BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Mohammad Hatta 1902-1980 merupakan seorang tokoh nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan seorang keturunan
Minangkabau yang berlatar belakang dari kalangan ulama terkemuka. Dengan latar belakang itulah, kehidupan beragama mengakar dalam diri Hatta sehingga
dapat digambarkan bahwa Hatta merupakan seorang muslim yang taat menjalankan ajaran agamanya serta luas pengetahuannya tentang ajaran Islam.
Hal ini senada dengan perkataan yang dilontarkan oleh Deliar Noer: “Bung Hatta merupakan tokoh unik yang berlainan dengan tokoh yang lain yang mendahului
kita, yang saya maksud adalah sifat taqwa beliau”.
1
Masa muda Hatta dihabiskan dalam dunia pendidikan dan organisasi. Ia pernah aktif dalam Jong Sumatranean Bond JSB yang bersifat primordialis,
Perhimpunan Indonesia PI yang bersifat nasionalis sekuler di Belanda dan Pendidikan Nasionalis Indonesia PNI-Baru.
Dalam Perhimpunan Indonesia PI Hatta mencoba memperkenalkan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pertama kalinya dalam dunia
internasional pada Kongres Internasional Menentang Kolonialisme di Brussel. Keberhasilan Hatta dan kawan-kawan Perhimpunan Indonesia PI dalam
menentang kolonialisme tentulah bukan perjuangan organisasi ataupun
1
B. Setiawan, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990, h. 619.
1
perorangan, melainkan perwakilan dari rakyat Indonesia. Ikut pula menghadiri Kongres tersebut dari golongan Partai Komunis Indonesia PKI yang diwakili
Semaun. Pada awalnya PKI di bawah komando Semaun dan kawan-kawan muncul
sebagai langkah perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, tetapi pada perkembangan selanjutnya organisasi ini bertolak haluan. Pada awal
kemerdekaan Indonesia, PKI malah merongrong pemerintahan sah yang baru terbentuk. Terlebih-lebih ketika Indonesia dalam masa menentukan arah
kemerdekaan, PKI muncul sebagai kekuatan tandingan dan berusaha mengambil alih kekuasaan negara yang lebih dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September
PKI. Di Indonesia, paham dan gerakan komunis pertama kali muncul pada saat
bangsa tersadar bahwa bangsa Indonesia masih terjajah oleh bangsa lain, seperti ungkapan Hattta yang dikutip oleh Ingelson “Kami yang ada di sini di
Belanda... sedang berusaha membentuk suatu blok nasionalis yang berintikan kaum nasionalis radikal yang kuat, termasuk orang komunis. Kerjasama dengan
orang komunis tidak ada bahayanya; malahan sebaliknya, asal kita tidak melengahkan dasar-dasar ideologi kita sendiri, akan bertambah kuat membentuk
blok nasionalis”.
2
Keinginan untuk mewujudkan kemerdekaan diaktualisasikan dalam sebuah gerakan yang bersifat organisasi ataupun pergerakan, baik yang bersifat kooperatif
maupun yang nonkooperatif. Golongan kooperatif merupakan golongan elite pada
2
M. Imam Aziz, “Ketika Nasionalisme Letih”, Kompas Jakarta, Jum’at 1 Juni 2002, h. 55
waktu itu yang memperjuangkan kemerdekaan dengan jalan menempatkan wakil- wakilnya dalam dewan-dewan perwakilan rakyat yang dibentuk oleh pemerintah
Hindia Belanda seperti menjadi anggota DPR sekarang atau pada tingkat DPRD. Yang termasuk dalam golongan ini antara lain Parindra Partai Indonesia Raya
yang merupakan fusi dari Budi Utomo, Sarekat Sumatra, Partai Sarekat Celebes, dan Persatuan Bangsa Indonesia. Sedangkan golongan yang termasuk non
kooperatif pada waktu itu adalah PNI Partai Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno dan PNI Baru Pendidikan Nasional Indonesia yang dipimpin oleh
Mohammad Hatta. Syarekat Islam secara langsung telah menjadi wadah awal munculnya gerakan
komunis di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kadernya seperti Semaun dan Darsono yang mencoba memulai dengan ide menuju “kekiri-kirian” dengan ide-
ide sosialisme. Semaun dan Darsono selalu menjadi oposisi dalam Sarekat Islam. Dan pada tahun 1917 berdirilah PKI secara tidak resmi dan diam-diam yang
merupakan fraksi kiri di dalam Syarikat Islam.
3
Indonesia sebagai negara berkembang pada jaman pergerakan dan awal-awal kemerdekaan pernah melewati hitam kelabu bangsa dengan gerakan komunis.
