang. Tapi secara keseluruhan, setsuchuuji ini jumlahnya yang paling sedikit bila dibandingkan dengan settouji ataupun setsubiji.
Contoh :
見る (tadoushi) + /-え-/ (setsuchuuji) → 見える (jidoushi)
• 接尾辞Setsubiji (sufiks/akhiran), yaitu setsuji yang ditambahkan setelah gokan. Sama halnya dengan settouji, dalam bahasa Jepang juga terdapat cukup banyak setsubiji. Dan ada kalanya terdapat banyak setsubiji dalam sebuah kata.
Contoh :
立たされた → gokan + shiekisetsubiji + ukemisetsubiji + kako setsubiji
(42)
Sedangkan berdasarkan berdasarkan isi, Koizumi (1993:94-96) membaginya atas :
• 派生接辞 (hasei setsuji) yaitu setsuji yang dapat mengganti kelas kata dan dalam kelas kata yang sama dapat memberi sifat khusus. Terbagi atas setsuji yang dapat mengganti kelas kata dan setsuji yang memberi sifat khusus dalam kelas kata yang sama.
Contoh :
3. Setsuji yang dapat mengganti kelas kata (derivasi)
「女」 (名詞) → 「女らしい」(形容詞の「らしい」)
「広い」(形容詞)→ 「広さ」(名詞化する「さ」)
「広い」(形容詞)→ 「広まる」(動詞化する「まる」)
4. Setsuji yang memberi sifat khusus dalam kelas kata yang sama (infleksi)
「読む」→ 読ませる/yom-ase-ru/の使役接辞/ase 「読む」→ 読まれる/yom-are-ru/の受身接辞/are
• 屈折接辞 (kussetsu setsuji), yaitu setsuji yang memberikan perubahan sistematis pada kata dalam kelas kata yang sama berdasarkan kategori gramatikal.
Contoh :
(43)
2.4.Proses Morfemis Bahasa Jepang
Menurut Parera (1994:18) proses morfemis merupakan proses pembentukan kata bermorfem jamak baik derivatif maupun inflektif. Sedangkan menurut ahli linguistik bahasa Jepang, proses morfemis adalah apabila 2 buah morfem disatukan, mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi dengan cara 付 加 (fuka/penambahan), 消 除 (sukujo/penghapusan), 重 複 (jufuku/pengulangan) dan ゼ ロ 接 辞 (zero setsuji/imbuhan kosong) (Situmorang, 2007:11).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa proses morfemis ini dapat terjadi dengan cara 付加 (fuka/penambahan), 消除 (sukujo/penghapusan), 重複 (jufuku/pengulangan) dan ゼ ロ 接 辞 (zero setsuji/imbuhan kosong). Tapi, Koizumi (1993:105-109) berpendapat bahwa proses morfemis dapat terjadi melalui 6 cara, yaitu :
(1) 付加 (fuka/penambahan)
Fuka adalah proses morfemis yang menambahkan morfem pada kata dasar untuk kemudian membentuk kata baru. Sebagai contoh, dapat dilihat dari pembentukan 他動詞tadoushi dari 自動詞jidoushi dalam bahasa Jepang berikut ini :
Contoh :
(44)
Jika akhir gokan dari kata jidoushi tersebut kita anggap sebagai C, maka setelah terjadi proses morfemis fuka menjadi Ce. Secara umum dapat diambil rumus C (自) Ce (他).
(2) 消除 (sukujo/penghapusan)
Sukujo adalah proses morfemis yang menghilangkan morfem dalam membentuk kata baru. Secara praktis, sukujo adalah kebalikan dari fuka. Contoh :
(自) 裂ける sake-ru (他) 裂く sak-u
Jika akhir gokan dari jidoushi tersebut adalah Ce, setelah terjadi proses morfemis sukujo menjadi C. Maka dapat diambil rumus Ce (自) C (他). (3) 置換 (chikan/pergantian)
Chikan adalah
Contoh :
proses morfemis yang mengganti morfem dalam membentuk kata baru.
(自) 集まるatsumar-u (他) 集めるatsume-ru
Jika akhir gokan dari jidoushi tersebut adalah Car dan setelah terjadi proses morfemis chikan menjadi Ce, maka dapat diambil rumus Car Ce. (4) ゼロ接辞 (zero setsuji/imbuhan kosong)
Zero setsuji adalah morfem khusus yang ditambahkan dalam proses morfemis. Disebut morfem zero karena tidak terlihat.
