Berdasarkan teori di ataslah yang dijadikan kerangka berpikir dalam penelitian ini guna melihat situasi hubungan hukum antara masyarakat dengan tanah
dalam hal ini antara aspek penguasaan dan penggunaan tanah pada kawasan pantai dikaitkan antara peraturan perundang-undangan dengan kenyataan di lapangan,
termasuk tujuan hukum dalam menciptakan keteraturan terutama dalam kondisi masyarakat yang sedang membangun.
Dari pijakan kerangka teori hukum tersebut, maka konsepsi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah dengan meninjau peraturan perundang-
undangan mengenai obyek yang diteliti dan menggambarkan kenyataannya di lapangan, yang diuraikan dalam tiga variabel, yakni penguasaan tanah, penggunaan
tanah dan kawasan pantai dengan segala lingkup aturan dan uraiannya.
1. mengenai Pengaturan Tentang Penguasaan Tanah
Ketentuan hukumnya dilihat dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Aturan dasar dalam konstitusi menyangkut pengelolaan sumber daya alam
tersebut termasuk dalam pengertian ”dikuasai oleh Negara” tersebut kemudian dijabarkan dalam UUPA. Dalam Pasal 2 ayat 1 UUPA ditentukan :
”Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian pada ayat 2 diuraikan
bahwa hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa”.
Dalam penjelasan UUPA dijelaskan bahwa pengertian ”dikuasai” bukan berarti ”dimiliki” akan tetapi adalah pengertian yang memberi wewenang kepada
Negara sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia untuk melakukan wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat 2 UUPA tersebut.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa kekuasaan negara mengenai tanah mencakup tanah yang sudah dihaki oleh seseorang maupun yang tidak. Kekuasaan negara
mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa Negara memberikan kekuasaan kepada yang
mempunyai untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan negara tersebut.
Sedangkan kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh, artinya negara
dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya.
Isi wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai sumber daya alam oleh negara tersebut semata-mata bersifat publik yaitu wewenang untuk
mengatur wewenang regulasi dan bukan wewenang untuk menguasai tanah secara
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
fisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah yang bersifat peribadi.
16
Secara teoritis, penyebutan ketentuan konstitusional mengenai Hak Menguasai dari Negara ini sesungguhnya bersifat deklaratif, artinya dengan atau
tanpa penyebutan ketentuan tersebut setiap negara tetap mempunyai hak menguasai negara. Namun demikian, ketentuan tersebut tetap penting untuk mengkonfirmasi
eksistensi dari hak menguasai negara tersebut dan menunjukkan sifat hubungan antara negara dan tanah.
17
Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka pada Pasal 2 dan 4 UUPA mengatur bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, dan atas dasar hak menguasai dari negara tersebut ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah
yang dapat diberikan kepada perorangan maupun badan hukum subyek hak. Hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dan dalam batas-batas menurut ketentuan
peraturan perundangan. Dengan kata lain mengalokasikan kekuasaan hak atas tanah oleh negara kepada orang atau badan hukum yang dilakukan secara terukur supaya
dapat digunakan bagi kelangsungan hidup setiap orang secara bersama-sama.
18
16
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria,Yogyakarta : Citra Media, 2007, hal.5
17
Oloan Sitorus dan HM Zaki Sierrad, Hukum Agraria di Indonesia, Konsep Dasar dan Implementasi, Yogyakarta : Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2006, hal. 60
18
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996 hal. 33.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
Dari ketentuan yang terdapat dalam UUPA dapat dilihat bahwa Negara memberikan hak-hak atas tanah kepada perorangan atau badan hukum subyek hak,
bahkan menjamin, mengakui, melindungi hak-hak tersebut untuk dimanfaatkan dalam rangka mensejahterakan kehidupannya dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapapun. Akan tetapi Negara tidak hanya memberikan begitu saja hak-hak atas tanah
tersebut kepada subyek hak untuk dimanfaatkan dalam rangka mensejahterakan kehidupannya, tetapi Negara juga memberikan jaminan kepastian hukum terhadap
hak-hak atas tanah tersebut melalui pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat 2 meliputi :
a pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanahnya;
c pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Kegiatan pendaftaran tanah baik untuk pendaftaran pertama kali maupun
untuk pendaftaran hak dan peralihannya, baru dapat dilakukan apabila subyek hak dapat membuktikan adanya hubungan hubungan baik yang bersifat keperdataan
perorangan maupun bersifat publik tanah yang dikuasai oleh instansi Pemerintah atau tanah hak ulayat
19
masyarakat hukum adat antara subyek hak dengan tanahnya.
