komunis adalah usaha penghapusan milik perseorangan dan menggantinya sebagai milik bersama.
38
Menurut Marx, komunis merupakan suatu sistem politik yang mencerminkan gaya hidup berdasarkan nilai-nilai atau asas-asas monoisme sebagai lawan
terhadap pluralisme sehingga tidak adanya golongan dalam masyarakat. Dalam pandangan Marx, perjuangan kelas adalah motor perkembangan masyarakat,
sedangkan dalam perkembangan itu sendiri berlaku menurut hukum dialektik historis.
39
Menurut dialektik, tiap-tiap yang ada position ada lawannya opposition dan pertentangan antar keduanya menimbulkan keadaan baru sebagai
kelanjutan komposition. Tujuan negara menurut paham ini juga untuk memberikan kebahagiaan hidup
yang merata dan sama kepada setiap warganya. Kebahagiaan yang merata itu perlu dipertahankan dengan memberikan mata pencaharian bagi setiap manusia.
Karena dengan adanya mata pencaharian maka manusia akan mendapat kehidupan yang layak. Negara juga perlu memberi jaminan bahwa hak-hak asasi manusia
tidak akan dilanggar tanpa memandang kelasnya. Namun pada dasarnya memang manusia mempunyai sifat-sifat egois dan keinginan untuk memiliki kelebihan dari
manusia yang lainnya, maka untuk menjamin pemberian rezeki yang layak dan merata pengakuan hak asasi dan kebebasan tanpa membedakan manusia maka
negara membuat undang-undang.
C. Latar Belakang Berdirinya Komunis di Indonesia
38
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2006, cet. ke-3, h. 224
39
Mohammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi, Jakarta: PT. Gunung Agung Tbk. 2002, cet. ke-4, h. 94
Awal kemunculan komunis di Indonesia terjadi pada awal-awal abad kedua puluh dan pada saat didirikannya ISDV Indische Sociaal Democratische
Vereeniging yang berdiri pada bulan Mei 1914 dan ditokohi oleh seorang Sneevlet. Dengan demikian transformasi yang dialaminya menjadi PKI yang lebih
modern pada tahun 1920. Sneevlet datang ke Hindia Belanda pada tahun 1913 ketika ia masih menjadi
anggota Sociaal Democratische Arbeiderpartij SDAP yang revesionis dan Sociaal Democratische Partij SDP yang lebih radikal. SDP ini merupakan
embrio daripada Partai Komunis Belanda. Di Hindia Belanda ia bergabung dengan staf editorial Soerabajasch Handeldsblad di Surabaya dan kemudian
menjadi sekretaris di Handelsvereeninging semacam perkumpulan dagang di Semarang dan menjadi editor pada koran De Volharding milik VSTP
Vereeninging van Spoor enTramweg Personeel. Artikel yang ditulisnya pada tahun 1917 menyebabkan dia dituntut oleh pemerintah Hindia Belanda karena
dianggap memprovokasi rakyat Hindia Belanda. Dalam artikelnya ia mengemukakan bahwa kekuasaan Belanda di Hindia Belanda yang menjadi
kekuasaan Tsar di Rusia hanya akan terjadi apabila orang-orang Indonesia menyetujuinya.
Sneevlet merupakan seorang komunis tulen. Ia telah memperjuangkan adanya kerjasama antara ISDV dan Sarekat Islam sebagai organisasi yang cukup besar
pada masanya. Hal ini senada dengan instruksi Comintern Comunist Internasional dalam kongres II yang mengatakan bahwa dimana-mana orang
komunis haruslah menjalin kerjasama dan melakukan penetrasi ke dalam
organisasi-organisasi lainnya. Keberhasilannya dalam menggalang dan menyebar luaskan paham komunis di Belanda dan Hindia Belanda menempatkannya sebagai
Direktorat Propaganda dalam Comintern untuk wilayah Timur Jauh.
40
Dalam pandangan komunis internasional sesesungguhnya masyarakat Indonesia sejak berabad-abad sebelumnya telah memiliki aspek yang dipandang
sebagai sifat-sifat komunistik. Hal ini dapat dilihat dari cara penyelenggaraan pemenuhan keperluan hidup sehari-hari seperti gotong-royong dan konsep
pemilikan tanah secara bersama yang sebenarnya telah ada sejak masa sebelum lahirnya kekuasaan feodal maupun kekuasaan kapitalistik ternyata dapat bertahan
dan tidak tergoyahkan di berbagai wilayah pedesaan di Indonesia. Konsep-konsep tradisional itulah yang bersamaan dengan berbagai faktor lainnya belakangan
memainkan peranan yang amat penting bagi modifikasi terhadap marxisme khas Indonesia.
