Surat Yang Dibuat di Bawah Tangan

Dalam dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 jo. Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tidak ada aturan yang menyatakan Camat dapat bertindak membuat surat keputusan maupun surat keterangan menyangkut pengelolaa pertanahan, Camat bersama Kepala Desa atau Lurah hanya dapat bertindak selaku wasitpengawas, maksudnya apabila ada warganya yang melakukan perikatanperjanjian jual beli tanah secara di bawah tangan, misalnya untuk tanah garapan atau tanah negara yang dikuasai warga, maka Camat dan Kepala DesaLurah hanya sebatas mengetahui, karena pejabat perangkat Daerah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pemerintahan di daerahnya adalah Camat dan yang terendah adalah Kepala DesaLurah di wilayahnya. Bila Camat dan Kepala DesaLurah bertindak menguatkan perikatan perjanjian jual beli tanah tersebut dengan membuatkan akta jual belinya, hal itu bertentangan dengan hukum yang berlaku. 70 Camat dapat saja menerbitkan surat tanah namun dalam kedudukannya selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara PPAT-Sementara memang diberikan kewenangan untuk membuat akta yang menguatkan peralihan hak atas tanah, khususnya untuk tanah bersertipikat dan tanah milik adat, dengan syarat harus terlebih dahulu diangkat dan dilantik sebagai PPAT-Sementara .

7. Surat Yang Dibuat di Bawah Tangan

70 Kakanwil BPN Provinsi Sumatera Utara, makalah dengan judul “Undang Undang Peranahan dan Alas Hak Atas Tanah”, disampaikan pada penyuluhan hukum kepada personil Polres Asahan, Instansi Pemerintah dan Elemen-elemen Masyarakat di Aula Kamtibmas Polres Asahan Kisaran, tanggal 21 Juli 2007 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Terhadap surat-surat bukti pemilikan tanah yang dibuat secara di bawah tangan biasanya berupa surat jual beli yang dibuat di atas kertas segel, yakni apabila terjadi transaksi jual beli antar warga masyarakat. Biasanya surat-surat segel tersebut dibuat karena Lurah dan Camat menolak membuatkan SKT karena letak tanah yang diperjual belikan dimaksud berada di kawasan sempadan pantai yang masuk dalam lokasi Hak Pengelolaan. 71 Uraian mengenai bukti-bukti penguasaan tanah tersebut diuraikan dalam tabel 2 di bawah ini : Tabel 2 : Data Bukti Penguasaan Tanah di Kawasan Pantai di Belawan No Jenis Buki Penguasaan Tanah Pemegang hak Keterangan

1 Hak Pengelolaan

PT. Pelindo 2 Hak Pakai Lantamal, Yon Marhanlan, Satpol Air, Bea Cukai Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan

3 Hak Milik

warga masyarakat

4 Grant Sultan

warga masyarakat 5 KLD warga masyarakat 6 SKT warga masyarakat 7 Surat Di Bawah Tangah warga masyarakat Sumber : Data lapangan yang diolah, 2008 71 Wawancara dengan Aidil Yusra, Lurah Belawan-I pada tanggal 23 Juli 2008 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Dengan demikian, terdapat berbagai macam bukiti hak atau alas hak yang dimiliki oleh berbagai pihak yang memiliki, menguasai, menggunaan atau memanfaatkan bidang-bidang tanah di kawasan sempadan pantai di Kecamatan Medan Belawan. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009

