informasi tersebut guna memperoleh keuntungan bagi dirinya atau untuk orang lain yang mengakibatkan kerugian pada PT. Direktur mengetahui bahwa
perusahaannya menghadapi risiko likuidasi dan menggunakan informasi tersebut untuk melindungi dirinya dan perusahaan lainnya yang juga dia sebagai
Direkturnya, sehingga terhindar dari konsekuensi likuidasi tersebut. 3. Direktur tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan
pribadinya. Apabila Direktur menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan pribadi, Direktur tersebut bertanggung jawab kepada perusahaan.
4. Direktur tidak boleh menahan keuntungan yang dibuat dengan alasan dan di dalam fiduciary relationship dengan perusahaan. Maksudnya terhadap Direktur yang
melakukan atau making a secret propit, perusahaan sangat keras. Keuntungan atau manfaat tersebut harus dilaporkan kepada perusahaan dan disetujui. Bila
tidak, Direktur harus bertanggung jawab.
62
Hal ini juga merupakan cerminan dari prinsip hukum perseroan bahwa Direksi tidak boleh mencari keuntungan secara pribadi dalam kedudukannya sebagai Direksi
perseroan.
B. Transaksi Kesempatan Perseroan Corporate Opportunity
Transaksi kesempatan perseroan corporate opportunity mengajarkan bahwa akibat dari adanya fiduciary duty dari Direksi, maka Direksi haruslah terlebih dahulu
62
I.G.Ray Widjaya, Op. Cit, hal. 224
mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi. Dengan demikian, jika perusahaan mempunyai kesempatan opportunity untuk melakukan
suatu transaksi dengan pihak ketiga sementara pihak Direksi juga ingin melakukan transaksi yang sama dengan pihak ketiga, maka pihak Direksi perusahaan harus
mengutamakan kepentingan terlebih dahulu dengan mempersilahkan perusahaan untuk melakukan transaksi tersebut, dan Direksi harus mengalah untuk itu.
63
Pada prinsipnya oportunitas perseroan corporate opportunity merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang Direktur, Komisaris atau Pegawai
perseroan lainnya ataupun Pemegang Saham utama, tidak diperkenankan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya
tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya. Dengan demikian, manakala tindakan tersebut merupakan
kesempatan opportunity bagi perseroan dalam menjalankan bisnisnya, Direksi tidak boleh mengambil kesempatan tersebut untuk kepentingan pribadinya karena kesempatan
tersebut seyogyanya diberikan untuk perusahaan. Dengan perkataan lainnya, sebenarnya oportunitas perseroan tidak lain dari suatu hak, kepemilikan, kepentingan atau suatu
harapan yang menurut sendi-sendi keadilan merupakan milik dari perseroan.
64
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kesempatan bagi Direksi dianggap sebagai oportunitas perseroan, akan dilihat dari berbagai faktor dominan disekitar tindakan yang
63
Munir Fuady I, Op. Cit,hal. 63
64
Ibid, hal. 226
dicurigai sebagai oportunitas perseroan. Faktor-faktor dominan yang sering digunakan oleh hukum adalah sebagai berikut :
65
1. Tentang Keterbukaan
Yakni apakah Direktur tersebut melakukan disclosure kesempatan tersebut kepada perseroan atau menikmati manfaat secara diam-diam.
2. Tentang Negosiasi Yakni apakah sebelumnya Direksi melakukan negosiasi dengan perseroan tentang
kesepakatan memperoleh keuntungan tersebut dan kemudian tidak dilanjutkan oleh Direksinya itu.
3. Tentang Penawaran Yakni
apakah dilakukan penawaran tentang kesempatan tersebut kepada perseroan
atau kepada Direksi sebagai wakil agen dari perseroan. 4.
Tentang Pengetahuan Direksi Yakni apakah Direksi mengetahui adanya kesempatan tersebut dalam posisinya
selaku Direksi dari perseroan. 5.
Tentang Kebutuhan Perseroan Yakni apakah ada kebutuhan yang cukup substansial dari perseroan agar kesempatan
tersebut diberikan kepada perseroan. 6.
Tentang Keunikan Yakni apakah harta benda yang ditransaksikan tersebut cukup unik sehingga sulit
didapatkan penggantinya.
65
Ibid, hal. 232
7. Tentang Fasilitas
Yakni apakah dalam mengambil manfaat dari kesempatan tersebut, Direksi menggunakan fasilitas atau aset dari perseroan
8. Tentang Penggunaan Dana Perseroan
Yakni apakah digunakan dana perseroan dalam hubungan dengan transaksi yang merupakan oportunitas perseroan tersebut.
9. Tentang Keterlibatan Direksi di Perusahaan lain
Yakni apakah perusahaan lain di mana Direksi juga terlibat yang mengambil kesempatan tersebut, bukan satu-satunya perseroan yang mungkin melakukan
tindakan untuk mengambil kesempatan tersebut. 10.
Tentang Permintaan Diskon Yakni apakah Direksi meminta semacam diskon dari perseroan jika perseroan
tersebut yang mengambil kesempatan tersebut. 11.
Tentang Persaingan atau Penghalangan Yakni apakah dengan Direksi mengambil manfaat dari kesempatan tersebut, Direksi
akan bersaing dengan perseroan atau menghalangi kebijaksanaan perseroan. 12.
Tentang Persetujuan Perseroan Yakni apakah pihak perseroan menyetujui tindakan oportunitas perseroan yang
diambil oleh Direktur tersebut. Persetujuan perseroan ini dapat melalui persetujuan Direksi Independen atau persetujuan Pemegang Saham Independen.