19
Hak Ulayat adalah hak atas tanah yang berdasarkan pada Hukum Adat yang merupakan hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya.
Hubungan hukum tersebut berisi wewenang dan kewajiban Maria SW. Sumardjono, Tanah Dalam Perspketif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2008, hal. 170
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
Hubungan hukum tersebut dapat dibuktikan dengan cara menguasai secara fisik tanah yang bersangkutan dan atau mempunyai bukti yuridis atas penguasaan tanah
Bukti yuridis atas penguasaan tanah tersebut dapat saja dalam bentuk keputusan dari pejabat di masa lalu yang berwenang memberikan hak penguasaan
kepada subyek hak untuk menguasai tanah dimaksud dan dapat juga dalam bentuk akta otentik yang diterbitkan oleh pejabat umum yang menunjukkan tanah
tersebut diperolehnya akibat adanya perbuatan hukum berupa perjanjian pemindahanperalihan hak.
Bila dikatakan perolehan hak atas tanah, maka tersirat adanya perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hak, hal ini sejalan dengan pengertian perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan yang dikembangkan oleh Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Tanah dan atau Bangunan
yakni perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan, seperti jual beli, tukar-
menukar, hibah, wasiat, hibah wasiat, pewarisan dan lain-lain, yang pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan akta menurut cara yang diatur undang-undang.
Penguasaan atas tanah merupakan hal penting dalam mengatur lalu lintas hukum di bidang pertanahan. Penguasaan tersebut dapat juga sebagai permulaan
adanya hak, bahkan ada yang menyebut penguasaan tanah tersebut sudah merupakan
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
suatu ”hak”. Kata ”penguasaan” menunjukkan adanya suatu hubungan antara tanah dengan yang mempunyainya.
20
Artinya ada sesuatu hal yang mengikat antara orang dengan tanah tersebut, ikatan tersebut ditunjukkan dengan suatu tanda bahwa tanah tersebut telah
dikuasainya. Tanda tersebut bisa berbentuk fisik maupun bisa berbentuk bukti tertulis.
Menurut Boedi Harsono, hubungan penguasaan dapat dipergunakan dalam arti yuridis maupun fisik.
21
Penguasaan dalam arti yuridis maksudnya hubungan tersebut ditunjukkan dengan adanya alas hak dari penguasaan tanahnya, apabila telah
ada alas hak, maka hubungan tanah dengan obyek tanahnya sendiri telah dilandasi dengan suatu hak.
Sedangkan penguasaan tanah dalam arti fisik menunjukkan adanya hubungan langsung antara tanah dengan yang empunya tanah tersebut, misalnya
didiami dengan mendirikan rumah tinggal atau ditanami dengan tanaman produktif untuk tanah pertanian.
