kata 語・単語 ‘gotango’ dan morfem 「形態素 ‘ketaiso’」. Morfem merupakan
satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi.
Dalam pembentukan kata tidak terlepas dari yang namanya proses morfemis. Muchtar 2006:34 mengatakan proses morfemis ialah proses pembentukan kata yaitu
bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem yang satu dengan yang lain.
Sejauh ini penelitian tentang proses morfemis verba bahasa Jepang belum pernah dibicarakan di jurusan Sastra Jepang USU. Oleh sebab itu, penulis tertarik
melakukan penelitian terhadap perubahan verba bahasa Jepang dengan judul “ANALISIS MORFOLOGIS VERBA BAHASA JEPANG”.
1.2. Perumusan Masalah
Untuk orang yang pertama kali belajar bahasa Jepang, pastinya akan mengalami kesulitan untuk dapt mengerti perubahan bentuk verba bahasa Jepang.
Dalam hal ini penulis ingin mengetahui dan mencoba untuk menganalisis permasalahan yang dimaksud. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyan “Bagaimanakah Proses Morfologis Verba Dalam Bahasa Jepang?”
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Penelitian ini akan membahas pembentukan verba bahasa Jepang Dalam analisinya penulis akan meneliti pembentukan verba bahasa Jepang,
morfem-morfem yang mempengaruhi terbentuknya verba baru. Seperti yang dikatakan Koizumi 1993:91 morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai arti. Sehingga dapat dikatakan terjadinya perubahan verba tidak bisa dilepaskan dari proses morfologis pada verba tersebut.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas proses morfemis verba bahasa Jepang, serta bentuk-bentuk perubahan yang terdapat pada verba bahasa Jepang.
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1. Tinjauan Pustaka
Dalam mempelajari tata bahasa khususnya bahasa Jepang, penguasaan tata bahasa dalam pembentukan atau perubahan kata keja sangat penting. Hal ini
disebabkan agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar Karena kesalahan tata bahasa dalam perubahan bentuk verba yang kita gunakan akan mengakibatkan
kesalah pahaman antar penutur dan pendengar atau penulis dan pembaca. Koizumi 1993: 89 mengatakan
形態論
けいたいろん
は語形
ご け
い
の分析
ぶんせき
が 中心
ちゅうしん
Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi 2003: 41 yang mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji
tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata
語・単語 ‘gotango’ dan morfem 「 形態素 ‘ketaiso’」. Sutedi 2003:
41mengatakan morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa di pecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Koizumi
1993:91 mengatakan morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang mempunyai arti.
となる。
ketairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru. ‘ morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’.
Koizumi 1993:93 membagi morfem berdasarkan bentuk menjadi dua, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. 自由形 ’jiyuukei’ atau Bentuk bebas : morfem yang dilafalkan
diucapkan secara tunggalberdiri sendiri. 2.
結 合 形 ’ketsugoukei’ Bentuk terikat : morfem yang biasanya
digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat silafalkan secara tunggal berdiri sendiri.
Sutedi 2003:43 juga mengatakan kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal disebut morfem bebas. Sedangkan kata yang tidak bisa
berdiri sendiri dinamakan morfem terikat. Menariknya dalam bahasa Jepang, lebih banyak morfem terikatnya daripada morfem bebasnya.
Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung dengannya, sedangkan morfem terikat adalah morfem
yang tidak dapat berdiri sendiri dan yang hanya dapat meleburkan diri pada morfem yang lainVerhaar 2001: 97 - 98.
Koizumi 1993:95 juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi dua yaitu
1. akar kata
語幹‘gokan’ : morfem yang memiliki arti yang terpisah
satu per satu dan kongkrit. 2.
afiksasi 接 辞 ‘setsuji’: morfem yang menunjukkan hubungan
gramatikal. Sutedi 2003: 44-45 berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat
morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua, yaitu morfem isi dan morfem fungsi. Morfem isi
内容形態素
な い よ う け い た い そ
adalah morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia dan gokan dari verba atau
Universitas Sumatera Utara
adjektiva, sedangkan morfem fungsi 機能形態素
き の
う け い た
い そ
adalah morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan
morfem pengekpresi kala 時制形態素
じ せ
い け い た
い そ
Dapat diketauhi, dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk
terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya. .