BAB III PELAKSANAAN PENGGUNAAN TANAH PADA KAWASAN PANTAI

DI KECAMATAN BELAWAN

A. Pengaturan Tentang Penggunaan Tanah

Pengaturan tentang penggunaan tanah ini, pertama kali dapat dilihat dari ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUPA menentukan sebagai berikut : “Hak menguasai negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini umemberi wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dengan perbuatan-perbuatan hukum yang menganai bumi, air dan ruang angkasa.” Dalam hal mengatur dan menyalenggarakan penggunaan tanah tersebut, lebih lanjut diatur dalam Pasal 14 ayat 1 UUPA menentukan bahwa Pemerintah diberikan kewenangan membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya : a untuk keperluan negara; b untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 d untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; dan e untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. Dalam memori penjelasan Umum UUPA pada point II angka 8 dinyatakan bahwa untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan negara dalam bidang agraria 72 perlu adanya suatu rencana “planning” mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk pelbagai kepentingan hidup rakyat dan negara : Rencana Umum “national planning” yang meliputi seluruh wilayah Indonesia yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus “regional planning” dari tiap-tiap daerah pasal 14. Dengan adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan Rakyat. 72 Cita-cita tersebut sebagaimaan dimaksud dalam penjelasan umum butir 1 adalah bahwa di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang dicita-citakan. Dalam pada itu hukum agraris yang berlaku sekarang ini, yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur tersebut, ternyata bahkan sebaliknya, dalam banyak hal justru merupakan penghambatan daripada tercapainya cita-cita di atas, karena itu. Perlu adanya hukum agraria baru yang nasional, yang tidak lagi bersifat dualisme, yang sederhana dan yang menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Kemudian dalam penjelasan pasal 14 UUPA ditentukan bahwa mengingat akan corak perekonomian Negara di kemudian hari di mana industri dan pertambangan akan mempunyai peranan yang penting, maka di samping perencanaan untuk pertanian perlu diperhatikan pula keperluan untuk industri dan pertambangan. Perencanaan itu tidak saja bermaksud menyediakan tanah untuk pertanian, peternakan, perikanan, industri dan pertambangan, tetapi juga ditujukan untuk memajukannya. Sebagai tindak lanjut dari Pasal 14 UUPA, telah diterbitkan Undang Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang telah disempurnakan dengan Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68. Pengertian dari penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 73 Sedangkan ruang yang dimaksudkan dalam hal ini adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. 74 73 Pasal 1 angka 5 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 74 Pasal 1 angka 1 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Melihat sepintas pengertian ruang tersebut, secara substantif sama dengan pengertian AGRARIA dalam arti luas, yaitu mencakup bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 75 Oleh karena itu, jika konsekwen dengan UUPA, maka seharusnya yang diatur bukan dengan istilah penataan ruang, tetapi penataan agraria. Dalam sistem penataan ruang, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UU Nomor 24 tahun 1992, terdapat berbagai sub sistem, yaitu penataganaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, penatagunaan sumber daya alam lainnya. Akan tetapi berdasarkan UU No. 36 tahun 1997, berdasarkan sistemnya, penataan ruang terdiri dari sistem wilayah dan sistem internal perkotaan, tidak lagi menyebut penatagunaan tanah. Sungguh demikian, bukan berarti penatagunaan tanah tidak penting, karena sebelumnya Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah. 76 , yang selain untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat 2 UU No. 24 tahun 1992 juga tentunya didasarkan pada ketentuan pasal 14 UUPA. Penatagunaan tanah adalah pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan 75 AP Parlindungan, Komentar Atas Undang Undang Pokok Agraria, Op.cit, hal. 36 76 Suardi, Hukum Agraria Jakarta : Badan Penerbit Iblam, 2005, hal. 91 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. 77 Penatagunaan tanah atau disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah merupakan kegiatan di bidang pertanahan di kawasan lindung dan kawasan budidaya, yang diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah KabupatenKota. 78 Jadi penatagunaan tanah merujuk pada rencana tata ruang wilayah kabupatenkota yang telah ditetapkan. Bagi KabupatenKota yang belum menetapkan rencana tata ruang wilayah, penatagunaan tanah merujuk pada rencana tata ruang lain yang telah ditetapkan dengan peraturan perundangan. 79 Penatagunaan tanah dilaksanakan melalui kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Dalam kebijakan penataguanan tanah, menurut Pasal 6 PP No. 16 tahun 2004 disenggarakan terhadap obyek tanah yang meliputi : a Bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau yang belum terdaftar; b Tanah negara; c Tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap obyek tanah-tanah tersebut, sebagaimana disebutkan di atas, penggunaan dan pemanfaataan tanahnya harus sesuai dengan rencana tata ruang 77 Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah,Jakarta : Rajawali Pers, 2008, hal. 69 78 Pasal 4 PP 16 tahun 2004. 79 Hasni, 2008, op.cit, hal. 75 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 wilayah. Penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah tidak dapat dikembangkan penggunaannya dan pemanfaatannya.. Obyek dari penyelenggaraan kebijakan penatagunaan tersebut di atas dapat dikaitkaan dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang terdiri dari kegiatan di bidang pertanahan di kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pengertian dari kawasan lindung sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 4 ayat 2 PP No. 16 tahun 2004 adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997, dan dalam Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan. Lebih lanjut dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 ditentukan bahwa kawasan lindung meliputi : a kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; b kawasan perlindungan setempat; c kawasan suaka alam; d kawasan pelestarian alam; e kawasan cagar budaya; f kawasan rawan bencana alam dan ; g kawasan lindung lainnya. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Kawasan perlindungan setempat meliputi : a kawasan pantai; b sempadan sungai; c kawasan sekitar danauwaduk; d kawasan sekitar mata air; e kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota. Selanjutnya Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 diatur bahwa kriteria kawasan lindung berupa ukuran danatau persyaratan yang digunakan untuk penentuan kawasan-kawasan yang perlu ditetapkan sebagai kawasan berfungsi lindung. Kemudian dalam pasal 34 ayat 1 ditetapkan bahwa kriteria kawasan lindung untuk sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Pada Pasal 40 ditentukan bahwa pola pengelolaan kawasn lindung bertujuan untuk : a mencegaha timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan melestarikan fungsi lindung kawasan. Sasaran pengelolaan kawasan lindung diselenggarakan untuk meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai budaya dan sejarah bangsa dan Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 b mempertahankan keanekaragaman hayati, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam. Lalu dalam pasal 41 ayat 2 ditentukan langkah-langkah pengelolaan kawasan perlindungan setempat antara lain untuk sempadan pantai adalah menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Sementara dalam Pasal 42 diatur bahwa untuk pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan wilayah administrasinya danatau instansi yang berwenang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Sedang kegiatan pengawasan dalam pemanfaatan ruang di kawasan lindung dilakukan melalui : a Pemberian larangan melakukan berbagai usaha danatau kegiatan, kecuali berbagai usaha danatau kegiatan yang tidak mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami; b Pengaturan berbagai usaha danatau kegiatan yang tetap dapat mempertahankan fungsi lindung; c Pencegahan berkembangnya berbagai usaha danatau kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan; d Pengawasan kegiatan penelitian, eksplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam agar pelaksanaan kegiatannya tetap mempertahankan fungsi lindung kawasan. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Dalam Pasal 13, 14 dan 15 PP No. 16 tahun 2004 ditentukan bahwa penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah dan tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah benteng alam dan ekosistem alami. Selanjutnya dalam hal penggunaan pemanfaatan tanah, pemegang hak atas tanah wajib mengikuti persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang- bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk dan atau sempadan sungai, harus memperhatikan : a Kepentingan umum; b Keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati dan kelestarian fungsi lingkungan. Sesuai dengan amanat UUPA, di samping adanya suatu perencanaan penggunaan tanah, termasuk pada kawasan lindung dan kawasan budidaya dan kewajiban memajukannya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 UUPA, juga terdapat ketentuan untuk memelihara tanah tersebut dengan baik. Pasal 15 UUPA menetapkan bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Penatagunaan tanah sangat penting dalam menentukan bagi persediaan peruntukan dan penggunaan tanah, selain untuk menyusun rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah sebagaimana diperintahkan Pasal 14 UUPA juga sekaligus untuk menjamin adanya kelestarian lingkungan akibat adanya pertambahan penduduk sehingga dalam hal ini peraturan daerah yang menunjang Pasal 15 UUPA.