Contoh ;
(45)
Jika akhir gokan dari jidoushi tersebut adalah C, maka akhir gokan dari tadoushi tersebut setelah proses morfemis zero setsuji adalah Cø. Sehingga dapat ditarik rumus C Cø
(5) 重複 (jufuku/pengulangan)
Jufuku adalah proses morfemis yang mengulang morfemnya dalam membentuk kata baru. Dalam bahasa Jepang biasanya terdapat pada 擬音 語 giongo dan 擬 態 語 gitaigo. Giongo adalah kata-kata yang menunjukkan bunyi dan suara binatang dan benda. Gitaigo adalah kata-kata yang menunjukkan bentuk dan keadaan suatu benda.
Contoh :
Giongo オイオイoioi dan シクシクshikushiku Gitaigo バラバラbarabara dan デブデブdebudebu
Selain itu, secara umum proses morfemis jufuku terbagi atas dua bagian, yaitu:
- 語幹の重複Gokan no jufuku, yaitu pengulangan langsung dari gokan. Contoh : 人々hitobito dan 神々kamigami
- 語 幹 と 接 辞 Gokan to setsuji, yaitu pengulangan gokan yang ditambahkan dengan penambahan setsuji (morfem).
Contoh : 若々しいwakawakashii (6) 融合 (Yuugou/penyatuan)
Yuugou adalah proses morfemis yang menggabungkan atau menyatukan morfem-morfem dalam pembentukan kata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari contoh berikut :
(46)
Contoh :
それはウソだ → それはウソではない → それはウソ
Sore wa uso
じゃあな い
daSore wa uso dewanai Sore wa uso
Jyaa adalah bentuk biasa dari dewa dalam percakapan bahasa Jepang. Sedangkan dewa adalah bentuk gabungan antara jodoushi “da” dengan partikel “wa”. Sama halnya dengan bentuk そりゃあsoryaa yang merupakan bentuk gabungan dari それsore dengan partikel はwa.
jyaanai
2.5.Pembentukan Kata Bahasa Jepang
Pembentukan kata dalam bahasa Jepang disebut 語形成gokeisei. Sutedi (2003:45) menyatakan bahwa dalam pembentukan kata ada 4, yaitu :
• 派生語Haseigo (kata jadian) • 複合語Fukugougo (kata majemuk)
• 借り込みKarikomi/しゅりゃくshuryaku (akronim) • とうじごToujigo (singkatan)
Haseigo merupakan kata yang terbentuk dari penggabungan morfem isi 内 容形態素 (naiyou keitaisou) dengan afiks 接辞 (setsuji) dengan pola sebagai berikut :
1. Settouji + Naiyou keitaisou Contoh :
(47)
/go-/ + nomina ご家族gokazoku (keluarga) /su-/ + nomina 素足suashi (kaki telanjang) /ma-/ + nomina 真心magokoro (setulus hati) /ka-/ + adjektiva か黒いkaguroi (hitam pekat) 2. Naiyou keitaisou + setsubiji
Contoh :
Gokan adjektiva + /-sa/ 寒さsamusa (dinginnya/nomina) Gokan adjektiva + /-mi/ 厚みatsumi (ketebalan/nomina) Nomina verba + suru 勉強するbenkyou suru (belajar/verba) Nomina + /-teki/ 経済的keizaiteki (ekonomis/adjektiva) Kata yang terbentuk dari penggabungan beberapa morfem isi disebut dengan fukugougo (kata majemuk) (Sutedi, 2003:47). Dengan pola pembentukan sebagai berikut :
Contoh :
Nomina + nomina 山.道Yamamichi “jalan gunung”
雨.傘Amagasa “payung hujan”
Verba + verba 取り.出すToridasu “mengambil”
Nomina + verba 東京.行きTokyoiki “mengunjungi Tokyo”
(48)
Karikomi/shuryaku merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosa kata aslinya, sedangkan toujigo adalah singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf alphabet (romaji) (sutedi, 2003:47)
Contoh karikomi/shuuryaku :
テレビジョンterebijyon テレビterebi
ハーソナルコンヒュータPa-sonaru kompyuuta ハソコンpasokon
Contoh toujigo :
Nihonhousoukyokai NHK Watercloset WC
2.6.Adjektiva Bahasa Jepang
2.6.1. Defenisi dan Ciri-ciri Adjektiva Bahasa Jepang
Adjektiva dalam bahasa Jepang disebut 形容詞keiyoushi. Kitahara dalam Sidjianto (2004:154) menyatakan i-keiyoushi sering disebut keiyoushi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk. Sedangkan Situmorang (2007:25) mendefenisikan keiyoushi berdasarkan huruf kanjinya sebagai kata bentuk keadaan, yang berasal dari kanji 形 (kei/katachi) yang berarti bentuk, kanji 容 (you/youshu) yang berarti keadaan dan kanji 詞 (shi/kotoba) yang berarti kata. Yang termasuk dalam kategori keiyoushi adalah semua adjektiva yang berakhiran /–i/ kecuali kata kirei, kirai dan yumei.
