Latar Belakang Permasalahan PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Kawasan pantai merupakan pintu gerbang menuju lautan. Lautan itu sendiri menyimpan kekayaan alam yang menjadi asset suatu negara. Bahkan seperti dinyatakan oleh Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin, diperkirakan terdapat 60 hingga 70 persen asset negara yang berada di laut, seperti sumber daya alam dan harta karun yang masih tersimpan di dalam lautan Indonesia. 1 Untuk menuju lautan tersebut, maka keberadaan kawasan pantai sangat urgen dilihat dari sudut ekonomi, karena ketika hendak mengeksploitasi kekayaan alam yang ada di lautan, kawasan pantai terlebih dahulu harus dilalui. Di samping itu, kawasan pantai juga merupakan pintu masuk ke daratan. Pihak luar dapat memasuki daratan malalui kawasan pantai, baik dalam rangka penyusupan, penyeludupan maupun serangan, sehingga secara politik, kawasan pantai sangat penting dalam kaitannya dengan pertahanan negara. Oleh karena pentingnya keberadaan kawasan pantai, maka perlu pengaturan lebih lanjut terhadap aspek penguasaanpemilikan dan penggunaanpemanfaatan bidang-bidang tanah yang ada di kawasan pantai, sehingga tercapai tujuan pemanfaatan kawasan pantai baik secara ekonomi maupun secara politik. 1 Harian Analisa, terbitan tanggal 7 Nopember 2008, hal. 4 dengan judul “Gubsu : 60 Hingga 70 Persen Kekayaan Indonesia Berada diLaut” Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Pengaturan terhadap penguasaan dan penggunaan tanah yang ada di kawasan pantai mengacu kepada pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah pada umumnya, baik untuk kepentingan pemerintah maupun kepentingan rakyat. Dalam hal ini kepentingan rakyat berkaitan dengan hak-hak yang dapat dimiliki atau dapat diberikan oleh Negara kepada rakyatnya atas obyek tertentu. Menyangkut hak-hak rakyat tersebut, konstitusi Negara menjamin adanya hak-hak dasar rakyat, tidak hanya terhadap hak-hak atas tanah tetapi juga terhadap hak-hak dasar lainnya yang memang diemban oleh rakyat dan wajib dilindungi oleh negara. Hak-hak dasar merupakan kondisi dasar yang harus ada dan tersedia dalam kehidupan, baik yang sifatnya individual maupun kolektif. Hak-hak dasar yang lahir oleh karena proses kesejahteraan dan proses perjalanan bangsa selama ini yang mewujud dalam banyak hal, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rasa aman, rasa nyaman, kebebasan, keadilan dan dalam berbagai bentuk lainnya. “Hampir semua hal yang berkaitan dengan hak-hak dasar rakyat langsung atau tidak langsung berkaitan dengan persoalan pertanahan. Hak-hak dasar rakyat yang mewujud dalam bentuk keadilan, misalnya seperti tidak berkaitan dengan pertanahan, tetapi karena tanah dan pertanahan merupakan sumber- sumber utama kemakmuran, sumber utama ekonomi dan bahkan politik, maka pengaturan penataan, penguasaan dan pemilikannya menjadi indikator penting dari keadilan”. 2 2 Joyo Winoto, Kepala Badan Pertanahan Nasional, pengarahan pada pembukaan Simposium Nasional tentang Secondary Mortgage Facility SMF di Denpasar-Bali, Desember 2005 sebagaimana dimuat Majalah Renvoy, No. 32Th.IIIJanuari 2006, hal. 12 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Menyangkut masalah pertanahan yang disebut sebagai sumber-sumber utama kesejahteraan dan menjadi indikator penting dari keadilan dikonstatir dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Penggunaan bumi, air dan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tersebut menunjukkan bahwa tujuan pemanfaatannya semata-mata untuk mensejahterakan rakyat sekaligus dengan memperhatikan aspek keadilan yang ditunjukkan dari kata sebesar-besarnya, artinya hasil dari penggunaan dan pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam tersebut bukan untuk perseorangan atau kelompok tertentu tetapi untuk rakyat banyak. Selanjutnya kebijakan di bidang pengelolaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sumber daya agraria diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut juga dengan Undang-undang Pokok Agraria UUPA, kemudian ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan dalam berbagai peraturan-perundangan yang bersifat organik, baik dalam bentuk Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan menteri dan lain-lain. Pasal 2 UUPA mengatur bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara. Pengertian bumi meliputi permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 bawahnya serta yang berada di atasnya, pengertian air adalah perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia, sedang pengertian ruang angkasa adalah ruang di atas bumi dan di atas perairan. Lingkup permukaan bumi tersebut meliputi tanah yang ada di seluruh Indonesia sesuai dengan konsep kesatuan seluruh wilayah Indonesia sebagai kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, maksudnya tanah tidak semata-mata hak dari pemiliknya tetapi juga merupakan hak bersama rakyat Indonesia yang merupakan semacam hubungan hak ulayat Bangsa Indonesia. 