BAB III KOMUNIS DALAM KONTEK KEINDONESIAAN
A. Latar Belakang Lahirnya Komunis
Pada dekade abad 20 komunisme merupakan momok menakutkan bagi kalangan kapitalisme dan liberalisme. Komunisme lahir dan berkembang tidak
terlepas dari beberapa tokoh yang merupakan sebagai pendiri dan penggerak dalam dunia komunis itu sendiri, terlebih-lebih Karl Marx. Karl Marx dikenal
sebagai “Bapak Komunis” bahkan menurut Hatta ada pengikut Marx yang menganggap Marx sebagai “Nabi” yang akan memimpin kaum buruh ke alam
bahagia.
27
Teori-teori Marx dipakai sebagai dasar demokrasi dari negara-negara yang berpaham komunis yaitu diktator proletariat. Komunisme memandang bahwa
paham yang bukan lahir dari komunis adalah salah dan musuh. Prinsip komunis ini dapat dilihat ketika pada masa pra kemerdekaan Indonesia ketika Hatta dan
kawan-kawan melakukan kontrak politik dengan tokoh PKI terutama Semaun yang intinya PKI tunduk di bawah golongan nasionalis. Kejadian ini
menyebabkan Semaun dikeluarkan dari Comintren.
28
27
Mohammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Tbk, 2002, cet. ke-4, h. 102
28
lihat Mohammad Hatta, Bung Hatta Menjawab, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Tbk, 2002, cet. ke-2, h. 32
Pertumbuhan dan perkembangan ajaran komunis dimulai dengan gerakan. Dan dalam perkembangannya, paham komunis ini terhitung cepat berkembang di
sekitar abad ke 19. Paham ini muncul dalam tatanan masyarakat Eropa Barat yang dalam tatanan sosialnya terjadi kepincangan, yang miskin semakin miskin dengan
kehidupannya begitu pula sebaliknya yang kaya semakin kaya dengan kekayaannya. Upah buruh sangat rendah, sedangkan tenaga-tenaga pekerja
dioptimalkan untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya bagi para pemilik modal. Hal yang demikian itu ditambah lagi dengan kondisi lingkungan kerja dan
lingkungan tempat tinggal yang tidak memungkinkan suatu kehidupan yang layak dan sehat. Tidak adanya hubungan timbal balik yang baik antara pekerja dan
pemilik modal menimbulkan gejolak sosial yang mengakibatkan terjadinya revolusi besar-besaran.
Kondisi sosial tersebut tumbuh dan berkembang subur karena para pemilik modal merupakan keturunan bangsawan feodal. Keadaan ini menggugah hati
nurani para cendikiawan Eropa terutama Robert Owen di Inggris, Saint Simon dan Fourier di Perancis yang berusaha membanntu taraf hidup rakyat miskin
tersebut.
29
Namun demikian cara penyampaiannya kurang diterima dan dicerna oleh kalangan rakyat karena minimnya pengetahuan dan penyampaiannya dengan
cara-cara filosofi. Oleh karena itu dapat dikatakan perjuangan para cendikiawan tidak membuahkan hasil, dan tidak membawa perubahan sama sekali.
Di Jerman muncul pula seorang tokoh lain, yaitu Karl Marx. Ia dilahirkan di Trier pada tanggal 5 Mei 1818. Ia merupakan seorang Jerman keturunan Yahudi
29
Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera, 2006, cet. ke-1, h. 178
yang menganut agama Kristen Protestan.
30
Leluhur Marx turun temurun sampai ke datuknya menjabat sebagai rabi, pendeta, hanya bapaknya yang menyimpang
dari jalan hidup pendeta. Bapaknya lebih memilih menjadi pengacara dan pada tahun 1824 ia masuk agama Kristen Protestan dan di dalam agama inilah Marx
dididiknya.
31
Karl Marx menggunakan metode-metode sejarah dan filsafat yang terkenal dengan historis materialisme untuk membangun teori tentang perubahan yang
menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan dimana ada keadilan sosial. Menurut Hatta teori historis materialisme Marx yang terdapat
dalam Manifesto Komunis disandarkan pada dua unsur yaitu ekonomi dan keinsyafan kelas. Motif ekonomi mendorong orang berjuang untuk mencapai
bangun produksi yang paling rasional untuk menghasilkan kebutuhan hidup masyarakat. Keinsyafan kelas merupakan tenaga yang mendorong perubahan
masyarakat ke jurusan bentuk produksi yang terbaik tersebut, yang menurut Marx yaitu untuk melaksanakan pergantian kapitalis dengan sosialis.
32
Marx berpendapat bahwa selama masih adanya kelas-kelas dalam masyarakat, maka kelas yang berkuasalah yang akan menghegemoni masyarakat kelas bawah.
Hukum, filsafat, agama dan kesenian merupakan refleksi dari status ekonomi kelas tersebut. Namun, hukum-hukum perubahan berperan dalam sejarah sehingga
keadaan tersebut dapat berubah baik melalui suatu revolusi atau jalan damai. Akan tetapi selama masih terdapat kelas yang berkuasa, maka masih akan terjadi
ekploitasi terhadap kelas yang lebih lemah. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan
30
Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, h. 178
31
Mohammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi, h. 84
32
Mohammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi, h. 104
pertikaian antar kelas-kelas tersebut, dan pertikaian akan berakhir apabila kelas yang lemah menang, sehingga terjadilah masyarakat tanpa kelas.