(49)
Selain itu, Nishihara Suzuku, et al (1988:1) menyatakn bahwa 形容詞は 物や事がらの性質、除隊などを表すとともに話し手の修験的判断、感情な どを表す。“keiyoushi wa mono ya kotogara no seishitsu, jotai nado wo arawasu to tomo ni hanashite no shuugenteki handan, kanjou nado wo arawasu” yang artinya : “adjektiva adalah yang menyatakan keadaan, sifat dan lain-lain tentang benda dan hal, dan juga menyatakan kesimpulan dan perasaan si pembicara”.
Contoh :
青い空。Aoi sora ‘langit biru’
ダイヤモンドはガラスより固い。Daiyamondo wa garasu yori katai ‘berlian lebih keras daripada kaca’
今日は暑いですね。Kyou wa atsui desu ne ‘hari ini panas ya!’
あなたに会えないので、寂しいAnata ni aenai no de, sabishii ‘aku kesepian karena tidak bisa bertemu denganmu’
Pada contoh pertama, terdapat adjektiva aoi ‘biru’ yang menyatakan keadaan langit. Sedangkan pada contoh kedua, terdapat adjektiva katai ‘keras’ yang menyatakan sifat dari daiyamondo ‘berlian’. Pada contoh ketiga, terdapat adjektiva atsui ‘panas’ yang merupakan kesimpulan dari si pembicara. Dan pada contoh terakhir terdapat adjektiva sabishii ‘sepi’ yang merupakan ungkapan perasaan si pembicara yang kesemuanya terdapat dalam defenisi di atas..
Dari berbagai defenisi di atas, dapat disimpulkan ciri-ciri yang melekat pada adjektiva bahasa Jepang (keiyoushi) adalah sebagai berikut :
(50)
• Menyatakan sifat atau keadaan sesuatu
• Menyatakan kesimpulan dan perasaan pembicara • Dapat menjadi predikat
• Dapat mengalami perubahan bentuk
• Semua berakhiran /–i/ kecuali kata kirei, kirai dan yumei
2.6.2. Jenis-Jenis Adjektiva Bahasa Jepang
Shimizu dalam sudjianto (2004:154) membagi adjektiva bahasa Jepang atau keiyoushi dalam 2 bagian, yaitu :
1. 属性形容詞 Zokusei keiyoushi, yaitu kelompok adjektiva yang menyatakan sifat atau keadaan secara objektif.
Contoh :
高いtakai ‘tinggi’, 長いnagai ‘panjang’, 早いhayai ‘cepat’, 遠い tooi ‘jauh’ dan sebagainya.
2. 感 情 形 容 詞 Kanjou keiyoushi, yaitu kelompok adjektiva yang menyatakan perasaan atau emosi secara subjektif.
Contoh :
楽 し い tanoshii ‘senang’, 悲 し い kanashii ‘sedih’, 痛 い itai ‘sakit’, 怖いkowai ‘takut’ dan sebagainya.
2.7.Nomina Bahasa Jepang
2.7.1. Defenisi dan Ciri-ciri Nomina Bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang, nomina dikenal dengan sebutan meishi. Matsuoka dalam Sudjianto (2004:156) menyatakan meishi adalah kata-kata yang
(51)
menyatakan orang, benda, peristiwa, dan sebagainya, tidak mengalami konjugasi dan dapat dilanjutkan dengan kakujoshi. Kemudian Hirai dalam Sudjianto (2004:156) menyatakan bahwa meishi, disebut juga taigen, di dalam suatu kalimat ia dapat menjadi subjek, predikat, kata keterangan dan sebagainya.
Sedangkan Situmorang (2010:34) mendefenisikan meishi sebagai kata nama berdasarkan kanjinya, yaitu 名(mei/na) yang berarti nama dan 詞 (shi/kotoba) yang bermakna kata.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada nomina bahasa Jepang (meishi) adalah sebagai berikut :
1. Merupakan 自立語jiritsugo (kata yang berdiri sendiri) 2. Tidak mengalami perubahan bentuk
3. Dapat membentuk bunmetsu dengan ditambahkan partikel ga, wa, wo, no, ni, dan sebagainya
4. Dapat menjadi subjek, objek, predikat dan sebagainya 5. Disebut juga taigen sebagai lawan dari yougen
2.7.2. Jenis-jenis Nomina Bahasa Jepang
Terada Nakano dalam Sudjianto (2004:157) membagi meishi dalam 5 kategori, yaitu :
1. 普 通 名 詞 Futsuu meishi (nomina biasa), yaitu nomina yang mewakili nama benda.