3 Kemudian Pasal 4 UUPA menentukan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada perorangan maupun badan hukum subyek hak. Hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dan dalam batas-batas menurut ketentuan peraturan perundangan. Dengan kata lain mengalokasikan kekuasaan hak atas tanah oleh negara kepada orang atau badan hukum yang dilakukan secara terukur supaya dapat digunakan bagi kelangsungan hidup setiap orang secara bersama-sama. 4 3 Lutfi I Nasution, Pembaruan Agraria Dalam Konteks Pembangunan Ekonomi, Makalah disampaikan pada Seminar Reformasi Kembar Hukum dan Ekonomi, dalam rangka Dies Natalis ke- 52 USU, Medan, 14 Agustus 2004, hal. 9 4 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 33. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Oleh karena itu secara konsepsional, seluruh permukaan bumi tanah yang ada di seluruh wilayah Indonesia dapat diberikan hak-hak atas tanah kepada setiap warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun dalam tataran operasionalnya, hak-hak atas tanah tidak dapat diberikan untuk seluruh permukaan bumi di seluruh Indonesia, karena sejak tahun 1967 terjadi perceraian beberapa sektor dari yang semula diatur dalam UUPA, yakni ketika diterbitkan beberapa ketentuan sektoral seperti Undang-undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 41 tahun 1999, Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pertambangan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan telah diubah dengan Undang Undang Nomor 7 tahun 2004, Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 yang diharapkan sebagai suatu undang-undang yang akan disinkronkan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan bumi, air dan ruang udara. 5 5 AP Parlindungan, Komentar Atas Undang Undang Penataan Ruang Bandung : Mandar Maju, 1993, hal.. 2. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Di samping itu sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUPA bahwa terdapat pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah untuk kawasan tertentu berdasarkan rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaannya, baik yang disusun perencanaannya oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk : a keperluan negara; b keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya; c keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain- lain kesejahteraan; d keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; dan e keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. Perencanaan yang bermaksud menyediakan tanah untuk pertanian, peternakan, perikanan, industri dan pertambangan tersebut mengisyaratkan dilakukannya pengaturan terhadap daerah-daerah tertentu guna keperluan memperkembangkan usaha tersebut di atas. Salah satu daerah atau kawasan yang dapat disediakan untuk keperluan memperkembangkan usaha pertanian, peternakan, perikanan, industri dan pertambangan dan untuk keperluan pembangunan lainnya tersebut adalah daerah atau kawasan sepanjang pantai. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Kawasangaris pantai tersebut berdasarkan data yang ada, untuk seluruh wilayah ndonesia mencapai 81.800 km dan termasuk salah satu garis pantai yang paling panjang di dunia. 