B. Pelaksanaan Pengaturan Penggunaan Tanah

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam penggunaan tanah, rambu- rambu yang utama harus diperhatikan adalah kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah, termasuk kegiatan di bidang pertanahan pada kawasan lindung, dalam hal ini kawasan sempadan pantai dengan kriteria daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, yang diselenggarakan terhadap obyek : a bidang- bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar; b tanah negara dan c tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kaitan ini, yang akan diuraikan adalah pelaksanaan penggunaan tanah di kawasan lindung berupa sempadan pantai di Kecamatan Belawan. Di kecamatan Belawan, kawasan yang merupakan sempadan pantai terdapat di Kelurahan Belawan-I, Kelurahan Bagan Deli dan Kelurahan Belawan Bahagia. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Di Kelurahan Belawan-I, pelaksanaan penggunaan tanahnya terdapat perlakuan khusus berupa ditetapkannya kawasan sempadan pantai sebagai daerah pelabuhan yang dikelola oleh PT. Pelabuhan-I. Penetapan kawasan sempadan pantai sebagai daerah pelabuhan didasarkan kepada Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan Nomor 191 Tahun 1969 dan No. SK.83O1969 tanggal 27 Desember 1969 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Pelabuhan. Dalam Keputusan Bersama ini, yang dimaksud dengan pelabuhan adalah lingkungan kerja dan tempat berlabuh bagi kapal-kapal dan kenderaan lain untuk menyelenggarakan bongkar muat barang, hewan dan manusia, sedang lingkungan kerja adalah lingkungan tanah pelabuhan untuk segala fasilitas teknis yang memungkinkan pelaksanaan penyelenggaraan angkutan laut maupun usaha-usaha terminal. Selain itu diatur bahwa tanah-tanah yang terletak dalam lingkungan kerja pelabuhan diserahkan dengan hak pengelolaan kepada Departemen Perhubungan. Terhadap batas-batas dan luas lingkungan kerja pelabuhan tersebut yang disesuaikan dengan rencana tata guna tanah, ditetapkan bersama oleh Menteri Perhubungan dan Menteri Dalam Negeri. Keputusan Bersama yang dimaksudkan dalam hal adalah Keputusan Bersama No. 14 tahun 1982 dan No. KM.70AL 101PHB.82 tanggal 14 Januari 1982 tentang Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan Belawan. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Dalam Keputusan Bersama tersebut ditetapkan bahwa batas-batas daerah lingkungan kerja pelabuhan Belawan terdiri dari : a batas daratan dan b batas perairan pelabuhan. Batas daratan dimulai dari pantai Tanjung Karang Gading, tepi dermaga Ujung Baru sampai dengan dermaga Belawan Lama, menyusuri tepi paluh sampai bertemu Jalan Duyung menyusuri Jalan Kakap, jalan Alu-alu, Jalan Gelama, Jalan Hiu sampai Jalan Tongkol. Selanjutnya menyusuri Jalan Taman Makam Pahlawan, jalan Stasiun, Jalan Serma Hanafiah, menyusuri Jalan Indragiri memotong Jalan Serdang menuju Jalan Deli, Jalan Sumatera, menyusuri Jalan Baru Belawan By Pass Road 1 menyusuri batas tanah grant Sultan, menyusuri pantai Sungai Deli. Dengan perhitungan yang diperinci dengan angka atau titik koordinat, maka luas daratan sempadan pantai pelabuhana Belawan tersebut adalah 2.217,95 Ha. Sedang batas-batas perairan pelabuhan Belawan dimulai dari Tanjung Karang Gading, menyusuri ke arah selatan sampai Tanjung Belawan, masuk muara Sungai Belawan menyusuri tepian sungai, melintasi Sungai Nunang, kembali menyusuri Sungai Belawan, menyusuri tepian sungai Pantai, menyusuri tepian paluh, menyusuri tepian kolam-kolam pelabuhan sampai tanjung gabion, selanjutnya menyusuri pantai Sungai Deli, menyusuri pantai Kuala Deli. Walaupun diperinci dengan titik koordinat, namun tidak disebutkan luasnya. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Bila mengacu kepada batas-batas yang ditentukan dan luasan daerahsempadan pantai tersebut, maka dapat dipastikan bahwa seluruh kawasan sempadan pantai di kecamatan Belawan termasuk daerah lingkungan kerja Pelabuhan Belawan. Dalam Keputusan Bersama ini juga ditentukan bahwa mengenai daerah pemukimantempat tinggal penduduk yang terdapat di dalam daerah lingkungan kerja pelabuhan akan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah Kotamadya Medan dengan Badan Pengusahaan Pelabuhan Belawan. Ditetapkan juga bahwa areal tanah yang merupakan daerah lingkungan kerja pelabuhan diberikan dengan Hak Pengelolaan kepada Departemen Perhubungan atau instansi yang ditunjuk oleh Menteri Perhubungan. Untuk menindaklanjuti Keputusan Bersama tersebut telah diterbitkan Hak Pengelolaan No. 1Belawan-I yang didasarkan kepada Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 41HPLBPN91 Tanggal 11 April 1991, atas tanah seluas 278,15 Ha. Hak Pengelolaan juga diberikan secara sporadis di Kelurahan Belawan Scanang dan Belawan Bahagia. Di Belawan Scanang tercatat Hak Pengelolaan No. 1Belawan Scanang seluas 1,36 Ha untuk PLTU dan Hak Pengelolaan No.2Belawan Scanang dan Hak Pengelolaan No. 1Belawan Bahagia seluas 0,49 Ha dan Hak Pengelolaan No. 1Bagan Deli seluas 188,70 Ha.untuk pelabuhan perikanan. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Dengan diberikannya Hak Pengelolaan hanya seluas 423,15 Ha tersebut, berarti hanya seluas itu yang benar-benar dikuasai oleh PT. Pelabuhan-I, sementara sisanya 1.785,80 Ha, penggunaannya bukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan pelabuhan, tetapi digunakan untuk pemukimantempat tinggal nelayan, usaha tambak terutama di daerah paluh di kelurahan Bagan Deli dan penggunaan lainnya. Dari tanah seluas 423,15 Ha yang sudah merupakan Hak Pengelolaan tersebut, penggunaan tanahnya sebagian masih merupakan pemikiman penduduk nelayan tanpa status tanah yang jelas dan sudah berkali-kali diingatkan oleh pihak PT. Pelabuhan-I maupun oleh pihak aparat Kelurahan setempat dan aparat Kecamatan Medan Belawan, bahkan sudah beberapa kali dipindahkan ke Desa Nelayan di Kecamatan Labuhan Deli, namun masyarakat yang umumnya bermata pencaharian nelayan tersebut tetap bertahan dan tidak bersedia pindah, karena kultur kehidupan mereka tidak bisa dipisahkan dari laut, cari makan dari laut dengan berprofesi sebagai nelayan dari nenek moyangnya yang menjalani kehidupan laut sampai saat ini. 80 Terhadap penggunaan tanah untuk pemukiman penduduk nelayan yang sebenarnya masuk dalam batas-batas daerah lingkungan kerja Pelabuhan Belawan, antara lain terdapat di kawasan teluk yang pernah disemprot menjadi pemukiman tahun 1950-an dan diberikan kepada penduduk. 80 Wawancara dengan Abdul Chalik, Sekretaris Kecamatan Medan Belawan, pada tanggal 1 Juli 2008. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Selain itu, terdapat daerah-daerah yang masuk dalam batas-batas daerah lingkungan kerja Pelabuhan Belawan, namun karena pada saat itu belum dikuasai oleh PT. Pelabuhan-I dan masih merupakan pesisir pantai, semula masyarakat menggunakannya untuk tempat tangkahan kayu bakar, belakangan kayu bakar tidak ada lagi ditemukan, maka masyarakat di sekitar tempat tersebut memacakmenggunakan tanahnya untuk mendirikan rumah tempat tinggal atau membuat tambak. Selain menggunakan kawasan sempadan pantai untuk pemukimanmendirikan rumah tempat tinggal dan juga ada bangunan kedai-kedai, terutama bagi penduduk yang mata pencahariannya nelayan, juga kawasan sempadan pantai digunakan penduduk nelayan setempat untuk usaha jemur ikan dan udang, hal ini banyak ditemukan di daerah Kelurahan Bagan Deli 81 . Tabel 3 : Data Penggunaan Tanah pada Kawasan Pantai di Kecamatan Belawan No Kelurahan Bukti Hak Penggunaan Tanah 1 Belawan-I -Hak Pengelolaan -Hak Pakai -SKT -Grant Sultan -Surat di bwh tangan -Pelabuhan -Markasperkantoran -perumahanpemukiman -perumahanpemukiman, -perumahanpemukiman, kedai, usaha jemur ikan 2 Belawan Bahagia -Hak Pengelolaan -PLTU 81 Wawancara dengan Lurah Bagan Deli, pada tanggal. 7 Juli 2008 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Lanjutan tabel : 3 -SKT -Surat di bwh tangan - Perumahanpemukiman -Perumahanpemukiman, kedai, usaha jemur ikan 3 Bagan Deli -Hak Pengelolaan -Hak Milik -KLD -Grant Sultan -SKT -Surat di bwh tangan -Pelabuhan perikanan -Tambak -Tambak -Perumahanpemukiman -Perumahanpemukiman -Perumahanpemukiman, kedai, usaha jemur ikan Sumber : Data lapangan yang diolah, 2008 Bertitik tolak dari data tersebut di atas, maka penggunaan tanah kawasan sempadan pantai untuk pemukimantempat tinggal penduduk, untuk usaha seperti jemur ikanudang dan bangunan kedai, yang pada kenyataannya masuk dalam kawasan pelabuhan, secara yuridis tidak dimungkinkan dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 13, 14 dan 15 PP No. 16 tahun 2004, yang menyebutkan bahwa penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah dan tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah benteng alam dan ekosistem alami. Adapun fungsi kawasan lindung sempadan pantai adalah untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 buatan, untuk itu kawasan lindung sempadan pantai harus dilindungi dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Jika pada kenyataannya penggunaan tanah pada kawasan sempadan pantai digunakan untuk kegiatanusaha yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan untuk tempat pemukiman dan tempat usaha tentu hal tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berkaitan dengan penggunaan tanah pada kawasan sempadan pantai di Kecamatan Belawan ini, menurut penuturan Abdul Chalik, hingga saat ini sepengetahuannya belum ada Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Khusus untuk Kecamatan Belawan, namun saat ini sedang intensif rapat-rapat di Kantor Walikota Medan yang merencanakan adanya Kawasan Ekonomi Khusus KEK 82 yang konsentrasinya untuk kegiatan industri yang produknya untuk ekspor dengan menggunakan fasilitas pelabuhan Belawan sebagai akses untuk pengapalannya. Penuturan yang sama diakui juga oleh Lurah Belawan-I, Lurah Belawan Bahagia dan Lurah Bagan Deli, yang menyatakan bahwa hingga saat ini sepengetahuan mereka belum ada Rencana Tata Ruang Wilayah yang khusus untuk Kecamatan Belawan. 83 82 Kawasan Ekonomi Khusus KEK tersebut sebenarnya belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, bahkan saat ini masih dalam tahap pembahasan Rancangan Undang Undang mengenai Kawasan Ekonomi Khusus RUU KEK tersebut di tingkat Panitia Khusus DPR-RI bersama dengan pihak Pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan. lihat Harian Analisa, terbitan tanggal 12 Desember 2008 hal. 17 dengan judul berita “UU Kawasan Ekonomi Khusus Diperlukan Antisipasi Krisis”. 83 Wawancara dengan Lurah Belawan-I Aidil Yusra, tanggal 23 Juli 2008 Lurah Belawan Baharia Djuhari tanggal 25 Juli 2008 dan Lurah Bagan Deli Badrul Akmal tanggal 28 Juli 2008 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Bila pada kenyataaannya belum ada Rencana Tata Ruang Wilayah khusus untuk Kecamatan Medan Belawan, maka akan sulit menerapkan aturan yang ada sebab sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997, pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dapat dilakukan berdasarkan pengelolaan kawasan lindung yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Namun demikian, pada Pasal 43 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 ditentukan adanya aturan hukum dalam rangka kegiatan pengawasan dan pemanfaatan ruang di kawasan lindung, yakni dapat dilakukan melalui pemberian larangan melakukan berbagai usaha danatau kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan. Dalam kenyataannya, upaya pelarangan tersebut telah dilakukan oleh pihak PT. Pelabuhan-I dan oleh aparat Kecamatan dan Kelurahan, namun sepertinya tidak diindahkan. Hal ini tentu merupakan permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dalam pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung. Sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 penyelesaian permasalahan tersebut diputuskan oleh Walikota setelah mendapat persetujuan dari Gubernur dengan kegiatan penertiban yang dilakukan melalui penerapan ketentuan-ketentuan untuk mengembalikan fungsi lindung kawasan yang telah terganggu kepada fungsi lindung yang diterapkan secara bertahap. Menurut pengakuan aparat Kecamatan Medan Belawan, upaya penertiban kepada masyarakat yang membangun pemukiman.rumah tempat tinggal dan Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 bangunan usaha di sekitar kawasan sempadan pantai di Kecamatan Belawan hanya sebatas mengupayakan pemindahan penduduk nelayan dari kawasan sempadan pantai tersebut ke perkampungan Nelayan di Kecamatan Labuhan Deli. Upaya itupun tidak membawa hasil yang nyata, karena masyarakat nelayaan tetap menolak untuk pindah. Oleh karena itu, perlu upaya sosialisasi dan pendekatan dari pihak pemegang Hak Pengelolaan kepada masyarakat nelayan untuk mengamankan tanah yang menjadi areal pelabuhan, sehinga tetap terjaga kelestariannya dan pada akhirnya dapat mengembalikan fungsi kawasan sempadan pantai sebagai kawasan lindung, sebab apabila tetap dibiarkan akan berdampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Tentang batas kawasan sempadan pantai di Kecamatan Belawan, tampaknya aparat Kecamatan dan Kelurahan yang ada di Belawan telah mengetahuinya sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 34 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997, hal itu ditandai dengan jawaban Sekretaris Kecamatan Belawan, Lurah Belawan-I, Lurah Belawan Bahagia dan Lurah Bagan Deli yang sama-sama mengatakan bahwa batas kawasan pantai adalah 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