Penguasaan tanah dapat merupakan permulaan adanya atau diberikannya hak atas tanah, dengan perkataan lain penguasaan tanah secara fisik merupakan salah satu
faktor utama dalam rangka pemberian hak atas tanahnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dijelaskan bahwa sekalipun tidak ada alat-alat
20
Badan Pertanahan Nasional, Hak Hak Atas Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional, Jakarta, 2002, hal. 18
21
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Penerbit Djambatan, 1994, hal. 19
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
bukti penguasaan secara yuridis, namun apabila dalam kenyataan bidang tanah tersebut telah dikuasai secara fisik, maka dapat dilegitimasi penetapanpemberian
haknya kepada yang bersangkutan. Terhadap penguasaan tanah yang dibuktikan dengan alat bukti secara tertulis
dapat disebut juga alas hak. Alas hak diartikan sebagai bukti penguasaan atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan
adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah, dapat juga berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat pemerintah
sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan,
surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-lain.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997, alas hak tersebut diberi istilah data yuridis, yakni keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya, dan pihak lain serta beban-beban lain
yang membebaninya. Secara perdata, dengan adanya hubungan yang mempunyai tanah dengan
tanahnya yang dibuktikan dengan penguasaan fisik secara nyata di lapangan atau ada alas hak berupa data yuridis berarti telah dilandasi dengan suatu hak, tanah tersebut
sudah berada dalam penguasannya atau telah menjadi miliknya.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
Penguasaan atas tanah secara yuridis selalu mengandung kewenangan untuk menguasai fisik tanahnya, oleh karena penguasaan yuridis memberikan alas hak
terhadap adanya hubungan hukum mengenai tanah yang bersangkutan. Apabila tanahnya sudah dikuasai secara fisik dan sudah ada alas haknya, maka persoalannya
hanya menindaklanjuti alas hak yang melandasi hubungan tersebut menjadi hak atas tanah yang ditetapkan dan diakui oleh Negara agar hubungan tersebut memperoleh
perlindungan hukum. Proses penetapan dan pengakuan alas hak menjadi hak atas tanah disebut pendaftaran tanah yang produknya adalah sertipikat tanah.
Oleh karena itu alas hak sebenarnya sudah merupakan suatu legitimasi awal atau pengakuan atas penguasaan tanah oleh subyek hak yang bersangkutan, namun
idealnya agar penguasaan suatu bidang tanah juga mendapat legitimasi dari Negara, maka harus dilandasi dengan suatu hak atas tanah yang ditetapkan oleh Negara
Pemerintah. AP. Parlindungan menyatakan :
”bahwa alas hak atau dasar penguasaan atas tanah dapat diterbitkan karena penetapan pemerintah atau ketentuan peraturan perundangan, maupun karena suatu perjanjian
khusus yang diadakan untuk menimbulkan suatu hak di atas hak tanah lain misalnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik juga karena ketentuan konversi hak atas
tanah. Sedangkan ketentuan pendakuan maupun karena kadaluarsa memperoleh suatu hak dengan lembaga uitwijzingprocedure sebagaimana diatur dalam pasal 548 KUH
Perdata tidak dikenal dalam UUPA, sungguhpun pewarisan merupakan juga salah satu alas hak.”
22
22
AP. Parlindungan, Beberapa Masalah Dalam UUPA, Bandung, Mandar Maju, 1993, hal. 69- 70.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
Dinyatakan juga bahwa dasar penguasaan atau alas hak
23
untuk tanah menurut UUPA adalah bersifat derivative, artinya berasal dari ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dari hak-hak yang ada sebelumnya, seperti hak-hak adat atas tanah dan hak-hak yang berasal dari hak-hak Barat,
24
dengan catatan dilakukan penyesuaian dengan ketentuan yang baru yang dalam Hukum Agraria dikenal dengan
istilah konversi. Maksud dari konversi hak atas tanah tersebut adalah perubahan hak lama atas tanah menjadi hak baru sebagaimana yang diatur dalam UUPA.
25
Sedang menurut AP. Parlindungan, konversi adalah bagaimana pengaturan dari hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk dalam
system UUPA.