Contoh :
(52)
2. 固 有 名 詞 Koyuu meishi (nomina nama), yaitu nomina yang terbatas pada nama-nama tertentu, misalnya nama orang atau nama tempat.
Contoh :
Medan, Tokyo, Suzuki dan lain-lain.
3. 代 名 詞 Daimeishi (pronomina/kata ganti orang), yaitu nomina yang menggantikan orang.
Contoh :
私watashi, 彼kare, 彼女kanoujo dan lain-lain.
4. 数詞Sushi (kata bilangan), yaitu nomina yang menyatakan jumlah. Di Jepang terdapat bermacam-macam, diantaranya :
Contoh :
一ichi/hito dan lain-lain.
5. 形式名詞 Keishiki meishi (nomina formal), yaitu nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnyasebagai nomina.
Contoh :
ことkoto, ためtame, わけwake, はずhazu, ままmama dan lain-lain.
(53)
2.8.Verba Bahasa Jepang
2.8.1. Defenisi dan Ciri-ciri Verba Bahasa Jepang
Verba dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan 動詞Doushi. Doushi adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan adjektiva-I dan adjektiva-na menjadi salah satu jenis yoogen. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Nomura dalam Sudjianto, 2004:149). Dengan yoogen disini bermakna bahwa verba ini termasuk jenis kata yang menjadi predikat.
Sedangkan dari huruf kanjinya, Situmorang (2010:9) mendefenisikan doushi sebagai kata yang bermakna gerakan, yang berasal dari kanji 動 (ugoku/dou) yang bermakna bergerak dan kanji 詞(shi/kotoba) yang bermakna kata.
Sedangkan verba bahasa Jepang menurut Matsuoka Takashi (1992:12) adalah ; 動詞の基本的な性格は単独で述語の動きし、文中での動きの違い に応じて活用することである。”doushi no kihontekina seikaku wa tandoku de juugo no ugoki shi, bunchuu de no ugoki no chigai ni oujite katsuyou suru koto de aru”. Yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti : verba adalah kata yang sifat dasarnya cenderung berperan sebagai predikat dalam kalimat tunggal dan mengalami perubahan bentuk (Masuoka Takashi, 1992:12)
Contoh :
アミルさンは日本へ行った。Amiru-san wa nihon e itta ‘amir akan pergi ke Jepang’
(54)
机の上にラジオがある。Tsukue no ue ni rajio ga aru
Dalam kalimat pertama, terlihat jelas bahwa verba itta disini menyatakan aktivitas pergi, sedangkan dalam kalimat kedua verba aru menyatakan keberadaan radio.
‘di atas meja ada radio’
Dari berbagai defenisi dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri yang melekat dalam verba bahasa Jepang (doushi) adalah sebagai berikut:
1. Merupakan jenis yoogen 2. Dapat berdiri sendiri
3. Menyatakan aktivitas, keberadaan atau keadaan sesuatu 4. Dapat mengalami perubahan bentuk
5. Dengan sendirinya dapat menjadi predikat
2.8.2. Jenis-jenis Verba Bahasa Jepang
Shimizu dalam Sudjianto (2004:150) membagi doushi kepada 3 bagian, yaitu :
1. 自動詞 Jidoushi (transitif), kata-kata ini menunjukkan kelompok doushi yang tidak berarti mempengaruhi pihak lain.
Contoh :
行くiku ‘pergi’, 起きるokiru ‘bangun’, 寝るneru ‘tidur’, 出るderu ‘keluar’, 閉まるshimaru ‘tertutup’ dan lain-lain.
(55)
2. 他 動 詞 Tadoushi (intransitif), kata-kata ini, menunjukkan kelompok doushi yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain.
Contoh :
起こすokosu ‘membangunkan’, 寝かすnekasu ‘menidurkan’, 出すdasu ‘mengeluarkan’, 閉めるshimeru ‘menutup’ dan lain-lain.
3. しょ動詞 Shodoushi, merupakan kelompok doushi yang memasukkan pertimbangan pembicara, maka tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif. Selain itu, tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan (意思表現ishi hyougen)
Contoh :
見えるmieru ‘terlihat’, いるiru ‘ada’, 聞こえるkikoeru ‘terdengar’, 行 けるikeru ‘dapat pergi’ dan lain-lain.