41
Menurut Hatta pandangan komunis internasional tentang Indonesia bukanlah aspek yang bersifat komunistik. Pendapat tersebut terbantahkan, karena menurut
Hatta hal itu merupakan sendi demokrasi asli yang terdapat di wilayah-wilayah Indonesia yang tercermin dalam tiga aspek.
42
Pertama cita-cita rapat yang hidup dalam sanubari rakyat Indonesia yaitu musyawarah mufakat. Kedua cita-cita
massa protes yaitu hak rakyat untuk merdeka bergerak, merdeka berkumpul dan berserikat, ketiga cita-cita tolong menolong. Hatta berpendapat bahwa sanubari
40
Peter Edman, Komunisme Ala Aidit; Kisah Partai Komunis Indonesia di Bawah Kepemimpinan DN. Aidit 1950-1965, Jakarta: Center of Information Analysis, 2005, cet. ke-1, h.
11-12
41
Peter Edman, Komunisme Ala Aidit; Kisah Partai Komunis Indonesia di Bawah Kepemimpinan DN. Aidit 1950-1965, h. 13
42
I. Wangsa Wijaya, Mengenang Bung Hatta, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Tbk, 2002, cet. ke-2, h. 44
rakyat Indonesia penuh dengan rasa kebersamaan kolektif sehingga jika seseorang ditimpa musibah maka ia tak perlu membayar orang lain untuk
membantu melainkan ia ditolong bersama-sama oleh orang desa lainnya. Menurut Hatta disinilah tersimpan sendi perekonomian berkoperasi. Bila diperhatikan
bahwa tanah sebagai mata penghasilan bagi masyarakat di desa terhitung milik bersama, orang hanya mempunyai hak memakai. Hal ini menandakan bahwa
persekutuan asli di Indonesia memakai asas kolektivisme yang berdasarkan pada desentralisasi yaitu tiap-tiap bagian berhak menentukan nasibnya sendiri dan
bukan berdasarkan sentralisasi satu pimpinan dari atas. Bukti ini menurut Hatta terdapat pada sifat hak ulayat atas tanah, bukan negeri pada umumnya yang
mempunyai hak ulayat tanah tersebut melainkan desa. Menurut Hatta tiga sendi demokrasi asli Indonesia jika lingkungan dasarnya
dijabarkan dan disesuaikan dengan kemajuan jaman, sendi tersebut menjadi dasar kerakyatan yang seluas-luasnya yaitu kedaulatan rakyat.
43
Di atas sendi yang pertama dan yang kedua dapat didirikan tiang-tiang politik daripada demokrasi
yang sebenarnya yaitu pemerintahan negeri yang dilakukan oleh rakyat dengan perantara wakil-wakilnya atau badan perwakilan sedangkan yang menjalankan
kekuasan pemerintahan senatiasa takluk kepada kemauan rakyat. Dan di atas sendi yang ketiga dapat didirikan tonggak demokrasi ekonomi.
Dengan demikian varian komunisme yang diterapkan di Indonesia memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan konsep aslinya yang berasal dari Eropa.
Hal ini dapat kita telusuri melalui tulisan Mortimer pada tahun 1978 yang
43
I. Wangsa Widjaya, Mengenang Bung Hatta, h. 45
mengatakan bahwa: ”di Asia terdapat berbagai kecendrungan-kecendrungan nyata yang menuju ke arah sebuah interpretasi yang revolusioner terhadap Marxisme
yang bertentangan secara mendasar dengan banyak elemen skematik dalam Marxisme, tetapi meskipun demikian ia masih memegang teguh semangat
revolusioner Marxisme.
44
Hal serupa juga pernah dicermati oleh Lenin yang melihat kondisi Asia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya berbeda dengan apa yang dihadapi di
Eropa dalam pidatonya di hadapan para pemimpin komunis di negara-negara timur pada tahun 1919 yang mengatakan bahwa:
“Anda menghadapi sebuah tantangan yang sebelumnya belum pernah dihadapi oleh orang-orang komunis di seluruh dunia; dasarkanlah diri anda
pada teori-teori komunis secara umum dan terapkan serta sesuaikan diri anda dengan kondisi-kondisi khusus yang tidak dijumpai di negara-negara Eropa.
