Tanggung jawab eksternal Direksi terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, meskipun UUPT memberikan ketentuan berupa sanksi perdata yang sangat berat kepada setiap anggota Direksi perseroan atas setiap kesalahan atau kelalaiannya, namun pelaksanaan pemberian sanksi ini sebenarnnya tidak perlu dikhawatirkan selama anggota Direksi bersangkutan bertindak sesuai dan tidak menyimpang dari aturan main yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar perseroan, dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

E. Tanggung jawab eksternal Direksi terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan

Manusia adalah subjek hukum, akan tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum yang dikenal. Selain manusia, masih terdapat subjek hukum lainnya yang dikenal dengan badan hukum rechtspersoon. Di antara banyak badan hukum yang dikenal dalam doktrin hukum, salah satu yang amat dikenal adalah Perseroan Terbatas PT. Mengapa para pihak lebih memilih bentuk Perseroan Terbatas? Adapun alasannya adalah setiap orang pemilik dana selalu menginginkan risiko seminimal mungkin selain itu juga demi efisiensi. 51 Perseroan Terbatas dapat dikatakan efisiensi karena perseroan terbatas dapat digunakan untuk mengakomodasikan kegiataan usaha dari yang terkecil yaitu bisnis perorangan one- person business sampai yang terbesar yaitu bisnis multinasional. Selain itu 51 Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang- Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997, hal. 1. perusahaan juga dapat digunakan untuk kegiatan non profit yang bertujuan usaha untuk memberi keuntungan. UUPT di dalam beberapa pasal pengaturannya ditujukan untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas Perseroan Terbatas. Kegiatan berusaha dapat dilakukan secara pribadi dengan segala konsekuensinya dan dapat pula dilakukan dalam bentuk kerja sama antar pribadi atau antar kelompok, di samping itu mengenai bentuk usaha yang dipilih pada dasarnya sangat bergantung pada berbagai hal baik faktor internal maupun eksternal dari para pihak yang mendirikan perusahaan. Sedangkan berdasarkan sumber dana yang dimanfaatkan untuk mendirikan perusahaan maka bentuk Perseroaan Terbatas sangat diminati. 52 Di samping itu juga sangat cukup beralasan mengapa Perseroan Terbatas yang diminati, karena secara filosofi bahwa pendirian Perseroan Terbatas yang dilakukan oleh sekolompok orang tersebut semata-mata memiliki tujuan untuk memajukan perusahaan. UUPT yang telah ada jika dibandingkan dengan peraturan yang lama isinya cukup maju, ketentuan-ketentuan dalam UUPT dapat dikatakan lengkap dan terperinci. Di dalamnya dikenal perbedaan perseroan tertutup dengan perseroan terbuka, diatur tentang bagaimana perlindungan modal dan kekayaan perusahaan, 52 Baca Marzuki Usman, et all, ABC Pasal Modal Indonesia, Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan IndonesiaInstitut Bankir Indonesia Ikatan Sarjana Ekonomi DKI Jaya, 1990, hal. 165, yang memaparkan bahwa pada kehiduapan suatu perusahaan acap sekali informasi yang diketahui oleh para persero minim sekali. Sehingga antar dalam persero sendiri cara menyajikan informasi dan gambaran umum adalah merupakan kemajuan dari suatu perusahaan khususnya PT. Hal ini juga yang mengacu pada permasalahan tentang isi dari anggaran dasar dari suatu PT. Akan tetapi ketentuan hukum yang mengatur dari ini semua masih tidak ada, dimana tidak adanya peraturan yang menjelaskan kapan suatu RUPS dalam PT dapat dilaksanakan. juga tentang penggunaan laba, pengambilalihan perseroan, juga bagaimana jika perseroan melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini UUPT lebih terkonsentrasi pada pembahasan mengenai Anggaran Dasar, RUPS dan cara pendirian PT. Perseroan Terbatas PT adalah suatu badan hukum yang terpisah dengan individu yang memilikinya pemegang saham atau pengurusnya Komisaris dan Direksi. Sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki hak dan kewajiban sendiri. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian dimulai dengan membuat akta pendirian PT yang dilakukan dengan akta otentik. Setelah akta pendirian PT selesai dibuat maka selanjutnya adalah mengajukan permohanan ke Menteri Hukum dan HAM untuk memperoleh pengesahan, agar PT memperoleh status badan hukum. Menurut Pasal 7 ayat 4 Undang- Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan. Selanjutnya dalam Pasal 15 ayat 1 Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 yang memuat sekurang-kurangnya: a. nama dan tempat kedudukan perseroan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; c. jangka waktu berdirinya perseroan; d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris; g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris; i. tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden; Berdasarkan uraian-uraian di atas maka timbul pertanyaan apakah secara hukum perusahaan telah berdiri dan apabila salah satu persyaratan formal pendirian tidak dipenuhi atau tidak lengkap akibat apa yang ditimbulkannya?. Pertanyaan ini muncul ketika pihak di luar perusahaan misalnya kreditur ingin menembus tirai perusahaan corporate shield dan meminta tanggungjawab pribadi pemegang saham atas kewajiban perseroan. Terdapat dua konsep berkenaan dengan masalah ini yaitu: 53 a. Perseroan de jure. suatu perseroan yang telah melengkapi seluruh ketentuan formal untuk pendirian secara hukum telah menjadi badan hukum. Hal-hal apa saja yang dikategorikan sebagai kewajiban mandatory dan hal yang bagaimana dikategorikan sebagai pedoman directory tergantung aturan yang ditetapkan oleh peraturan Perundang-Undangan. b. Perseroan de facto. teori mengajarkan bahwa meskipun suatu perseroan belum memenuhi seluruh kewajiban untuk mendapatkan status de jure, perseroan 53 I.G. Rai Widjaja, Op.Cit, hal. 44 tersebut dapat dianggap telah cukup untuk mendapatkan status sebagai badan hukum apabila berhadapan dengan pihak ketiga kecuali pemerintah. Untuk mendapatkan status de facto suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, iktikad baik untuk memenuhi persyaratan Perundang- undangan. Kedua, iktikad baik dalam menjalankan perseroan seakan-akan perseroan telah berdiri. Misalnya suatu perseroan belum memenuhi seal sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang atau tidak memberikan alamat yang benar. Apabila suatu perseroan telah mendapatkan status de facto maka semua pihak harus memperlakukannya sebagai badan hukum. Hanya saja pemerintah tetap berwenang menyatakan perseroan tersebut tidak sah. Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham. Sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah. 54 Pertama, terdapatnya fraud atau ketidakadilan bagi pihak ketiga misalnya kreditur dalam pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi. Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat Umum Pemegang saham sebagaimana telah ditentukan dan pengelolaan keuangan 54 Ibid, hal. 45 secara semborono. Ketiga, perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi lainnya yang menimbulkan ketidakadilan fair apabila perseroan tetap diakui sebagai badan hukum. Di dalam beberapa teori hukum dan teori-teori bisnis yang berkenaan dengan perseroan sepakat bahwa suatu perseroan haruslah memiliki tujuan. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan tentang bagaimana persisnya tujuan tersebut. Teori bisnis cenderung menjelaskan tujuan sebagai strategi. Strategi adalah penentuan tujuan dasar jangka panjang dari perseroan, langkah tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Strategi menyangkut hal-hal berikut: 55 a. Pemilihan target pasar, definisi produk-produk dasar untuk menjawab permintaan pasar dan penentuan sistem distribusi. b. Pencocokan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan sumber daya dan kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kesempatan pasar. Setelah dilakukan pilihan pasar disusun perencanaan alokasi sumber daya dan kemampuan. c. Pemilihan keinginan dan nilai yang dibutuhkan dan d. Penentuan segmen sesuai dengan pandangan pengurus. Sementara itu teori hukum lebih tertarik pada tujuan apa yang sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar Perseroan dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Alasannya adalah Anggaran Dasar adalah kontrak antara pendiri 55 Ibid, hal. 51 dengan pemerintah. Pada awalnya masalahnya adalah apakah perusahaan telah melampaui kewenangan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Masalahnya kemudian berkembang menjadi apakah perseroan masih dalam batas tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Dalam hukum perusahaan seringkali ditetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh suatu perseroan. Jika perusahaan melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau kewenangan maka secara hukum perusahaan telah ultra vires di luar kewenangan perseroan. Dalam kaitannya dengan tujuan terdapat dua konsep. 