Selain pembagian di atas, Terada Takano dalam Sudjianto (2004:150) juga membagi doushi dalam 3 jenis, yaitu :
1. 複 合 動 詞 Fukugou doushi, adalah doushi yang terbentuk dari gabungan 2 buah kata atau lebih. Gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata.
Contoh :
Verba + verba 話し合うhanashiau ‘berunding’ Nomina + verba 調査するchoosa suru ‘menyelidiki’
(56)
2. 派生語としての動詞 Haseigo toshite no doushi, adalah verba yang terbentuk dengan menambahkan prefix atau sufiks dan secara keseluruhan dianggap satu kata.
Contoh : さ迷うSa 寒
mayou ‘keluyuran’ がる Samugaru
3. 補助動詞Hojo doushi, yaitu verba yang menjadi bunsetsu tambahan. ‘merasa dingin’
Contoh :
ろうかにごみが捨ててある。rouka ni gomi ga sutete 姉に数学を教えてもらう。Ane ni suugaku wo oshiete
aru
Kata aru dan morau di sini hanya berperan menambahkan keterangan pada kata kerja inti, yaitu sutete dan oshiete.
morau
Situmorang (2010:9) juga membagi doushi kepada 3 bagian berdasarkan bentuk konjugasinya, yaitu :
1. 五段動詞 Godandoushi, disebut juga verba golongan satu. Disebut godandoushi karena mengalami 5 macam bentuk perubahan dalam konjugasinya.
Contoh :
/asobu/ + /toki/ (sushikei) /asoba/ + /nai/, /seru/ (mizenkei) /asobe/ + /ba/, /ru/, /masu/ (kateikei) /asobi/ + /masu/, /masen/ (renyoukei)
(57)
/asobo/ + /u/ (mizenkei)
2. 一段動詞 Ichidandoushi, disebut juga verba golongan dua. Disebut ichidandoushi karena hanya mengalami satu macam perubahan dalam konjugasinya.
Contoh :
Oki_ru /oki/ + /te/, /oki/ + /ta/ Tabe_ru /tabe/ + /te/, /tabe/ + /ta/
3. カ変動詞Kahendoushi dan サ変動詞sahendoushi, disebut juga verba golongan tiga atau verba golongan khusus, karena mengalami perubahan yang tidak beraturan.
Contoh :
Ku_ru /ki/ + /ta/, /ki/ + /te/, /ko/ + /nai/ Su_ru /shi/ + /te/, /shi/ + /ta/, /shi/ + /nai/
(58)
BAB III
ANALISIS PEMBENTUKAN NOMINA DAN VERBA
YANG BERASAL DARI ADJEKTIVA BAHASA JEPANG
3.1. Pembentukan Nomina
Secara umum, dalam bahasa Jepang pembentukan nomina secara derivasional diistilahkan dengan kata 名 詞 化 meishika (nominalizing). Pembentukan nomina yang berasal dari adjektiva (keiyoushi) dilakukan dengan membubuhkan 接 尾 辞 setsubiji (akhiran) /- さ/ ‘/–sa/’ dan /- み/ ‘/–mi/’. meskipun pada akhirnya kedua akhiran ini berfungsi membentuk nomina dari adjektiva, tapi keduanya memiliki perbedaan dalam beberapa hal, baik pembentukan maupun penggunaannya menurut aturan tata bahasa yang akan dibahas lebih lanjut dalam poin-poin selanjutnya.
3.1.1. Akhiran /–sa/
Akhiran /–sa/ berfungsi membentuk nomina dari adjektiva bahasa Jepang. Pembubuhan akhiran /–sa/ dilakukan dengan menghilangkan akhiran /-い/ (/-i/) pada akhir adjektiva (語尾gobi/setsubiji /-i/) dan menambahkan setsubiji /-さ/ setelah 語 幹 gokan adjektiva tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, proses pembentukan ini menghasilkan pola umum sebagai berikut :
(59)
形容詞語幹 + /-さ/ → 派生名詞
Gokan adjektiva + /-sa/ → nomina jadian (hasei meishi)
Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa contoh sebagai berikut :
1. 甘い → 甘さ
/ama-/ + /–i/ → /ama-/ + /–sa/
2. 痛い → 痛さ /ita-/ + /-i/ → /ita-/ + /-sa/ 3. 可愛い → 可愛さ
/kawai-/ + /-i/ → /kawai-/ + /-sa/
Adjektiva amai adalah sebuah kata yang terdiri dari 2 morfem, yaitu morfem /ama-/ yang merupakan dasar kata (gokan) dan morfem /-i/ yang merupakan setsubiji sekaligus berperan sebagai gobi yang menunjukkan sifat adjektiva pada morfem /ama-/ dalam hubungan gramatikal. Pembentukan amasa dari kata amai terjadi setelah menghilangkan gobi /-i/ dan kemudian menambahkan akhiran /–sa/ setelah gokan adjektiva. Dan hasil dari proses ini mengakibatkan perubahan kelas kata (derivasi) dari adjektiva amai ‘manis’ menjadi nomina amasa ‘manisnya’.