33
Melihat keadaan sosial yang merugikan kelas bawah, Karl Marx berpendapat bahwa
masyarakat tidak bisa diperbaiki dengan cara tambal sulam, tetapi harus dirubah secara radikal melalui pendobrakan sendi-sendi feodal yang telah menghegemoni
kaum proletar, bila perlu cara-cara dilakukan dengan cara kekerasan atau revolusi. Pada awalnya, ide-ide ini dikemukakannya dalam disertasinya di Jena tahun
1842.
34
Kemudian ia membuat teori sosialisme ilmiah. Karl Marx tidak berbicara teori saja, tapi kemudian ia melaksanakan teorinya di dalam dunia politik dan
berusaha mengapresiasikannya dalam tataran praktis. Karena pahamnya inilah membuat ia terusir dari Jerman dan pergi ke Rusia lalu pindah ke Brussel dan
pada akhirnya berdiam di London. Ketika berada di London ia menetap bersama Fredich Engels yang pada akhirnya mencetuskan Manifesto Komunis dan Das
Kapital nya yang terkenal tersebut. Tulisan Marx yang sekaligus merupakan ajarannya itu mencakup semua sendi
kehidupan kecuali unsur psikologi. Marx menguraikan hakekat kehidupan manusia yang akhirnya menjadi dasar bertindak daripada pengikut komunis. Marx
juga menguraikan masalah perekonomian di negara-negara komunis dan menguraikan demokrasi dalam negara yang pada akhirnya menjadi dasar
demokrasi di negara-negara yang berpaham komunis. Marx berpendapat ideologi dan cita-cita komunisnya selalu dikonfrontasikan
dengan alat-alat aparatur negara. Oleh karena itu Marx selalu beranggapan negatif
33
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1999, cet. ke-28, h. 44
34
Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, h. 179
terhadap alat negara. Marx mengatakan bahwa alat negara bersifat memaksa. Marx berkeyakinan bahwa masyarakat tidak dapat terus menerus dipaksa hingga
suatu saat masyarakat akan bersatu dengan membentuk komune-komune yang akan melepaskan diri dari paksaan yang pada akhirnya akan melenyapkan negara
dan membentuk masyarakat komunis. Marx menjelaskan bahwa negara terdiri dari kelas-kelas, sehingga antara kelas
yang satu dan kelas yang lainnya saling bertentangan. Ada kelas yang berkuasa yakni kelas yang memerintah, sebaliknya di pihak lain terdapat kelas yang
diperintah. Ada kelas majikan dan ada kelas buruh yang senantiasa mendapat pemerasan. Berdasarkan hal itulah Marx dan Engels berpendapat bahwa negara
tidak lain dan tak bukan hanyalah berupa mesin yang dipakai oleh suatu kelas yang berkuasa untuk menindas kelas lainnya. Hal ini akan menimbulkan
pertentangan yang akan diakhiri oleh kemenangan rakyat yang tertindas. Kemenangan tersebut pada akhirnya melenyapkan negara dan pada saat itulah
tercapai suatu masyarakat komunis yang tidak terdapat kelas-kelas sosial di dalamnya. Jalan menuju masyarakat komunis harus dimulai dengan menggunakan
diktator proletariat, di nama kelas bawah memerintah dan menyingkirkan kelas penindas yang minoritas. Dalam kekuasaannya tersebut terciptalah suatu susunan
masyarakat yang menerima prinsip bahwa setiap orang bekerja menurut kesanggupannya dan setiap orang menerima cukup menurut kebutuhannya. Maka
dari inilah dikenal adanya ungkapan yang mengatakan berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, sama rata dan sama rasa.
Hatta menilai Marx di dalam kerangka teorinya yang begitu logis dan kompak strukturnya tidak memperhatikan unsur-unsur lainnya yang sama penting yaitu
psikologi. Hal ini menyebabkan munculnya suatu kejadian yang irasional semata- mata, yaitu munculnya gerakan fasisme dan nazi yang didukung oleh berjuta-juta
kaum buruh yang mau bertempur dengan kelas mereka sendiri yang berpaham sosialis dan komunis. Dalam kerangka teori Marx tidak diperhitungkan masalah
semacam ini, karena dasar tinjauannya semata-mata ekonomi dengan mengabaikan faktor psikologi.
35
Historis materialisme Marx menurut Hatta jika dilihat sebagai teori atau metode ilmiah adalah tepat, tetapi jika historis materialisme sebagai ajaran politik
yang mengabaikan psikologi rakyat atau massa dan faktor-faktor lainnya adalah suatu kealfaan yang besar konsekuensinya. Menurut Hatta kealfaan ini disebabkan
karena sifat Marx sebagai seorang ilmuwan yang juga dalam menentukan garis politiknya tidak mau menyimpang dari analisa yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmu. Menurut Hatta di sinilah keterangan paradoks apa sebab Marx revolusioner dalam pandangan ilmunya tetapi ortodoks dalam pandangan
politiknya.
36
Dan yang menerima marxisme sebagai pandangan hidup tidak memusingkan sifat teori historis materialisme yaitu mereka yang menerima
marxisme sebagai ajaran agama yang menjanjikan surga di dunia. Bagi penganut marxisme sebagai pandangan hidup dogmatik yaitu marxisme tidak dapat
dipisahkan dari materialisme inilah yang kemudian berangsur-angsur menjadi komunis.
35
Mohammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi, h. 107
36
Mohammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ekonomi Sosiologi, h. 108
B. Pengertian Tentang Komunisme