1.4.2. Kerangka Teori
Penelitian ini akan membahas perubahan verba dalam bahasa Jepang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan melalui teori morfologi.
Muchtar2006:34 mengatakan proses morfemis ialah proses pembentukan kata yaitu bagaimana kata-kata dibentuk dengan menghubung-hubungkan morfem
yang satu dengan yang lain. Sutedi 2003:44-46 membagi proses morfemis bahasa jepang menjadi empat
jenis, yaitu: 1.
派生語’haseigo’ atau kata kajian yaitu kata yang terbentuk dari
penggabungan naiyou ketasoi morfem isi dengan 接辞’setsuji’
imbuhan. Contoh:
benkyou + suru = Benkyousuru
Undou + suru = Undousuru
Universitas Sumatera Utara
2. 複合語 ‘fukugougo’ atau 合成語 ‘gouseigo’ yaitu kata yang
terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi . Contoh:
3. karikomi yaitu akronim yang berupa suku kata atau silabis dari
kosa kata aslinya. Contoh:
Terebisyon terebi
TV Paasonarukonpyuutaa
Pasokon computer
4. toujigo yaitu singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam
huruf alphabet atau romaji. Contoh:
nippon housou kyoukai NHK
Radio jepang )
Menurut Koizumi 1993:104-109proses morfemis terbagi atas enam bagian, yaitu:
1. Penambahan
Koizumi 1993: 105 memberikan contoh penambahan salam verba bahasa Jepang pada perubahan beberapa verba dari verba intransitif
自動詞 ‘jidoushi’
dan verba transitif 他動詞 ‘tadoushi’.
Contoh: Ame
+ Asa = Amegasa payung
Tabe + Mono = tabemono makanan
Universitas Sumatera Utara
付くtsuk-u = 付ける tsuke-ru
2. Pengurangan
Koizumi 1993:105-106 mengatakan ada juga verba dalam bahasa jepang yang apabila berubah dari intransitif ke transitif, justru akan kehilangan vokal
pada kata dasar. contoh:
「自」裂ける sake-ru = 「他」裂く sak-u
3. Penggantian
Terdapat juga perubahan bentuk kata dalam verba bahasa Jepang antara verba intransitif dengan verba transitifnya yaitu penggantian ujung dari kata dasar
verba tersebut. Contoh:
集まるatsumar-u = 集める atsume-ru
4. morfem Zero
Dari tiga perubahan bentuk verba dari intransitif ke transitif, Koizumi 1993: 107 menambahkan satu lagi variasi morfemis dalam hubungannya dengan
verba transitif dan intrasitif, yaitu morfem zero, perubahannya dapat dilihat sebagai berikut:
- 「自」吹くfuk-u =「他」吹くfuk-u
5. Reduplikasi
Kozumi 1993: 108-109 membaginya menjadi dua, yaitu -
Reduplikasi kata dasar Contoh:
人々’hitobito’、山々’yamayama’
Universitas Sumatera Utara
- Redlupikasi afiksasi
Contoh 若い waka-i = 若々しいwaka-waka-shii
6. penggabungan komposisi
Dalam bahasa Jepang, menurut koizumi 1993:109 adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.
contoh: ‘ame’ + ‘asa’ = ‘amegasa’
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata Chaer 1994;177.
Sutedi 2003:44 mengatakan dalam bahasa Jepang partikel joshi, kopulajodoshi dan unsur pembentuk kala jisei ketaiso merupakan morfem yang
termasuk dalam morfem terikat dan juga termasuk dalam morfem fungsi. Machida dan Momiyama dalam Sutedi 2003:44 menggolongkannya sebagai imbuhan
接辞
setsuji. Setsuji yang diletakan didepan morfem yang lainya disebut settoujiawalan, sedangkan yang diletakkan di belakang morfem yang lainya disebut setsubijiakhiran.