Adjektiva itai juga terdiri dari 2 morfem, yaitu morfem /ita-/ yang merupakan gokan atau dasar kata yang memiliki makna tersendiri dan morfem /-i/ sebagai setsubiji merangkap gobi yang menunjukkan sifat adjektiva dalam hubungan gramatikal. Pembentukan itasa dari kata itai juga melalui proses
(60)
menghilangkan akhiran /-i/ dan kemudian penambahan akhiran /–sa/ setelah gokan dan menghasilkan nomina itasa ‘sakitnya’ dari adjektiva itai ‘sakit’.
Demikian pula pada adjektiva kawaii yang terdiri dari 3 morfem, yaitu / ka-/, /-ai-/ dan /-i/. Meskipun demikian, dalam bentuk adjektiva ini, kawai merupakan gokan dari kata kawaii karena memiliki satuan makna tersendiri yang berbeda dari makna morfem-morfemnya. Sehingga dalam proses pembentukannya pun masih tetap menunjukkan pola umum yang telah tersebut di atas.
Berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan penulis, adjektiva-adjektiva bahasa Jepang yang dapat dibubuhkan akhiran /–sa/ adalah golongan-golongan sebagai berikut :
a. 属 性 形 容 詞 Zokusei keiyoushi yang menunjukkan sifat yang dapat dirasakan indera manusia, berupa :
- 視覚 (shikaku) indera pengelihatan Contoh :
赤さ (akasa)、黒さ(kurosa)、白さ(shirosa)、dan lain-lain. - 次元 (jigen) dimensi matematika
Contoh :
高さ(takasa)、長さ(nagasa)、広さ(hirosa)、dan lain-lain. - 聴覚 (choukaku) indera pendengaran
Contoh :
( 声 の/suara/bunyi)大 き さ (ookisa)、 高 さ (takasa)、 騒 が し さ (sawagashisa)、dan lain-lain.
(61)
- 嗅覚 (shokkaku) indera penciuman Contoh :
臭さ(kusasa)、香ばしさ(kambashisa)、dan lain-lain. - 味覚 (mikaku) indera perasa
Contoh :
甘さ(amasa)、辛さ(karasa)、苦さ(nigasa) dan lain-lain. - 触覚 (shokkaku) indera peraba
Contoh :
硬さ(katasa)、柔らかさ(yawarakasa)、dan lain-lain. - 体覚 (taikaku) indera perasa tubuh
Contoh :
暑さ(atsusa)、寒さ(samusa)、dan lain-lain.
b. 関係形容詞 kankei keiyoushi atau adjektiva yang menunjukkan hubungan dan jarak.
Contoh :
親 し さ(shitashisa)、 ふ さ わ し さ(fusawashisa)、 遠 さ(toosa)、 近 さ (chikasa)、 dan lain-lain.
c. 直 観/評 価 形 容 詞 chokkan/hyouka keiyoushi atau adjektiva yang menunjukkan penilaian.
Contoh :
美 し さ (utsukushisa) 、 偉 さ (erasa) 、 強 さ (tsuyosa) 、 難 し さ (muzukashisa)、弱さ(yowasa)、dan lain-lain.
(62)
d. 主観/感情/感覚形容詞 shukan/kanjou/kankaku keiyoushi atau keiyoushi yang menunjukkan perasaan dan emosi.
Contoh :
痛さ(itasa)、苦しさ(kurushisa)、可愛さ(kawaisa)、楽しさ(tanoshisa)、 悲しさ (kanashisa)、dan lain-lain.
Dari contoh dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa akhiran –sa tidak hanya dapat dibubuhkan pada 大和言葉 yamato kotoba (kosa kata asli bahasa Jepang) saja, tapi juga terhadap kango goi dan bahkan gairaigo goi.
Contoh :
美 々 し さ bibishisa( 漢 語 語 彙 )termasuk juga dalam golongan adjektiva penilaian
キモさ kimosa(外来語語彙)termasuk juga dalam kanjou keiyoushi
Kemudian, berdasarkan contoh di atas, akhiran /–sa/ juga dapat dibubuhkan pada 派生形容詞hasei keiyoushi (adjektiva jadian) dan juga反復形 容詞 hanfuku keiyoushi (adjektiva berulang).