C. Penggunaan Kawasan Pantai Untuk Pariwisata

Terkait dengan pengaturan penggunaan dan pemanfaatan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan perlindungan setempat yang seharusnya dapat dituangkan dalam Peraturan Daerah mengenai Rencana Umum Tata Ruang Wilayah, maka Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 pengembangan kawasan lindung berupa daerah sempadan pantai dan kawasan terbuka hijau dimungkinkan untuk usaha pariwisata dengan ketentuan diatur juga dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 ditentukan bahwa untuk kebutuhan pariwisata harus dibangun atau disediakan suatu kawasan pariwisata di dalam kawasan budidaya, tidak diatur kemungkinannya di dalam kawasan lindung. Namun dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan RTHKP, 84 ditentukan bahwa kawasan sempadan pantai dimungkinkan untuk dikembangkan usaha pariwisata. Dalam Pasal 6 huruf s Peraturan tersebut diatur bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan RTHKP tersebut termasuk di dalamnya sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa. Dalam Pasal 4 ditentukan bahwa RTHKP antara lain bermafaat bagi sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, kemudian Pasal 12 dinyatakan bahwa pemanfaatan RTHKP dapat dikelola oleh Pemerintah Daerah maupun para pelaku pembangunan baik perseorangan maupun badan hukum. Oleh karena Kecamatan Belawan termasuk dalam wilayah Kota Medan dan terdapat kawasan pantai yang luas, maka kawasan sempadan pantai tersebut dapat 84 Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan anaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 ditetapkan menjadi Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan dan dikembangkan usaha pariwisata berupa pembangunan sarana rekreasi. Hal itu dimungkinkan karena status tanah pada kawasan tersebut adalah Hak Pengelolaan, yang secara yuridis, bagian-bagian dari Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada pihak ketiga dengan status Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan. Pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan tersebut, berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1999, merupakan kewenangan sepenuhnya dari Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota, tanpa ada batasan mengenai luas tanahnya. Hal ini berbeda dengan pemberian Hak Guna Bangunan dan hak Pakai di atas tanah negara yang dibatasi kewenangan pemberian haknya sesuai dengan luas bidang tanahnya, misalnya Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota diberikan kewenangan menerbitkan keputusan pemberian Hak Guna Bangunan tidak lebih dari 2000 m2 dan Hak Pakai untuk tanah pertanian tidak lebih dari 2 Ha. Sedang Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi diberikan kewenangan menerbitkan keputusan pemberian Hak Guna Bangunan tidak lebih dari 150.000 M2 dan Hak Pakai untuk tanah pertanian lebih dari 2 Ha. Tentang kemungkinan kawasan sempadan pantai di Kecamatan Belawan sebagai daerahkawasan pengembangan usaha pariwisata dengan menetapkannya sebagai bagian dari RTHKP, maka sesuai ketentuan Pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut, harus terlebih dahulu diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Kota Medan dan RTHKP tersebut dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, sehingga semua pihak dapat berpartisipasi dalam menggunakan dan memanfaatkan kawasan sempadan pantai tersebut, yang selain berfungsi untuk sarana estetika kota juga akan dapat memberikan nilai ekonomi, baik bagi pemegang Hak Pengelolaan, Pemerintah Kota maupun bagi masyarakat pada umumnya. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009