26
Konversi dibagi dalam tiga jenis, yaitu 1 konversi hak yang berasal dari tanah hak barat yaitu hak eigendom, opstal, erfpacht; 2 konversi hak yang berasal
dari tanah hak Indonesia yaitu terhadap hak erfpach yang altijdurend, hak agrarische eigendom dan hak gogolan dan 3 konversi hak yang berasal dari tanah bekas
23
Alas hak adalah bukti penguasaan atas tanah secara yuridis dapat berupa alat-alat bukti yang menetapkan atau menerangkan adanya hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah,
dapat berupa riwayat pemilikan tanah yang pernah diterbitkan oleh pejabat pemerintah sebelumnya maupun bukti pengakuan dari pejabat yang berwenang. Alas hak secara yuridis ini biasanya
dituangkan dalam bentuk tertulis dengan suatu surat keputusan, surat keterangan, surat pernyataan, surat pengakuan, akta otentik maupun surat di bawah tangan dan lain-lain Mhd. Yamin Lubis dan
Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung : Mandar Maju, 2008, hal. 237
24
AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1993, hal. 3
25
Ali Ahmad Chomzah, Hukum Agraria, Jilid-I Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2004, hal. 80.
26
AP. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, Bandung : Mandar Maju, 1993, hal. 94.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
swapraja, yaitu terhadap hak anggaduh, hak grant, hak konsesi dan sewa untuk perumahan dan kebun besar.
27
Jadi secara normatif bukti penguasaan atau pemilikan atas suatu bidang tanah yang diterbitkan oleh pemerintah sebelumnya dasar penguasaanalas hak lama
masih tetap diakui sebagai dasar penguasaan atas tanah karena diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku pada masa itu. Hak-hak adat maupun hak-hak Barat yang dijadikan sebagai alas hak
tersebut ada yang sudah didaftar pada zaman Hindia Belanda dan ada yang belum didaftar. Pendaftaran hak atas tanah pada waktu itu hanya pada hak atas tanah yang
tunduk pada KUH Perdata, sungguhpun ada juga orang-orang Bumi Putera yang mempunyai hak atas tanah yang berstatus hak Barat selain golongan Eropa dan Timur
Asing termasuk golongan China. Untuk Golongan Bumi Putera umumnya tidak ada suatu hukum pendaftaran
tanah yang bersifat uniform, sungguhpun ada secara sporadis ditemukan beberapa pendaftaran yang sederhana dan belum sempurna seperti Grant Sultan Deli, Geran
lama, Geran Kejuran, pendaftaran tanah yang terdapat di kepulauan Lingga-Riau, di daerah Yogyakarta dan Surakarta dan di lain-lain daerah yang sudah berkembang dan
menirukan system pendaftaran kadaster. Sebaliknya juga dikenal pendaftaran tanah
27
Emri, Pelaksanaan Konversi Tanah Grant Sultan di Kota Medan, Tenis, PPS USU, Medan, 2005, hal. 83.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
pajak, seperti pipil, girik, petuk, ketitir, letter C yang dilakukan oleh Kantor Pajak di Pulau Jawa.
28
Di Daerah Sumatera Utara juga dikenal semacam pendaftaran tanah untuk kepentingan perpajakan yang ditemukan di daerah Kabupaten Deli Serdang yang
dikenal dengan Surat Keterangan Tanah SKT yang diterbitkan oleh Bupati Deli Serdang dalam rangka pemungutan pajak tanah atas obyek tanah yang digarap oleh
penduduk setempat, kemudian pemiliknya menjadikan SKT tersebut sebagai alas hak atas tanah.
Selain itu ditemukan juga alas hak atas tanah berupa surat-surat yang dibuat oleh para Notaris atau yang dibuat oleh Camat dengan berbagai ragam bentuk untuk
menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah yang dikuasai oleh warga masyarakat. Penerbitan bukti-bukti penguasaan tanah tersebut ada yang dibuat di atas
tanah yang belum dikonversi maupun tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara dan kemudian tanah dimaksud diduduki oleh rakyat baik dengan sengaja ataupun diatur
oleh Kepala-kepala Desa dan disahkan oleh para Camat, seolah-olah tanah tersebut telah merupakan hak seseorang ataupun termasuk kategori hak-hak adat.
29
Surat-surat tersebutlah yang dijadikan sebagai alas hak atau bukti perolehan atau pemilikan tanah yang diajdikan sebagai kelengkapan persyaratan dalam
mengajukan permohonan pendaftaran tanahnya.
28
Ibid., hal. 76.