Contoh :
男 ら し さ (otokorashisa)、 女 ら し さ (onnarashisa)、 怨 み が ま し さ (uramigamashisa)、dan lain-lain(派生形容詞)
ういういしさ (uiuishisa)、すがすがしさ (sugasugashisa)、たどたどしさ (tadotadoshisa) dan lain-lain(反復形容詞)
(63)
Dari berbagai contoh dan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa akhiran /–sa/ dapat dibubuhkan pada hampir semua adjektiva tanpa syarat dan batasan tertentu dengan proses pembentukan yang membentuk pola seperti yang telah disebutkan di atas.
3.1.3. Akhiran /–mi/
Sama dengan akhiran /–sa/, akhiran /–mi/ juga berfungsi membentuk nomina dari adjektiva. Tapi, bila dibandingkan dengan /–sa/, jumlah kata-kata yang bisa dibentuk dengan membubuhkan akhiran /–mi/ ini jauh lebih sedikit karena terdapat berbagai batasan dan syarat dalam pembentukannya. Sedangkan proses pembentukannya justru sama dengan proses pembentukan nomina dengan pola umum sebagai berikut ;
形容詞語幹 + /-み/ → 派生名詞
Gokan adjektiva + /-mi/ → nomina jadian (hasei meishi)
Pola ini dapat dibuktikan dengan contoh berikut ;
1. 暖かい → 暖かみ
/atataka-/ + /-i/ → /atataka-/ + /-mi/
2. 甘い → 甘み /ama-/ + /-i/ → /ama-/ + /-mi/ 3. 悲しい → 悲しみ
(64)
/kanashi-/ + /-i/ → /kanashi-/ + /-mi/
Adjektiva atatakai terdiri dari 2 morfem, yaitu /atataka-/ yang merupakan gokan atau dasar kata yang memberi makna hangat pada kata atatakai dan morfem /-i/ yang merupakan setsubiji sekaligus gobi yang menunjukkan atatakai berada pada kelas adjektiva dalam tata bahasa. Pembentukan nomina dengan pembubuhan akhiran /–mi/ dilakukan dengan menambahkan akhiran /–mi/ setelah sebelumnya menghilangkan morfem /-i/ atau gobi pada adjektiva atatakai tersebut.
Adjektiva amai juga terdiri dari 2 morfem, yaitu morfem /ama-/ yang merupakan gokan atau dasar kata yang memberikan makna dan morfem /-i/ yang memberikan fungsi gramatikal amai sebagai adjektiva Dalam tata bahasa. Dalam proses pembentukan nomina dari adjektiva amai, dilakukan dengan menghilangkan morfem /-i/ sebagai pemberi fungsi gramatikal adjektiva dan menambahkan akhiran /–mi/ sebagai pemberi fungsi gramatikal nomina.
Sama dengan kedua contoh yang telah dijelaskan di atas, adjektiva kanashii juga terdiri dari 2 morfem, yaitu morfem /kanashi-/ dan morfem /-i/ dengan fungsi yang sama dengan kedua contoh yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan dalam proses pembentukannya menjadi nomina juga dilakukan dengan menghilangkan gobi /-i/ dan kemudian menambahkan akhiran /–mi/.
Kemudian berdasarkan studi keumlah adjektiva yang dapat ditambahkan /–mi/ sangat terbatas, artinya ada banyak adjektiva yang tidak bisa ditambahkan
(1)
verba yang dibentuk dengan menambahkan akhiran /–maru/ dan /–meru/, tapi verba yang dihasilkan dari proses tersebut adalah 2 verba yang berbeda. Akhiran/ –maru/ menghasilkan verba jidoushi, sedangkan akhiran /–meru/ menghasilkan verba tadoushi.
Contoh :
強まる ‘menguat’
強める ‘memperkuat’
Dari makna kamus dari kedua kata di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa kata tsuyomaru yang berarti menguat merupakan verba jidoushi atau intransitif karena tidak memerlukan objek, sedangkan kata tsuyomeru yang bermakna memperkuat sebaliknya, merupakan verba tadoushi atau transitif yang memerlukan objek dalam penggunaannya.