Imbuhan ini yang berperan dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang. Sedangkan Koizumi 1993:95 menggolongkan bentuk afiksasi berdasarkan
hubungan gramatikalnya dengan akar kata afiksasi menjadi tiga, yaitu: 1.
接頭辞’settouji’ awalan yaitu imbuhan ditambahkan didepan kata dasar akar kata.
2. 接辞’setsubiji’ akhiran yaitu imbuhan ditambahkan diblakang kata dasar.
Sebagian imbuhan dalam bahasa jepang adalah bentuk akhiran.
Universitas Sumatera Utara
3. 接中辞’setsuchuuji’ sisipan yaitu imbuhan disisipkan ke dalam tengah
akar kata kata dasar Sutedi2003:42 mencontohkan, verba kaku
書く terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian depan ka 書 yang tidak mengalami perubahan yang disebut gokan akar
kata, dan bagian belakang -kuyang mengalami perubahan dan disebut gobi, kedua bagian tersebut merupakan satu morfem.
Dapat di contohkan juga, dalam kata hashiru 走る yang berarti berlari,
terdiri dari gokan ‘hashi 走 ’ dan gobi -ru. Bagian gokan tersebut telah
menunjukkan arti berlari yang merupakan morfem isi, sedangkan bagian gobi-nya menunjukan kala akan datang yang merupakan morfem fungsi
Perubahan verba bahasa Jepang merupakan proses morfemis haseigo atau afiksasi. Haseigo atau kata jadian adalah kata yang terbentuk dari penggabungan
morfem isi dan setsujipengimbuhanSutedi 2003:44. Verba bahasa Jepang merupakan penggabungan morfem isi dan
setsubijiakhiran. Verhaar2001: 109 mengatakan bahasa Jepang memiliki banyak sufiksakhiran misalnya akar verbalkak-’tulis’ mempunya sufiks -u menjadi kaku
‘menulis’, -masu kakimasu ‘menulis’, -masen kakimasen ‘tidak menulis’ dan banyak lainnya.
動 詞 ‘doushi’verba, kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas,
keberadaan, atau keadaan sesuatu Sudjianto 2004:147.
Universitas Sumatera Utara
Pada verba, morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan joudoshi 助
動詞 arti kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak
memenuhi ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk
memberi makna atau arti pada dasar verba Situmorang 2007:12. Dalam terjadinya proses morfemis, besar kemungkinan terjadinya proses
morfofonemik. Morfofonemik adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi maupun komposisi Chaer
1994:195.
1.5. Tujuan dan Manfaat penelitian
1.5.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulis melakukan ini penelitian adalah untuk mendeskripsikan proses morfologis verba bahasa Jepang.
1.5.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah : a.
Bagi peniliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai morfemis verba bahasa Jepang.
b. Menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik khususnya
mengenai morfologi. c.
Dan juga agar mempermudah kita bagaimana bisa memahami bahasa Jepang jika ditinjau dari segi morfemis verba bahasa Jepang terutama pada bentuk
perubahannya.
Universitas Sumatera Utara
1.6. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif deskriptif research. Isyandi dalam Kurniawan 2008 : 14, menyatakan bahwa
penelitain deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi atau daerah tertentu. Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka Library Research, dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-
buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji, terutama buku- buku yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang
ataupun yang menggunakan bahasa Indonesia. Setelah menganalisis data-data, kemudian dilanjutkan mencari,
mengumpulkan dan mengklasifikasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses morfemis verba bahasa Jepang. Kemudian dilanjutkan dengan proses
merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab. Dan yang terakhir berupa penarikan kesimpulan
berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa
Jepang. Penelitian Kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, Perpustakaan
Jurusan Sastra Jepang, Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, serta koleksi pribadi penulis.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PROSES MOROLOGIS DAN VERBA BAHASA JEPANG
2.1. Morfologis Verba Bahasa Jepang