13. Tentang Penugasan
Yakni apakah Direksi atau pegawai perusahaan tersebut memang ditugaskan oleh perusahaan untuk mendapatkan kesempatan atau transaksi yang merupakan
oportunitas perseroan tersebut. 14.
Tentang Penawaran kepada Perseroan Yakni apakah Direksi bermaksud untuk menawarkan aset yang dibelinya tersebut
kepada perseroan yang dipimpinnya. 15.
Tentang Kemampuan Perseroan Yakni apakah perseroan cukup mampu untuk mendapatkan kesempatan bertransaksi
tersebut. 16.
Tentang Keaktifan Perseroan Yakni apakah perseroan selama ini cukup aktif berusaha untuk mengambil
kesempatan tersebut. Dan jika cukup aktif, apakah kemudian perseroan telah mengabaikan usaha pencapaian perolehan kesempatan tersebut.
Adakalanya, meskipun tindakan Direksi termasuk ke dalam oportunitas perseroan bila dilihat menurut doktrin oportunitas perseroan, tetapi oleh hukum masih dapat
dibenarkan jika tindakan tersebut dilakukan oleh Direksinya. Kekecualian terhadap larangan melaksanakan tindakan oportunitas perseroan tersebut diberikan dalam hal-hal
sebagai berikut :
66
1. Pelepasan Tindakan Oportunitas Perseroan
Bisa saja perseroan secara sukarela melepaskan haknya untuk mengambil oportunitas perseroan atau mengabaikan saja oportunitas perseroan tersebut. Hal ini
66
Ibid, hal. 234.
sah-sah saja dilakukan oleh perseroan. Akan tetapi, jika kemudian Direksi bermaksud untuk mengambil oportunitas perseroan tersebut, maka tindakan
pelepasan hak atau mengabaikan oportunitas perseroan oleh perseroan tersebut tentunya juga dilakukan melalui Direksi yang bersangkutan. Karena itu, tindakan
melepaskan hak oportunitas perseroan oleh perseroan tersebut termasuk ke dalam golongan transaksi berbenturan kepentingan dari Direksi, tepatnya transaksi self
dealing, sehingga aturan main tentang self dealing berlaku terhadap tansaksi tersebut Namun, tindakan perseroan untuk melepaskan haknya atas oportunitas perseroan
tersebut dapat juga dilakukan oleh mayoritas Direksi yang tidak mempunyai benturan kepentingan setelah dilakukan full disclosure, sehingga persetujuannya
menjadi sebuah informed consent. 2.
Ketidakmungkinan Perseroan untuk Melakukan Tindakan Oportunitas Perseroan Adakalanya perseroan berada dalam posisi tidak mungkin untuk melakukan tindakan
oportunitas perseroan tersebut. Misalnya, jika pihak dengan siapa deal harus dilakukan, hanya mau melakukan transaksi jika transaksi tersebut dilakukan untuk
Direksi pribadi, bukan perseroan. Maka dalam hal ini, Direksi tersebut secara ukum dapat melakukan tindakan tersebut meskipun tindakan tersebut merupakan
oportunitas perseroan. 3.
Ketidakmampuan Perseroan untuk Melakukan Tindakan Oportunitas Perseroan Di samping itu, mungkin juga terjadi bahwa suatu tindakan sebenarnya tergolong ke
dalam oportunitas perseroan, tetapi perseroan tersebut tidak mampu mengambil
kesempatan tersebut, misalnya karena ketidakmampuan menyediakan dana atau tidak memperoleh sumber keuangannya.
4. Restu dari Perseroan
Jika tindakan Direksi atau pejabat lainnya dari perseroan mengambil oportunitas perseroan dan sebelum atau sesudah transaksi terjadi sudah terlebih dahulu disetujui
oleh perseroan diwakili oleh Direksi Independen, atau Pemegang Saham Independen, maka tindakan tersebut secara yuridis dapat dilakukan oleh Direksi
perseroan, sebab tindakan tersebut sudah mendapatkan restu berdasarkan disclosure yang cukupinformed consent.
Apabila kita melihat dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka tidak terdapat ketentuan yang tegas yang melarang atau mengatur bagaimana status dari transaksi yang dilakukan oleh Direksi
untuk kepentingan pribadinya di mana menurut ilmu hukum perseroan, transaksi tersebut termasuk ke dalam golongan oportunitas perseroan yang dipimpinnya. Demikian juga
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, ketentuan ini menjadi penting sebab terdapat “fakta material” yang wajib diinformasikan kepada publik, tetapi
informasi tersebut harus diinformasikan pada waktu yang tepat, karena apabila informasi tersebut diberikan sebelum waktunya bukan waktu yang tepat sesuai perundang-
undangan, maka tindakan tersebut juga dapat dikualifisir sebagai perbuatan yang melanggar hukum. Dinamakan “fakta material” adalah segala informasi yang dapat
mempengaruhi harga saham perseroan yang bersangkutan pada pasar modal. Namun
demikian, karena semacam prinsip fiduciary duty diperkenalkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas, maka hal tersebut tentunya juga berimbas kepada larangan
melakukan transaksi untuk pribadi yang sebenarnya transaksi tersebut merupakan oportunitas perseroan. Karena itu, seorang Direksi perseroan haruslah menjalankan
tugasnya selaku Direksi dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan dan tujuan perseroan yang dipimpinnya.
67
C. Transaksi Orang Dalam Insider Trading