Anda harus dapat menjalankan teori ini dan menerapkannya pada keadaan dimana massa utama adalah masyarakat petani, dimana anda harus
menyelesaikan tugas perjuangan yang bukannya melawan kaum kapitalis, melainkan melawan sisa-sisa abad pertengahan”.
45
Pada kenyataannya memang terdapat varian berbeda antara marxisme di Asia dan Eropa. Di Asia terutama di Indonesia, marxisme merupakan ekspresi-ekspresi
kemarahan, kekejaman yang melanda masyarakat petani, ketidak adilan, penjajahan menjadi landasan elemental untuk meraih perubahan ke arah kebaikan.
Sedangkan di negara asalnya Eropa, marxisme merupakan sikap ketidaksabaran terhadap tradisi, sifat-sifat khas kebudayaan dan sebagai sikap akomodatif
44
Mortimer “Contributions to Asian Marxism” sebuah makalah dalam konfrensi Marxisme and Asia, dalam Peter Edman Komunisme Ala Aidit; Kisah Partai Komunis Indonesia di
Bawah Kepemimpinan D.N. Aidit 1950-1965, Jakarta: Center of Information Analysis, 2005, cet. ke-1, h. 11-14
45
Peter Edman, Komunisme Ala Aidit; Kisah Partai Komunis Indonesia di Bawah Kepemimpinan DN. Aidit 1950-1965, cet. ke-1, h. 14
terhadap keberagaman. Jadi yang menjadi faktor penentu utama dalam marxisme adalah rakyat yang terbangkitkan dari mimpi buruk.
Di Asia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya masa depan dipahami sebagai revitalisasi dan transformasi wilayah pedesaan ke arah yang
positif dan dipergunakan secara ketat dalam pencapaian tujuan-tujuan yang bersifat egaliterian, partisifatoris dan pembebasan. Hal ini senada dengan apa
yang diungkapkan oleh Herber Feith agar jangan terjadi pengabaian terhadap faktor penting bagi perkembangan komunis Indonesia: “Jika kita membiarkan diri
kita menjadi demikian terlibat dalam politik populis di perkotaan dan politik konstituensi internasional, kita akan mengabaikan sekelompok masyarakat dengan
siapa kita menjalin suatu hubungan yang demikian bermakna di masa lalu dan dari siapa kekuatan politik nyata kita selalu berasal, yakni rakyat petani Indonesia.”
46
Objek petani inilah yang pada masa-masa selanjutnya dicermati sebagai objek dasar bagi perkembangan komunis di Indonesia, yaitu pada masa PKI dipimpin
oleh Aidit dan akan dijadikan sasaran utama kegiatan partai. Menurut Aidit untuk membangun sebuah basis massa partai, petani
merupakan suatu elemen yang sangat penting. Petani merupakan basis yang disekutukan dengan basis partai di perkotaan di semua front di seluruh wilayah
nasional. Jika hal ini terjadi, maka perkembangan baru bagi komunis di Indonesia bahwa dengan sebuah basis yang besar ini komunis tidak dapat dikalahkan pada
langkah-langkah ekspansi selanjutnya.
46
Peter Edman, Komunisme Ala Aidit; Kisah Partai Komunis Indonesia di Bawah Kepemimpinan DN. Aidit 1950-1965, cet. ke-1, h. 16
Untuk mengetahui lebih jauh tentang komunis di Indonesia, dapat kita telusuri perkembangan komunis dari jaman penjajahan pemerintah kolonial Belanda yang
sering kita sebut sebagai jaman pra kemerdekaan sampai dengan masa kemerdekaan. Perkembangan komunis sendiri terbagi dalam beberapa periode.
Pertama yang disebut dengan periode kanak-kanak yaitu komunis pada kepemimpinan Semaun dan kawan-kawan. Kedua periode remaja yaitu komunis
di bawah kepemimpinan Muso dan Amir Syarifudin. Dan yang terakhir periode dewasa yaitu komunis di bawah kepemimpinan D.N. Aidit dan kawan-kawan.
Pada periode-periode ini pula Partai Komunis Indonesia telah beberapa kali berpindah kiblat dalam hal pandangan politiknya. Pada periode kanak-kanak dan
remaja PKI berkiblat kepada Moskow. Tetapi pada masa dewasanya dirasakan kebijakan politik Moskow kurang menguntungkan dan haluan politik pun
berkiblat ke Peking RRC.
D. PKI Sebagai Wujud Gerakan Komunis