Tercatat telah terjadi beberapa kali gerakan komunis muncul sebagai gerakan pemberontak dan muncul sebagai atribut partai, yaitu dengan nama PKI Partai
Komunis Indonesia. PKI sebagai pengusung gerakan komunis tercatat telah beberapa kali melakukan gerakan-gerakan oposisi pemerintah. Pada tahun 1926
melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda yang berkuasa di
3
Mohammad Hatta, Bung Hatta Menjawab, Jakarta: PT. Gunung Agung, 2005, Cet. ke.2, h. 6
Indonesia, 1948 melakukan pemberontakan di Madiun, pada tahun 1965 melakukan rencana kudeta terhadap pemerintahan yang sah yaitu pemerintahan
Republik Indonesia. Tetapi semua usaha yang dilakukan PKI dapat ditumpas. PKI sebagai salah satu partai yang turut meramaikan konstalasi perpolitikan
nasional pada waktu itu sebenarnya memiliki pengikut massa yang cukup besar selain golongan nasionalis dan Islam. Visi dan misi PKI menawarkan persamaan
hak-hak rakyat secara umum sangat digandrungi oleh rakyat kecil, terutama para petani dan buruh. Hal ini bisa dilihat dari perolehan suara PKI pada Pemilu
pertama tahun 1955 dengan masuk sebagai lima partai besar yang meraih suara terbanyak dibanding dengan partai-partai lainnya bahkan partai Islam sekalipun.
Di sisi lain kehadiran PKI di Indonesia juga mendapat dukungan kuat dari negara luar yang ingin meng-hegemoni komunis dan sosialis di Indonesia dengan
sebagai prinsip-prinsip yang sudah mereka terapkan dalam mengatur Negara. Negara tersebut adalah Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina RRC.
Kehadiran gerakan komunis di Indonesia yang berwujud PKI dari awalnya sebenarnya sudah banyak melahirkan kritik dan phobia di berbagai kalangan,
terutama kalangan “Islam”. Hal ini didasarkan pada bahwa ideologi komunis bersebrangan dan bertentangan dengan ideologi Pancasila. Awal pertentangan
Islam dan komunis adalah ajaran tentang agama yang dianggap sebagai candu dan hanya dipakai menjadi alat kelas penindas untuk “menina bobokan” kaum
tertindas.
4
4
Fadli Rachman, “Menghadang Komunisme”, Sabili , Edisi Khusus Juli, 2004, h.40-41
Untuk mengembangkan ideologinya dan menarik simpati di dalam masyarakat komunis menawarkan wacana sama rata sama rasa. Maksudnya adalah semua
rakyat diberikan hak-hak yang sama dan tidak ada perbedaan dalam kelas-kelas sosial.
Pada awal kemunculannya PKI memang telah menuai kritik. Salah satu tokoh yang juga mengkritik pola gerakan PKI ini adalah Bung Hatta. Sebagai tokoh
yang tergabung dalam Partai Nasional Indonesia sebenarnya Bung Hatta juga dianggap sebagai representasi tokoh Islam yang tergabung dengan Partai Nasional
Indonesia. Bung Hatta dianggap sebagai sosok yang memahami ajaran Islam secara mendalam dan mengamalkannya dengan taat.
Sebagai tokoh politis dan gerakan yang mengenyam pendidikan dari dalam dan luar negeri. Bung Hatta sangat memahami betul konstalasi perpolitikan
nasional. Dari permasalahan internal kenegaraan sampai pada permasalahan hubungan luar negeri, yang berlangsung pada waktu itu mengingat Bung Hatta
adalah wakil Presiden Republik Indonesia sejak negara Indonesia memproklamasikan diri sebagai negara yang merdeka dari para penjajah.
Bung Hatta yang tergabung dalam Pendidikan Nasionalis Indonesia PNI- Baru adalah juga tokoh yang memiliki wawasan luas dalam bidang ekonomi.
Seperti dikatakan oleh Rikard Bagun, “pemikiran Bung Hatta dalam bidang ekonomi dianggap masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Sejak awal,
Hatta mendorong sistem ekonomi kerakyatan. Ada asumsi, sekiranya pemikiran
ekonomi Hatta dijalankan secara benar, mungkin kondisi Indonesia tidak akan menjadi separah ini”.
5
Bung Hatta merasa terpanggil untuk pembangunan ekonomi yang berkeadilan sosial yang memperbaiki dan meratakan kemakmuran kepada rakyat. Hal ini
seperti yang dilihat dan dialaminya sendiri pada koperasi-koperasi di Skandinavia. Dalam diri Bung Hatta terbersit niat untuk menjadikan koperasi sebagai instrumen
demokrasi ekonomi di Indonesia, tetapi dalam realitasnya gagasan ini tidak terealisasikan. Atas jasa-jasa beliau dalam upaya mengembangkan dunia
perkoperasian di Indonesia, nama Bung Hatta diabadikan sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
6
B. Tujuan Penelitian