29
Ibid., hal. 3.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
Bukti kepemilikan hak-hak atas tanah yang dapat diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah yang diketegorikan sebagai alas
hak telah ditentukan secara limitatif dalam Penjelasan Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Pasal 60 ayat 1
Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu : a.
Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvingsordonantie Staatsblad 1834-27 yang telah dibubuhi catatan
bahwa hak eigendomnya dikonversi menjadi hak milik atau,
b. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan
Overschrijvingsordonantie Staatsblad 1834-27 sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 10 tahun 1961 di daerah yang bersangkutan, atau
c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja
yang bersangkutan; atau d.
sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1959; atau
e. Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban mendaftarkan haknya, tetapi dipenuhi semua kewajiban yang ada
f. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang disaksikan oleh
Kepala AdatKepala DesaKelurahan yang dibuat sebelum PP ini; g.
Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahya belum dibukukan; atau
h. Akta Ikrar Wakaf surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai
dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977; atau i.
Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanahnya belum dibukukan; atau
j. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau k.
Petuk Pajak Bumi Landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961;
l. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan; atau
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun yang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan- ketentuan Konversi UUPA.
Surat-surat tersebut yang dikategorikan sebagai alas hak atau data yuridis atas tanah pada dasarnya merupakan keterangan tertulis mengenai perolehan tanah
oleh seseorang, misalnya saja dengan berupa pelepasan hak bekas pemegang hak, pernyataan tidak keberatan dari bekas pemegang hak tentunya setelah ada ganti rugi.
Syarat ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 4 ayat 1 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang bunyinya sebelum mengajukan permohonan hak atas tanah, pemohon harus
menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
30
Selanjutnya Pasal 18 ayat 2 angka 2 Peraturan tersebut ditentukan bahwa keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik adalah :
a Dasar penguasaannya, dapat berupa akta pelepasan kawasan hutan, akta pelepasan bekas tanah milik adat dan surat bukti perolehan tanah lainnya;
b letak, batas-batas dan luasnya; dan c jenis usaha pertanian, perikanan atau peternakan.
30
Djoko Walijatun, Persyaratan Permohonan hak, Majalah Renvoy No. 10.34.III, Maret 2006, hal. 65.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
Yang termasuk kategori alas hak dalam hal ini adalah data yuridis yaitu dasar penguasaan, dapat berupa akta pelepasan kawasan hutan, akta pelepasan bekas
tanah milik adat dan surat bukti perolehan tanah lainnya. Penguasaan tanah tersebut menurut pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2004 adalah hubungan hukum antara orang-perorang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang
Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Kemudian secara operasional, ketentuan tentang bukti penguasaan atas tanah
atau alas hak juga ditemukan dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di
lingkungan Badan Pertanahan Nasional yakni dalam Buku III Pelayanan Hak Hak Atas Tanah yang menunjukkan bahwa alas hak suatu bidang tanah dijadikan sebagai
salah satu kelengkapan persyaratan yang berisi keterangan mengenai data yuridis yang bentuknya berbeda-beda menurut status tanah yang dimohonkan hak atas
tanahnya yang dikategorikan dalam 13 tiga belas jenis bukti penguasaan atau kepemilikan alas hak atas tanahnya, yaitu
1. Untuk tanah yang berasal dari tanah haktelah terdaftar bersertipikat, alas
haknya yaitu : a fotokopi sertipikat yang dilegalisir dan b bukti perolehan atas tanah jual belipelepasan hak, hibah, tukar-menukar, surat keterangan
waris, akte pembagian hak bersama, lelang wasiat, putusan pengadilan dll. 2.
Untuk tanah yang berasal dari tanah negara, alas haknya yaitu : a Surat Keterangan Kepala DesaLurah yang isinya bukan tanah adat;
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
b Riwayat tanahbukti perolehan tanah hubungan hukum sebagai alas hak dari huniangarapan terdahulu
c Surat Penyataan Penguasaan Fisik pemohon. 3.