BAB IV KENDALA DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH PADA KAWASAN

PANTAI DAN UPAYA MENGATASINYA A. Pemberian Hak Atas Tanah Pasal 22 ayat 2, Pasal 31 dan Pasal 37 UUPA mengatur bahwa terjadinya hak atas tanah salah satunya adalah melalui penetapan Pemerintah. Penetapan Pemerintah tersebut selain dilakukan terhadap obyek tanah yang bukti haknya merupakan hak-hak lama baik bekas hak Barat maupun bekas Hak Adat juga dilakukan terhadap obyek tanah yang statusnya berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Isi dari penetapan Pemerintah tersebut adalah pemberian atau penetapan hak atas tanah kepada subyek hak baik perseorangan maupun badan hukum dengan obyek suatu bidang tanah tertentu . Berdasarkan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 pemberian hak atas tanah termasuk dalam kategori pembuktian hak baru. Pembuktian hak baru tersebut didahului dengan suatu penetapan pemberian hak atas tanah dari pejabat yang berwenang memberikan hak tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Obyek tanah yang dapat diperlakukan dengan proses pemberian hak dimaksud umumnya adalah atas tanah yang berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 3 tahun 1999 jo Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 9 tahun 1999 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan pemberian hak atas tanah adalah penetapan Pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah Negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan. Dalam proses penetapan Pemerintah yang wujudnya pemberian penetapan hak atas tanah tersebut, ada yang diberikan haknya secara langsung semata-mata atas kebaikan Pemerintah tanpa terlebih dahulu didasarkan adanya bukti penguasaan atas tanahnya, juga ada penetapan hak yang terlebih dahulu harus dibuktikan adanya hubungan hukum antara orang dengan tanahnya yang merupakan bukti penguasaan atas tanahnya hak keperdataan, baik yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang maupun pernyataan yang dibuat sendiri oleh orang yang menguasai tanah tersebut apabila sejak awal dialah yang pertama mengerjakan bidang tanah dimaksud. Sebagaimana disebutkan pada Bab terdahulu bahwa penguasaan tanah dapat merupakan permulaan adanya atau diberikannya hak atas tanah, dengan perkataan lain penguasaan tanah secara fisik merupakan salah satu faktor utama dalam rangka pemberian hak atas tanahnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dijelaskan bahwa sekalipun tidak ada alat bukti penguasaan secara yuridis, namun apabila dalam kenyataan bidang tanah tersebut telah dikuasai secara fisik, maka dapat dilegitimasidiformalkan haknya melalui penetapanpemberian haknya kepada yang bersangkutan. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Terhadap penguasaan tanah yang dibuktikan dengan alat bukti secara tertulis dapat disebut juga alas hak. Alas hak diartikan sebagai bukti penguasaan atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat juga berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat Pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-lain. Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, alas hak tersebut diberi istilah data yuridis, yakni keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya, dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau ada alas hak berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu hak keperdataan, tanah tersebut sudah berada dalam penguasaannya atau telah menjadi miliknya. Penguasaan atas tanah secara yuridis selalu mengandung kewenangan yang diberikan hukum untuk menguasai fisik tanahnya. Oleh karena itu penguasaan yuridis memberikan alas hak terhadap adanya hubungan hukum mengenai tanah yang bersangkutan. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara agar hubungan tersebut memperoleh perlindungan hukum. Proses alas hak menjadi hak atas tanah yang diformalkan melalui penetapan Pemerintah disebut pendaftaran tanah yang produknya adalah sertipikat tanah. Oleh karena itu alas hak sebenarnya sudah merupakan suatu legitimasi awal atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan, namun idealnya agar penguasaan suatu bidang tanah juga mendapat legitimasi dari Negara, maka harus diformalkan yang dilandasi dengan suatu hak atas tanah yang ditetapkan oleh Negara Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. AP. Parlindungan menyatakan bahwa : ”Alas hak atau dasar penguasaan atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA dapat diterbitkan haknya karena penetapan Pemerintah atau ketentuan peraturan perundang- undangan, maupun karena suatu perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan suatu hak atas tanah di atas hak tanah lain misalnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik dan juga karena ketentuan konversi hak, sedangkan ketentuan pendakuan maupun karena kadaluarsa memperoleh suatu hak dengan lembaga uitwijzingprocedure sebagaimana diatur dalam pasal 548 KUH Perdata tidak dikenal dalam UUPA, sungguhpun pewarisan merupakan juga salah satu alas hak.” 85 85 AP. Parlindungan, 1993, Beberapa Masalah Dalam UUPA, Op.cit, hal. 69-70. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Dinyatakan juga bahwa dasar penguasaan atau alas hak untuk tanah menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan perundang- undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti Hak-hak Adat atas tanah dan hak-hak yang berasal dari Hak-hak Barat, 86 Jadi secara normatif bukti penguasaan atau pemilikan atas suatu bidang tanah yang diterbitkan oleh Pemerintah sebelumnya dasar penguasaanalas hak lama masih tetap diakui sebagai dasar penguasaan atas tanah karena diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku pada masa itu. Hak-hak Adat maupun Hak-hak Barat yang dijadikan sebagai alas hak tersebut ada yang sudah didaftar pada zaman Hindia Belanda dan ada yang belum didaftar. Pendaftaran hak atas tanah pada waktu itu hanya pada hak-hak atas tanah yang tunduk pada KUH Perdata BW, sungguhpun ada juga orang-orang pribumi yang mempunyai hak atas tanah yang berstatus Hak-hak Barat selain golongan Eropa dan Golongan Timur Asing termasuk golongan China setelah menyatakan dirinya tunduk pada Hukum Eropa . Untuk Golongan Bumi Putera umumnya tidak ada suatu hukum pendaftaran tanah yang bersifat uniform, sungguhpun ada secara sporadis ditemukan beberapa pendaftaran yang sederhana dan belum sempurna seperti Grant Sultan Deli, Grant lama, Grant Kejuran, pendaftaran tanah yang terdapat di kepulauan Lingga-Riau, di daerah Yogyakarta dan Surakarta dan di lain-lain daerah yang sudah berkembang dan 86 AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Op.cit, Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 menirukan sistem pendaftaran kadaster. Sebaliknya juga dikenal pendaftaran tanah pajak, seperti pipil, girik, petuk, ketitir, letter C yang dilakukan oleh Kantor Pajak di Pulau Jawa. 87 Di Daerah Sumatera Utara juga dikenal semacam pendaftaran tanah untuk kepentingan perpajakan yang ditemukan di daerah Kabupaten Deli Serdang yang dikenal dengan Surat Keterangan Tanah SKT yang diterbitkan oleh Bupati Deli Serdang dalam rangka pemungutan pajak tanah atas obyek tanah yang digarap oleh penduduk setempat di sekitar daerah perkebunan, kemudian pemiliknya menjadikan SKT tersebut sebagai alas hak atas tanah. Selain itu ditemukan juga alas hak atas tanah berupa surat-surat yang dibuat oleh para Notaris atau yang dibuat oleh Camat dengan berbagai ragam bentuk untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah yang dikuasai oleh warga masyarakat. Penerbitan bukti-bukti penguasaan tanah tersebut ada yang dibuat di atas tanah yang belum dikonversi maupun tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara dan kemudian tanah dimaksud diduduki oleh rakyat baik dengan sengaja ataupun diatur oleh Kepala Desa dan disahkan oleh para Camat, seolah-olah tanah tersebut telah merupakan hak seseorang ataupun termasuk kategori hak-hak adat. 88 Surat-surat tersebutlah yang dijadikan sebagai alas hak dalam mengajukan permohonan pendaftaran tanahnya. 87 Ibid., hal. 76. 88 Ibid., hal. 3. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Bukti kepemilikan hak-hak atas tanah yang dapat diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Pasal 60 ayat 1 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 dapat dikategorikan sebagai alas hak, sungguhpun sebagaimana diuraikan di atas bahwa terhadap alas hak dimaksud dapat diproses pendaftaran tanahnya melalui konversi atau pengakuanpenegasan hak atas tanah Surat-surat yang dikategorikan sebagai alas hak atau data yuridis atas tanah pada dasarnya merupakan keterangan tertulis mengenai perolehan tanah oleh seseorang, misalnya saja dengan berupa pelepasan hak bekas pemegang hak, pernyataan tidak keberatan dari bekas pemegang hak tentunya setelah ada ganti rugi. Syarat ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 4 ayat 1 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang bunyinya sebelum mengajukan permohonan hak atas tanah, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 89 Selanjutnya Pasal 18 ayat 2 angka 2 Peraturan tersebut ditentukan bahwa keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik adalah : 89 Djoko Walijatun, Persyaratan Permohonan hak, Majalah Renvoy No. 10.34.III, Maret 2006, hal. 65. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 a Dasar penguasaannya, dapat berupa akta pelepasan kawasan hutan, akta pelepasan bekas tanah milik adat dan surat bukti perolehan tanah lainnya; b Letak, batas-batas dan luasnya; dan c Jenis usaha pertanian, perikanan atau peternakan. Dalam hal ini yang termasuk kategori alas hak adalah data yuridisnya yaitu dasar penguasaannya, dapat berupa akta pelepasan kawasan hutan, akta pelepasan bekas tanah milik adat dan surat bukti perolehan tanah lainnya. Penguasaan tanah tersebut menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah adalah hubungan hukum antara orang-perorang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Setelah ditentukan adanya alas hak atas tanah, maka diatur juga tata cara pemberianpenetapan dari hak atas tanah tersebut, sesuai dengan tuntutan konstitusi dan makna dari Negara Hukum yang menginginkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan dan tindakan pejabat dalam melaksanakan tugas kenegaraan harus didasarkan pada hukum yang berlaku. 90 90 Makna negara hukum adalah apabila segala aktifitas kenegaraan dari lembaga-lembaga negara maupun aktivitas kemasyarakatan dari seluruh warga negara didasarkan pada hukum. Didasarkan pada hukum maksudnya segala bidang yang menyangkut pengaturan tata kehidupan seluruh warga negara harus dibingkai oleh hukum. Jadi jelas bahwa hukumlah yang menjadi panglima, oleh karena itu bidang-bidang lain seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan harus tunduk pada hukum. Salah satu bidang yang mengatur tentang tata kehidupan warga negara yang juga harus tunduk pada hukum adalah bidang keagrariaanpertanahan. Disebut bidang yang termasuk harus tunduk pada hukum karena negara mengatur bidang keagrariaanpertanahan tersebut dalam konstitusi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang selanjutnya dijabarkan dalam peraturan Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Tata cara pemberianpenetapan hak tersebut termasuk dalam kategori aturan formalitas yang harus dijalankan dan dilaksanakan oleh pejabat terkait maupun pihak-pihak yang berkepentingan dengan obyek tanahlahan yang akan didaftarkandisertipikatkan. Aturan formalitas ini penting karena sesuai dengan tuntutan konstitusi dan makna dari Negara Hukum yang menginginkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan dan tindakan pejabat dalam melaksanakan tugas kenegaraan harus didasarkan pada hukum yang berlaku. 