6 Kawasan pantai tersebut menurut Penjelasan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebut sebagai sisi darat dari garis laut terendah dan merupakan bagian dari ruang daratan. Kawasan sepanjang pantai merupakan kawasan penting dalam penguasaan dan penggunaan tanahnya karena selain dapat dimanfaatkan untuk tempat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan seperti usaha pertanian, peternakan, perikanantambak, industri dan pertambangan, sumber energi, tempat penelitian dan percobaan, kawasan pariwisata juga dapat difungsikan untuk kepentingan yang lebih tinggi, antara lain menyangkut masalah lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan atau kepentingan masyarakat setempat khususnya nelayan. Sedang di sisi lain, kawasan pantai juga tidak tertutup kemungkinan ada yang hilang secara alami, baik karena abrasi pantai, tenggelam atau hilang karena longsor atau karena pengerukan laut, tertimbun atau gempa bumi tsunami atau sebaliknya dapat saja bertambah luas karena munculnya tanah timbul akibat gelombang laut, selain itu, kawasan pantai juga dapat ditimbun reklamasi untuk kepentingan tertentu. 6 Andik Hardiyanto, Pembaruan Agraria di Sektor Perairan dalam Tim Lapera, Prinsip-prinsip Reforma Agraria Jalan Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat, Yogyakarta : Lapera Pustaka Utama, 2001, hal. 277. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Bahkan belakangan ini muncul kecendrungan pengkaplingan kawasan pantai oleh masyarakat nelayan kampung, juga pengkaplingan untuk proyek perumahan di kawasan pantai, proyek pengembangan energi PLTGU, misalnya, sehingga mengakibatkan rusaknya ekosistem pantai seperti habisnya hutan mangrove. 7 Bila diperhatikan di lapangan maka secara kasat mata di kawasan pantai yang merupakan hutan mangrove di Kecamatan Medan Belawan saat ini banyak ditemukan penimbunan rawa-rawa hutan mangrove tersebut oleh berbagai pihak, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan usaha, seperti penimbunan yang dilakukan untuk pembangunan pompa bensin, gudang dan lain-lain. Dalam hal ini tentu dapat dipersoalkan mengenai penimbunan tersebut terhadap status tanahnya dan arahan penggunaannya, sebab secara umum hutan mangrove termasuk dalam kategori hutan lindung yang tidak dapat dikuasai dan diusahai karena berfungsi sebagai kawasan lindung dalam rangka menjaga kelestarian ekosistem lingkungan di sekitarnya. Mengingat urgennya fungsi dan manfaat kawasan pantai yang sebagian dapat dimanfaatkan sebagai tempat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia namun sekaligus pemanfaatan yang tidak terencana dapat merusak ekosistem sehingga perlu perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup di sekitarnya, maka berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, ditentukan bahwa kawasan 7 Ibid , hal.. 282. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 sempadan pantai dikategorikan sebagai kawasan lindung atau kawasan perlindungan setempat. 8 Pada Pasal 13 Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 dinyatakan bahwa perlindungan sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Semula oleh UUPA tidak ada diatur mengenai sempadan pantai tersebut apakah dapat diberikan hak-hak atas tanah, selanjutnya berdasarkan Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dinyatakan bahwa pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai 9 atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1197 Tanggal 3 Juni 1997, antara lain dinyatakan bahwa permohonan hak atas tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau berbatasan dengan pantai untuk tidak dilayani sampai dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur hal tersebut. 8 Lihat juga Penjelasan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan tanah yang menegaskan bahwa sempadan pantai dikategorikan sebagai kawasan lindungkawasan perlindungan setempat. 9 Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan Pasal 28 UUPA, Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun Pasal 35 UUPA, Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalm keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini Pasal 41 UUPA Moekijat, Kamus Agraria, Bandung : Mandar Maju, 1996, hal. 38, 39 dan 41 . Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Selanjutnya berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 500-1698 Tanggal 14 Juli 1997 antara lain dinyatakan bahwa permohonan ijin lokasi dan permohonan hak atas tanah yang berbatasan dengan pantai masih dimungkinkan diproses yang dilakukan secara hati-hati dan selektif dan permohonan yang diajukan setelah tanggal 3 Juli 1997 agar dilaporkan kepada Menteri untuk mendapat petunjuk pelaksanaan lebih lanjut. Ketentuan yang lebih tegas diatur dalam Pasal 11 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Pentagunaan Tanah yang menyebutkan bahwa terhadap tanah dalam kawasan lindung yang belum ada hak atas tanahnya dapat diberikan hak atas tanah, kecuali pada kawasan hutan, dengan catatan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah benteng alam dan ekosistem alami. Bahkan secara khusus dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 diatur bahwa penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk dan atau sempadan sungai harus memperhatikan : a kepentingan umum dan b keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan. Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Dalam hal ini penguasaan atas tanah menjadi faktor penting untuk dapat memanfaatkan dan menggunakan tanahnya, namun dalam penggunaan tanah tersebut ada aturan yang membatasi kewenangan dari yang menguasai tanah tersebut. AP Parlindungan menyatakan, “dikuasai” dan “dipergunakan” harus dibedakan, dalam arti bahwa dipergunakan itu sebagai tujuan daripada dikuasai dan kedua kata tersebut tidak ada sangkut pautnya dalam hubungan sebab akibat. 10 Sekalipun dinyatakan bahwa dipergunakan sebagai tujuan daripada dikuasai, namun pengertian tersebut berbeda antara konsepsi yang dianut oleh Pemerintah melalui peraturan perundangan dengan pengertian yang dianut oleh masyarakat, dalam hal ini masyarakat memandang bahwa apabila sebidang tanah dikuasainya maka penggunaannya juga sesuai dengan kepentingannya. Hal ini dapat dimengerti karena sejak dahulu terdapat perbedaan antara perasaan hukum rakyat dan kesadaran hukum penguasa atas tanah. Perselisihan mengenai tanah antara rakyat dan pemerintah secara umum telah terjadi karena pandangan yang berbeda mengenai konsep hak atas tanah. 11 Dalam kaitan ini, peraturan perundang-undangan memandang diperkenankannya diberikan hak atas tanah pada kawasan pantai asal disesuaikan penggunaannya dengan fungsi kawasan yakni sebagai kawasan lindung, sedang masyarakat beranggapan bahwa penguasaan atas tanah berkaitan erat dengan penggunaannya, menguasai tanah berarti dapat menggunakannya juga. 10 AP Parlindungan, 1993, Op.cit, hal. 42 11 BF. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, Jakarta : Toko Gunung Agung, 2005, hal. 4 Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 Kemudian perkembangan terakhir, telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang diundangkan pada tanggal 17 Juli 2007. Pengaturan tentang pengelolaan wilayah pesisir tersebut tentunya menyangkut wilayah pantai. Hal ini perlu ditelusuri ketentuan yang mengatur tentang obyek pantai dalam Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007, sebab bisa jadi pengaturan atas obyek pantai berlainan antara satu peraturan perundangan dengan peraturan perundangan lainnya, sehingga menimbulkan konflik kepentingan terutama konflik antara lembaga yang menanganinya. Hal ini dapat dimengerti karena dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juga diatur adanya perizinan dengan bentuk Hak Pengusahaan Perairan Pesisir HP-3 yang diterbitkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, sementara dalam hal pengelolaan tanah di kawasan pantai dapat juga diberikan hak atas tanah oleh Instansi Badan Pertanahan Nasional Sungguhpun menurut pendapat Bomer Pasaribu, anggota Komisi IV DPR-RI dinyatakan HP-3 hanya terbatas pada permukaan laut dan kolam air sampai dengan permukaan dasar laut, HP-3 tidak menyangkut hak atas tanahnya. 12 Berdasarkan hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah pada kawasan pantai, dengan 12 Majalah Gatra, dengan judul laporan “Upaya Sinergi dengan Pemangku Kepentingan”, terbitan 22 Agustus 2007, Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009 memperhatikan rambu-rambu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang- undangan, khususnya yang terdapat di Kecamatan Medan Belawan. Pemilihan lokasi penelitian di Kecamatan Belawan dikaitkan dengan adanya penguasaan tanah di kawasan pantai tersebut oleh berbagai pihak baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat setempat dengan penggunaan tanah pada kawasan pantai di daerah tersebut untuk berbagai kegiatan seperti untuk pelabuhan dengan segala sarana dan prasarananya, pemukiman nelayan, usaha perikanantambak dan usaha lain-lainnya, sehingga perlu diteliti lebih lanjut bagaimana pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terhadap kawasan pantai tersebut terutama dalam hal aspek penguasaan dan penggunaan tanahnya.

B. Perumusan Masalah