Untuk tanah yang berasal dari tanah negara Keppres 321979, alas haknya yaitu :
a Fotokopi sertipikatkartuakta verponding yang dilegalisir; b Bukti perolehanpenyelesaian bangunan dari bekas pemegang hak;
c Surat keterangan telah keluar dari occupasi TNIPolrii; 4.
Untuk tanah negara yang berasal dari bekas hak barat, alas haknya yaitu : a Fotokopi sertipikat yang dilegalisir;
b Surat penyataan penguasaan fisik, c Surat keterangan telah keluar dari occupasi TNIPolri ;
5. Untuk tanah yang berasal dari tanah adatyasangogol tetap, alas haknya
yaitu : a Patok DGirik, Ketitir, Kanomeran letter C Desa, keterangan riwayat
tanah dari DesaKelurahan dan b Bukti perolehansurat pernyataan pelepasan hak dari pemegang
sebelumnya. 6.
Untuk tanah yang berasal dari tanah gogol bersifat tidak tetap, alas hak yaitu a Patok DGirik, Ketitir, Kanomeran letter C Desa, keterangan riwayat
tanah dari DesaKelurahan dan
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
b Keputusan desaperaturan desa yang disetujui oleh BPD berisi
persetujuan tidak keberatan dan c
Akta pelepasan hak yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris CamatKepala Kantor Pertanahan setempat;
7. Untuk tanah yang berasal dari tanah kas desa, alas haknya yaitu :
a Perda tentang sumber pendapatan dan kekayaan desa atau keputusan desapengesahan bupati dan ijin gubernur ;
b Penetapan besarnya ganti rugi berupa uang atau tanah pengganti; c Berita acara serah terima tanah pengganti;
d Akta surat pelepasan hak atas tanah kas desa yang dibuat notariscamat dan kepala kantor pertanahan;
e Fotokopi petok Dgirikletter C Desa dan f
Fotokopi sertipikat tanah pengganti atas nama pemerintah desa setempat;
8. Untuk tanah yang berasal dari asset pemerintah daerah, alas haknya yaitu :
a Persetujuan dari DPRD; b Keputusan kepala daerah tentang peralihanpelepasan asset;
c Perjanjian antara pemda dan pihak ketiga dan d
Pelepasan hak atas tanah yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang dan
e Bukti sertipikat tanah pengganti jika perolehannnya berasal dari tukar- menukar
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
9. Untuk tanah yang berasal dari asset instansi pemerintah pusat, alas haknya
yaitu : a SK pelepasan asset dari instansi tersebut;
b Surat persetujuan Menteri Keuangan; c Berita Acara pelepasan hak
d Bukti sertipikat tanah pengganti jika perolehannya berasal dari tukar- menukar
10. Untuk tanah yang berasal dari asset BUMN, yaitu :
a Persetujuan Menteri BUMNMenteri Keuangan, b Sertipikat sepanjang sudah terdaftar,
c Berita acara pelapasan hak; d Bukti sertipikat tanah pengganti jika peroehan dari tukar-nemukar,
sepanjang terdapat dalam perjanjian 11.
Untuk tanah yang berasal dari asset BUMD, alas haknya yaitu : a Persetujuan kepala desa,
b Persetujuan DPRD, c Berita acara pelapasan hak;
d Sertipikat yang bersangkutan e Bukti sertipikat tanah pengganti
12. Untuk tanah yang berasal dari kawasan hutan, yaitu SK pelepasan kawasan
hutan dari Menteri Kehutanan;
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
13. Untuk tanah yang berasal dari BHMC Badan Hukum Milik China, alas
haknya yaitu : a Pelepasan asset BHMC dari Menteri Keuangan dan
b Bukti pelunasan pembayaran tanah dan bangunan yang dimohon.