91 Dalam hal pemberian atau penetapan hak atas tanah ini baru dapat diproses haknya apabila diajukan permohonan oleh pemilik tanah dengan melampirkan kelengkapan persyaratan baik tanda identitas maupun alas haknya yang menunjukkan adanya hubungan hukum antara pemohon dengan tanahnya. Setelah dibuktikan adanya hubungan hukum atau penguasaan atas tanah yang dimiliki oleh pemohon subyek hak, maka Pemerintah sebagai pemangku Hak Menguasai Negara yang berwenang melakukan pengaturan dan menentukan hubungan- hubungan hukum antara orang dengan tanah, melaksanakan tugasnya memformalkan perundang-undangan Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria UUPA dan juga dalam peraturan pelaksanaannya yang merupakan substansi hukum yang disebut Hukum Agraria. 91 Makna negara hukum adalah apabila segala aktifitas kenegaraan dari lembaga-lembaga negara maupun aktivitas kemasyarakatan dari seluruh warga negara didasarkan pada hukum. Didasarkan pada hukum maksudnya segala bidang yang menyangkut pengaturan tata kehidupan seluruh warga negara harus dibingkai oleh hukum. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 hubungan hukum tersebut dengan memberikan hak-hak atas tanah yang dibuktikan dengan penerbitan keputusan pemberian haknya. Pemberian hak tersebut, jika dilihat dari ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 termasuk pada kategori pendaftaran tanah untuk pertama kali, artinya dilakukan terhadap obyek tanah yang sebelumnya belum terdaftar, baik yang dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik maupun secara sporadik. Secara prosedural, pemberian hak atas tanah yang dikaitkan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 terlebih dahulu dilakukan pengukuran dan pemetaan, kegiatan pengukuran dan pemetaan berdasarkan Pasal 14 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 meliputi : a Pembuatan peta dasar pendaftaran; b Penetapan batas bidang-bidang tanah; c Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran; d Pembuatan daftar tanah dan; e Pembuatan surat ukur Kemudian secara administratif, formalitas dari pemberian hak atas tanah Negara berpedoman Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Persyaratan pemberian Hak Milik antara lain mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional RI melalui Kepala Kantor Pertanahan Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 KabupatenKota dengan memuat keterangan mengenai identitas pemohon, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik, 92 dengan dilampiri : 1 Fotokopi identitas pemohon Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga untuk perorangan dan Akta Pendirian untuk badan hukum. 2 Keterangan mengenai tanahnya, yaitu data yuridis surat-surat bukti perolehan tanahnya atau dasar penguasaan atau alas haknya, data fisik Surat Ukurpeta pendaftaran dan IMB apabila ada dan surat lain yang dianggap perlu. 3 Surat Pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah yang dimiliki oleh Pemohon. 4 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT PBB tahun terakhir, sebagai persyaratan tambahan untuk kepentingan penghitungan uang pemasukan dan BPHTB Prosedur pemberian penetapan hak atas tanah tersebut, dimulai dengan pengajuan permohonan yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota Khusus untuk Hak Guna Usaha diajukan melalui Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi setelah melengkapi semua persyaratan yang diperlukan, selanjutnya dilakukan kegiatan sebagai berikut: 1 Pengukuran kadastral atas tanah yang dimohon oleh petugas ukur dari instansi Badan Pertanahan Nasional dengan biaya tertentu yang didasarkan 92 Pasal 8 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 pada luas bidang tanah yang dimohon. Pelaksana pengukuran sesuai dengan kewenangannya, yakni sampai dengan seluas 10 Ha oleh Kantor Pertanahan, seluas 10 – 1000 Ha oleh Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan lebih dari 1000 Ha oleh Badan Pertanahan Nasional RI, hasilnya berupa Surat Ukur atau Peta Pendaftaran Tanah. 2 Berkas permohonan tersebut diperiksa dan diteliti data yuridis dan data fisiknya oleh Panitia Pemeriksaan Tanah “A” untuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dan Hak Pengelolaan dan Panitia Pemeriksaan Tanah “B”, untuk Hak Guna Usaha hasilnya berupa Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah. 3 Apabila berkas permohonan telah memenuhi syarat dan telah diterbitkan Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah, maka diterbitkan Surat Keputusan tentang Penetapanpemberian Haknya oleh pejabat yang berwenang. Surat Keputusan PenetapanPemberian Hak tersebut disampaikan kepada pemohon. 4 Surat Keputusan tentang PenetapanPemberian Haknya tersebut didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat dan oleh Kantor Pertanahan diterbitkan sertipikat Tanah sesuai jenis haknya untuk selanjutnya diserahkan kepada penerima hak yang bersangkutan. Terhadap ketentuan formal yang mengatur mengenai prosedur penetapanpemberian hak atas tanah tersebut telah ada aturan yang menetapkan tentang kepastian Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 persyaratan, waktu penyelesaian dan besarnya biaya yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Pengaturan Operasional Pelayanan Pertanahan SPOPP. Kepastian persyaratan telah diuraikan di atas, kepastian waktu penyelesaian ditempelkan pada papan pengumuman pada Kantor Pertanahan setempat dan kepastian biaya pelayanan pertanahan telah dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2002.

B. Kendala yang Ditemui

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa terdapat prosedur yang harus dijalani dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diberikannya suatu hak atas tanah kepada subyek hak perorangan atau badan hukum atau instansi pemerintah Dalam hal pemberian hak atas tanah kepada warga masyarakat yang berada pada kawasan sempadan pantai, khususnya di Kecamatan Medan Belawan, terdapat kendala-kendala sebagai berikut :

1. Penguasaan Tanah di atas Tanah Hak Pengelolaan