(2)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian kepustakaan yang telah dilakukan penulis terhadap pembentukan nomina dan verba yang berasal dari adjektiva bahasa Jepang, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Pembentukan nomina jadian dalam bahasa Jepang disebut 名 詞 化 meishika. Akhiran yang digunakan untuk membentuk nomina jadian dari adjektiva adalah akhiran /–sa/ dan /–mi/. Sedangkan pembentukan verba jadian dalam bahasa Jepang diistilahkan dengan kata 動詞化 doushika. Dan akhiran yang digunakan untuk membentuk verba jadian dari adjektiva adalah akhiran /– garu/, /-mu/, /-maru/ dan /–meru/. Dalam proses pembentukannya, baik nomina maupun verba yang berasal dari adjektiva, dilakukan dengan menghilangkan akhiran /-i/ dan kemudian menambahkan akhiran pembentuk nomina dan verba tersebut setelah gokan dari adjektivanya. Dengan rumus umum sebagai berikut : 形容詞語幹 + /-さ/ → 派生名詞
形容詞語幹 + /-み/ → 派生名詞
形容詞語幹 + /-がる/ → 派生動詞
(3)
形容詞語幹 + /-まる/ → 派生動詞
形容詞語幹 + /-める/ → 派生動詞
Selain penambahan pada akhiran /–sa/ dan /–garu/ yang dapat ditambahkan pada hampir semua adjektiva bahasa Jepang, semua akhiran ini memiliki batasan terhadap adjektiva atau keiyoushi tertentu, artinya tidak dapat ditambahkan pada sembarang adjektiva.
Akhiran /–sa/ dan /–mi/, meskipun sama-sama menghasikan nomina jadian tetap memiliki perbedaan dalam penggunaannya. Akhiran /–sa/ digunakan sebagai ungkapan yang menunjukkan jumlah dan derajat/volume, sedangkan akhiran /–mi/ digunakan untuk mengkongkritkan atau metafora terhadap suatu keadaan.
Akhiran /–garu/ dan /–mu/ yang membentuk verba jadian dari kanjou keiyoushi juga memiliki perbedaan dalam pengunaannya. Verba jadian yang dibentuk dengan akhiran /–garu/ cenderung digunakan untuk keadaan yang terlihat dan terjadi pada tubuh, sedangkan verba jadian yang dibentuk dengan akhiran /–mu/ digunakan untuk keadaan yang tidak terlihat dan sesuatu yang terjadi secara mental atau dari dalam. Demikian juga akhiran /–maru/ dan /–meru/ yang sama-sama bisa ditambahakan hanya pada zokusei keiyoushi dengan jumlah dan kata-kata yang sama pun memiliki perbedaan. Penambahan akhiran /–maru/ menghasilkan verba intransitif (jidoushi) sedangkan penambahan akhiran /–meru/ menghasilkan verba transitif (tadoushi).
(4)
4.2. SARAN
Meskipun proses pembentukan nomina dan verba yang berasal dari adjektiva bahasa Jepang sudah dipaparkan dalam skripsi ini bukan berarti pembahasan tentang pembentukan nomina dan verba yang berasal dari adjektiva bahasa Jepang sudah tuntas. Misalnya tentang kejelasan penambahan akhiran –mi terhadap zokusei keiyoushi, masih belum begitu jelas pemilahannya. Selanjutnya, hasil penelitian ini diserahkan untuk menjadi pertimbangan penelitian selanjutnya dan diharapkan menjadi tambahan literatur pembelajar bahasa Jepang tentang keiyoushi yang sangat sedikit sekali dibahas dalam literatur-literatur bahasa Jepang di Indonesia pada umumnya dan Medan secara khusus.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
___________. 1994. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Bhratara
Daniel Parera, Jos. 1994. Morfologi Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Gorys, Keraf. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Nusa Indah
Isyandi. 2003. Strategi Penyusunan Rencana Penelitian Berdaya Saing Tinggi. Jakarta : Nusa Indah
Koizumi, Tamotsu. 1993. Nihongo Kyoushi no Tame no Gengogaku Nyuumon. Tokyo : Taishuukan Shoten
Masuoka, Takashi. 1992. Kitei Nihongo Bunpou. Tokyo : Kuroshio Shuppan
Nishihara, Suzuko; Kawamura, Yoshiko dan yukiko. 1988. Japanese for Foreigners: Keiyoushi. Tokyo : Aratake Shuppan
Ookubo, Chuuri; Okutsu, Keiichiro. 1974. Shin Nihongo Kouza : Nihon Bunpou no Oboete Kuru Hon. Tokyo : Chuubunsha
Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan : USU Press
Sudjianto. 2004. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta : Kesaint Blanc
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora Utama Press
(6)
Verhaar, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Tang, Ting-chi; Liu, Yi-chen . Keiyoushi no Meishika Setsubiji ni tsuite. 淡江外 語論叢 2010 年12 月 No.16 : Kainan University
Tang, Ting-chi; Liu, Yi-chen . Nihongo keiyoushi no Doushika Setsubiji ni tsuite. 淡江外語論叢 2010 年12 月 No.16 : Kainan University