Setelah dibuktikan adanya hubungan hukum atau penguasaan atas tanah yang dimiliki oleh subyek hak, maka Pemerintah sebagai pemangku Hak
Menguasai Negara yang berwenang melakukan pengaturan dan menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan tanah, melaksanakan tugasnya
memberikan hak-hak atas tanah yang dibuktikan dengan penerbitan keputusan pemberian haknya, sedangkan terhadap penguasaan atas tanah yang ditandai dengan
adanya hak-hak lama, dilakukan pengaturannya dengan menegaskan atau mengakui hak-hak lama.
Selanjutnya kepada penerima hak atau yang ditegaskandiakui hak-hak lamanya diterbitkan produk hukum berupa sertipikat tanah yang berfungsi sebagai
alat pembuktian yang kuat dan memberikan jaminan kepastian hukum atas penguasaanpemilikana tanahnya.
2. mengenai Pengaturan Tentang Penggunaan Tanah Dalam hal ini dapat dilihat aturan hukumnya sebagaimana dalam Pasal 14
ayat 1 UUPA yang menentukan bahwa Pemerintah diberikan kewenangan membuat
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya :
a untuk keperluan negara; b untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya
sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan
dan lain-lain kesejahteraan; d untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan
dan perikanan serta sejalan dengan itu; dan e untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan
pertambangan. Kemudian pada ayat 2 dinyatakan bahwa berdasarkan rencana umum
tersebut, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-
masing. Penjelasan umum UUPA point II angka 8 ditentukan bahwa dengan adanya
rencana planning tersebut maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara dan
rakyat.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 14 UUPA, diterbitkan Undang Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang disempurnakan dengan Undang
Undang nomor 37 tahun 2007. Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 24 tahun 1992 disebutkan bahwa penatagunaan ruang adalah proses perencanaan ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selanjutnya pada Pasal 14 ayat 2 diatur bahwa perencanaan tata ruang
mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam. Dalam hal ini
penatagunaan tanah merupakan bagian dari penatagunaan ruang. Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 jo. Undang Undang Nomor 37 tahun
2007 tersebut belum operasional khususnya mengenai penatagunaan tanah. Oleh karena itu Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004
Tentang Penatagunaan Tanah.
31
Pengertian dari penggunaan tanah menurut pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 adalah wujud tutupan
permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia.
3. mengenai Pengaturan Tentang Kawasan Pantai dapat diuraikan dengan menjelaskan pengertian tentang kawasan pantai
sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang didefenisikan sebagai sisi darat dari garis laut terendah
dan merupakan bagian dari ruang daratan.
31
Suardi, Hukum Agraria Jakarta : Badan Penerbit Iblam, 2005, hal. 91
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
Kawasan pantai atau disebut juga dengan sempadan pantai menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
pantai. Kawasan pantai atau semadan pantai tersebut termasuk salah satu bagian
dari kawasan lindung.
32
Hal itu dapat dilihat dari penjelasan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah yang
menjelaskan bahwa kawasan Lindung tersebut meliputi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang mencakup kawasan hutan lindung, kawasan
bergambut, kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danauwaduk, kawasan sekitar
mata air, kawasan terbukit hijau termasuk di dalamnya hutan kota, kawasan suaka alam yang mencakup kawasan cagar alam, suaka margasatwa, kawasan pelestarian
alam yang mencakup taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam yang mencakup antara lain kawasan
rawan letusan gunung api, gempa bumi, tanah longsor serta gelombang pasang dan banjir, kawasan lindung lainnya mencakup taman buru, cagar biosfir, kawasan
32
Kawasan Lindung menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan kawasan pantai berhutan bakau.
Menurut ketentuan Pasal 14 Keputuasn Presiden Nomor 32 Tahun 1990, kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Tentang pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah pada kawasan pantai tersebut, Pasal 11 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Pentagunaan Tanah menentukan bahwa terhadap tanah dalam kawasan lindung yang belum ada hak atas tanahnya dapat diberikan hak atas tanah, kecuali pada kawasan
hutan, dengan catatan sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 13 bahwa penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai
dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah benteng alam dan ekosistem alami.