56 Pertama, kewenangan yang secara tegas ditentukan. Perseroan memiliki kewenangan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh hukum perusahaan dan Anggaran Dasar. Kewenangan umum menentukan misalnya perusahaan dapat bertindak di dalam dan di luar pengadilan, memiliki kekayaan serta berutang dan meminjamkan uang. Kedua, kewenangan terbatas menyangkut pengalihan aset perusahaan yang umumnya harus dengan persetujuan RUPS. Di samping kedua kewenangan tersebut perusahaan juga memiliki kewenangan yang tersirat implied power. Perusahaan dapat melakukan segala tindakan yang dianggap perlu untuk kepentingan perusahaan kecuali hukum secara tegas melarang perbuatan tersebut. Setiap tindakan di luar kewenangan perusahaan adalah ultra vires. Suatu perbuatan atau tindakan dikatakan ultra vires apabila melampaui kewenangan perusahaan, baik kewenangan yang secara tegas maupun implisit atau dilakukan 56 Ibid tanpa ijin RUPS. Oleh karena itu, terdapat tiga konsekwensi hukum apabila terjadi ultra vires. Pertama, ganti rugi, Kedua, pidana dan ketiga perjanjian. Umumnya ultra vires tidak dapat digunakan sebagai pembelaan atas tuntutan ganti rugi terhadap perusahaan akibat tindakan salah seorang karyawannya yang bertindak dalam cakupan pekerjaannya. Demikian pula halnya dalam hal terjadi dakwaan pidana. Sementara itu, dalam situasi tertentu tradisi common law membolehkan diajukannya gugatan ultra vires atas dasar kontrak yang dilakukan perusahaan. Meskipun hal ini tidak begitu diinginkan karena dapat mengganggu transaksi komersial. Penggunaan alasan ultra vires dibatasi. Gugatan ultra vires misalnya tidak dapat dilakukan apabila kontrak sudah dijalankan. Namun demikian perusahaan atau pemegang saham melalui gugatan derivatif dapat menggugat Direksi dengan dasar Direksi telah bertindak melampaui kewenangan. Sedangkan tindakan illegal bukan merupakan ultra vires dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Dari uraian sebelumnya diketahui bahwa selain tanggung jawab terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, Direksi perseroan juga bertanggung jawab terhadap pihak ketiga atas setiap perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan. Perlindungan bagi pihak ketiga ini dapat kita temukan dalam Pasal 14 UUPT secara jelas menyatakan bahwa Direksi bertanggung jawab secara renteng atas kelalaiannya dalam melaksanakan kewajiban pendaftaran dan pengumuman yang disyaratkan. Rumusan yang diberikan dalam UUPT tersebut bertujuan untuk menegaskan kembali fungsi Direksi sebagai suatu organ dan bukan masing-masing pribadi anggota Direksi yang berkewajiban untuk dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan, meskipun masing- masing anggota Direksi berwenang untuk bertindak mewakili untuk dan atas nama perseroan baik di luar maupun di dalam pengadilan. Dengan pertanggungjawaban renteng ini diharapkan dapat terjadi saling mengawasi di antara sesama anggota Direksi perseroan atas setiap perbuatan Direksi yang dapat merugikan, baik perseroan, pemegang saham perseroan, maupun pihak ketiga yang beritikad baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, meskipun UUPT memberikan ketentuan berupa sanksi perdata yang sangat berat kepada setiap anggota Direksi perseroan atas setiap kesalahan atau kelalaiannya, namun pelaksanaan pemberian sanksi ini sebenarnnya tidak perlu dikhawatirkan selama anggota Direksi bersangkutan bertindak sesuai dan tidak menyimpang dari aturan main yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan, dan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

BAB III TINDAKAN YANG TERMASUK DALAM BENTURAN KEPENTINGAN