Dengan demikian, sekalipun tanah yang berada di daerah kawasan lindung, termasuk di dalamnya kawasansempadan pantai, maka kawasan tersebut tetap dapat
diakui penguasaan oleh orang-orang atau badan hukum atas tanah tersebut, namun penggunaan atas tanah pada kawasan tersebut harus disesuaikan dengan fungsi
kawasan dan juga ketentuan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah setempat. Untuk menghindari kesimpangsiuran mengenai pengertian istilah-istilah
yang dipakai dalam penulisan tesis ini, perlu dikemukakan definisi operasional dari istilah-istilah tersebut.
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
1. Tinjauan, artinya melihat; menyelidiki; mempelajari dengan cermat.
33
Dalam hal ini menyelidiki secara cermat tentang obyek yang akan diteliti, yaitu penguasaan dan penggunaan tanah pada kawasan pa
ntai 2.
Hukum, maksudnya adalah peraturan yang.dibuat oleh suatu kekuasaan yang berlaku untuk banyak orang; undang-undang; peraturan untuk mengatur
pergaulan hidup dalam masyarakat.
34
3. Pengaturan, adalah proses; cara, perbuatan mengatur.
35
Pengaturan berarti perbuatan mengatur oleh yang diberi kewenangan untuk itu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4.
Penguasaan, berasal dari kata kuasa, artinya kemampuan atau kesanggupan untuk berbuat sesuatu; atau kekuatan; kewenangan atas sesuatu yang
menentukan; memerintahkan; mengurus dan lain-lain.
36
Penguasaan atau menguasai dapat dipakai dalam arti phisik juga dalam arti yuridis. Penguasaan
dalam arti yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang haknya untuk menguasai secara
phisik tanah yang dihaki.
37
Penguasaan juga ada yang disebut penguasaan hak bawah dan hak atas. Penguasaan hak bawah atas tanah adalah penguasaan
yuridis, artinya mempunyai bukti-bukti kepemilikan berupa sertipikat atau
33
Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Surabaya : Karya Agung, 2005 hal. 543
34
Ibid, hal. 188
35
Ibid., hal. 66
36
Ibid., hal 239
37
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Djambatan, 1997 hal. 16
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
bukti lain, kemudian penguasaan hak atas adalah penguasaan phisik, artinya seseorang menggarap atau menguasai tanah secara legal maupun illegal.
38
5. Penggunaan, berasal dari kata guna, artinya paedah, manfaat; suatu pekerjaan
yang memberi pengaruh mendatangkan perubahan dan sebagainya
39
. Tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang atas sekali yang diberi
batas-batas.
40
6. Kawasan, artinya tanah kampung; pekarangan; daerah, wilayah,
41
sedang pantai adalah landai, miring sedikit; datar menurun.
42
Dalam kaitan ini kedua istilah tersebut disatukan menjadi kawasan pantai, yang berarti sisi darat dari
garis laut terendah dan merupakan bagian dari ruang daratan.
43
Dengan demikian, terdapat pengertian yang tegas dari istilah-istilah yang dipakai
dalam tesis ini, sehingga tidak akan timbul salah tafsir.
38
BF. Sihombing, op.cit, hal 41.
39
Budiono, Op.cit,, hal. 174
40
Ibid., hal. 505
41
Ibid., hal. 249
42
Ibid., hal. 367
43
Penjelasan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengkategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Bersifat deskriptif maksudnya penelitian yang bertujuan
untuk melukiskan keadaan obyek atau peristiwanya.
44
Sedang kualitatif diartikan sebagai kegiatan menganalisi data secara komprehenship, yaitu data sekunder dari berbagai kepustakaan dan literatur baik yang
berupa buku, peraturan perundangan, disertasi, tesis dan hasil penelitian lainnya maupun informasi dari media massa.
Metode yang dipakai untuk mengetahui isi dokumen tersebut adalah analisis isi content analysis, sehingga dengan sifat penelitian ini dapat diperoleh gambaran
yang seteliti mungkin tentang data faktual yang berhubungan dengan obyek yang diteliti tersebut.
2. Metode Pendekatan